• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal di Indonesia

Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019 yakni berusaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur, di mana masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang yang salah satunya adalah bidang ekonomi.28 Pelaksanaan pembangunan seperti diketahui membutuhkan modal dalam jumlah yang besar dan harus tersedia pada waktu yang tepat. Modal ini dapat disediakan oleh pemerintah, masyarakat, atau pihak swasta nasional. Dalam keadaan yang ideal modal tersebut dapat dipenuhi dengan kemampuan modal dalam negeri sendiri. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian, sebab pada umumnya negara berkembang mengalami hambatan dalam hal ketersediaan modal dalam negeri.29 Demikian pula yang terjadi di Indonesia setelah mengalami masa-masa kolonialisasi yang cukup panjang, pada awal kemerdekaan negeri ini mencoba untuk memulai melaksanakan pembangunan di semua sektor. Namun kenyataan lain menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan modal dalam negeri sangat tidak mencukupi untuk dapat melaksanakan pembangunan nasional.

Pasca proklamasi, kebijakan penanaman modal asing (selanjutnya disebut PMA) di Indonesia mengalami pasang surut mengikuti perkembangan politik dan ekonomi. PMA pertama kali diatur dengan Undang-Undang Nomor 78 Tahun

28

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

29

Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 2008 ), hlm.2.

(2)

1958 tentang Penanaman Modal yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1960 dan kemudian dicabut dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965.30 Pasang-surut iklim PMA di Indonesia tak lepas dari pengaruh perekonomian pada masa orde lama yang memburuk karena keadaan politik dalam negeri yang mengalami kekacauan dimana puncaknya dengan adanya Gerakan 30 S/PKI pada tahun 1965 yang menjadi momentum beralihnya pemerintahan rezim orde lama ke rezim orde baru.31 Berkat kemampuan rezim orde baru dalam meyakinkan negara-negara donor, Indonesia memperoleh pinjaman luar negeri serta berimbas pada meningkatnya kepercayaan negara-negara maju yang tergabung baik dalam IGGI maupun World Bank. Persoalan baru mulai timbul manakala perekonomian dunia mengalami resesi.32 Dalam proses tersebut kebanyakan negara-negara maju menjadi lebih tertutup, sehingga menimbulkan kesulitan bagi negara-negara berkembang yang mendapat bantuan aliran dana dari luar negeri. Keadaan tersebut memaksa negara-negara berkembang tak terkecuali Indonesia untuk mencari alternatif lain selain dalam bentuk pinjaman luar negeri yakni dengan menggalakkan penanaman modal khususnya penanaman modal asing (foreign direct investment).

Badan Koordinasi Penanaman Modal menyampaikan hasil capaian realisasi investasi tahun 2015 sebesar Rp545,4 triliun meningkat 17,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian realisasi investasi tersebut melampui target tahun 2015 sebesar Rp519,5 triliun (105%). Komposisi

30

Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing (Jakarta :Kuwais, 2012), hlm.52.

31

Ibid., hlm.56.

32

(3)

realisasi investasi terdiri dari PMDN meningkat 15,0% sebesar Rp179,5 triliun, sementara PMA juga meningkat 19,2% sebesar Rp365,9 triliun.33

Buku II Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (selanjutnya disebut RPJMN) Tahun 2015-2019 menyebutkan, berdasarkan survei Bappenas dan LPEM UI terhadap 200 perusahaan memperlihatkan prosedur perizinan, waktu, dan biaya yang dibutuhkan untuk proses ekspor dan impor merupakan faktor utama penghambat berinvestasi di Indonesia. Hal ini diikuti dengan kondisi makro-ekonomi dan ketersediaan infrastruktur. Permasalahan yang dihadapi untuk meningkatkan investasi di Indonesia meliputi pertama, belum optimalnya pelaksanaan harmonisasi pusat dan daerah. Kedua, kualitas infrastruktur yang kurang memadai. Ketiga, masih cukup panjangnya perizinan investasi sehingga masih tingginya biaya perizinan investasi dibandingkan dengan negara-negara kompetitif. Keempat, belum tercukupinya pasokan energi yang dibutuhkan untuk kegiatan industri. Kelima, masih cukup banyak peraturan daerah yang menghambat iklim investasi. Keenam, masih terkonsentrasinya sebaran investasi di Pulau Jawa, dan belum optimalnya pelaksanaan alih teknologi.34 Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada, Rimawan Pradiptyo, mengatakan bahwa tingginya suku bunga, birokrasi antarlembaga pemerintahan yang lemah dan kurang koordinasi, lambatnya pembebasan lahan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur, dan tidak ada kepastian hukum di Indonesia membuat pelaku usaha kurang berminat berinvestasi di bidang infrastruktur.35

33

http://www.bkpm.go.id (diakses pada tanggal 3 Januari 2016)

34

http://nasional.kontan.co.id/news/enam-hambatan-investasi-di-indonesia (diakses pada tanggal 7 Januari 2016 )

35

http://www.kemenperin.go.id/artikel/3947/Selesaikan-Kendala-Investasi (diakses pada tanggal 7 Januari 2016 )

(4)

Sebagaimana disadari bahwa dalam setiap kegiatan penanaman modal selalu terkait dengan kemungkinan terjadinya resiko yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya nilai modal. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sebelum melakukan kegiatan penanaman modal perlu dipertimbangkan faktor-faktor tertentu sehingga disamping diharapkan dapat menghasilkan keuntungan yang optimal juga dapat meminimalkan kerugian. Setiap penanaman modal asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia terutama akan dipengaruhi oleh :36

1. Sistem politik dan ekonomi Negara Indonesia.

2. Sikap rakyat dan pemerintahan terhadap orang asing dan modal asing. 3. Stabilitas politik, stabilitas ekonomi, dan stabilitas keuangan di Indonesia. 4. Jumlah dan daya beli penduduk Indonesia sebagai calon konsumennya.

5. Adanya bahan mentah atau bahan penunjang untuk digunakan dalam pembuatan hasil produksi.

6. Adanya tenaga buruh yang terjangkau di Indonesia untuk kegiatan produksi. 7. Tanah untuk tempat usaha.

8. Struktur perpajakan, pabean dan cukai di Indonesia.

9. Kemudian perundang-undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha di Indonesia.

Adapun beberapa faktor lain yang dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan penanaman modal, yaitu sebagai berikut.37

1. Masalah resiko menanam modal (country risk)

36

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia (Bandung : Mandar Maju, 1999), hlm.26.

37

Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hlm.6.

(5)

Masalah country risk merupakan faktor yang cukup dominan menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan kegiatan penanaman modal. Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan oleh calon investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan. Hal ini sangat lumrah mengingat adanya stabilitas politik dan jaminan keamanan pada negara dimana investasi dilakukan, resiko kegagalan yang akan dihadapi akan semakin besar. Aspek stabilitas politik ini mencakup keadaan seperti perang, pendudukan oleh kekuatan asing, perang saudara, revolusi, pemberontakan, kekacauan, kudeta, dan lain-lain. Disamping aspek stabilitas politik dan keamanan, aspek-aspek lain yang sangat diperhatikan, antara lain :

a. Aspek kebijaksanaan, misalnya : perubahan unilateral dalam syarat- syarat utang, keadaan alam yang buruk.

b. Aspek ekonomi, misalnya : salah urus perekonomian, depresi atau resesi berkepanjangan, credit squeeze, pertumbuhan ekonomi yang terus menurun, ongkos produksi yang terus meningkat, terjadinya depresiasi mata uang yang sangat tajam, dan lain- lain.

c. Aspek neraca pembayaran dan utang luar negeri, misalnya : turunnya pendapatan ekspor, peningkatan pada impor makanan dan energi secara tiba-tiba, over extension (perpanjangan) utang luar negeri, keadaan memburuk di neraca pembayaran, dan lain- lain.

2. Masalah jalur birokrasi

Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan

(6)

niat para pemodal untuk melakukan investasi. Birokrasi yang panjang mengakibatkan biaya tambahan dan usaha menjadi tidak feasible.

3. Masalah transparansi dan kepastian hukum

Bagi calon investor, adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi mudah diperkirakan (predictable).

4. Masalah alih teknologi

Adanya peraturan yang terlampau ketat menyangkut kewajiban alih teknologi dari negara tuan rumah (host country) dapat mengurangi penanam modal yang sangat berharga dalam mengembangakan usahanya.

5. Masalah jaminan investasi

Adanya jaminan dari negara tuan rumah (host country) terhadap kepentingan pemodal dalam hal terjadinya hal- hal seperti kerusuhan, huru-hara, penyitaan (confiscation), nasionalisasi, serta pengambilalihan. Di samping itu, jaminanan investasi juga mencakup masalah repatriasi modal (capital repatritiation) serta penarikan keuntungan (profit remmitance).

6. Masalah ketenagakerjaan

Adanya tenaga kerja yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai serta upah yang tidak terlalu tinggi akan menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan oleh para calon investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modalnya.

7. Masalah infrastruktur

Tersedianya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal. Oleh karena itu,

(7)

tersedianya jaringan infrastruktur pokok seperti perhubungan (darat, laut, dan udara) serta sarana komunikasi, merupakan faktor yang penting yang sangat diperhatikan oleh calon investor.

8. Masalah keberadaan sumber daya alam

Negara yang kaya akan sumber daya alam sebagai bahan baku atau komoditi dalam industri, telah menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya.

9. Masalah akses pasar

Akses terhadap pasar yang besar juga menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya. Terbukanya akses pasar akan mampu menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal (misalnya di bidang industri).

10. Masalah insentif perpajakan

11. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif

Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan sebelum memutuskan untuk melakukan kegiatan penanaman modal. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif tersebut mencakup :

a. Forum penyelesaian sengketa, baik melalui pengadilan nasional, badan peradilan atau arbitrase internasional, atau forum penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

b. Efektivitas keberlakuan dari hukum yang diterapkan dalam sengketa tersebut.

(8)

d. Netralisasi dan profesionalisme hakim atau arbiter dalam proses pengambilan keputusan.

e. Efektivitas pelaksanaan atau implementasi keputusan pengadilan, arbitrase, dan badan- badan penyelesaian sengketa lainnya.

f. Kepatuhan para pihak terhadap keputusan yang dihasilkan.

Selanjutnya, investor asing dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menurut Erman Rajagukguk antara lain sebagai berikut:38

1. Adanya kesempatan ekonomi (economic opportunity) seperti sumber daya alam, ketersediaan bahan baku, pasar yang prospekif, upah buruh murah, insenif investasi, dan infrastruktur yang baik.

2. Stabilitas politik (political stability) : politik yang stabil, kesadaran berpolitik tinggi, dan lain-lain.

3. Kepastian hukum (legal certainty) : kepastian substansi hukum, kepastian dalam pelaksanaan putusan pengadilan, judicial corruption, dan lain-lain.

Investasi juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang mendorong atau membatasi investasi melalui peraturan perundang-undangan, misalnya undang pajak dan pabean atau paket-paket kebijakan tentang undang-undang investasi yang mempermudah pelaksanaan investasi di Indonesia.39

38

Erman Rajagukguk, Hukum Ekonomi Indonesia memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Hukum Nasional VIII (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 2004), hlm. 252-256.

39

Lesty Phytaloka, ―Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing Dan Peluang Investasi (Studi Kasus : Kota Cimahi, Jawa Barat‖), Skripsi, hlm 26.

(9)

B. Pokok-Pokok Pengaturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

1. Perizinan

Berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UUPM, perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Izin tersebut diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu yang bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Peraturan Kepala BKPM RI Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal, yang dimaksud dengan perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dan administrator kawasan ekonomi khusus yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.40

40

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.

(10)

Adapun izin yang diperlukan untuk melakukan penanaman modal di Indonesia yaitu :

a. Izin prinsip penanaman modal (selanjutnya disebut izin prinsip) yaitu izin yang wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha.

b. Izin investasi, yaitu izin prinsip yang dimiliki oleh perusahaan dengan kriteria tertentu yang diatur dalam peraturan kepala badan koordinasi penanaman modal.

c. Izin usaha, yaitu izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi yang menghasilkan barang atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan (selanjutnya disebut IMB), izin lingkungan dan perizinan lainnya.

d. Izin usaha penempatan tenaga kerja adalah izin usaha jasa penempatan tenaga kerja untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan tenaga kerja. e. Izin kantor perwakilan adalah izin untuk perusahaan asing di luar negeri

yang memiliki perwakilannya di Indonesia.

f. Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI)

Setiap pendirian perusahaan industri yang melakukan kegiatan di bidang industri wajib memperoleh Izin Usaha Industri (IUI). Namun, terdapat perusahaan atau industri tertentu dalam Kelompok Industri Kecil yang dikecualikan dari kewajiban untuk memperoleh Izin Usaha Industri (IUI). Setiap perusahaan yang wajib memperoleh TDI adalah setiap perusahaan industri yang nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp5.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00 tidak termasuk tanah

(11)

dan bangunan tempat usaha, namun untuk memperoleh TDI perusahaan tersebut tidak diperlukan tahap persetujuan prinsip.

g. Izin Usaha Tetap (IUT)

Untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan produksi komersial, perusahaan penanaman modal diwajibkan memiliki Izin Usaha Tetap (selanjutnya disebut IUT). IUT adalah izin yang dikeluarkan BKPM atau BKPM daerah untuk perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA dan/ atau PMDN.

h. Angka Pengenal Importir (API) dan Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT)

Angka Pengenal Importir atau disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan yang melakukan perdagangan impor, yaitu kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Indonesia. Sedangkan APIT wajib dimiliki oleh perusahaan PMDN/PMA yang akan melaksanakan sendiri pengimporan barang modal dan/atau bahan baku.

2. Bidang Usaha

Apabila dikaji dan dianalisis ketentuan yang tercantum dalam Pasal 12 UUPM dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan (selanjutnya disebut Perpres tentang Daftar Negatif Investasi), maka bidang usaha untuk penanaman modal digolongkan menjadi tiga macam. Ketiga macam bidang usaha itu meliputi :

(12)

a. Bidang usaha terbuka

Bidang usaha terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk penanaman modal, baik untuk domestik maupun asing.

b. Bidang usaha yang dinyatakan tertutup

Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal.

―Dalam Pasal 12 ayat (2) UUPM, bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:

1) Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang.

2) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

3) Pemerintah berdasarkan peraturan presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.‖

Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 39 Tahun 2014 dalam Lampiran I, ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing.

― Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu: 1) Budidaya ganja.

2) Penayatpan spesies ikan yang tercantum dalamAppendixI Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

3) Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

4) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt).

5) Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri.

6) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: a) halon dan lainnya;

b) penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chlorofluoro carbon (CFC.)

7) Industri bahan kimiaschedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman,

tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.). 8) Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat.

(13)

9) Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang. 10) Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor. 11) Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor. 12) Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran.

13) Vassel Traffic Information Sistem (VTIS). 14) Jasa pemanduan lalu lintas udara.

15) Manejemen dan penyelenggaraan stasiun monitoring spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.

16) Museum pemerintah.

17) Peninggalan sejarah dan purbakala (candi,keratin, prasasti, bangunan kuno,dsb).

18) Pemukiman/lingkungan adat. 19) Monumen.

20) Perjudian/Kasino.‖

c. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan

Bidang usaha terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu. Dalam Pasal 12 ayat (5) UUPM, pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.

― Ada 16 bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan :‖41

1) Bidang Pertanian. 2) Bidang Kehutanan.

3) Bidang Kelautan dan Perikananan.

4) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. 5) Bidang Perindustrian.

6) Bidang Pertahanan dan Keamanan. 7) Bidang Pekerjaan Umum.

8) Bidang Perdagangan.

9) Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 10) Bidang Perhubungan.

11) Bidang Komunikasi dan Informatika. 12) Bidang Keuangan.

41

Lampiran II Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan.

(14)

13) Bidang Perbankan.

14) Bidang Tenaga kerja dan Transmigrasi. 15) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. 16) Bidang Kesehatan.

Bersamaan dengan diterbitkannya paket kebijakan ekonomi ke-10, pemerintah tengah menyusun Rancangan peraturan presiden tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.42 Rancangan perpres disusun guna mengantisipasi situasi pasar yang kompetitif yang dipicu oleh dimulainya MEA.43 Pemerintah merevisi daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dengan menambah 62 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKM-K) baik dengan PMDN maupun PMA.

Rancangan Perpres Tahun 2016 tentang DNI tersebut mengatur adanya keharusan pihak PMA dan PMDN membina dan bermitra dengan UMKM-K. Hal ini sesuai dengan pasal 13 UUPM. Tentunya banyak model kemitraan yang dapat dikemas dimana esensinya adalah tetap dalam koridor prinsip-prinsip bisnis yang saling menguntungkan. Model kemitraan seperti di Cina mungkin bisa dijadikan contoh. Untuk industri pabrik sepeda motor misalnya, kalangan industri melibatkan para UMKM-K. Andil UMKM-K memasok berbagai jenis suku cadang yang diperlukan oleh industri mulai dari mur, baut, kanvas rem dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat berjalan karena memang ada kewajiban untuk bermitra dan membina UMKM-K. Kedua, pola kemitraan yang dikembangkan bukan sekedar membuat UMKM-K lebih pintar, inovatif dan produktif sehingga

42CNN Indonesia, ―20 Bidang Usaha Baru Masuk Dalam Revisi DNI‖,

http://www.en.hukumonline.com (diakses pada tanggal 7 Januari 2016).

43

(15)

produknya berkualitas, tetapi juga mencakup upaya-upaya menciptakan kesetaraan dalam bermitra. Sebagai salah satu alternatif kemitraan yang dapat menjamin kesetaraan dan memperkuat posisi tawar misalnya melalui skim modal ventura. Artinya pihak PMA dan PMDN menanamkam modalnya di perusahaan UMKM-K dalam bentuk penyertaan untuk jangka waktu tertentu dengan program divestasi yang pasti dan jelas. Dengan pendekatan ini, maka kualitas produk selalu terjamin yang pada gilirannya tentu perolehan hargapun menjadi lebih baik. Kesetaraan akan secara otomatis terbentuk karena adanya rasa memiliki diantara kedua belah pihak. Ketiga, agar dapat mengikat semua hal-hal tersebut diatas kiranya masih termasuk wajar kalau pemberdayaan UMKM-K harus ada dalam persyaratan melakukan investasi di Indonesia. Agar mengikat, maka dalam studi kelayakan PMA dan PMDN harus juga memuat hal-hal yang berkaitan dengan usaha-usaha pemberdayaan UMKM-K. Sebagai persyaratan yang mengikat, maka pihak pemerintah akan lebih mudah melakukan pengawasan berikut pemberian sanksi apabila terjadi hal-hal yang menyimpang dari yang diperjanjikan semula.

Pemerintah juga menambah 19 bidang usaha dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi, konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana dengan nilai pekerjaan kurang dari Rp10 miliar. Ada 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKM-K yang diperluas nilai pekerjaanya, dari Rp1 miliar menjadi Rp50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan lain-lain. Peraturan tersebut jugamengatur reklasifikasi bidang usaha. Misalnya 19 bidang usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi dijadikan 1 jenis usaha. Jadi

(16)

bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKM-K menjadi 92 usaha dari sebelumnya 139 usaha. 44

Ada Sebanyak 35 bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar negatif investasi yaitu industri crumb rubber, cold storage, pariwisata (restoran, bar, kafe, usaha rekreasi, seni, dan hiburan serta gelanggang olah raga), industri perfilman, penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (market place) yang bernilai Rp100 milyar ke atas, pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi, pengusahaan jalan tol, pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya, industri bahan baku obat.45

Revisi DNI membuka 20 bidang usaha untuk asing dari yang sebelumnya 100 persen. Bidang usaha itu jasa pelayanan penunjang kesehatan (67 persen), angkutan orang dengan moda darat (49 persen), industri perfilman termasuk peredaran film (100 persen), instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi (49 persen).46

3. Ketenagakerjaan

Aspek- aspek ketenagakerjaan dari kegiatan penanaman modal meliputi berikut ini :

a. Kewajiban penggunaan tenaga kerja warga negara Indonesia dan keharusan diselenggarakannya pelatihan industri (Industrial Training).

Untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja Indonesia, perusahaan- perusahaan penanam modal juga diwajibkan untuk menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas pelatihan dan

44

Daftar negatif investasi, www.tempo.co/artikel/daftar-negatif-investasi (diakses pada tanggal 10 Maret 2016).

45

Ibid.

46

(17)

pendidikan dalam dan/ atau di luar negeri secara teratur dengan tujuan terjadinya proses alih teknologi dan keahlian kepada tenaga kerja Indonesia.47

b. Izin kerja bagi penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Untuk memperkerjakan tenaga kerja asing (expatries) diperlukan adanya izin kerja dalam bentuk Izin Kerja Tenaga Asing (IKTA) yang terbagi menjadi IKTA jayat pendek yang tidak dapat diperpanjang dan IKTA dengan jayat waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang. Pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam berbagai ketentuan peraturan baik dalam UUPM maupun berbagai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.48

c. Upah dan jam kerja.

Masalah upah minimum diatur dalam suatu keputusan dari Menteri Tenaga Kerja dengan memperhatikan perbedaan dari tarif upah minimum untuk tiap-tiap daerah. Peraturan ketenagakerjaan menetapkan enam hari kerja per minggu dengan total empat puluh empat jam kerja. Namun dalam praktiknya atas izin Departemen Ketenagakerjaan Perusahaan PMA dapat mengubahnya menjadi lima hari kerja per minggu dengan total empat puluh jam kerja dengan tujuh jam kerja per hari. Terkait dengan penggunaan tenaga kerja, maka ketentuan dari Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UUK) dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO

47

T.Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1992), hlm.133.

48

(18)

Convention Nomor 81 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan juga berlaku.49

d. Pemutusan hubungan kerja.

Terhadap tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) biasanya ditetapkan persyaratan- persyaratan tertentu, baik menyangkut tata cara/ prosedur yang harus dipenuhi termasuk masalah pemberian pesangon dan lain- lain tunduk pada ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2000.50

e. Hubungan industrial, serikat pekerja (serikat buruh), dan penyelesaian sengketa perburuhan.

Pemerintah menetapkan bahwa setiap perusahaan yang memiliki dua puluh lima karyawan atau lebih wajib memiliki peraturan perusahaan yang berisi ketentuan- ketentuan mengenai :51

1) hak perusahaan untuk mengelola; 2) upah (termasuk tunjangan); 3) biaya kesehatan;

4) cuti tahunan; 5) cuti sakit;

6) tunjangan khusus hari raya, dan lain- lain. 4. Fasilitas

Fasilitas untuk penanam modal diberikan berdasarkan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UUPM tidak berlaku bagi PMA yang tidak berbentuk perseroan 49 Ibid., hlm.75. 50 Ibid. 51 Ibid., hlm.76.

(19)

terbatas.52 Penanaman modal yang mendapat fasilitas adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:

a. menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi;

e. melakukan industri pionir;

f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Apabila salah satu kriteria itu telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu antara lain:53

a. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu.

52

Pasal 19 dan 20 Undang- undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

53

(20)

b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau keperluan untuk produksi yang belum bisa diproduksi dalam negeri.

c. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi dalam jangka waktu dan dengan persyaratan tertentu.

d. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal yang belum dapat diproduksi dalam negeri dengan jangka waktu dan persyaratan tertentu.

e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. f. Keringanan PBB.

g. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. h. Fasilitas hak atas tanah.

i. Fasilitas pelayanan keimigrasian. j. Fasilitas perizinan impor.

Sedangkan secara umum insentif dalam bidang penanaman modal yang bersifat nonpajak dapat dibagi atas :54

a. Diberikan jaminan terhadap tindakan nasionalisasi.

b. Jaminan investasi atas terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu.

c. Telah diratifikasinya konvensi penyelesaian sengketa investasi oleh Indonesia, termasuk pengakuan atas wewenang ICSID dalam penyelesaian sengketa investasi.

d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase pada BANI.

(21)

e. Tersedianya kawasan-kawasan industri. f. Adanya kawasan berikat ( bonded zones ).

g. Adanya Entreport Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) beserta fasilitasnya. h. Adanya fasilitas kredit ekspor dan asuransi ekspor.

Ketentuan lanjut mengenai fasilitas dalam penanaman modal di Indonesia diatur dalam Peraturan Kepala BKPM RI Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Fasilitas Penanaman Modal.55

5. Hak dan kewajiban

Undang-undang penanaman modal dalam Pasal 14 sampai 17 telah mengatur mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal antara lain :

― Setiap penanam modal berhak mendapat: ― a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; dan

d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penanam modal juga diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing terhadap modal, keuntungan, bunga bank, deviden, pendapatan lain, dana yang diperlukan untuk pembelian bahan baku dan penolong, barang jadi, barang setengah jadi, dan penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanaman modal, tambahan dana bagi pembiayaan penanaman modal, dana untuk pembayaran kembali pinjaman, royalti, pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman

55

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Fasilitas Penanaman Modal.

(22)

modal, hasil penjualan atau likuidasi, kompensasi atas kerugian, pembayaran teknis, serta hasil penjualan aset.56

― Setiap penanam modal berkewajiban:‖

a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada BKPM;

d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e. penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. ― Setiap penanam modal bertanggung jawab: ―

a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;

d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Penyelesaian sengketa

Undang-undang penanaman modal juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam ketentuan tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dan penanam modal. Secara umum penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :57

56

Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

(23)

a. Penyelesaian melalui pengadilan. b. Melalui arbitrase.

c. Melalui cara-cara penyelesaian sengketa alternatif (Alternatif Dispute Resolution).

Sengketa penanaman modal yang terjadi antara pemerintah dengan penanam modal terlebih dahulu diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. Jika melalui musyawarah dan mufakat tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.58

C. Kebijakan Penanaman Modal Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kebijakan penanaman modal Indonesia sebagai dasar atau landasan bagi pemerintah untuk mengatur dan mengarahkan serta mengembangkan penanaman modal di Indonesia. Adanya kebijakan penanaman modal ini akan mempertegas

58

(24)

upaya pemerintah dalam mengatur dan mengarahkan penanaman modal yang ada di Indonesia agar dapat memberi kontribusi optimal pada pembangunan ekonomi Indonesia. Kebijakan penanaman modal akan dapat memberi arah bagi upaya pengembangan penanaman modal di Indonesia serta menjadi kerangka landasan bagi pengaturan penanaman modal selanjutnya.59

Adanya suatu kebijakan penanaman modal memberi batasan dan arahan terhadap suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan untuk melakukan suatu hal yang berkenaan dengan kepentingan atau kebutuhan masyarakat terhadap terciptanya kesempatan kerja yang luas, tingkat penguasaan teknologi, kemampuan atau kapasitas sumber daya manusia, dan tingkat pendapatan masyarakat. Banyak contoh yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam melihat keberadaan penanaman modal berbagai negara. Dengan tidak adanya kebijakan yang jelas dalam pengaturan penanaman modal mengakibatkan keberadaan penanaman modal dianggap tidak memberikan kontribusi atau keuntungan bagi negara penerima modal (host country). Bahkan sebaliknya, keberadaan penanaman modal hanya dianggap sebagai parasit dalam sistem perekonomian sebuah negara. Bercermin dari kasus yang terjadi di hampir semua Negara Amerika Latin dimana keberadaan penanaman modal hanya menjadi alat bagi penguasa untuk memeperkaya diri dan terjadinya pengurasan sumber daya alam yang begitu massif sehingga menimbulkan rasa kebencian dan antipati masyarakat Amerika Latin yang mendalam terhadap PMA di negara mereka. Untuk itu, mereka dengan tegas menolak keberadaan PMA di negara mereka dan menganggap hanya mengisap kekayaan negara mereka.60Bercermin dari kasus

59

Aminuddin Ilmar,Op.Cit, hlm.59.

60

(25)

yang terjadi di Negara Amerika Latin terhadap keberadaan penanaman modal, khususnya modal asing tersebut maka sudah seharusnya pemerintah Indonesia membuat suatu kebijakan dasar dalam pengembangan penanaman modal Indonesia guna mengatur dan mengarahkan penanaman modal, khususnya modal asing agar sejalan dan bersesuaian dengan kepentingan dan kebutuhan dasar masyarakat serta kepentingan pembangunan ekonomi nasional.61

1. Kebijakan untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.

Kehadiran UUPM mempertegas dan memperjelas kebijakan pengaturan penanaman modal di Indonesia.62 Dalam ketentuan bab 3 Pasal 4 diatur tentang kebijakan dasar penanaman modal untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Kebijakan dasar penanaman modal diwujudkan dalam bentuk rencana umum penanaman modal sesuai dengan landasan pikir serta asas dan tujuan yang ditetapkan.63 Kebijakan penanaman modal dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh BKPM. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan penanaman modal sangat bergantung pada ketertiban dalam membuat peraturan-peraturan pelaksanaannya dan hal ini sangat krusial dalam keberhasilan pelaksanaan setiap undang- undang.64

61 Ibid., hlm.61. 62 Ibid., hlm.62. 63

Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta :Sinar Grafika, 2010), hlm.74.

64

(26)

Adapun kebijakan untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional seperti :65

a. memberikan perlakuan sama bagi penanam modal dalam negeri dan asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

b. menjamin kepastian hukum berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan hingga berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, pemerintah juga mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi jilid I, jilid III, dan jilid IV pada tahun 2015;

c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan pada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Hal ini dilakukan dengan mengatur kemitraan antara PMA dan PMDN dengan UMKM-K serta menambah 48 bidang usaha yang dicadangkan untuk kemitraan tersebut.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan untuk menciptakan ekonomi makro yang kondusif dalam berbagai paket kebijakan ekonomi. Pada Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I September 2015, kebijakan yang dikeluarkan antara lain :66

a. Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debikroratisasi, serta penegakan hukum akan kepastian usaha. Hal ini dilakukan dengan merombak 89 peraturan yang tidak relevan atau menghambat daya saing industri negara.

65

Aminuddin Ilmar, Op.Cit, hlm.62.

66

(27)

b. Menyiapkan 17 Rancangan Peraturan Pemerintah, 11 Rancangan Peraturan Presiden, 2 Rancangan Instruksi Presiden, 63 Rancangan Peraturan Menteri dan 5 Aturan Menteri.

c. Penyederhanaan izin dan memperbaiki prosedur kerja perizinan. d. Memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.

e. Peningkatan kualitas pelayanan penanaman modal. f. Menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik.

g. Memperbaiki dan mempermudah iklim usaha serta kualitas pengurusan perizinan dan syarat berusaha dan investasi.

Pada Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III, kebijakan yang dikeluarkan adalah :67

a. Penurunan tarif atau harga.

b. Penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal dengan merevisi Peraturan Menteri Agraria dan Tata ruang No.2 Tahun 2015 tentang Standar pelayanan dan pengaturan Agraria. Hak guna usaha lahan yang selanjutnya disebut HGU seluas 200 ha yang sebelumnya 30-90 hari dipersingkat menjadi 20 hari kerja. HGU diatas 200 ha dikenakan 30-90 hari diubah menjadi 45 hari kerja.

Pada Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV, kebijakan yang dikeluarkan adalah :68

a. Menentukan formula upah minimum provinsi.

b. Penerima kredit usaha rakyat yang selanjutnya disebut KUR merupakan perorangan atau karyawan yang melakukan kegiatan usaha produktif,

67

Ibid.

68

(28)

calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri dan membuka usaha, serta anggota keluarga buruh yang berpenghasilan tetap dan melakukan kegiatan usaha produktif.

c. Lembaga pembiayaan ekspor untuk membiayai usaha kecil dan menengah. 2. Kebijakan untuk mempercepat peningkatan penanaman modal

Undang-undang penanaman modal menggabungkan PMA dan PMDN dalam suatu undang-undang yang didasarkan pada asas kesetaraan bagi semua investor. Kebijakan dasar investasi dalam UUPM dimaksud adalah memberikan perlakuan yang sama antara investor dalam negeri dengan investor asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. UUPM menegaskan bahwa penanaman modal di Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas dan perlakuan yang sama bagi investor dalam negeri maupun asing, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandiriaan, dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.69

Adapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mempercepat peningkatan penanaman modal dalam paket kebijakan ekonomi, yaitu :70

a. Mendorong pembangunan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti.

b. Mempercepat layanan perizinan investasi di Indonesia yang terdiri dari izin investasi di kawasan industri 151-180 hari dan di luar kawasan industri dengan mengeluarkan kebijakan bahwa investasi di kawasan industri bisa dijalankan setelah mendapat perizinan badan usaha dengan

69

Jonker Sihombing, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal (Bandung : PT.Alumni, 2008), hlm.81.

70

(29)

waktu pengurusan perizinan paling lama 8 hari, lalu 11 perizinan lainnya tidak diperlukan sebagai izin lagi, namun sebagai standar dan persyaratan. c. Menyediakan layanan perizinan penanaman modal berupa akta pendirian

perusahaan, pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM (selanjutnya disebut Kemenkumham) serta NPWP hanya selama 3 jam. Untuk izin persetujuan nama perorangan, BKPM diminta untuk memiliki notaris sendiri (inhouse notaries) agar investor tidak perlu bolak balik untuk mengurus akta notaris.

d. Membentuk peraturan pemerintah tentang kawasan industri dan peraturan menteri keuangan untuk harmonisasi fasilitas terhadap penanaman modal. e. Penghilangan pajak berganda untuk Kontrak Investasi Kolektif (di

Singapore dikenal dengan Real Estate Investment Trust) untuk seluruh perusahaan infrastruktur termasuk jalan toldan komplek pelabuhan.

Dalam rangka mereformasi perizinan investasi, BKPM melakukan terobosan perizinan untuk mempermudah realisasi minat investasi di Indonesia, dalam bentuk peluncuran Layanan Izin Investasi 3 Jam yang dilakukan sejak tanggal 26 Oktober 2015. Izin investasi 3 jam adalah izin prinsip dengan kriteria tertentu yang diproses dalam satu paket dengan penerbitan Akta Pendirian Perusahaan dan Pengesahan Kemenkumham, NPWP, serta informasi ketersediaan tanah (blocking tanah) dalam waktu 3 Jam. Adapun kriteria yang dapat memanfaatkan layanan ini adalah sebagai berikut :

a. Rencana investasi paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (Seratus Milyar Rupiah).

(30)

c. Permohonan disampaikan oleh calon pemegang saham dengan cara datang langsung ke PTSP Pusat di BKPM (catatan: salah satu calon pemegang saham mewakili calon pemegang saham lainnya dengan melampirkan surat kuasa. Surat kuasa dari salah satu pemegang saham berisi kuasa untuk mengurus Izin Investasi dan menghadap notaris).

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa kebijakan penanaman modal dalam UUPM dilakukan untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Kebijakan tersebut dilakukan dengan cara memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal baik asing maupun dalam negeri, menjamin perlindungan dan kepastian hukum penanaman modal di Indonesia, penyederhanaan prosedur perizinan, membuka kesempatan bagi perkembangan UMKM-K dan meningkatkan kualitas pelayanan penanaman modal di Indonesia. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah pusat yang dikoordinasikan dengan pemerintah daerah sesuai dengan otonomi daerah dalam bentuk rencana umum penanaman modal.

Referensi

Dokumen terkait

1) calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus yang dilarang menjadi PSP atau memiliki saham pada industri perbankan

Hingga kuartal I 2012, total outstanding kredit konsumsi perseroan men- capai Rp 40,7 triliun, naik 27% dibandingkan periode yang sama tahun

tif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan penilaian, tanggapan,saran-saran, dan angket yang diperoleh yang diperoleh dari reviu ahli desain pembelajaran, ahli

Untuk memudahkan dalam menganalisis data, maka variabel yang digunakan diukur dengan mempergunakan model skala 5 tingkat (likert) yang memungkinkan pemegang polis dapat

Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.031< 0.05 adanya perbedaan signifikan ini menunjukan bahwa Bank Asing memiliki kemampuan yang lebih baik

Nilai optimum kekasaran permukaan untuk pahat karbida yang dilapisi dicapai pada kondisi pemotongan kecepatan potong 250 m/min dan kadar pemakanan 0.05

Pada penghentian aset keuangan secara keseluruhan, selisih antara nilai tercatat dengan jumlah yang akan diterima dan semua kumulatif keuntungan atau kerugian yang telah diakui di

METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) (Sugiyono, 2008). Secara