PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN
PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL MENURUT
UNDANG-UNDANG NO.25 TAHUN 2007
TENTANG PENANAMAN MODAL
TESIS
Oleh
R.A. DYNA RAMADHANI
NIM : 0670005021
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
Nama Mahasiswa : R.A.DYNA RAMADHANI Nomor Pokok : 067005021
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Bismar Nasution, SH.MH) Ketua
(Dr.Sunarmi, SH.M.Hum) (Dr.Mahmul Siregar, SH.M.Hum)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Telah diuji pada
Tanggal 29 Oktober 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
:
1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum
3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
ABSTRAK
Keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal adalah suatu keharusan. Namun yang menjadi permasalahan adalah belum adanya dasar hukum yang mengatur dengan tegas perihal kewajiban keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal. UUPM sudah mencantumkan asas keterbukaan dalam kegiatan penanaman modal, namun tidak mengatur secara tegas bagaimana keterbukaan tersebut diterapkan, khususnya terhadap laporan keuangan perusahaan penanaman modal, walaupun UUPT No.40 Tahun 2007 Pasal 66 mewajibkan Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir, yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.
Pelaksanaan prinsip keterbukaan tidak saja bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah sebagai pengawas kegiatan penanaman modal, tetapi juga terhadap perusahaan penanaman modal itu sendiri. Keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan akan meningkatkan kredibilitas perusahaan dan bertambahnya kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut.
Dalam penulisan Tesis ini terdapat tiga permasalahan yaitu : mengapa prinsip keterbukaan perlu dalam perundang-undangan penanaman modal di Indonesia, bagaimana keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia, dan bagaimana kesiapan hukum penanaman modal di Indonesia terkait dengan penerapan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal ?
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dan merupakan penelitian hukum normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian hukum yang berlaku, kemudian melakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada Prinsip Keterbukaan Dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Salah satu aspek penting dalam penerapan asas keterbukaan adalah pada aspek keuangan, dalam hal ini laporan keuangan perusahaan penanaman modal. Laporan keuangan perusahaan penanaman modal tidak saja merupakan informasi penting bagi pemegang saham (penanam modal) untuk mengukur kinerja pengurusan perusahaan, tetapi juga penting bagi pemerintah dalam melakukan pengawasan kegiatan penanaman modal dan untuk memastikan pemenuhan kewajiban fiscal perusahaan penanaman modal tersebut. Bagi masyarakat keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal juga sangat penting terutama karena adanya alokasi beban biaya perusahaan untuk tujuan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Sarjana Magister Ilmu
Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam tesis ini, penulis menyajikan judul : “Prinsip Keterbukaan Dalam
Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut Undang-undang No.25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal”.
Pada kesempatan ini, dengan segala hormat penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H., SPA(k)., selaku Rektor USU.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
USU.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Penguji.
4. Bapak Prof.Dr.Runtung, SH.M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
6. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan
Penguji.
7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.MHum., selaku Anggota Komisi Pembimbing
dan Penguji
8. Bapak Prof. Dr.Budiman Ginting, SH.M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji
9. Bapak Prof.Dr.Suhaidi, SH.MH., selaku Anggota Komisi Penguji.
10.Para Dosen yang telah bersusah payah memberikan ilmunya dan membuka
cakrawala berpikir penulis yang akan sangat berguna dalam menghadapi
tugas-tugas di masa yang akan datang.
11.Orang tua tercinta Papi Kol. Inf. (Purn.) Sumardi & Mami R.A. Umi Udyanti,
SE., atas cinta, perhatian serta dukungan moril dan materil yang tiada
habis-habisnya.
12.Eyang Kol.(Purn.) Soenardjo Poespomidjojo, SH (Alm), Eyang R.A.Herdina, Opa
Mayjend.(Purn.) RH. Sugandi (Alm), Oma Mien Sugandi, Tante & Om serta
seluruh keluarga atas dukungan dan cintanya.
13.Adikku tercinta R.A.Dyanisa Wahyu Ningrum telah memberikan cinta, perhatian
dan dukungan.
14.Para Senior dan rekan-rekan di Kantor telah memberikan ilmunya yang sangat
berharga, Rahmatullah, SH & Keluarga terima kasih selalu ada dan memberikan
Lemang”, Echi, Aya, Andi, Indah, Kak Tri, Felix, A11za, Yusuf, Hendar, Willy,
Zaqi, Widi, Mira, Ipeh terus memberikan semangat disaat jenuh mengerjakan
tesis ini.
15.Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2006 Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU atas
dukungan dan perhatiannya ( akhirnya selesai juga perjuangan kita ya !)
16.Serta rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, untuk semua
bantuan yang telah diberikan kepada Penulis.
Akhirnya penulis berharap bahwa Tesis ini dapat berguna sebagai sumbang
saran dan pemikiran mengenai Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan
Penanaman Modal di Indonesia ini khususnya di wilayah Propinsi Sumatera Utara,
juga bagi para pembaca yang berminat serta berkepentingan dengan bidang dari
penulisan ini.
Besar harapan penulis bahwa tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.
Medan, Agustus 2008 Wassalam,
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ………. vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian... 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15
G. Metode Penelitian... 22
BAB II : PERLUNYA PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMAN MODAL ……… 25
A. Pengertian Prinsip Keterbukaan... 25
B. Tujuan Prinsip Keterbukaan ... 33
C. Pilar-pilar Prinsip Keterbukaan... 39
D. Perlunya Prinsip Keterbukaan Dalam Perundang-Undangan Penanaman Modal. ... 42
BAB III : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN
KEUANGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL
BERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG-
UNDANGAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA ... 56
A. Laporan Keuangan Perusahaan ... 56
B. Standar Akuntansi Keuangan Perusahaan ... 69
C. Analisis Prinsip Keterbukaan Dalam Undang-undang No.25 Tahun 2007... 76
D. Tanggapan dan Analisis Terhadap Kasus Dugaan Penggelapan Pajak PT.Asian Agri Group (AAG)... 81
BAB IV : KESIAPAN HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ... 85
A. UUPM Tidak Tegas Mengatur Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal ... 85
B. Pengaturan Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Di Luar UUPM Tidak Tegas dan Bersifat Terbatas ... 91
C. Diperlukan Pengaturan Yang Tegas Tentang Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal ... 100
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 105
A. Kesimpulan ... 105
B. Saran ... 109
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Siklus Akuntansi Laporan Keuangan ... 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya. Usaha ke arah tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang
berbeda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan
oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi, baik asing maupun dalam
negeri.1 Kegiatan investasi secara langsung (direct investment) memberikan manfaat yang cukup besar bagi negara tujuan investasi (host country) antara lain :
menciptakan lowongan kerja bagi penduduk, menciptakan kesempatan penanaman
modal bagi penduduk negara tuan rumah, sehingga mereka dapat berbagi dari
pendapatan perusahaan-perusahaan baru, meningkatkan ekspor, menghasilkan alih
teknologi dan pengetahuan, memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah
dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor,
menghasilkan pendapatan negara melalui pajak, dan membuat sumber daya negara
tuan rumah – baik sumber daya alam dan sumber daya manusia – lebih baik
pemanfaatannya daripada semula.2
1
Ahmad Yulianto, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No. 5., hlm.39
2
Agar manfaat penanaman modal dapat berpengaruh positif terhadap
pembangunan ekonomi host country tentu syarat utama yang harus terjadi adalah
investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Banyak kondisi yang harus
diperhatikan oleh pemerintah host country untuk menciptakan iklim investasi yang
kondusif agar dapat menarik minat investor. Salah satu faktor penting adalah faktor
hukum. Untuk menanamkan modalnya di Indonesia para investor membutuhkan
jaminan kepastian hukum dalam berusaha. Oleh karena itu, sudah seharusnya
pemerintah memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan penanaman modal
terutama yang berhubungan dengan perlindungan terhadap investor dalam bisnis dan
bagaimana memperlakukan mereka secara adil.3 Kepastian hukum ini meliputi ketentuan peraturan perundang-undangan yang dalam banyak hal tidak jelas bahkan
bertentangan, dan juga mengenai pelaksanaan keputusan pengadilan.
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat dikatakan merupakan Kesulitan-kesulitan-Kesulitan-kesulitan yang dihadapi
negara berkembang yang berupaya mengundang penanaman modal asing untuk
membantu pertumbuhan ekonominya.4
Menurut Erman Rajagukguk faktor utama bagi hukum untuk dapat
berperan dalam pembangunan investasi di Indonesia adalah apakah hukum
mampu menciptakan stability, predictability dan fairness. Termasuk dalam
fungsi stability adalah potensi hukum untuk menyeimbangkan dan
3
Yulianto Syahyu, “ Pertumbuhan Investasi Asing di Kepuluan Batam : Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 22 No. 5 Tahun 2003), hlm. 46
4
mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan hukum
untuk meramalkan (predictability) akibat dari langkah-langkah yang diambil
khususnya penting bagi Negara yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali
memasuki hubungan-hubungan ekonomi yang melampaui lingkungan sosial yang
tradisional. Aspek keadilan (faierness) seperti perlakuan yang sama dan standar pola
tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan
mencegah birokrasi yang berlebihan.5
Namun meskipun demikian, tidak selalu dapat diartikan bahwa hukum
penanaman modal yang baik adalah yang seluruhnya memberikan
kemudahan-kemudahan dan keleluasaan bagi investor untuk melakukan sesuatu perbuatan terkait
modal yang ditanamkannya. Bagaimana pun juga pengaturan penanaman modal di
suatu negara tetap mengandung dilemma, karena adanya kepentingan-kepentingan
yang saling bersaing. Di satu sisi peraturan penanaman modal banyak memberikan
kemudahan dan keleluasaan bagi investor agar tertarik menanamkan modalnya,
namun tidak bisa dipungkiri bahwa di sisi lain kehadiran kegiatan penanaman modal,
khususnya penanaman modal asing dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak
negatif, misalnya semakin buruknya distribusi pendapatan karena terjadinya
perbedaan tingkat upah antara golongan pekerja, kerusakan lingkungan terhadap
sumber daya alam, mendorong pola konsumsi mewah pada masyarakat host country,
ketidakseimbangan neraca pembayaran (balance of payment) yang dapat saja terjadi
5
karena impor lebih besar dari ekspor,6 Dalam bentuk yang lebih radikal kehadiran perusahaan afiliasi perusahaan multinasional dapat mempengaruhi kebijakan
pencapaian sasaran pembangunan yang sudah ditetapkan dan mempengaruhi
keputusan politik.7 Belum lagi apabila perusahaan-perusahaan multinasional melakukan praktek-praktek yang tidak sehat dalam menjalankan usahanya di wilayah
host country.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya
disebut dengan UUPM) berupaya mengharmoniskan perbedaan-perbedaan
kepentingan tersebut. UU ini tidak saja berupaya untuk menarik modal ke Indonesia,
tetapi juga antisipatif terhadap kemungkinan dampak negatif dari kehadiran dan
aktifitas perusahaan penanaman modal. Pasal 3 UUPM tersebut menetapkan sejumlah
asas pelaksanaan penanaman modal yakni asas kepastian hukum, keterbukaan,
akuntabilitas, perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian dan
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Di antara sejumlah asas tersebut, yang terkait langsung dengan aktivitas
perusahaan penanaman modal adalah asas keterbukaan, akuntabilitas dan
berwawasan lingkungan. Asas ini kemudian membangun sejumlah kaidah hukum
yang terkait langsung dengan kewajiban dan tanggungjawab investor, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 15 dan Pasal 16 UUPM sebagai berikut :
6
David Schneiderman, Investment Rules and the New Constitualism, (Washington : Law and Social Inquiry, American Bar Foundation, 2000), Hal. 759 – 760.
7
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15 UUPM tegas menetapkan kewajiban-kewajiban penanam modal.
Kewajiban penanam modal dalam bentuk kewajiban menerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance), melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan dan membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal harus dipantau oleh
Pemerintah untuk memastikan bahwa kegiatan penanaman modal berperan dengan
tidak terlepas hubungannya dengan asas keterbukaan8 dan akuntabilitas9 yang ditetapkan dalam Pasal 3 UUPM tersebut. Kedua asas ini memperkuat pentingnya
asas keterbukaan dalam kegiatan penanaman modal.
Terkait dengan uraian-uraian tersebut di atas, masalah keterbukaan dalam
laporan keuangan perusahaan penanaman modal menjadi penting untuk diteliti,
setidaknya dikarenakan beberapa alasan.
Pertama, perusahaan penanaman modal wajib menerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 15 (a) UUPM. Dengan adanya kewajiban ini, maka setiap perusahaan
penanaman modal harus mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG dalam
pengelolaan perusahaan, yakni prinsip fairness (kewajaran), transparency
(keterbukaan), accountability (akuntabilitas), responsibility (pertanggungjawaban)
dan rule of law (ketaatan pada aturan hukum).10 Melalui kewajiban ini, maka setiap kegiatan perusahaan penanaman modal harus dilakukan secara terbuka baik dalam
proses pengambilan keputusan maupun kewajiban pengungkapan informasi-informasi
penting kepada masyarakat dan pihak terkait lainnya. Dalam konteks ini keterbukaan
informasi tidak saja menyangkut informasi keuangan dan informasi non keuangan,
8
Perhatikan Penjelasan Pasal 3 (b) UU No. 25 Tahun 2007. Asas Keterbukaan diartikan sebagai asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
9
Penjelasan Pasal 3 (c) UU No. 25 Tahun 2007 menjelaskan Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10
Lebih lanjut I Nyoman Tjager.,dkk, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan
tetapi juga informasi tentang produk, dan informasi tentang kegiatan penanaman
modal.11 Dalam hal ini keterbukaan laporan keuangan perusahaan menjadi sebuah kewajiban yang sangat penting terkait pelaksanaan GCG sesuai Pasal 15 (a) UUPM.
Kedua, adanya kewajiban perusahaan penanaman modal melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan seperti dimaksud dalam Pasal 15 (b) membutuhkan
keterbukaan laporan keuangan. Perusahaan penanaman modal yang berbentuk
perseroan terbatas tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT). Dengan demikian pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan
penanaman modal mengacu pada Pasal 74 UUPT. Tanggung jawab sosial dan
lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.12 Oleh karena biaya pelaksanaan tanggungjawab sosial dianggarkan sebagai biaya perusahaan penanaman modal, maka laporan keuangan
perusahaan merupakan sumber informasi untuk mengetahui apakah dana tersebut
telah dipergunakan sesuai peruntukannya. Tanpa keterbukaan laporan keuangan
perusahaan penanaman modal, maka dana tanggungjawab sosial ini bisa
disalahgunakan peruntukkannya. Dengan kata lain, dana tersebut dipergunakan untuk
tujuan yang tidak sesuai dengan sasaran yang ditetapkan perusahaan. Dalam konteks
ini masyarakat sangat dirugikan.
11
Prasarn Trairatvorakul, “Challenges of Good Governance : Accountability and Rule of Law”, dikutip dalam Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hlm. 331.
12
Ketiga, adanya kewajiban perusahaan penanaman modal untuk melaporkan
kegiatan penanaman modal yang dilakukannya memerlukan keterbukaan. laporan
kegiatan penanaman modal (LKPM) adalah sumber informasi bagi pemerintah dalam
mengawasi perusahaan penanaman modal. Dengan adanya mekanisme keterbukaan
terhadap informasi-informasi relevan dan penting, termasuk informasi keuangan,
maka pengawasan pemerintah dan hak masyarakat terhadap informasi kegiatan
penanaman modal sebagaimana diamanahkan UUPM akan lebih dilaksanakan.
Keempat, adanya sinyalir manipulasi laporan keuangan oleh sejumlah
perusahaan penanaman modal untuk menghindarkan kewajiban pajak. Drajat H.
Wibowo, anggota Komisi XI DPR dan Panitia Khusus RUU Perpajakan mengatakan
bahwa sejumlah perusahaan penanaman modal asing mengaku rugi untuk
menghindari pajak di Indonesia. Menurutnya kondisi ini terjadi karena ada banyak
peluang untuk menghindari pajak di Indonesia, terutama akibat longgarnya peraturan
keuangan perusahaan penanaman modal asing.13
Manipulasi laporan keuangan dengan menyatakan perusahaan dalam keadaan
rugi, adalah sebuah perbuatan yang sangat tercela dan tidak dapat ditolerir, mengingat
perusahaan-perusahaan penanaman modal tersebut, terutama penanaman modal asing,
oleh UU telah diberikan sejumlah fasilitas penanaman modal. Pasal 18 ayat (4)
UUPM memberikan fasilitas kepada perusahaan penanaman modal meliputi :
13
a) Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu
terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b) Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau
peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam
negeri;
c) Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk
keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d) Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang
modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat
diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e) Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f) Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu,
pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
Kelima, adanya kewajiban melaporkan laporan keuangan kepada Bank
Indonesia bagi perusahaan, termasuk perusahaan penanaman modal asing, yang
menerima pinjaman luar negeri. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor:10/7/PBI/2008 tentang Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank
menetapkan bahwa perusahaan yang berencana memperoleh pinjaman luar negeri
jangka panjang wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara benar
dan lengkap yang meliputi:
a. Rasio keuangan;
c. Penilaian rating (peringkat);
d. Laporan Rencana Pinjaman Luar Negeri (PLN) Perusahaan untuk 1 (satu) tahun;
dan
e. Hasil analisis manajemen risiko perusahaan.
Selanjutnya pada ayat (2) PBI tersebut dikatakan bahwa perusahaan yang
memiliki posisi pinjaman luar negeri perusahaan jangka pendek dan/atau jangka
panjang wajib menyampaikan laporan secara benar dan lengkap kepada Bank
Indonesia mengenai rasio keuangan dan laporan keuangan.
Keenam, laporan keuangan adalah alat pertanggungjawaban pengelolaan
perusahaan oleh pengurus perusahaan (direksi). Sebagai alat pertanggungjawaban
laporan keuangan wajib disampaikan kepada pemilik. Namun seiring dengan
berkembangnya tata kelola perusahaan, laporan keuangan tidak saja penting bagi
pemegang saham (pemilik), tetapi juga kepada stakeholder dalam arti yang luas
yang meliputi antara lain : manajer perusahaan yang bersangkutan, perbankan dan
para kreditor, investor/calon investor, pemerintah dan masyarakat luas.14
Pelaksanaan prinsip keterbukaan tidak saja bermanfaat bagi masyarakat dan
pemerintah sebagai pengawas kegiatan penanaman modal, tetapi juga terhadap
perusahaan penanaman modal itu sendiri. Keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan
akan meningkatkan kredibilitas perusahaan dan bertambahnya kepercayaan investor15 terhadap perusahaan tersebut. Dengan tingginya tingkat kepercayaan investor, maka
perusahaan akan mudah mengumpulkan modal sewaktu-waktu diperlukan. Satu hal
14
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : Mandar Maju, 2000), hlm. 13
15
yang kerap diperhatikan investor sebelum mengambil keputusan untuk
menanamkan modalnya pada suatu perusahaan adalah tersedianya informasi yang
cukup dan benar mengenai kondisi perusahaan. Hal ini tidak didapatkan investor
jika perusahaan tersebut tidak menerapkan prinsip keterbukaan. keterbukaan dalam
pengelolaan perusahaan bisa menciptakan kepuasan stakeholder perusahaan
penanaman modal, khususnya masyarakat sekitar, sehingga dapat mendorong
terciptanya stabilitas dalam lingkungan berusaha perusahaan penanaman modal
tersebut.
Arti penting lainnya dari pelaksanaan keterbukaan perusahaan penanaman
modal adalah dapat terhindarnya perusahaan tersebut dari penipuan atau
penyalahgunaan pengelolaan lainnya. Di pasar modal, fungsi prinsip keterbukaan
untuk mencegah terjadinya penipuan adalah pendapat yang paling tua. Bahkan
keterbukaan dikatakan sebagai jiwanya pasarnya modal.16
Berdasarkan uraian diatas, keterbukaan laporan keuangan perusahaan
penanaman modal adalah suatu keharusan. Namun yang menjadi permasalahan
adalah belum adanya dasar hukum yang mengatur dengan tegas perihal kewajiban
keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal. UUPM sudah
mencantumkan asas keterbukaan dalam kegiatan penanaman modal, namun tidak
mengatur secara tegas bagaimana keterbukaan tersebut diterapkan, khususnya
terhadap laporan keuangan perusahaan penanaman modal, walaupun UUPT No.40
Tahun 2007 Pasal 66 mewajibkan Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada
16
RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6
(enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir, yang disusun berdasarkan
standar akuntansi keuangan. Apabila mengacu kepada ketentuan keterbukaan di pasar
modal, maka pengaturan keterbukaan menjadi lebih tegas. Akan tetapi
permasalahannya tidak semua perusahaan penanaman modal tunduk pada ketentuan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan sejumlah permasalahan, sebagai berikut :
1. Mengapa prinsip keterbukaan perlu dalam perundang-undangan penanaman modal
di Indonesia ?
2. Bagaimana keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal
berdasarkan ketentuan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia ?
3. Bagaimana kesiapan hukum penanaman modal di Indonesia terkait dengan
penerapan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman
modal ?
C. Tujuan Penelitian
Pada prinsipnya penelitian tesis ini ditujukan untuk mengumpulan data dan
informasi-informasi untuk memahami secara tepat permasalahan-permasalahan yang
1. Menganalisis penerapan prinsip keterbukaan dalam perundang-undangan di bidang
penanaman modal di Indonesia.
2. Menganalisis pengaturan terkait keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan
penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan penanaman modal
di Indonesia.
3. Menganalisis kesiapan hukum penanaman modal di Indonesia terkait dengan
penerapan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman
modal.
D. Manfaat Penelitian
Terpecahkannya permasalahan-permasalahan yang ditetapkan dalam
penelitian ini dan tercapainya tujuan penelitian diharapkan akan membawa sejumlah
manfaat baik dalam tataran akademis teoritis maupun praktis guna menunjang
pembaharuan hukum di Indonesia, khususnya hukum penanaman modal.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi pembuat kebijakan di bidang penanaman modal, bagi masyarakat dan bagi
pengelola perusahaan penanaman modal. Bagi pembuat kebijakan/peraturan hasil
penelitian setidaknya dapat memberikan gambaran tentang pengaturan
keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal. Masukan
ini bermanfaat dalam pembuatan kebijakan/peraturan lebih lanjut untuk
yang dilakukan perusahaan penanaman modal yang bersumber dari tidak
tertatanya keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang
kondisi-kondisi faktual dari pengaturan kegiatan penanaman modal, sehingga diharapkan
masyarakat mengetahui dan turut berpartisipasi dalam membantu pemerintah
melakukan pengawasan kegiatan perusahaan penanaman modal. Sementara bagi
pengelola perusahaan penanaman modal, manfaat penelitian lebih mengarah pada
pentingnya keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan penanaman modal.
keterbukaan dalam pengelelaan perusahaan dapat mengurangi risiko kerugian
bagi perusahaan.
Selain manfaat tersebut, secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dapat
menambah khasanah ilmu hukum terkait pemahaman keterbukaan khususnya bagi
perusahaan penanaman modal dan jika memungkinkan memberikan sumbangan
pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum penanaman modal di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti dan tenaga
administrasi di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang Penerapan Prinsip
Keterbukaan dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, belum pernah
meskipun terdapat sejumlah penelitian tentang keterbukaan dalam hukum penanaman
modal, namun belum ada yang membahas fokus pada keterbukaan laporan keuangan
perusahaan penanaman modal.
Dengan demikian penelitian ini adalah “asli” dan dapat dipertanggung
jawabkan, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni : jujur, rasional, objektif
dan terbuka/transparan. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan kritikan, serta saran-saran
yang sifatnya membangun.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Kehadiran penanaman modal, khususnya penanaman modal asing, di negara
penerima (host country) selalu menimbulkan dilema pengaturan. Robert Gilpin dan
Jean Milles Gilpin menguraikan bahwa pemerintah dan masyarakat host country
selalu bersikap mendua menyangkut kegiatan perusahaan penanaman modal, terlebih
lagi jika perusahaan tersebut adalah perusahaan multinasional. Di satu sisi, mereka
menyadari bahwa penanaman modal akan membawa masuk sejumlah modal dan
teknologi berharga ke dalam negara. Namun di sisi lain, mereka takut akan
didominasi dan dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan kuat tersebut.17 Tidak dipungkiri bahwa kehadiran penanaman modal membawa banyak manfaat bagi suatu
negara. Namun banyak pula bukti yang menunjukkan bahwa kegiatan penanaman
17
Robert Gilpin dan Jean Milles Gilpin, The Challenge of Global Capitalism” (Tantangan
Kapitalisme Global), Penerjemah Haris Munadar, dkk, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.
modal lebih menginginkan akses pada sumber daya alam dan melakukan eksploitasi
yang buruk dan tidak berperasaan. 18
Oleh karena itu, menurut Oentong Soeropati, peraturan perundang-undangan
penanaman modal di suatu negara selalu merupakan cerminan kompromi antara
kepentingan-kepentingan yang berbeda dari penanam modal dan Negara host country.
Peraturan perundang-undangan nasional umumnya memberlakukan sejumlah asas,
syarat kewajiban dan tanggungjawab serta pengawasan terhadap kegiatan penanaman
modal.19 Hal semacam ini juga ditemukan dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Bukan suatu tindakan yang tanpa alasan UU No. 25 Tahun 2007
mencantumkan asas keterbukaan sebagai salah satu pondasi hukum penanaman
modal di Indonesia. Asas/prinsip keterbukaan memberikan jaminan hak kepada
masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Asas ini kemudian dilengkapi
dengan asas akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagaimana asas-asas tersebut dapat
dilaksanakan oleh investor, UUPM menjawabnya melalui Pasal 15 yang
mewajibkan penanam modal melakukan tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
18
Kenichi Ohmae, Dunia Tanpa Batas (Boerderless World), Alih bahasa oleh F.X. Budiyanto, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1991), hlm. 183
19
Dengan demikian asas keterbukaan dalam UUPM tidak saja ditujukan
terhadap pemerintah dalam menetapkan syarat-syarat dan ketentuan penanaman
modal, tetapi juga kepada perusahaan penanaman modal itu sendiri dengan kewajiban
melaksanakan GCG dalam pengelolaan perusahaan.
Bagi Indonesia penerapan asas keterbukaan dalam penanaman modal akan
mendorong terciptanya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menciptakan mekanisme
pasar yang efisien.20 Di samping kedua fungsi tersebut, penerapan asas keterbukaan sangat penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sebagaimana diuraikan
sebelumnya bahwa munculnya sinyalir manipulasi keuangan oleh perusahaan
penanaman modal untuk menghindari pajak berakar dari lemahnya pengaturan
keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penerima fasilitas penanaman
modal. Terkait dengan fungsi pencegahan penipuan (fraud) ini, sangat baik dijelaskan
oleh Barry A.K. Rider dengan kalimatnya : “ sunlight is the best disinfectant and
electric light the best policeman.” Dengan kata lain more disclosure will inevitably
discourage wrong doing and abuse.21 Lebih banyak informasi yang dibuka kepada
public maka akan mempersempit ruang untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang
dalam pengelolaan perusahaan.
Salah satu aspek penting dalam penerapan asas keterbukaan adalah pada
aspek keuangan, dalam hal ini laporan keuangan perusahaan penanaman modal.
20
Bismar Nasution, Op.cit, hlm. 10-11 21
Laporan keuangan perusahaan penanaman modal tidak saja merupakan informasi
penting bagi pemegang saham (penanam modal) untuk mengukur kinerja pengurusan
perusahaan, tetapi juga penting bagi pemerintah dalam melakukan pengawasan
kegiatan penanaman modal dan untuk memastikan pemenuhan kewajiban fiscal
perusahaan penanaman modal tersebut. Bagi masyarakat keterbukaan laporan
keuangan perusahaan penanaman modal juga sangat penting terutama karena adanya
alokasi beban biaya perusahaan untuk tujuan pertanggungjawaban sosial dan
lingkungan.
Penyimpangan keuangan perusahaan selalu menjadi sebuah peristiwa yang
tidak saja merugikan Negara, masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Tanpa adanya
keterbukaan dalam laporan keuangan, maka manipulasi keuangan oleh pengurus
perusahaan akan terbuka. Beberapa contoh dapat disebutkan, misalnya laporan
keuangan perusahaan yang sengaja dibuat rugi untuk menghindari pajak, laporan
penggunaan dana tanggung jawab sosial dan perusahaan yang dimanipulasi
seolah-olah dana yang telah dianggarkan tersebut benar-benar telah dipergunakan untuk
kepentingan masyarakat dan lingkungan, padahal dipergunakan untuk keperluan lain
yang menyimpang dari tujuan yang ditetapkan undang-undang atau tidak
dipergunakan sama sekali. Tanpa keterbukaan dalam laporan keuangan, maka
manipulasi penggunaan keuangan perusahaan lebih jauh bisa merusak sendi-sendi
perekonomian dan wibawa hukum suatu negara. Misalnya penggunaan sumber daya
seperti menyuap para pejabat birokrasi atau penegak hukum lainnya, seperti dengan
yang dituduhkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Asian Agri, yaitu melakukan
penggelembungan biaya, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor (hedging),
dan melakukan transfer pricing dengan cara menjual CPO di bawah harga pasar
untuk mengurangi pendapatan yang menyebabkan kewajiban pajak berkurang.22 Begitu juga tuduhan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan PT.Soechi, yang
mengakibatkan negara dirugikan. Namun dengan ini, penulis tidak dapat
menampilkan besaran kerugian negara, berhubung adanya kendala untuk memperoleh
informasi dari pihak perusahaan, karena hal ini terkait beberapa aspek seperti aspek
hukum adanya perjanjian kerjasama dagang antara Republik Indonesia dengan Jepang
(kasus sedang ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara), aspek politis, ini
berkaitan dengan kelanggengan hubungan bilateral antar kedua negara, sebab hal ini
membutuhkan izin Presiden RI untuk melakukan komunikasi (wawancara) yang
diteruskan kepada Dubes Jepang dan Konsul Jepang di Medan, serta rekomendasi
atau izin dari pihak Rektor Universitas Sumatera Utara dan/atau Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sementara dalam pembukuan dilaporkan
untuk pembiayaan hal-hal yang legal.
Bertolak dari pandangan teoritis tersebut diatas, penelitian ini mencoba
menyusun pemikiran tentang bagaimana asas keterbukaan yang diamanahkan dalam
Pasal 3 ayat (1) c UUPM tersebut dapat dimmplementasikan dalam pelaksanaan
22
kewajiban perusahaan penanaman modal. Untuk tujuan tersebut teori-teori tentang
good corporate governance dalam pengelolaan perusahaan akan sangat mendukung
terjawabnya masalah yang dirumuskan dalam penelitian tesis ini.
Selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran konsep-konsep
yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini, maka terhadap konsep-konsep tersebut
diberikan definisi operasional sebagai berikut :
1. Prinsip keterbukaan adalah asas dalam perundang-undangan penanaman
modal yang menjamin keterbukaan terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman
modal.23
2. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia.24 Lingkup penanaman modal dalam hal ini diartikan sebagai penanaman modal langsung dan tidak termasuk
penanaman modal tidak langsung atau portofolio.25
3. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam
modal asing.26
23
Perhatikan Penejelasan Pasal 3 ayat (1) b UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
24
Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 25
Penejelasan Pasal (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 26
4. Perusahaan adalah perusahaan penanaman modal yang berbentuk Perseroan
Terbatas.27
5. Laporan Keuangan adalah laporan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca
akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku
sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus
kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan
tersebut.28
6. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan
penananaman modal.29
7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.30
8. Laporan Kegiatan Penanaman Modal adalah laporan perusahaan penanaman
modal yang memuat sekurang-kurangnya perkembangan kegiatan penanaman
modal dan kendala-kendala yang dihadapi, yang disampaikan secara berkala
27
Pasal 1 point 2 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.
28
Pasal 66 ayat (2) a UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 29
Pasal 1 point 3 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan
30
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai ketentuan
perundang-undangan.31
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif. Sebagaimana
diuraikan Ronald Dworkin bahwa penelitian hukum normatif atau disebut juga
penelitian doktrinal (doectrinal research), menganalisis baik hukum sebagai law
as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it by the judge
through judicial process32 maka penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bahan-bahan hukum normatif khususnya peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan masalah yang dirumuskan. Dengan demikian pendekatan
penelitian yang akan dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan.
Sifat penelitian adalah deskriptif analitis. Hal ini berarti bahwa penelitian
akan mencoba mendiskripsikan fenomena atau gejala hukum terkait dengan
penerapan asas keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman
modal dengan mengacu kepada UU No. 25 Tahun 2007 dan peraturan
31
Pasal 1 point 4 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 31 Pasal 1 point 3 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan
32
perundang-undangan lainnya yang relevan. Diskripsi dilakukan dengan
menguraikan dengan benar dan akurat berbagai aspek dalam peraturan
penanaman modal yang terkait langsung dengan penerapan asas keterbukaan
dan hubungan antara konsep-konsep yang ditemukan dalam penelitian.
2. Sumber Data atau Bahan Hukum
Berhubung karena jenis penelitian adalah juridis normatif, maka sumber
data atau bahan hukum yang dipergunakan adalah data sekunder baik dalam
bentuk bahan hukum primer, sekunder maupun tertier, sebagai berikut :
b. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan masalah penelitian, antara lain UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas,UU No. 5 Tahun 1988 tentang Pasar Modal, berbagai peraturan
bidang perpajakan, peraturan Bank Indonesia dan peraturan lainnya yang
dipandang relevan.
c. Bahan hukum sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, artikel,hasil-hasil
seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan pakar hukum.
d. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, dan ensiklopedia
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah tehnik melalui
penelusuran kepustakaan (library research).
4. Analisis Data
Terhadap bahan hukum, diolah dan dianalisis berdasarkan metode
analisis data kualitatif. Adapun proses analisis data dilakukan sebagai berikut :
Pertama, dilakukan inventarisasi seluruh peraturan perundang-undangan dan
bahan-bahan hukum sekunder yang relevan untuk menjawab permasalahan
penelitian. Kedua, dilakukan abstraksi untuk menemukan makna atau
konsep-konsep yang terkandung dalam bahan hukum (konsep-konseptualisasi). Konseptualisasi
ini dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum
berupa kata-kata dan kalimat-kalimat. Ketiga, mengelompokkan konsep-konsep
yang sejenis atau berkaitan (kategorisasi), Keempat, menemukan hubungan di
antara berbagai kategori ; Kelima, hubungan di antara berbagai kategori
diuraikan dan dijelaskan. Penjelasan ini dilakukan dengan menggunakan
perspektif pemikiran teoritis para sarjana. Kemudian dalam penarikan
kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, untuk selanjutnya disajikan
BAB II
PERLUNYA PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMAN MODAL
A. Pengertian Prinsip Keterbukaan
Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat banyak negara,
tidak terkecuali Indonesia, dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus
globalisasi.33 Globalisasi ekonomi membawa masuk praktek-praktek pengelolaan perusahaan dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Bahkan globalisasi ekonomi tersebut menyebabkan terjadinya globalisasi
hukum.34 Dengan demikian penerapan prinsip keterbukaan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh globalisasi itu sendiri.
Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms mengemukakan makna prinsip
keterbukaan sebagai kerangka pengelolaan perusahaan yang harus dapat memastikan
bahwa pengungkapan informasi yang akurat dan tepat dilaksanakan berkaitan dengan
materi yang menyangkut perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan
dan kepemimpinan dari suatu perusahaan.35 Senada dengan pengertian tersebut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjelaskan prinsip
keterbukaan sebagai berikut :
33
Bismar Nasution (3), Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung : Books Terrace & Library, 2007), hal. 28
34
Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan pada Era Globalisasi : Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum di Indonesia”, disampaikan pada pengukuhan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum UI, Jakarta, 4 Januari 1997, hal. 14
35
“ pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistim akuntansi yang berbasiskan standar akuntansi dan best practice yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas, …”
Tidak jauh berbeda dari kedua pengertian tersebut diatas, UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal memberikan definisi prinsip keterbukaan sebagai pedoman
umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk
pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu
yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat
berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga
dari Efek tersebut.36
Dengan demikian inti dari prinsip keterbukaan adalah adanya jaminan
perusahaan terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi material terkait
kondisi perusahaan, termasuk di dalamnya informasi yang jujur tentang keadaan
keuangan perusahaan tersebut. Dalam bidang pasar modal, pengertian ini lebih
lengkap karena diaturnya secara khusus tentang criteria informasi material, yakni
informasi yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal terhadap efek dan/atau
berpengaruh terhadap harga dari efek tersebut. Dibalik pengaturan prinsip
keterbukaan tersebut terdapat perlindungan terhadap kepentingan masyarakat, melalui
ketersediaan informasi penting (material) yang jujur dan objektif.
36
Prinsip transparansi (keterbukaan) juga disinggung dalam UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasal 5 ayat (3) UU BUMN
menyebutkan, “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi
anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan
prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, serta kewajaran.” Maksud prinsip transparansi dijelaskan dalam
penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU tersebut, sebagai berikut :”transparansi, yaitu
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan”. Akan
tetapi UU BUMN tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan informasi material
tersebut.
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) sangat menyadari
bahwa salah satu permasalahan dalam penanaman modal di Indonesia adalah lemahnya
penerapan prinsip keterbukaan. lemahnya keterbukaan ini mengakibatkan lemahnya
kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia yang pada akhirnya
mempengaruhi keinginan investor untuk menanamkan modalnya secara langsung (direct
investment). Sehubungan dengan hal tersebut UUPM memberikan perhatian terhadap
prinsip keterbukaan. Setidaknya terdapat dua pasal penting dalam UUPM yang terkait
langsung dengan prinsip keterbukaan, yakni :
(1) Pasal 3 ayat (1) huruf b yang mencantumkan prinsip keterbukaan sebagai salah satu
(2) Pasal 15 yang menetapkan kewajiban penanam modal melaksanakan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik dan membuat laporan kegiatan penanaman modal.
Pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik tidak bisa dipisahkan dari
prinsip keterbukaan itu sendiri.
Asas keterbukaan dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) b UUPM diartikan sebagai
asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. UU ini menggunakan
kriteria benar, jujur dan tidak diskriminatif tanpa menyebutkan adanya kategori informasi
material. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa UUPM mewajibkan penyampaian
seluruh informasi yang relevan tentang kegiatan penanaman modal.
Berdasarkan kriteria dalam pengertian asas keterbukaan dalam UUPM
tersebut, dapat dijelaskan bahwa kewajiban pelaksanaan asas keterbukaan tidak saja
ditujukan kepada investor tetapi juga kepada pemerintah sebagai regulator. Dengan
demikian dimensi tujuan pelaksanaan asas keterbukaan dalam UUPM setidaknya
meliputi dua hal :
(1) untuk meningkatkan kepercayaan investor menanamkan modalnya di Indonesia
dengan meletakkan kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur
persyaratan-persyaratan penanaman modal secara terbuka dengan mempublikasikan secara
terbuka segala peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal.
Biasanya sebelum calon penanam modal/investor akan menanamkan modalnya
negara calon investor. Beberapa hal ini seringkali menjadi perhatian bagi investor
agar mereka dapat meminimalisasi risiko dalam berinvestasi, antara lain
transparansi (transparency), yaitu kejelasan mengenai peraturan
perundang-undangan, prosedur administrasi yang berlaku, serta kebijakan investasi.37
(2) sebagai sarana pengawasan terhadap kegiatan penanaman modal dengan
menetapkan kewajiban penerapan asas keterbukaan terhadap investor yang
melaksanakan kegiatan penanaman modal di Indonesia.
Dimensi pertama sangat dipengaruhi oleh kesepakatan internasional seperti
Agreement on Trade Related Investment Measures, General Agreement on Trade in
Services dan Domestic Regulation yang memerintahkan pemerintah negara tujuan
investasi (host country) untuk menerapkan keterbukaan dengan mempublikasikan
secara terbuka segala peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal.
Transparansi atau keterbukaan, istilah GATT suatu prinsip bahwa langkah-langkah
kebijakan nasional yang mempengaruhi perdagangan internasional harus benar-benar
jelas dan terbuka untuk dinilai mitra dagangan.38
Terkait hal ini UUPM menjamin hak setiap anggota masyarakat, termasuk
penanam modal, untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif tentang penanaman modal. Prinsip ini kemudian ditindaklanjuti dalam
Pasal 5 Perpres No. 76 Tahun 2007 yang mencantum prinsip transparansi sebagai
37
Perhatikan Kewajiban Transparansi Pemerintah Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2007 jo No. 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Uasha Tertutup dengan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
38
Eddie Rinaldy, Kamus Perdagangan Internasional, (Jakarta : Indonesia Legal Centre
salah satu dasar penentuan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan
persyaratan. Pasal 6 ayat (3) Perpres menyatakan bahwa bidang usaha yang
dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur
dan tidak multitafsir serta berdasarkan criteria tertentu. Penekanan keseriusan
Pemerintah terhadap pelaksanaan prinsip keterbukaan, ditemukan pula dalam Pasal 4
Perpres No. 77 Tahun 2007 sebagai berikut :
“ Pemerintah wajib mempublikasikan daftar bidang usaha yang tertutup dan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan secara terbuka di area publik,
baik publikasi cetak maupun elektronik yang dapat diakses dari situs
Pemerintah Indonesia”.
Sementara dimensi kedua dari pelaksanaan asas keterbukaan lebih ditujukan
kepada perlindungan terhadap kepentingan nasional untuk mengantisipasi terjadinya
praktek-praktek korporasi yang tidak sehat yang dilakukan oleh perusahaan
penanaman modal. Dalam konteks ini keterbukaan adalah salah satu cara mengelola
bisnis yang penting. Keterbukaan bukanlah strategi, dan bukan sesuatu yang bisa
diajarkan konsultan39. Eksekutif mengelola bisnis dan memiliki tanggung jawab sosial untuk berkata apa adanya. Seseorang tidak dapat membangun perusahaan yang
transparan tanpa tanggung jawab seperti ini.
Perusahaan yang terbuka dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang berakar
pada suatu nilai dasar, berdasarkan kebaikan terbesar bagi banyak orang, dengan
pemimpin yang yakin untuk melakukan hal yang benar setiap saat – apapun
39
konsekuensinya. Itu berarti mengikuti peraturan, tidak peduli betapapun
membosankannya, dan berkata apa adanya, sebagaimana terlihat. Perusahaan yang
transparan/terbuka membantu berkembangnya kultur keterbukaan dan partisipasi,
oleh karenanya, dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi pasar yang tidak
terduga hanya dengan melakukan hal yang benar.
Ada tiga prinsip yang harus dimiliki perusahaan yang transparan atau terbuka,
yaitu :
1. Pemimpin yang menyampaikan seluruh kebenaran.
2. Kultur perusahaan berbasis nilai
3. Karyawan yang berorientasi pelayanan/aktif.40
Dengan demikian transparansi atau keterbukaan adalah tantangan terbesar
yang dihadapi perusahaan saat ini, dan akan terus berlangsung selama para CEO dan
eksekutif lainnya tidak mau melakukan pendekatan kepemimpinan yang berbasis
nilai. Transparansi adalah salah satu cara mengelola bisnis yang penting.
Transparansi bukanlah strategi dan bukan sesuatu yang bisa diajarkan konsultan.41 Jika diperiksa banyak perusahaan yang berhasil dan akan ditemukan pemimpin
perusahaan/eksekutif perusahaan yang berniat mengelola bisnis secara transparan dan
memberikan informasi pada pemegang saham secara jujur dan etis. Pemimpin
perusahaan itu memberikan banyak perhatian untuk kepentingan para pemegang
saham, dan mereka tahu bahwa transparansi bermanfaat bagi siapa saja, termasuk
40
Ibid, hlm.8. 41
investor. Mereka tahu bahwa transparansi adalah suatu pilihan, dan tidak dapat diatur
dengan undang-undang.42
Transparansi yang sah terjadi, ketika sasaran organisasi benar-benar
dijalankan dengan pelaksanaannya, tetapi sulit untuk memastikan dan terkadang sulit
ditentukan. Kebenaran biasanya muncul dengan sendirinya dalam bagaimana
perusahaan dilihat dari waktu ke waktu.
Ada 2 (dua) jenis yang biasanya muncul dalam praktik transparansi, yaitu :43 1. Transparansi sejati ; transparansi yang lebih dari sekedar menyampaikan
informasi atau memamerkan wajah baik perusahaan pada konsumen (consumer),
bersifat mendalam dan mendorong seluruh industri agar memeriksa praktik bisnis
mereka. Transparansi sejati membuat industri farmasi mengambil tindakan keras
terhadap hal-hal seperti obat tiruan atau produksi obat-obatan yang dapat
mencederai konsumen. Transparansi sejati akan menciptakan undang-undang bagi
produk yang aman untuk anak-anak, melindungi customer dari hal-hal seperti
bahaya asbes, mengikuti aturan pelaporan keuangan dan melaksanakan standar
untuk melindungi konsumen. Transparansi sejati memiliki daya tahan dan terjalin
dalam cara karyawan berinteraksi, berpikir dan hidup setiap hari. Itulah
satu-satunya jenis transparansi yang memberi dampak yang langgeng dan mengubah
perusahaan yang gagal menjadi lebih baik.
42
Herb Baum & Tammy Kling, Op.cit, hlm. 180 43
2. Transparansi situasional ; transparansi yang terjadi ketika pemimpin atau
perusahaan bereaksi secara terbuka dan memberikan informasi yang tidak sesuai
dengan nilai dasar perusahaan. Ini tidak tulus, itu adalah dendam terhadap situasi
atau kecaman, dan tidak memiliki daya tahan jika tidak berakar pada nilai dasar.
Artinya jika seluruh kultur perusahaan bukan sesuatu yang karyawan tahu
konsekuensinya seperti kebenaran setengah-setengah, kualitas produk buruk, atau
perilaku “apa untungnya bagi saya”, maka kultur perusahaan itu tidak transparan.
B. Tujuan Prinsip Keterbukaan
Air sungai yang bersih dan bening akan lebih memudahkan seseorang untuk
melihat apa yang ada dibawah permukaan air sungai tersebut sebelum ia memutuskan
untuk terjun kedalam sungai tersebut. Keadaan air sungai seperti ini dapat dengan
mudah dijadikan sebagai pertimbangan untuk melihat potensi risiko yang
membahayakan yang ada dibawah permukaan air sungai tersebut. Keadaan akan
sangat berbeda jika air sungai tersebut keruh atau tidak bening. Resiko terkena
bahaya dapat saja terjadi pada orang yang memutuskan untuk terjun ke dalam sungai
tersebut.
Pengungkapan seluruh informasi material sangat penting untuk mencegah
terjadinya penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan. Paham mengenai cara
bekerjanya prinsip keterbukaan seperti diuraikan di atas adalah pendapat yang paling
Tujuan apa yang ingin dicapai oleh UUPM dengan mengabsorbsi asas
keterbukaan, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan klasik tersebut. Uraian
berikut ini akan menjelaskan tujuan prinsip keterbukaan dalam penyelenggaraan
kegiatan penanaman modal. Uraian akan dikategorikan tidak saja dari kewajiban
perusahaan penanaman modal, tetapi juga tujuan dari prinsip keterbukaan yang
dibebankan kepada pemerintah sebagai regulator. Pada beberapa bagian tulisan ini
tujuan prinsip keterbukaan dalam pasar modal dijadikan argumentasi yang relevan
dengan kegiatan penanaman modal secara langsung (direct investment).
1. Keterbukaan meningkatkan kepercayaan penanam modal
Penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia dan beberapa kelompok peneliti
lainnya telah banyak berupaya menjelaskan kendala-kendala yang menyebabkan
tidak tertariknya investor menanamkan modalnya di suatu negara. Sejumlah
penelitian tersebut pada dasarnya menyimpulkan beberapa faktor yang menyebabkan
lemahnya daya tarik suatu negara untuk dijadikan tujuan penanaman modal, yakni :
(a) biaya melakukan kegiatan bisnis cukup tinggi (high coct economy), (b) risiko
melalui ketidakpatian kebijakan pemerintah, lemahnya transparansi dan instabilitas
makro-ekonomi, dan (c) ada tidaknya regulasi mengenai market entry and exit and
anti-competitive behavior.44
Lemahnya keterbukaan dalam peraturan penanaman modal merupakan salah
satu permasalahan investasi di Indonesia. Investor selalu menganggap regulasi yang
44
dikeluarkan oleh Pemerintah tidak transparan dan tidak berkepastian. Peraturan dan
kebijakan yang mengatur penanaman modal selalu dibuat dalam tingkatan peraturan
yang sangat rendah dan umumnya tidak tuntas, sehingga masih memerlukan
penjabaran-penjabaran lebih lanjut oleh pejabat-pejabat yang berwenang.
Penjabaran-penjabaran lebih lanjut inilah yang menyebabkan aspek kepastian dan transparansi
menjadi sering terabaikan. Instansi-instansi terkait kemudian mengeluarkan
regulasinya sendiri-sendiri. Tumpang tindih peraturan dan kurangnya transparansi
menyuburkan ekonomi biaya tinggi melalui pungutan-pungutan yang tidak resmi.
Dalam pendekatan reformasi peraturan yang sangat pragmatis dan tidak transparan
ini, sulit dibedakan apakah suatu regulasi yang dilakukan oleh instansi tertentu
merupakan kebijakan pemerintah atau hanya “kebijakan instansi yang bersangkutan”.
Keadaan reformasi kebijakan yang demikian ini diamati oleh Mc. Cawley dan
menyimpulkan sebagai berikut :
“Tiap regulasi sepertinya menimbulkan regulasi uraian yang lain sehingga pada akhirnya para pejabat rendah di kantor-kantor daerah dan pelabuhan merasa bebas-bahkan harus- menetapkan hal yang samara-samar dengan mengeluarkan regulasinya sendiri. Situasi yang biasanya tidak memuaskan ini sering kali dicampuri dengan tendensi pejabat senior untuk menerobos semua pita merah dan kelambatan dengan memberikan pembebasan dari peraturan atau dengan membuat keputusan umum sebagai undang-undang “yang dikehendaki”. Ketika ini terjadi seringkali tidak jelas apakah mereka mengungkapkan pernyataan mereka sendiri atau benar-benar menerapkan peraturan pemerintah.”45
Prinsip transparansi lahir seiring dengan semakin pentingnya peran informasi,
termasuk di dalamnya informasi hukum, dalam bisnis-bisnis internasional. Bisnis
45
Mc. Cawley, The Growth of the Industrial Sector dalam A. Booth dan P. Mc. Cawley (ed.),
internasional, termasuk kegiatan investasi, dewasa ini menjadikan informasi hukum
sebagai salah satu faktor penentu dalam mengambil keputusan untuk melakukan
kegiatan bisnis atau untuk menanamkan modal. Informasi hukum, termasuk di
dalamnya proses perumusan, kemudahan akses serta penegakan hukum yang tidak
transparan akan menyebabkan ketidakpercayaan investor. Ketidak percayaan ini
berkaitan erat dengan kepastian berusaha dan terprediksinya kegiatan usaha melalui
peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha dimaksud.
Hukum akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya dalam proses
pembangunan jika tidak disertai dengan pelaksanaan transparansi. Salah satu faktor
penentu efektifitas hukum adalah respon publik terhadap hukum itu sendiri.46 Sementara respon publik akan ditentukan oleh sejauh mana publik benar-benar
mengetahui, memahami dan akhirnya mempercayai hukum yang bersangkutan.
Mekanisme transparansi yang didukung oleh sistim informasi hukum yang baik
sangat menunjang lahirnya kepercayaan publik terhadap hukum.
Rendahnya transparansi dalam tindakan-tindakan administrative, khususnya
menyangkut rejim perijinan menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang harus
ditanggung oleh investor. Misalnya sangat sulit diperoleh informasi secara pasti
berapa sebenarnya biaya perijinan yang dibutuhkan oleh investor untuk mengurus
seluruh perijinan yang dibutuhkan. Investor yang mengurus ijin-ijin penanaman
modalnya hadir ke instansi terkait tanpa bekal pengetahuan mengenai biaya standar
46
untuk keperluan perijinan. Negosiasi harga atau tawar menawar menjadi hal yang
lumrah, meskipun fenomenan ini memperlihatkan suatu sistim perijinan yang tidak
terbuka. Tawaran yang rendah dari investor umumnya dihadapkan dengan masalah
rumitnya pengurusan dan waktu selesainya pengurusan yang tidak dapat diprediksi.
Penawar tertinggilah yang mendapatkan pelayanan yang cepat, atau sering disebut
dengan istilah “jalan tol”.
Bagi Indonesia penerapan asas keterbukaan dalam penanaman modal akan
mendorong terciptanya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menciptakan mekanisme
pasar yang efisien.47 Oleh karena itu, Pasal 3 ayat (1) UUPM menempatkan asas keterbukaan dalam urutan kedua asas penyelenggaraan penanaman modal setelah asas
kepastian hukum.
2. Keterbukaan mencegah terjadinya penipuan dan penyimpangan kekuasaan
Penerapan asas keterbukaan sangat penting untuk mencegah penipuan (fraud).
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa munculnya sinyalir manipulasi keuangan
oleh perusahaan penanaman modal untuk menghindari pajak berakar dari lemahnya
pengaturan keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penerima fasilitas
penanaman modal.
Penyimpangan kekuasaan tidak saja terjadi karena ulah investor yang tidak
bertanggungjawab, tetapi juga sangat mungkin terjadi dari tindakan oknum aparat
47
birokrat yang memanfaatkan ketidakterbukaan tersebut untuk mengambil keuntungan
pribadi yang pada akhirnya menyebabkan biaya yang tinggi bagi investor.
3. Keterbukaan meningkatkan nilai perusahaan penanaman modal
Apabila penerapan prinsip keterbukaan dapat mencegah terjadinya
penyimpangan kekuasaan atau penipuan dalam menjalankan perusahaan penanaman
modal, maka sudah pasti nilai perusahaan penanaman modal tersebut akan
meningkat. Terhindarnya perusahaan penanaman modal dari penipuan atau
penyimpangan pengurusan, akan menimbulkan kepercayaan masyarakat dan investor
terhadap perusahaan tersebut. Menguatnya kredibilitas perusahaan penanaman modal
di tengah masyarakat sudah tentu meningkatkan nilai perusahaan tersebut dimata
investor, karena perusahaan telah dikelola secara efisien dan efektif48.
4. Keterbukaan melindungi hak-hak masyarakat
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPM menjamin hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan
penanaman modal melalui penerapan asas keterbukaan. Tersedianya informasi
kegiatan penanaman modal yang benar dan jujur dari perusahaan penanaman modal
secara tidak langsung melibatkan masyarakat dalam mengawasi perusahaan
penanaman modal.
Pentingnya keterbukaan informasi terhadap masyarakat menjadi sangat
penting, karena dalam eksistensi perusahaan penanaman modal terdapat kewajiban
48