• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PERLUNYA PRINSIP KETERBUKAAN

B. Tujuan Prinsip Keterbukaan

Air sungai yang bersih dan bening akan lebih memudahkan seseorang untuk melihat apa yang ada dibawah permukaan air sungai tersebut sebelum ia memutuskan untuk terjun kedalam sungai tersebut. Keadaan air sungai seperti ini dapat dengan mudah dijadikan sebagai pertimbangan untuk melihat potensi risiko yang membahayakan yang ada dibawah permukaan air sungai tersebut. Keadaan akan sangat berbeda jika air sungai tersebut keruh atau tidak bening. Resiko terkena bahaya dapat saja terjadi pada orang yang memutuskan untuk terjun ke dalam sungai tersebut.

Pengungkapan seluruh informasi material sangat penting untuk mencegah terjadinya penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan. Paham mengenai cara bekerjanya prinsip keterbukaan seperti diuraikan di atas adalah pendapat yang paling tua.

Tujuan apa yang ingin dicapai oleh UUPM dengan mengabsorbsi asas keterbukaan, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan klasik tersebut. Uraian berikut ini akan menjelaskan tujuan prinsip keterbukaan dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal. Uraian akan dikategorikan tidak saja dari kewajiban perusahaan penanaman modal, tetapi juga tujuan dari prinsip keterbukaan yang dibebankan kepada pemerintah sebagai regulator. Pada beberapa bagian tulisan ini tujuan prinsip keterbukaan dalam pasar modal dijadikan argumentasi yang relevan dengan kegiatan penanaman modal secara langsung (direct investment).

1. Keterbukaan meningkatkan kepercayaan penanam modal

Penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia dan beberapa kelompok peneliti lainnya telah banyak berupaya menjelaskan kendala-kendala yang menyebabkan tidak tertariknya investor menanamkan modalnya di suatu negara. Sejumlah penelitian tersebut pada dasarnya menyimpulkan beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya daya tarik suatu negara untuk dijadikan tujuan penanaman modal, yakni : (a) biaya melakukan kegiatan bisnis cukup tinggi (high coct economy), (b) risiko melalui ketidakpatian kebijakan pemerintah, lemahnya transparansi dan instabilitas makro-ekonomi, dan (c) ada tidaknya regulasi mengenai market entry and exit and anti-competitive behavior.44

Lemahnya keterbukaan dalam peraturan penanaman modal merupakan salah satu permasalahan investasi di Indonesia. Investor selalu menganggap regulasi yang

44

Roy Nixon, “Improving the Investment Climate in APEC Economies”, APEC Secretariat, 2005, hal. 57.

dikeluarkan oleh Pemerintah tidak transparan dan tidak berkepastian. Peraturan dan kebijakan yang mengatur penanaman modal selalu dibuat dalam tingkatan peraturan yang sangat rendah dan umumnya tidak tuntas, sehingga masih memerlukan penjabaran-penjabaran lebih lanjut oleh pejabat-pejabat yang berwenang. Penjabaran- penjabaran lebih lanjut inilah yang menyebabkan aspek kepastian dan transparansi menjadi sering terabaikan. Instansi-instansi terkait kemudian mengeluarkan regulasinya sendiri-sendiri. Tumpang tindih peraturan dan kurangnya transparansi menyuburkan ekonomi biaya tinggi melalui pungutan-pungutan yang tidak resmi. Dalam pendekatan reformasi peraturan yang sangat pragmatis dan tidak transparan ini, sulit dibedakan apakah suatu regulasi yang dilakukan oleh instansi tertentu merupakan kebijakan pemerintah atau hanya “kebijakan instansi yang bersangkutan”. Keadaan reformasi kebijakan yang demikian ini diamati oleh Mc. Cawley dan menyimpulkan sebagai berikut :

“Tiap regulasi sepertinya menimbulkan regulasi uraian yang lain sehingga pada akhirnya para pejabat rendah di kantor-kantor daerah dan pelabuhan merasa bebas-bahkan harus- menetapkan hal yang samara-samar dengan mengeluarkan regulasinya sendiri. Situasi yang biasanya tidak memuaskan ini sering kali dicampuri dengan tendensi pejabat senior untuk menerobos semua pita merah dan kelambatan dengan memberikan pembebasan dari peraturan atau dengan membuat keputusan umum sebagai undang-undang “yang dikehendaki”. Ketika ini terjadi seringkali tidak jelas apakah mereka mengungkapkan pernyataan mereka sendiri atau benar-benar menerapkan peraturan pemerintah.”45

Prinsip transparansi lahir seiring dengan semakin pentingnya peran informasi, termasuk di dalamnya informasi hukum, dalam bisnis-bisnis internasional. Bisnis

45

Mc. Cawley, The Growth of the Industrial Sector dalam A. Booth dan P. Mc. Cawley (ed.),

internasional, termasuk kegiatan investasi, dewasa ini menjadikan informasi hukum sebagai salah satu faktor penentu dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan bisnis atau untuk menanamkan modal. Informasi hukum, termasuk di dalamnya proses perumusan, kemudahan akses serta penegakan hukum yang tidak transparan akan menyebabkan ketidakpercayaan investor. Ketidak percayaan ini berkaitan erat dengan kepastian berusaha dan terprediksinya kegiatan usaha melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha dimaksud.

Hukum akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya dalam proses pembangunan jika tidak disertai dengan pelaksanaan transparansi. Salah satu faktor penentu efektifitas hukum adalah respon publik terhadap hukum itu sendiri.46 Sementara respon publik akan ditentukan oleh sejauh mana publik benar-benar mengetahui, memahami dan akhirnya mempercayai hukum yang bersangkutan. Mekanisme transparansi yang didukung oleh sistim informasi hukum yang baik sangat menunjang lahirnya kepercayaan publik terhadap hukum.

Rendahnya transparansi dalam tindakan-tindakan administrative, khususnya menyangkut rejim perijinan menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang harus ditanggung oleh investor. Misalnya sangat sulit diperoleh informasi secara pasti berapa sebenarnya biaya perijinan yang dibutuhkan oleh investor untuk mengurus seluruh perijinan yang dibutuhkan. Investor yang mengurus ijin-ijin penanaman modalnya hadir ke instansi terkait tanpa bekal pengetahuan mengenai biaya standar

46

Usman Tampubolon, Pembangunan Hukum dalam Perspektif Ilmu Sosial, dalam Artidjo Alkostas, dkk. (ed.), Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, (Jakarta : Rajawali Pers, 1986), Hal. 135.

untuk keperluan perijinan. Negosiasi harga atau tawar menawar menjadi hal yang lumrah, meskipun fenomenan ini memperlihatkan suatu sistim perijinan yang tidak terbuka. Tawaran yang rendah dari investor umumnya dihadapkan dengan masalah rumitnya pengurusan dan waktu selesainya pengurusan yang tidak dapat diprediksi. Penawar tertinggilah yang mendapatkan pelayanan yang cepat, atau sering disebut dengan istilah “jalan tol”.

Bagi Indonesia penerapan asas keterbukaan dalam penanaman modal akan mendorong terciptanya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menciptakan mekanisme pasar yang efisien.47 Oleh karena itu, Pasal 3 ayat (1) UUPM menempatkan asas keterbukaan dalam urutan kedua asas penyelenggaraan penanaman modal setelah asas kepastian hukum.

2. Keterbukaan mencegah terjadinya penipuan dan penyimpangan kekuasaan

Penerapan asas keterbukaan sangat penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa munculnya sinyalir manipulasi keuangan oleh perusahaan penanaman modal untuk menghindari pajak berakar dari lemahnya pengaturan keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penerima fasilitas penanaman modal.

Penyimpangan kekuasaan tidak saja terjadi karena ulah investor yang tidak bertanggungjawab, tetapi juga sangat mungkin terjadi dari tindakan oknum aparat

47

birokrat yang memanfaatkan ketidakterbukaan tersebut untuk mengambil keuntungan pribadi yang pada akhirnya menyebabkan biaya yang tinggi bagi investor.

3. Keterbukaan meningkatkan nilai perusahaan penanaman modal

Apabila penerapan prinsip keterbukaan dapat mencegah terjadinya penyimpangan kekuasaan atau penipuan dalam menjalankan perusahaan penanaman modal, maka sudah pasti nilai perusahaan penanaman modal tersebut akan meningkat. Terhindarnya perusahaan penanaman modal dari penipuan atau penyimpangan pengurusan, akan menimbulkan kepercayaan masyarakat dan investor terhadap perusahaan tersebut. Menguatnya kredibilitas perusahaan penanaman modal di tengah masyarakat sudah tentu meningkatkan nilai perusahaan tersebut dimata investor, karena perusahaan telah dikelola secara efisien dan efektif48.

4. Keterbukaan melindungi hak-hak masyarakat

Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPM menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal melalui penerapan asas keterbukaan. Tersedianya informasi kegiatan penanaman modal yang benar dan jujur dari perusahaan penanaman modal secara tidak langsung melibatkan masyarakat dalam mengawasi perusahaan penanaman modal.

Pentingnya keterbukaan informasi terhadap masyarakat menjadi sangat penting, karena dalam eksistensi perusahaan penanaman modal terdapat kewajiban

48

perusahaan penanaman modal terhadap masyarakat, yakni kewajiban menyediakan dana tanggungjawab sosial perusahaan dan kewajiban menghormati tradisi kebiasaan masyarakat di sekitar kegiatan penanaman modal. Dengan keterbukaan, masyarakat dapat mengetahui penggunaan dana tanggungjawab sosial dan aktifitas-aktifitas perusahaan penanaman modal yang berpotensi melanggar tradisi atau kebiasaan masyarakat sekitar kegiatan penanaman modal.

Dokumen terkait