• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

B. Tujuan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Sistem Jaminan Sosial Nasional (nationalsocial security system) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.70

Jaminan kesehatandiselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

JKN merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

71

69

Asih Eka Putri, Op Cit, hlm. 10. 70

Naskah Akademik SJSN, hlm. 2. 71

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 19.

Manfaat pemeliharaan kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam tujuan JKN adalah pelayanan kesehatan perorangan menyeluruh

yang mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pelayanan pencegahan penyakit (preventif), pengobatan dan perawatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan perorangan tersebut terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Klasifikasi pelayanan didasari atas perbedaan hak peserta karena adanya perbedaan besaran iuran yang dibayarkan.72

1. Penyuluhan kesehatan perorangan, yaitu penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit, perilaku hidup bersih dan sehat.

Manfaat pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam tujuan JKN adalah:

2. Imunisasi dasarmeliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio dan Campak.

3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan

tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.73

72

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 22 dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 20.

73

Beberapa cakupan manfaat medis kesehatan yang dimaksud dalam tujuan JKN :

1. Manfaat medis

Manfaat medis tidak terikat besaran iuran. Seluruh peserta JKN berhak atasmanfaat medis yang sama sesuai dengan kebutuhan medisnya.74

a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama, terdiri dari:

Manfaat medis mencakup penyuluhan kesehatan, konsultasi, pemeriksaan penunjang diagnostik, tindakan medis dan perawatan, transfusi, obat-obatan, bahanmedis habis pakai, rehabilitasi medis, pelayanan kedokteran forensik serta pelayanan jenazah.Manfaat medis diberikan secara berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik diberikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan spesialistik dan subspesialistik diberikan di fasilitas kesehatantingkat lanjutan. JKN membagi dua tingkatan fasilitas kesehatan sebagai berikut:

1) puskesmas atau yang setara; 2) praktik dokter;

3) praktik dokter gigi;

4) klinik pratama atau yang setara; 5) rumah sakit kelas D atau yang setara.

b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatanspesialistik dan sub spesialistik, terdiri dari:

a) klinik utama atau yang setara; b) rumah sakit umum;

74

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 20 ayat (3).

c) rumah sakit khusus.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan didukung oleh fasilitas kesehatan penunjang, yaitu:75

a) laboratorium;

b) instalasi farmasi rumah sakit; c) apotek;

d) optik;

e) unit transfusi darah (Palang Merah Indonesia). 1. Manfaat non medis – Ruang Rawat Inap

Manfaat non medis terikat besaran iuran. Manfaat non medis meliputi akomodasi layanan rawat inap dan ambulans.76

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai hak peserta. Bila ruang rawat inap yang menjadi haknya

Akomodasi layanan rawat inap terbagi atas tiga kelas ruang perawatan,dari kelas tertinggi ke kelas terendah, yaitu kelas 1, kelas 2 dan kelas 3.Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin olehBPJS kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelasperawatan.Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan tidak diperkenankanmemilih kelas yang lebih tinggi dari haknya.Dalam hal ruang rawat inap yang menjadi hak peserta penuh, peserta dapatdirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama tiga hari perawatan.

75

Republik Indonesia, Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014. 76

Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, Pasal 20 ayat (4) dan (5).

telah tersedia, pesertawajib menempati ruang rawat inap yang menjadi haknya.Bila setelah tiga hari ruang rawat inap yang menjadi hak peserta tidaktersedia maka selisih biaya menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan.Fasilitas kesehatan dapat merujuk peserta tersebut ke fasilitas kesehatanyang setara atas persetujuan peserta.77

2. Manfaat Non Medis – Ambulans

Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditentukan oleh BPJS kesehatan.Setiap saat kita sangat berpotensi mengalami risiko antara lain: dapat terjadi sakit berat, menjadi tua dan pensiun tidak ada pendapatan-masa hidup bisa panjang. Sementara dukungan anak/keluarga lain tidak selalu ada dan tidak selalu cukup.Pada umumnya masyarakat Indonesia masih berpikir praktis dan jangka pendeksehingga belum ada budaya menabung untuk dapat menanggulangi apabila ada musibah sakit.Masyarakat kita umumnya belum “insurance minded” terutama dalam asuransi kesehatan. Hal ini mungkin premi asuransi yang ada (komersial) mahal atau memang belum paham manfaat asuransi. Dengan demikian untuk menjamin agar semua risiko kesehatan tersebut dapat teratasi tanpa adanyahambatan finansial maka JKN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong,ekuitas dan bertujuan agar kesehatan seluruh rakyat Indonesia terjamin merupakan jalan keluar untuk mengatasi risiko yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita.78

77

Asih Eka Putri, Op.Cit., hlm. 61. 78

Pencapaian tujuan JKN akan sangat bergantung pada kepercayaan publik terhadap kinerja BPJS. Untuk menjamin pengelolaan yang efektif, efisientransparan dan akuntabilitas, BPJS akan diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Secara internal, DP dan DJSN akan terus memantau dan mengawasi segala aspek penyelenggaraan JKN oleh BPJS kesehatan. Keluhan peserta, dokter dan fasilitas kesehatan lainnya harus juga selalu ditampung.Setiap pemangku kepentingan dapat menyampaikan keluhan atas layanan fasilitas kesehatan yang tidak memuaskan dan layanan BPJS atau praktik petugas BPJS yang tidak bersih melalui berbagai saluran pengaduan masyarakat hingga kepada Presiden.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatandengan monitoring dari DJSN harus menampung seluruh keluhan atau pengaduan yang ada dan mengkoordinasikan penanganannya. Laporan keuangan harus dipublikasipaling sedikit dua kali dalam setahun dalam berbagai media cetak dan elektronik agar bisa diperiksa, diawasi, dan dievaluasi oleh pemangku kepentingan, akademisi, pengawas korupsi, dan peneliti lainnya. Sebagaimana diatur dalam UU BPJS, direksi dan komisaris PT. Askes akan mengemban menjadi direksi dan DP BPJS untuk masa dua tahun. Karena masa jabatan direksi dan Dewan Komisaris PT. Askes akan segera berakhir, maka penggantian Dewan Direksi dan Komisaris PT. Askes yang nantinya sebagai pengelola BPJS diharapkan terdiri dari orang-orang yang memahami dan berkomitmen menjalankan BPJS sebaik-baiknya. Dalam rangka proses transformasi tersebut, PT. Askes dan koordinasi dengan berbagai kementrian terkait lainnya, DJSN, OJK serta asosiasi profesi/organisasi fasilitas kesehatan perlu melakukan sosialisasi intensif kepada publik.

Sosialisasi merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan dari JKN mengingat tingkat kepesertaan jaminan kesehatan saat ini relatif rendah. Sosialisasi yang baik akan memberikan pemahaman dan kesadaran kepada peserta dan pemberi kerja akan hak dan kewajibannya. Dengan pemasaran yang memadai, kepesertaan JKN yang berbasis asuransi sosial ini dapat mencapai target yang diharapkan dan pemberi kerja dapat mendapatkan manfaat yang besar pula dari terlindunginya kesehatan para pekerja. Sosialisasi diperlukan tidak hanya dari kepesertaan namun juga untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang terkait untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan baik di pusat, daerah, swasta maupun unsur masyarakat lainnya.79

C. Prinsip Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan yang dirumuskan oleh UU SJSN adalah jaminan kesehatan yang diselenggarkan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.80

1. Kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda dan yang berisiko tinggi dan rendah.

Penjelasan Pasal 19 UU SJSN menyatakan bahwa yang dimaksud prinsip asuransi sosial antara lain:

2. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif. 3. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan.

80

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 19 ayat 1.

4. Bersifat nirlaba.81

Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan. Prinsip JKN menurut Pasal4 UU SJSN antara lain:

1. Prinsip kegotong-royongan (risk pooling).Kegotong-royongan adalah upaya bersama agar semua penduduk berkontribusi (membayar iuran/ pajak) agar terkumpul (pool) dana untuk membiayai pengobatan siapa saja yang sakit. Disinilah fungsi kegotong-royongan formal diwujudkan (karena setiap orang diwajibkan mengiur/membayar pajak yang jumlahnya ditentukan). Dalam kegotong-royongan informal yang telah lama berakar, kolega atau kerabat membantu biaya pengobatan dengan menyumbang seikhlasnya (sukarela). Mekanisme sukarela ini tidak menjamin kecukupan dana untuk biaya pengobatan. Dengan mekanisme formal yang disebut risk-pooling,sumbangan berupa iuran wajib atau pajak diperhitungkan agar mencukupi biaya berobat siapapun yang sakit. Tergantung dari sistem kegotong-royongan yang akan diterapkan, beberapa negara menerapkan kegotong-royongan di antara penduduk di suatu daerah, di sektor pekerja yag sama (PNS, pegawai swasta, petani dan lainnya). Indonesia selama ini memiliki sistem yang terpecah (terfragmentasi) seperti itu. Namun, UU SJSN dan UU BPJS telah menetapkan bahwa Indonesia akan menuju satu kegotong-royongan nasional

81

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, bagian Penjelasan pasal 19.

dimana iuran dari seluruh penduduk akan dikumpulkan (pool) dalam satu dana amanat yang akan dikelola oleh BPJS kesehatan. Dana amanat ini biaya pengobatan semua penduduk yang sakit (setelah cakupan universal tercapai) akandiambil dari satu sumber tanpa harus memperhatikan besaran iuran atau besaran upah masing-masing pengiur dan tanpa memperhatikan tempat tinggal pengiur. Yang menjadi pertimbangan penjaminan hanyalah kondisi medis penduduk. Dengan demikian, akan terjadi keadilan sosial dan memungkinkan tenaga kesehatan melayani penduduk tanpa diskriminasi status sosial ekonomi.82

2. Prinsip nirlaba, di dalam prinsip nirlaba pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip - prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip portabilitas, prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

82

Mundiharno,Hasbullah Thabrany, Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib, kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, 83penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.84

6. Prinsip dana amanat, dana yang terkumpul dari iuran merupakan dana amanat yang hanya dibelanjakan/dibelikan layanan kesehatan untuk peserta (sementara) yang membayar iuran. Pembelian layanan ini sangat dipengaruhi luasnya manfaat/layanan kesehatan yang dijamin, cara pembayaran ke fasilitas kesehatan yang memproduksi/menjual layanan dan kemudahan sistem administrasi. Kelak semua penduduk akan menjadi peserta. Belanja layanan kesehatan (purchasing of services) harus dilakukan secermat dan sehemat mungkin agar dana amanat mencukupi dan tidak terjadi pemborosan (optimal resources). Semakin luas (komprehensif) manfaat jaminan kesehatan semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk efisiensi belanja layanan kesehatan, cara-cara pembayaran/pembelian layanan kesehatan dari fasilitas kesehatan publik maupun swasta harus diatur agar tidak terjadi pemborosan atau belanja layanan yang tidak perlu (moral hazard atau fraud). Dalam konteks ini, UU SJSN telah merumuskan cara-cara pembayaran yang efisien

83

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Op.Cit., hlm.18. 84

(prospektif seperti kapitasi, budget dan berbasis diagnosis) yang bervariasi di berbagai wilayah untuk menggambarkan perbedaan biaya hidup atau harga barang-barang dan tenaga kesehatan.85

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana diuraikan diatas maka pengelolaan jaminan kesehatan dalam SJSN adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaannya tidak lagi terpisah-pisah menurut tempat tinggal (provinsi atau kota/kabupaten atau tempat bekerja) melainkan terintegrasi dalam BPJS kesehatan secara nasional.

2. Pendanaan berbasis asuransi sosial dimana semua penduduk wajib iur. Namun, penduduk yang miskin dan tidak mampu akan mendapat bantuan iuran (mekanisme bantuan sosial) dari pemerintah. Ketika penduduk tersebut tidak lagi miskin maka ia wajib membayar iuran.

3. Layanan kesehatan perorangan yang dijamin adalah semua layanan atas indikasi medis (sesuai kebutuhan medis) mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat layanan orang per orang.

4. Fasilitas kesehatan yang memproduksi layanan yang akan dibeli oleh BPJS adalah faskes milik pemerintah dan/atau swasta. Dengan demikian, semua sumber daya kesehatan akan digunakan untuk menjamin seluruh penduduk memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

5. Cara belanja (metoda pembayaran) yang efisien agar dana amanat digunakan secara optimal adalah cara pembayaran prospektif seperti pembayaran kapitasi untuk rawat jalan primer dan pembayaran Diagnosis Related

85

Group(DRG) yang di Indonesia telahdikenal dengan INA-CBG untuk rawat jalan sekuder (rujukan) dan rawat inap.

6. Dengan pengelolaan oleh satu BPJS, maka sistem administrasi pengumpulan dana,pembelanjaan, klaim, pelaporan dan lain-lain akan menjadi lebih efisien dan memudahkan dipahami oleh seluruh peserta dan seluruh pengelola fasilitas kesehatan.86

D. Mekanisme Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional 1. Kepersertaan

Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.87

a. Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI) kesehatan yaitu fakir miskin dan orang tidak mampu, dimana iurannya dibayarkan oleh pemerintah ke BPJS kesehatan dan bukan PBI kesehatan dengan rincian sebagai berikut:

Peserta dalam program JKN adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di indonesia yang telah membayar iuran, meliputi:

1) Peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

2) Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

a) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

86

Ibid., hlm., 14-15. 87

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 20 ayat (1) UU SJSN.

(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS);

(2) anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI); (3) anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI); (4) pejabat negara;

(5) pegawai pemerintah non pegawai negeri; (6) pegawai swasta;

(7) pekerja yang tidak termasuk huruf angka (1) - (6) yang menerima upah.

b) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: (1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;

(2) pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah;

(3) pekerja sebagaimana dimaksud angka (1) dan angka (2), termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

c) Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: (1) investor;

(2) pemberi kerja; (3) penerima pensiun; (4) veteran;

(5) perintis kemerdekaan;

(6) bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1)-angka (5) yang mampu membayar iuran.

d) Penerima pensiun terdiri atas:

(1) PNS yang berhenti dengan hak pensiun;

(2) anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak pensiun;

(3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun; (4) penerima pensiun lain;

(5) janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada angka (1)-angka (5) yang mendapat hak pensiun.88

Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala seumur hidup.89Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga menjangkau seluruh penduduk Indonesia.90Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mewajibkan warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan diIndonesia untuk ikut serta.91

88

BPJS Kesehatan, Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan 2015, hlm. 2. 89

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V. 90

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V. 91

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 1 angka 8.

Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalamicacat tetap total

dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh pemerintah.92

2. Iuran JKN

Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh manfaat program jaminan pensiun. Setiap peserta yang telah terdaftar di BPJS kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta yang merupakan identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial.Pemutahiran data kepesertaan menjadi kewajiban peserta untuk melaporkannya kepada BPJS kesehatan.

Iuran JKN adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program JKN.Ketentuan iuran JKN ini diatur dalam:

a. UU SJSN Pasal 17, 27 dan 28. b. UU BPJS Pasal 19.

c. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18.Kewajiban membayar iuran JKN diatur sebagai berikut:

1) setiap peserta wajib membayar iuran;

2) setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala;

3) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh pemerintah, pada tahap pertama iuran yang

92

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN,Pasal 21 ayat 1,2,3.

dibayar oleh pemerintah adalah untuk program jaminan kesehatan.93

a) besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah (lihat tabel iuran);

Ketentuan umum mengenai besaran iuran adalah:

b) besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja ditetapka1. untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak;

c) iuran tambahan yang dikenakan kepada peserta yang mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, yaitu anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua;

d) iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh peserta: (1) sebesar 1% (satu persen) dari gaji/upah peserta pekerja

penerima upah per orang per bulan;

(2) sesuai manfaat yang dipilih peserta pekerja bukan penerima upahdan peserta bukan pekerja.

Ketentuan mengenai tata cara pembayaran iuran JKN adalah sebagai berikut:

1. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI JKN dibayar oleh pemerintah.

93

2. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah dibayaroleh pemberi kerja dan pekerja.

3. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.

4. Pembayaran iuran setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS kesehatan.

5. Apabila tanggl 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkanpada hari kerja berikutnya.

6. Keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, dibayarkanbersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

7. Bila keterlambatan pembayaran iuran lebih dari tiga bulan, penjaminan dapat dihentikan sementara.

8. Pembayaran iuran jaminan kesehatan dapat dilakukan di awal untuk 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu tahun).

9. Pengelolaan kelebihan atau kekurangan iuran:

a. BPJS kesehatan menghitung kelebihan/kekurangan iuran jaminankesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta;

b. dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran;

c. kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkandengan pembayaran iuran bulan berikutnya.94

Ketidakpuasan atas pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat, peserta yang merasa tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, maka peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan/atau BPJS kesehatan atau dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.

E. Efektifitas Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Sejak 1 Januari program JKN sebagai salah satu program dalam sistem Jaminan Sosial Nasional (JSN) pemerintah yang bertujuan mulia mulai diimplementasikan. Dan sekarang JKN sudah dua tahun telah berjalan, tentunya dalam proses implementasinya dilakukan perbaikan dan koreksi disana sini guna program JKN bisa diterima oleh penduduk Indonesia dengan cita rasa kepuasan yang memuaskan sebagai salah satu indikator mutu layanan yang diselenggarakan oleh BPJS bidang kesehatan.95

Dokumen terkait