• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

A. Perkembangan Regulasi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment) di Indonesia

Di masa pemerintahan orde lama, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Pemerintahan orde baru berusaha untuk menata kembali perekonomian Indonesia yang porak poranda.

Langkah awal yang ditempuh pemerintah dalam rangka memperbaiki perekonomian nasional antara lain adalah dengan menerbitkan Undang - Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970. Selanjutnya dalam rangka mendorong investasi dan untuk melindungi kepentingan nasional serta meningkatkan kesejahteraan rakyat ditetapkan kebijakan untuk membatasi kegiatan penanaman modal asing sebgaimana yang ditetapkan dalam keputusan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang perubahan kebijakan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Dalam Pasal 9 ketetapan MPRS tersebut menyebutkan bahwa “pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan organisasi dan manajemen.”

(2)

Pengaturan penanaman modal dalam negeri menyusul pada tahun 1968, yaitu melalui Undang - Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Kedua undang - undang tersebut menjadi tonggak dari sejarah kegiatan penanaman modal di Indonesia setelah Indonesia merdeka.35

Kebijakan pemerintah di masa orde baru yang membuka pintu terhadap masuknya pihak asing bagi pemulihan ekonomi Indonesia pasca kebijakan ekonomi tertutup yang dianut rezim orde lama, telah memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan sistem hukum di Indonesia. Pemerintah di masa orde baru memiliki pandangan yang lebih akomodatif terhadap penanaman modal asing

Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti pinjaman dari luar negeri.36Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara, kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan manfaat yang sangat signifikan bagi negara tujuan penanaman modal (host country) karena sifatnya yang permanen/jangka panjang.37

Keadaan ekonomi Indonesia menjadi sangat terpuruk pada saat Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang berakibat luas. Atas dasar hal tersebut dan dalam rangka pemenuhan program pembangunan dibidang investasi, pada tahun

35

Kikay Ipien, Arah Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, dalam http:kikay-ipien.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 Juli 2014.

36

Yulianto Ahmad, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Tahun 2003, hlm 39.

37

Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm 1.

(3)

2007 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang didalamnya sedapat mungkin mengakomodasi kebijakan-kebijakan investasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global.38

Dalam meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Memasuki arena pasar global tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing.39

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung (Foreign Direct Investment) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Dibandingkan dengan protofolio, investasi langsung (Foreign Direct

Investment) lebih banyak mempunyai kelebihan. Selain sifatnya yang

permanen/jangka panjang, penanaman modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, dan membuka lapangan kerja baru

40

38

Kikay Ipien, Arah Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, dalam http:kikay-ipien.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 Juli 2014.

39

Freddy Roeroe, Batam Komitmen Setengah Hati, (Jakarta : Aksara Karunia, 2003), hlm 108

40

Pandji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, (Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlml 46.

(4)

Dalam rangka untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan kegiatan penanaman modal di Indonesia maka diperlukan ketentuan dafar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan bidang di persyaratan modal, serta ketentuan tersebut juga sebagai pelaksanaan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.41

Menurut Peraturan presiden Nomor 39 Tahun 2014 menyebutkan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.42

B. Pokok-Pokok Aturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

1. Tujuan dan Asas Penanaman Modal

Pada Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penanaman mpdal diselenggarakan dengan tujuan, antara lain untuk: 43

41

Deby Selina Panjaitan, Pemerintah Menerbitkan Daftar Negatif Investasi Terbaru,

http://hukumpenanamanmodal.com, diakses tanggal 11 Juli 2014 42

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

43

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

(5)

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. menciptakan lapangan kerja;

c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sejalan dengan tujuan, pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal, di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut:44

a. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam kegiatan penanaman modal.

b. Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

c. Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan

44

(6)

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari negara asing lainnya.

e. Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

f. Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

g. Berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun untuk masa datang.

h. Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

i. Kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

(7)

j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah, dalam kesatuan ekonomi nasional.

2. Bidang Usaha

Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan tiga golongan bidang usaha. Ketiga golongan bidang usaha itu, meliputi:45

a. Bidang usaha terbuka; b. Bidang usaha tetutup;dan

c. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan

Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.46 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.47

Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:48

1) Produksi senjata;

45

Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 54

46

Ibid.

47

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

48

(8)

2) Mesiu; 3) Alat peledak; 4) Peralatan perang;

5) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup

Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:49

1) Budidaya Ganja

2) Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

(CITES)

3) Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

49

Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

(9)

4) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt)

5) Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri

6) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: a. halon dan lainnya

b. penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT),

dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC)

7) Industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman,

tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.) 8) Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat

9) Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 10)Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 11)Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 12)Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran

13)Vassel Traffic Information System (VTIS) 14)Jasa pemanduan lalu lintas udara

15)Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

16)Museum pemerintah

17)Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb)

(10)

19) Monumen

20) Perjudian/Kasino.

Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni

1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadatan, petilasan, dan makam; 2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi;

3. Industri siklamat dan sakarin.

Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.50

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.51

50

Salim H.S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hlm. 56. 51

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

(11)

Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

3. Fasilitas

Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberi berbagai kemudahan melalui pemberian berbagai fasilitas. Pemberian fasilitas atau kemudahan-kemudahan tersebut dapat dilihat pada Bab X mulai dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Fasilitas penanaman modal diberikan kepada penanaman modal yang:52 a. melakukan perluasan usaha; atau

b. melakukan penanaman modal baru.

Dalam memberi fasilitas penanaman modal kepada investor, pemerintah tidak memberikan begitu saja. Sebab pemerintah telah menyusun kriteria-kriteria investor yang berhak mendapatkan fasilitas penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kriteria investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal ditentukan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Ada sepuluh kriteria dari investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal. Kriteria itu meliputi:53

1. menyerap banyak tenaga kerja; 2. termasuk skala prioritas tinggi;

52

Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit., hlm. 273. 53

(12)

3. termasuk pembangunan infrastruktur; 4. melakukan alih teknologi;

5. melakukan industri pionir;

6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

7. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi; 9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; atau

10.industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri

Apabila salah satu kriteria itu telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun invesstor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut ini:54

1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto.

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bias diproduksi dalam negeri.

3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas impor barang modal;

54

(13)

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB.

7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. 8. Fasilitas hak atas tanah.

9. Fasilitas pelayanan keimigrasian. 10. Fasilitas perizinan impor.

4. Perizinan

Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.55

Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.56 Izin sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.57 Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.58

55

Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

56

Undang-Undang Penanaman Modal, Op. cit., Pasal 25 ayat (4). 57

Ibid., Pasal 25 ayat (5). 58

Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

(14)

PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan non-perizinan.59

Ruang lingkup PTSP di bidang penanaman modal mencakup pelayanan untuk semua jenis perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanaman modal.

60

PTSP di bidang penanaman modal diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.61 Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah dilaksanakan oleh BKPM.62

Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal:63

a. Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan

59

Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

60

Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

61

Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

62

Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

63

Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

(15)

b. Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota yang mengeluarkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM.

Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal terdiri atas:64

a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; b. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi:

1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;

4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut

undang-undang.

64

Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

(16)

Kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kewenangan BKPM telah ditentukan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan bahwa koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Koordinasi kebijakan penanaman modal, meliputi koordinasi:65

1. Antar instansi pemerintah;

2. Antar instansi pemerintah dengan bank indonesia;

3. Antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan 4. Koordinasi antar pemerintah daerah

Tugas dan fungsi BKPM ditentukan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tugas dan fungsi BKPM adalah:66

1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;

2. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;

3. Menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;

4. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha;

65

Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit., hlm. 230. 66

(17)

5. Menyusun peta penanaman modal indonesia; 6. Mempromosikan penanaman modal;

7. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;

8. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;

9. Mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah indonesia;

10.Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan

11.Melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.67 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi dilaksanakan oleh PDPPM.68

67

Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang

68

Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

(18)

Penanaman Modal, Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM.69 Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi:70

a. Urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan

b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur.

Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat (PDKPM) adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten/kota.dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor

69

Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

70

Pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

(19)

27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Bupati/Walikota memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM.71

Urusan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi:72

a. Urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota; dan

b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota.

Jenis perizinan penanaman modal, antara lain:73 a. Pendaftaran Penanaman Modal;

b. Izin Prinsip Penanaman Modal;

c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;

71

Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

72

Pasal 12 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

73

Pasal 13 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

(20)

e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Penggabungan Perusahaan f. Penanaman Modal (merger) dan Izin Usaha Perubahan;

g. Izin Lokasi;

h. Persetujuan Pemanfaatan Ruang; i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); j. Izin Gangguan (UUG/HO);

k. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah; l. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

m. Hak atas tanah;

n. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal.

Pendaftaran penanaman modal, yang selanjutnya disebut pendaftaran adalah bentuk persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.74 Permohonan pendaftaran penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh penanam modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.75 Permohonan pendaftaran disampaikan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSD PDKPM sesuai kewenangannya.76

74

Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

75

Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

76

Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

(21)

Permohonan pendaftaran dapat diajukan oleh:77

a. Pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing

b. Pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing bersama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;

c. Perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia lainnya.

Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, dengan menggunakan formulir pendaftaran, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan bukti diri pemohon:78

a. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain;

b. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing;

77

Pasal 33 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

78

Pasal 33 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(22)

c. Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing;

d. Rekaman KTP yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia;

e. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia;

f. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia;

g. Permohonan pendaftaran ditandatangani di atas materai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum);

h. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan;

i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir h diatur dalam Pasal 63 peraturan ini.

Pendaftaran diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.79

79

Pasal 33 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

Izin prinsip penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam

(23)

pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.80 Permohonan izin prinsip penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai kegiatan penanaman modal.81

Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan ke PTSP BKPM dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor

module BKPM.82

Permohonan izin prinsip sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut:83

a. bukti diri pemohon

1. Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya;

80

Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

81

Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

82

Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

83

Pasal 34 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(24)

3. Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Mentri Hukum dan HAM;

4. Rekamanan nomor pokok wajib pajak (NPWP). b. keterangan rencana kegiatan, berupa:

1. uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram ulir (flow chart);

2. uraian kegiatan usaha sektor jasa.

c. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan;

d. permohonan izin prinsip disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM;

e. permohonan yang secara tidak langsung disampaikan oleh direksi perusahaan PTSP BKPM harus dilampiri surat kuasa asli;

f. ketentuan tentang surat kuasa sebagaiman dimaksud pada butir e diatur dalam Pasal 63 peraturan ini.

Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada:84

a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan;

c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum;

84

Pasal 34 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(25)

d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan;

e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);

f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra);

g. Gubernur Bank Indonesia;

h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan);

i. Duta Besar Republik Indonesia di negara asal penanam modal asing; j. Direktur Jenderal Pajak;

k. Direktur Jenderal Bea dan Cukai;

l. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; m. Gubernur yang bersangkutan;

n. Bupati/walikota yang bersangkutan; o. Kepala PDPPM;

p. Kepala PDKPM

Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.85 Permohonan izin prinsip untuk penanaman modal dalam negeri diajukan oleh:86

85

Pasal 34 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

86

Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

(26)

a. perseorangan warga negara Indonesia;

b. Perseroan Terbatas (PT) dan/atau perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;

c. Commanditaire Vennootschap (CV), atau Firma (Fa), atau usaha

perseorangan; d. Koperasi;

e. Yayasan yang didirikan oleh warga negara Indonesia/perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau

f. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah. Permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan oleh pemohon ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSP PDKPM sesuai kewenangannya dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module

BKPM.87

Permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut:88

a. Bukti diri pemohon:

87

Pasal 35 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

88

Pasal 35ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(27)

1. Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran;

2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, CV, Fa, atau rekaman anggaran dasar bagi badan usaha koperasi;

3. Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari menteri hukum dan ham atau pengesahan anggaran dasar badan usaha koperasi oleh instansi yang berwenang;

4. Rekaman KTP untuk perseorangan; 5. Rekaman NPWP.

b. Keterangan rencana kegiatan, berupa:

1. Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart);

2. Uraian kegiatan usaha sektor jasa.

c. Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait apabila dipersyaratkan;

d. Permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh pemohon ke ptsp sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilampiri surat kuasa asli;

e. Ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir d diatur dalam pasal 63 peraturan ini.

Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada:89

89

Pasal 35 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(28)

a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan;

c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum;

d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan;

e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)];

f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra);

g. Gubernur Bank Indonesia;

h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan);

i. Direktur Jenderal Pajak;

j. Direktur Jenderal Bea dan Cukai;

k. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; l. Gubernur yang bersangkutan;

m. Bupati/walikota yang bersangkutan;

n. Kepala BKPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP PDPPM dan PTSP PDKPM);

(29)

o. Kepala PDPPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM dan PTSP PDKPM); dan/atau

p. Kepala PDKPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM dan PTSP PDPPM).

Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.90 Izin prinsip perluasan penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip perluasan, adalah izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.91 Permohonan izin prinsip perluasan penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai rencana perluasan penanaman modal.92 Permohonan izin prinsip perluasan, diajukan dengan menggunakan formulir izin prinsip perluasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, dalam bentuk

hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan:93

a. Rekaman izin usaha, bila diperlukan;

b. Rekaman akta pendirian dan perubahannya, dilengkapi dengan pengesahan dari departemen hukum dan ham;

90

Pasal 35 ayat (5) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

91

Pasal 1 angka 16 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

92

Pasal 1 angka 15 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

93

Pasal 36 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(30)

c. Keterangan rencana kegiatan berupa:

1. Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart);

2. Uraian kegiatan usaha sektor jasa.

d. Rekaman izin prinsip dan/atau perubahannya;

e. Dalam hal terjadi perubahan penyertaan modal dalam perseroan yang mengakibatkan terjadinya perubahan persentase saham antara asing dan indonesia dalam modal perseroan atau terjadi perubahan nama dan negara asal pemegang saham, perusahaan harus menyampaikan:

1. Kesepakatan perubahan komposisi saham antara asing dan indonesia dalam perseroan yang dituangkan dalam risalah rapat umum pemegang saham (RUPS)/ keputusan sirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan Keputusan Rapat /Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab IV Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan bukti pemegang saham baru

2. Kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian perusahaan sampai dengan permohonan terakhir .

f. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM); g. Permohonan izin prinsip perluasan:

1. Disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai kewenangannya;

(31)

2. Permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM harus dilampiri surat kuasa;

3. Ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur dalam Pasal 63.

Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan izin prinsip perluasan dengan tembusan kepada pejabat instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) bagi penanaman modal asing dan Pasal 35 ayat (4) bagi penanaman modal dalam negeri.94 Izin prinsip perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.95

Izin prinsip perubahan penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip perubahan adalah izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin prinsip/izin prinsi perluasan sebelumnya.96

Penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dapat mengubah:97

a. ketentuan bidang usaha termasuk jenis dan kapasitas produksi, dan/atau; b. penyertaan modal dalam perseroan;

c. jangka waktu penyelesaian proyek.

94

Pasal 36 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

95

Pasal 36 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

96

Pasal 1 angka 18 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

97

Pasal 37 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(32)

Permohonan izin prinsip perubahan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasl 37 ayat (1), dengan menggunakan formulir izin prinsip perubahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX, dalam bentuk hardcopy

atau softcopy berdasarkan investor module BKPM dan dilengkapi persyaratan:98 a. Rekaman izin prinsip penanaman modal yang dimohonkan perubahannya; b. Rekaman akta pendirian dan perubahannya; dilengkapi dengan pengesahan

dari departemen hukum dan ham;

c. Untuk perubahan bidang usaha (jenis/kapasitas produksi) dilengkapi dengan:

1. Keterangan rencana kegiatan, berupa uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart);

2. Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan. 3. Untuk perubahan penyertaan dalam modal perseroan (persentase

kepemilkan saham asing) dilengkapi dengan:

1. Kesepakatan para pemegang saham tentang perubahan persentase saham antara asing dan Indonesia dalam perseroan yang dituangkan dalam bentuk rekaman Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/ Keputusan Sirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan Keputusan Rapat /Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang

98

96Pasal 42 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

(33)

memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab IV Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan bukti pemegang saham baru;

2. Kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian perusahaan sampai dengan permohonan terakhir;

3. Khusus untuk perusahaan terbuka (Tbk), permohonan dilengkapi dengan persyaratan sesuai ketentuan perundangan di pasar modal. d. Untuk perubahan jangka waktu penyelesaian proyek dilengkapi dengan

alas an perubahan;

e. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM) periode terakhir; f. Permohonan izin prinsip penanaman modal:

1. Disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai kewenangannya;

2. Permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM harus dilampiri surat kuasa;

3. Ketentuan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur dalam Pasal

Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan izin prinsip perubahan penanaman modal dengan tembusan kepada pejabat Instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) bagi penanaman modal asing dan Pasal 35 ayat (4) bagi penanaman modal dalam negeri.97 Izin prinsip perubahan penanaman modal diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak

(34)

diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.99 Izin usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas pendaftaran/izin prinsip/persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.100

Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki pendaftaram/izin prinsip/surat persetujuan penanaman modal harus memperoleh izin usaha untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi komersial, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.101 Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki izin prinsip perluasan/surat persetujuan perluasan penanaman modal, harus memperoleh izin usaha perluasan untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan operasi/produksi komersial atas proyek perluasannya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.102 Perusahaan penanaman modal dalam negeri yang tidak memerlukan fasilitas dan tidak memiliki pendaftaran penanaman modal diwajibkan mengajukan permohonan izin usaha pada saat melakukan produksi komersial.103

99

Pasal 42 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

Perusahaan penanaman modal yang masing-masing telah memiliki izin usaha dan

100

Pasal 1 angka 22 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

101

Pasal 44 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

102

Pasal 44 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

103

Pasal 44 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

(35)

kemudian melakukan penggabungan perusahaan (merger) langsung mengajukan permohonan izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger).104 5. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,selama, dan sesudah masa kerja.105

Sesuai dengan pasal 10 sebagimana tercantum bahwa:106

(1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia.

(2) Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Perusahaan-perusahaan baik nasional maupun asing wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga kerja bangsa indonesia, dalam hal mana dapat

104

Pasal 44 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

105

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 106

(36)

digunakan tenaga ahli warga negara asing dan lain menurut penggunaan tenaga kerja warga negara asing penduduk Indonesia harus memenuhi ketentuan-ketentuan Pemerintah.107

6. Kewajiban-Kewajiban Penanam Modal

Perubahan pemilikan modal dari perusahaan nasional yang mengakibatkan kurang dari presentase modalnya sekurang-kurangnya 51% dari pada modal dalam negeri yang ditanam yang didalamnya milik negara dan/atau swasta nasional, wajib dilaporkan kepada instansi yang memberikan izin usaha dan jika hal ini tidak dilaporkan dalam waktu tiga bulan, maka izin usahanya dicabut.108

7. Penyelesaian Sengketa

Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasaannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisahn atau sengketa. Sengketa dapat diselesaikan dengan cara-cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negoisasi dan mediasi.109

C. Perlakuan Sama dalam Kegiatan Penanaman Modal

Perlakuan yang sama berdasarkan MFN. Prinsip MFN ini diatur dalam article 1 GATT 1994 berdasarkan prinsip ini, suatu kebijakan perdagangan antara Negara-negara anggota harus dilakukan atas dasar non diskriminasi artinya semua

107

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, Pasal 18.

108

Ibid, Pasal 21. 109

Debora, Peyelesaian Sengketa, dalam http://odebhora.wordpress.com, diakses tanggal 11 Juli 2014

(37)

Negara terikat untuk memberikan perlakuan yang sama dalam kebijakan impor dan ekspor produk-produk termasuk biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dilakukan seketika dan tanpa syarat terhadap produk-produk yang berasal atau yang ditujukan ke semua Negara anggota.

Perlakuan yang sama berdasarkan National Treatment prinsip ini diatur dalam artikel III GATT 1994. Prinsip ini mengatur ketentuan bahwa suatu produk / barang yang diimpor dari negara lain tidak boleh diberikan perlakuan yang berbeda dengan maksud memberikan proteksi pada produk dalam negeri. Dengan kata lain, tidak diperkenankan melakukan diskriminasi antara produk impor dan produk dalam negeri.

Dalam masyarakat terdapat perbedaan pengertian mengenai tidak adanya perbedaan perlakuan terhadap penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Prinsip non-discrimination dalam Undang-Undang ini sebenarnya diambil dalam arti pengertian National Treatment sebagai prinsip dasar TRIMs/GATT. Dalam Article II of TRIMs mengenai National Treatment dan Quantitative Restrictions. Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang No 25 Tahun 2007 menyatakan, dalam menetapkan kebijakan dasar penanaman modal, Pemerintah memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.110

TRIMs mengandung prinsip National Treatment dan General Elimination

of Quantitative Restrictions. Secara panjang lebar Dr. Mahmul Siregar

110

Ipien

(38)

menerangkan prinsip National Treatment dan General Elimination of Quantitative

Restrictions dalam disertasinya “Perdagangan Internasional dan Penanaman

Modal” Pertama, prinsip National Treatment dalam TRIMs adalah, bahwa tidak ada tindakan diskriminasi bagi penanam modal di negara-negara anggota GATT. Herman Mosler, hakim pada Mahkamah Internasional menjelaskan unsur-unsur penting yang terkandung dalam prinsip National Treatment adalah :111

a. adanya kepentingan lebih dari satu negara;

b. kepentingan tersebut terletak di wilayah dan termasuk yuridiksi suatu negara; c. negara tuan rumah harus memberikan perlakuan yang sama baik terhadap

kepentingannya sendiri maupun terhadap kepentingan negara lain yang berada di wilayahnya; dan

d. perlakuan tersebut tidak boleh menimbulkan keuntungan bagi negara tuan rumah sendiri dan merugikan kepentingan negara lain. Berkaitan dengan mekanisme perdagangan bebas multilateral, prinsip ini melarang negara-negara anggota GATT/WTO menerapkan kebijakan yang menyebabkan diskriminasi perlakuan antara produk impor dengan produk buatan sendiri.

Dengan kata lain negara-negara anggota memiliki kewajiban untuk tidak memperlakukan produk-produk impor secara berbeda dengan kebijakan terhadap produk-produk yang sama buatan dalam negeri. Ruang lingkup berlakunya prinsip ini juga berlaku terhadap semua diskriminasi yang muncul dari tindakan-tindakan perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini berlaku pula terhadap perundang-undangan, pengaturan dan persyaratan-persyaratan hukum yang dapat

111

Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia”, www.usu.ac.id, hal 5 terakhir kali diakses tanggal 2 Mei 2014

(39)

mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif. Dengan demikian bahwa prinsip National Treatment ini menghindari diterapkannya peraturan-peraturan yang menerapkan perlakuan diskriminatif yang ditujukan sebagai alat untuk memberikan proteksi terhadap produk-produk buatan dalam negeri. Tindakan yang demikian ini menyebabkan terganggunya kondisi persaingan antara barang-barang buatan dalam negeri dengan barang impor dan mengarah kepada pengurangan terhadap kesejahteraan ekonomi.

Persaingan yang adil antara produk impor dan produk dalam negeri, mengakibatkan perbaikan kinerja pada produksi dalam negeri untuk lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan produk impor, sedangkan bagi konsumen hal ini akan lebih menguntungkan karena memungkinkan konsumen memperoleh barang yang lebih baik dan harga yang lebih wajar.

Dalam perspektif lain disebutkan bahwa justru tindakan yang demikian dapat menyebabkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya, karena berkurangnya keleluasaan investor untuk mengambil keputusan bisnis yang lebih bebas.112

TRIMs pada Article II pada prinsipnya melarang semua persyaratan penanaman modal yang tidak konsisten dengan Article III GATT 1994 tentang

National Treatment, namun tidak dijelaskan secara tegas bentuk-bentuk

112

(40)

persyaratan penanaman modal yang dipandang tidak konsisten dengan prinsip

National Treatment. Hanya saja dalam Artice II.2 Agreement on TRIMs

disebutkan bahwa persyaratan penanaman modal yang dilarang adalah tindakan-tindakan yang melanggar kewajiban negara-negara peserta berdasarkan Article III.4 GATT 1994 yaitu keharusan untuk memberikan perlakuan sama terhadap produk impor. Oleh karena tidak diperolehnya suatu kesepakatan tentang bentuk yang pasti dari persyaratan penanaman modal yang dianggap tidak konsisten dengan Article III.4 GATT 1994, Dirjen GATT memberikan illustrative list yang berisi gambaran tentang tindakan persyaratan penanaman modal yang dilarang tersebut, sebagai berikut :

a. Pembelian atau penggunaan produk-produk yang berasal dari dalam negeri atau dari sumber dalam negeri lainnya dirinci menurut produk-produk tertentu, volume atau nilai barang produk, atau menurut perbandingan dari volume atau nilai produksi lokal (local content requirement); atau

b. Pembelian atau penggunaan produk impor oleh perusahaan dibatasi sampai jumlah tertentu dikaitkan dengan volume atau nilai produksi lokal yang diekspor (trade balancing policy).

Dengan demikian terdapat dua ukuran untuk menyatakan apakah suatu persyaratan penanaman modal melanggar ketentuan Article III.4 GATT 1994 yaitu persyaratan penggunaan komponen buatan dalam negeri (local content

requirement) dan persyaratan keseimbangan perdagangan (trade balancing

(41)

1. Local content Requirement

Larangan untuk memberlakukan local content requirement atau persyaratan kandungan lokal dalam kegiatan penanaman modal tercantum dalam Paragraph 1.a Illustrative list Agreement on TRIMs. Disebutkan bahwa terdapat dua bentuk kegiatan yang dapat dikelompokkan sebagai tindakan pemberlakuan persyaratan kandungan lokal yaitu mewajibkan investor membeli atau menggunakan produk-produk buatan dalam Negeri dalam jumlah atau persentase tertentu atau mewajibkan investor untuk menggunakan sumber-sumber dalam negeri lainnya dalam hal pengadaan barang-barang impor yang harus dilakukan dengan mempergunakan jasa importir dalam negeri atau menutp kesempatan perusahaan modal asing untuk melakukan impor secara langsung. Contoh penerapan Local content requirement dapat dilihat dari tindakan Pemerintah kanada yang memberlakukan kewajiban bagi investor asing untuk membeli atau menggunakan produk buatan dalam negeri yang merupakan syarat untuk dapat berinvestasi di wilayah Kanada. Selain itu pemerintah kanada juga mewajibkan para investor yang mempergunakan produk impor dalam kegiatan produksinya untuk membeli produk-produk impor dari importir Kanada. Panel penyelesaian sengketa GATT yang memeriksa perkara yang dilaporkan oleh Pemerintah Amerika Serikat ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan Pemerintah Kanada tersebut merupakan suatu pelanggaran Terhadap Pasal III.4 GATT.113

113

Dwi Martini, Prinsip National Treatment Dalam Penanaman Modal Asing Di

Indonesia (Antara Liberalisasi Dan Perlindungan Kepentingan Nasional) dalam

Juli 2014

(42)

2. Trade Balancing Policy

Ketentuan mengenai Trade Balancing Policy diatur dalam Paragraph 1.(b)

Agreement on TRIMs. Yang dimaksud dengan Trade Balancing Policy adalah

persyaratan pembatasan pembelian atau penggunaan produk impor sampai jumlah tertentu yang dikaitkan dengan volume atau nilai produk lokal yang diekspor oleh perusahaan penanaman modal asing. Untuk dapat dikatakan suatu tindakan Trade Balancing Policy, suatu kebijakan harus mengandung unsur:

a. Penggunaan atau pembelian barang impor oleh perusahaan modal asing hanya dibenarkan jika perusahaan tersebut telah melakukan impor produk yang menggunakan importir negeri;

b. Jumlah barang impor yang boleh dipergunakan oleh perusahaan PMA terbatas sampai jumlah tertentu, pembatasan tersebut ditetapkan berdasarkan volume atau nilai produk lokal yang telah diekspor oleh perusahaan modal asing yang bersangkutan.

Dari kedua unsur diatas dapat dilihat bahwa Trade Balancing Policy

merupakan hambatan bagi investor asing untuk melakukan kegiatan impor secara langsung. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya diperbolehkan membeli barang impor yang sudah berada di pasar domestik host country dan di impor oleh perusahaan domestik.114

Kedua, persyaratan penanaman modal yang bertentangan dengan Prinsip

General Prohibition on Quantitative Restriction. Prinsip General Prohibition on

114

(43)

Quantitative Restriction diatur dalam Article XI GATT 1994. pada dasarnya prinsip ini tidak membenarkan adanya larangan atau hambatan perdagangan lainnya kecuali melalui tarif. Dapat disimpulkan bahwa maksud dari Article XI.1 ini adalah melarang penggunaan hambatan non-tarif dalam kebijakan perdagangan seperti kouta, lisensi ekspor atau impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan bentuk-bentuk perintah pengaturan pasar lainnya.

Praktek pembatasan kuantitatif dilarang dalam Agreement on TRIMs

apabila pembatasan kuantitatif tersebut menjadi syarat untuk mendapatkan fasilitas penanaman modal. Paragraf 2 illustrative list dari Agreement on TRIMs

dalam pelarangan quantitative restriction hanya mengacu pada Article XI.1. GATT 1994. Dalam kaitannya dengan kegiatan penanaman modal, paragraf 2 mengidentifikasi 3 bentuk kegiatan yang dipandang tidak konsisten dengan Article IX.1. GATT yakni apabila untuk memperoleh fasilitas penanaman modal dipersyaratkan hal-hal berikut :

a. Pembatasan impor produk-produk yang dipakai dalam proses produksi atau terkait dengan produksi lokalnya secara umum atau senilai produk yang diekspor oleh perusahaan yang bersangkutan;

b. Pembatasan impor produk-produk yang dipakai dalam atau terkait produksi lokal dengan membatasi aksesnya terhadap devisa luar negeri sampai jumlah yang terkait dengan devisa yang dimasukkan oleh perusahaan yang bersangkutan; dan

c. Pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor apakah dirinci menurut produk-produk khusus, menurut volume atau nilai produk-produk atau

(44)

menurut perbandingan volume atau nilai dari produksi lokal perusahaan yang bersangkutan.

Dengan demikian Agreement on TRIMs menjabarkan larangan Article XI.1 GATT dalam tiga bentuk kegiatan, yakni trade balancing policies, foreign

exchange restriction dan export restriction. Namun demikian, TRIMs juga

memberikan pengecualian dalam penerapan ketentuan National Treatment dan

General Prohibition of Quantitative Restrictions tersebut.

Tetap ada pembedaan perlakuan antara penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, seperti, bentuk badan usaha dan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan bersyarat. Pertama, untuk penanam modal dalam negeri badan usaha dapat berbentuk Badan Hukum seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi, bukan Badan Hukum seperti Firma, CV, dan Perusahaan Perorangan. Sedangkan untuk penanam modal asing diharuskan berbentuk Perseroan Terbatas, kecuali undang-undang menentukan lain. Kedua, tidak semua bidang usaha terbuka untuk modal asing. Berbagai bidang usaha ada yang hanya untuk penanam modal dalam negeri. Ada bidang usaha, dimana modal asing harus bekerja sama dengan penanam modal dalam negeri, atau bekerjasama dengan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK).115

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak menganut aliran liberal, karena Undang-Undang ini tetap berpegang kepada Pasal 33 UUD 1945, dimana hak menguasai Negara mencakup pengertian bahwa

115

(45)

Negara merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad),

melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (behersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoundensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat116

Daftar Negatif Investasi Pasal 12 (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Ayat (2) menyebutkan bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:

.

a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan

b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Selanjutnya ayat (3) menyatakan Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. Ayat (4) menyebutkan kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden. Kemudian ayat (5) menyatakan Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,

116

(46)

perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Dengan demikian tidak semua bidang usaha terbuka untuk penanaman modal. Ada bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Begitu juga terdapat bidang usaha yang tertutup bagi modal asing.

Selanjutnya ada bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dengan persyaratan tertentu. Berikut ini contoh-contoh bisang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan tersebut yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal,

Pasal 1 menyatakan :

(1) Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.

(2) Daftar bidang usaha yang tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Presiden ini.

Pasal 2 menyatakan :

(1) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat

(47)

tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.

(2) Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Presiden ini.

Pasal 3 menyebutkan

Bidang usaha yang tidak tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 dinyatakan terbuka tanpa persyaratan dalam rangka penanaman modal.

Pasal 4 menyatakan:

1) Penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.

2) Dalam hal izin penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ditetapkan lokasi usahanya dan penanam modal bermaksud memperluas usaha dengan melakukan kegiatan usaha yang sama di luar lokasi yang sudah ditetapkan dalam izin penanaman modal tersebut, penanam modal harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Untuk memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penanam modal tidak diwajibkan untuk mendirikan badan usaha baru atau mendapatkan izin usaha baru, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

Pasal 5 menyebutkan

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku bagi penanaman modal tidak langsung atau portofolio yang transaksinya dilakukan melalui pasar modal dalam negeri.

Pasal 6 meyatakan:

Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Akan ditunjukan bahwa perancangan ini memenuhi kelima (5- tuple ). P adalah himpunan berhingga dari plainteks, Dalam penelitian perancangan ini menggunakan 256

Ayam pada grup perlakuan A yang dibatasi pakannya mulai umur 14 hari pada akhir minggu ke-tiga ternyata mempunyai pertumbuhan bobot badan dan konsumsi pakan

tif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan penilaian, tanggapan,saran-saran, dan angket yang diperoleh yang diperoleh dari reviu ahli desain pembelajaran, ahli

Instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh bonus SBIS secara signifikan berpengaruh terhadap

Untuk memudahkan dalam menganalisis data, maka variabel yang digunakan diukur dengan mempergunakan model skala 5 tingkat (likert) yang memungkinkan pemegang polis dapat

Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas awalnya terdakwa berangkat dari rumah dengan tujuan mengambil uang dari kotak amal yang berada di

Hingga kuartal I 2012, total outstanding kredit konsumsi perseroan men- capai Rp 40,7 triliun, naik 27% dibandingkan periode yang sama tahun

Sistem pendukung keputusan sistem yang menentukan sebuah keputusan untuk memanajemen dan menganalisa pekerjaan secara jelas.Ada beberapa hal yang melemahkan daya