Penerapan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Materi Perubahan Wujud Benda Siswa Kelas V SDN 2 Mundar
Kecamatan Labuan Amas Selatan
Halimatusyakdiah
*Sekolah Dasar Negeri 2 Mundar Labuan Amas Selatan
Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan
• Terima: 29-09-2018 • Revisi: 25-10-2018 • Terbit Daring: 05-11-2018
Abstrak
Pembelajaran IPA diarahkan untuk mengajak siswa mencari tahu dan berbuat sehingga pemahaman siswa lebih mendalam. Untuk itu pembelajaran IPA harus menekankan belajar aktif agar siswa dapat belajar sendiri menemukan isi dari materi yang sedang dipelajarinya. Hal demikian belum dilakukan sepenuhnya dalam pembelajaran IPA di SDN 2 Mundar. Pembelajaran IPA diberikan dalam bentuk penjelasan dan contoh-contoh, selanjutnya siswa diberi tugas menyelesaikan soal-soal sejenis. Mengajar demikian menjadika pelajaran IPA terasa sulit dan membosankan siswa sehingga hasil belajar rendah. Penggunaan metode eksperimen dapat digunakan sebagai satu alternatif memecahkan masalah ini. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan wujud benda. Penelitian ini adalah penelitian tindakan berlangsung 2 siklus masing-masing 2 kali pertemuan melalui 4 tahapan yaitu rancangan kegiatan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas V dengan jumlah 13 orang. Data yang diperoleh berupa pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif. Hasil dan pembahasan menunjukkan, pelaksanaan pembelajaran dengan metode eksperimen meningkat dari skor 64 (baik) pada siklus I menjadi 83 (sangat baik) pada siklus II. Hasil belajar pada materi perubahan wujud benda dapat ditingkatkan dari ketuntasan 30,76% (tidak tuntas) menjadi 100% (tuntas). © 2018 Rumah Jurnal. All rights reserved
Kata-kata kunci: Eksperimen, hasil belajar, wujud benda
———
1.Pendahuluan
Pembelajaran IPA sangat dibutuhkan untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas untuk menghadapi persaingan global yang semakin pesat di era pasar bebas. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui
pemecahan masalah-masalah yang dapat
diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat sekolah dasar diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA diarahkan untuk mengajak peserta didik mencari tahu dan berbuat sehingga
membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Peserta didik diharapkan dapat mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan pengetahuan yang dimilikinya, menerapkan konsep IPA melalui berbagai kegiatan belajar seperti mengajukan pertanyaan, memecahkan permasalahan, membuat
keputusan, dan melakukan kegiatan diskusi
kelompok, eksperimen dan sebagainya.
Guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar IPA harus menekankan pentingnya belajar aktif agar peserta didik dapat belajar sendiri menemukan isi dari materi yang sedang dipelajarinya. Kegiatan pembelajaran demikian akan lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan,
bahwa proses pembelajaran harus interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keterlibatan aktif siswa sangat penting untuk meningkatkan penalaran dan kecerdasan yang bermuara pada peningkatan hasil belajar.
Fakta di lapangan menunjukkan, masih banyak guru lebih mendominasi aktivitas di kelas dan terkesan sebagai sumber utama dalam belajar. Hal demikian setidaknya terjadi dalam pembelajaran IPA di SDN 2 Mundar. Pengetahuan IPA diberikan guru
kepada siswa dalam bentuk penjelasan dan contoh-contoh. Selanjutnya siswa diberi tugas menyelesaikan soal-soal yang sejenis dengan contoh yang telah
diberikan guru. Aktivitas pembelajaran yang
demikian akan mengekang keaktifan siswa yang akhirnya semakin menjadikan IPA sebagai suatu pelajaran yang sulit dan membosankan sehingga menjadikan hasil belajar siswa rendah. Hasil ulangan IPA di kelas V khususnya pada materi perubahan wujud benda menunjukkan, masih banyak siswa yang belum memenuhi standar kelulusan minimal (SKM) sebesar 65.
Menghadapi permasalahan di atas, peneliti merasa
perlu melakukan perbaikan-perbaikan proses
pembelajaran yang mengarahkan kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif baik secara fisik, sosial, maupun psikis. Hal demikian dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna, karena anak seusia SD memiliki kecenderungan suka berbuat dan mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu pembelajaran IPA pada materi perubahan wujud benda diarahkan pada pembelajaran yang dapat mengaktifkan anak untuk
berbuat dan bekerja secara ilmiah melalui
eksperimen.
Penggunaan metode eksperimen memungkinkan anak memperoleh pengalaman langsung dalam belajar sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi anak untuk lebih bergairah dalam belajar. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Menurut Hasnawiyah (1994) siswa yang memiliki minat yang baik akan belajar dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti pelajaran, dan bahkan dapat menemukan kesulitan-kesulitan dalam belajar menyelesaikan
soal-soal latihan dan praktikum. Guru perlu
membangkitkan minat siswa agar pelajaran yang diberikan lebih mudah dimengerti siswa. Oleh karena itu pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan peserta didik harus dipertimbangkan.
Metode eksperimen dipilih dalam membelajarkan IPA pada materi perubahan wujud benda. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan
menggunakan percobaan. Dengan melakukan
Metode eksperimen merupakan suatu metode mengajar di mana guru bersama siswa mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dari hasil percobaan itu. Misalnya ingin memperoleh jawaban tentang kebenaran sesuatu, mencari cara-cara yang lebih baik, mengetahui elemen/unsur-unsur apakah yang ada pada suatu benda, ingin mengetahui apakah yang akan terjadi, dan sebagainya. Metode eksperimen atau percobaan dapat diartikan juga sebagai suatu metode pemberian kesempatan kepada siswa perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan (Andrian, 2004).
Penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran IPA oleh Purwendarti (2000) bertujuan
mengajar bagaimana siswa mampu menarik
kesimpulan dari berbagai fakta, informasi, atau data yang berhasil dikumpulkan melalui pengamatan terhadap proses eksperimen. Melatih siswa meracang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan. Melatih siswa menggunakan logika indukatif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang yang terkumpul melalui percobaan.
Setiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan penggunaan metode eksperimen ini antara lain (1) Dapat membuat siswa lebih percaya
atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau membaca buku; (2) Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi untuk (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi; dan (3) Dapat menumbuhkan dan membina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan hasil percobaan yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
2.Metodologi
Metodologi memberikan gambaran yang jelas terhadap pencapain tujuan penelitian (Dalle, 2010; Dalle et al., 2017; Derlina et al., 2018). Penelitian perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai
peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang
lain (kolaborasi) dengan jalan merancang,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus (Kunandar, 2008). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Data penelitian ini dikumpulkan melalui
observasi, tes, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa, sedangkan dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa tahun sebelumnya dan kejadian-kejadian saat
penelitian dalam bentuk foto pelaksanaan
pembelajaran. Data-data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif.
Hasil belajar siswa dikumpulkan dan dihitung kemudian dianalisis dengan teknik ketuntasan yaitu (1) Ketuntasan individual tercapai jika siswa memperoleh nilai setidaknya mencapai standar kelulusan minimal (SKM) sebesar 65; (2) Ketuntasan klasikal tercapai jika jumlah siswa yang tuntas belajar dapat mencapai 80%, dihitung dengan rumus berikut.
Sebagai indikator atas keberhasilan penelitian ini adalah hasil belajar siswa dapat mencapai ketuntasan secara klasikal, di mana setidaknya 80% siswa dapat tuntas dengan memenuhi SKM sebesar 65.
3. Hasil dan Pembahasan
baik menjadi 83 dalam kriteria sangat baik pada siklus II.
Hasil belajar siswa kelas V di SDN 2 Mundar pada pembelajaran materi perubahan wujud benda melalui penerapan metode eksperimen bahwa melalui penerapan metode eksperimen hasil belajar IPA siswa pada materi perubahan wujud benda dapat semakin ditingkatkan dengan nilai rata-rata siswa dapat meningkat dari 63,07 pada siklus I menjadi 96,15 pada siklus II.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan
menerapkan metode eksperimen pada siklus I secara umum sudah berlangsung dengan baik. Beberapa
langkah kegiatan pembelajaran sudah dapat
dilakukan sesuai dengan rencana dalam RPP, namun guru juga merasa masih banyak langkah yang belum terlaksana secara maksimal, seperti saat Melakukan apersepsi dan memotivasi siswa, memberikan kesempatan siswa untuk bertanya, dan saat melaksanakan kegiatan akhir. Hal demikian terjadi karena guru belum bisa mengelola waktu secara baik. Penyampaian materi pembelajaran terasa terlalu lama sehingga guru merasa tidak cukup waktu untuk melaksanakan beberapa langkah kegiatan khususnya pada kegiatan akhir pembelajaran. Temuan ini menjadi bahan untuk perbaikan pada siklus berikutnya.
Pada pelaksanaan siklus II, kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan semakin baik. Kegiatan pembelajaran secara keseluruhan dapat mencapai skor 83 dengan kriteria sangat baik. Semua langkah pembelajaran dapat dilakukan sesuai dengan RPP
yang telah disusun. Peningkatan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran pada siklus II terjadi karena guru berhasil melakukan perbaikan atas kekurangan-kekurangan yang terjadi pada saat pelaksanaan siklus I terutama dalam pengelolaan waktu pembelajaran. Hasil ini ternyata berdampak pada keaktifan siswa yang juga terlihat mengalami peningkatan. Pada siklus II siswa semakin bergairah mengikuti proses pembelajaran, terlihat dari semakin banyaknya siswa yang terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Hasnawiyah (1994), siswa yang memiliki minat yang baik akan belajar dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti pelajaran, dan bahkan dapat menemukan kesulitan-kesulitan dalam belajar dan praktikum.
Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus I diketahui, nilai rata-rata siswa sebesar 63,07 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar 4 orang atau 30,76% dan sisanya sejumlah 9 orang siswa tidak tuntas. Hasil yang diperoleh ini belum sesuai harapan karena masih
banyak siswa yang tidak tuntas belajar materi perubahan wujud benda. Hal ini bisa terjadi karena belum maksimalnya beberapa kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru terutama pada saat melakukan apersepsi dan memotivasi siswa yang dapat digunakan untuk membangkitkan minat siswa untuk belajar, memberikan kesempatan siswa untuk eksprimen dan bertanya yang memungkinkan siswa untuk memahami hal-hal yang belum dimengerti, serta membimbing siswa membuat kesimpulan sebagai penguatan hasil belajar.
Pada pelaksanaan siklus II hasil belajar siswa dapat semakin ditingkatkan dengan nilai rata-rata mencapai 96,15 dan ketuntasan mencapai 100%. Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II ini terjadi karena siswa semakin bergairah belajar. Indikasi hal tersebut adalah dengan semakin aktifnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena guru melakukan perbaikan pembelajaran terutama pada langkah-langkah yang dirasa belum maksimal pada saat pelaksanaan siklus I. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa akan lebih yakin atas konsep perubahan wujud yang terjadi pada suatu benda daripada hanya menerima dari guru
dan buku, dapat memperkaya pengalaman,
mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.
Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II juga terjadi karena pembelajaran dengan menerapkan metode eksperimen menjadikan hasil belajar siswa
lebih bermakna karena memungkinkan siswa
memperoleh pengalaman langsung dengan melakukan aktivitas-aktivitas secara ilmiah. Penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran IPA oleh Purwendarti (2000) bertujuan mengajar bagaimana siswa mampu menarik kesimpulan dari berbagai fakta, informasi, atau data yang berhasil dikumpulkan melalui pengamatan. Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan bagian dari kerja ilmiah yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa secara langsung.
4.Simpulan
Penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas V SDN 2 Mundar ini dapat disimpulkan (1) Pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan metode eksperimen pada materi perubahan wujud benda dapat meningkat dari skor 64 pada siklus I dalam kriteria baik menjadi 83 dalam kriteria sangat baik pada siklus II; (2) Hasil belajar IPA siswa pada materi perubahan wujud benda dapat ditingkatkan melalui penerapan metode eksperimen dari nilai rata-rata 63,07 dengan ketuntasan 30,76% (tidak tuntas) menjadi 96,15 dengan ketuntasan 100% (tuntas).
Daftar Rujukan
Andrian. (2004). Guru dalam proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Dalle, J. (2010). Metodologi umum penyelidikan reka bentuk bertokok penilaian dalaman dan luaran: Kajian kes sistem pendaftaran siswa Indonesia. Thesis PhD Universiti Utara Malaysia.
Dalle, J., Hadi, S., Baharuddin., & Hayati, N. (2017). The Development of Interactive Multimedia Learning Pyramid and Prism for Junior High School Using Macromedia Authorware. The Turkish Online Journal of Educational Technology, November. 714-721.
Derlina., Dalle, J., Hadi, S., Mutalib, A.A., & Sumantri, C. (2018). Signaling Principles in Interactive Learning Media through Expert's Walkthrough. Turkish Online Journal of Distance Education (TOJDE). 19(4), 147-162
Hasnawiyah. (1994). Senang belajar ilmu pengetahuan alam 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Kunandar. (2008). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai pengembangan profesi guru. Jakarta: Rajawali Pers. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.