• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pembuatan formulasi sabun cair dari ekstrak daun kenikir

2. Mengetahui apakah sabun cair dari ekstrak daun kenikir memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus 1.4. Kegunaan Program

1. Meningkatkan nilai guna pada daun kenikir sebagai sabun cair dengan bentuk sediaan yang mudah digunakan

2. Mengurangi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan sediaan sabun cair

1.5. Luaran Yang Digunakan

1. Mengembangkan produk sabun cair untuk mencegah pertumbuhan antimikroba

2. Publikasi artikel ilmiah terkait ekstrak daun kenikir sebagai formulasi sediaan sabun cair.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) adalah tanaman tahunan yang perdu dengan tinggi 75-100 cm memiliki batang kokoh, kuat, tegak, bercabang banyak, berbentuk segi empat dengan alur membujur dan berambut. Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) tergolong daun majemuk, ujung runcing, tumbuh bersilang berhadapan, tepi rata, panjang 15-25 cm, dan berwarna hijau (Adi, 2008).

Kandungan kimia daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) pada umumnya adalah senyawa metabolit seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, tanin, polifenol, dan alkaloid (Hariana, 2005;Rasdi dkk., 2010). Flavonoid merupakan substansi fenol yang memiliki karakteristik berat molekul yang rendah dan terikat pada jaringan tumbuhan, pada tubuh manusia akan menunjukkan efek seperti antioksidan, anti alergi, antivirus, anti jamur, anti karsinogenik agen dan antibakteri (Sergio et al., 2010).

Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki kemampuan sebagai sayuran yang bermanfaat sebagai obat karena memiliki kemampuan dalam menetralisasikan radikal bebas. Secara tradisional daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, penguat tulang atau lemah lambung. Hasil dari penelitian modern daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit diantaranya gastritis, kanker, malaria, jantung, hipertensi, kolesterol dan stroke. Bukan hanya dijadikan pengobatan saja daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) juga dapat dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayuran atau lalapan. Bunga yang berwarna merah dan berukuran kecil pada jenis tanaman kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dapat dimakan. daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) bagi masyarakat jawa dijadikan salah satu pelengkap sayuran pada pecel. Sedangkan bagi masyarakat

Gambar 1 Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

sunda, daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) digunakan sebagai lalapan atau trancam. Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) juga memiliki aroma yang cukup khas, sedikit wangi dan rasa yang agak getir (Anonim,2013).

Menurut penelitian (Leka Luptiana, dkk., 2017), daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki efektivitas sebagai antibakteri khususnya pada Shigella sp dan Staphylococcus aureus. Selain itu, (Nuryani & Jhunnison, 2016) juga telah menguji daya hambat ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) terhadap Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki kemampuan dalam menghambat dan membunuh Staphylococcus aureus.

2.2. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat dan berdiameter 0,8-1,0 mikron, tidak bergerak, dan tidak berspora, bakteri ini bersifat patogen pada manusia (Radji, 2010).

Organisme ini paling cepat berkembang pada suhu 370C tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruang (20-250C).

Koloni pada medium padat berbentuk bulat, halus, meninggi dan berkilau. Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning atau kecoklatan (Sears, 2012)

Penularan Staphylococcus aureus terjadi karena mengkonsumsi makanan yang mengandung enterotoksin staphylococcus terutama yang diolah dengan tangan, baik yang tidak segera dimasak dengan baik ataupun karena proses pemanasan atau penyimpanan yang tidak tepat (Kamilatinnisa, 2014). Keracunan makanan akibat enterotoksin Staphylococcus aureus ditandai dengan waktu inkubasi yang pendek yaitu 1 sampai 8 jam, mual hebat, muntah dan diare, dan penyembuhan yang cepat, tidak ada demam (Elliot, 2013).

Suatu penelitian di beberapa negara industri menunjukkan bahwa lebih dari 60% penyakit bawaan makanan disebabkan oleh kemampuan penjamah makanan untuk mengolah makanan. Penyakit yang dapat ditularkan oleh penjamah makanan berasal dari organisme yang ada di dalam tubuh seorang penjamah makanan (Setyorini, 2013). Sebuah penelitian sebelumnya dari Indian Journal of Public Health menjelaskan bahwa prevalensi bakteri yang ada di tangan, menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus adalah bakteri yang sering ditemukan pada telapak tangan (Ray, 2011).

2.3. Sabun Cair

Sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang berfungsi untuk mencuci tangan dan membersihkan lemak (Hernani, 2010). Sabun cair cuci tangan

terkandung zat-zat yang bersifat bakterisid dan bakteriostatik (Selvamohan, 2012) Zat-zat tersebut seperti alkohol dan antibakteri.

Selain itu, derajat keasaman (pH) sabun cair cuci tangan juga berperan dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri (Presscot, 2003).

Menggunakan sabun saat mencuci tangan diketahui sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit dan penularan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan merupakan agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak tidak langsung maupun kontak langsung (Kemenkes RI, 2014a).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di laboratorium biologi Universitas Muhammadiyah Surabaya selama 3 bulan.

3.2. Rencana Penelitian

Pembuatan formulasi sediaan sabun cair dan pengujian aktivitas Staphylococcus aureus antibakteri pada sabun cair daun kenikir.

Sebelum dilakukan uji bakteri akan diinokulasi pada media Mueller-Hinton Agar (MHA) dan dilakukan uji organoleptis dan uji pH pada evaluasi sediaan sabun cair.

3.3. Sampel penelitian

Pengambilan sampel ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) dan dilakukannya uji aktivitas bakteri Staphylococcus aureu.

3.4. Variabel penelitian

Variabel bebas : Ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) Variabel terikat : Antibakteri Staphylococcus aureus

Variabel control : Uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus

3.5. Instrumen dan prosedur penelitian 3.5.1. Instrumen

 Alat

Timbangan analitik, autoklaf, destilasi minyak atsiri, indikator universal, gelas piala, gelas ukur, kaca arloji, batang pengaduk, pipet tetes, Erlenmeyer, timbangan analitik, labu takar, cawan petri, inkubator, autoklaf, oven, blender, penangas, piknometer uncalibrated 10 ml, jarum ose, pinset, ecopipette dan mistar berskala.

 Bahan

Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth), bakteri Staphylococcus aureus, minyak zaitun, Kalium Hidroksida (KOH), Carboksi Metal Cellulose (CMC), asam stearat, Butyl Hidroksi Anisol (BHA), fenolftalein, alkohol 96%, HCl 0,1 N dan aluminium foil.

3.5.2. Prosedur penelitian

 Pengolahan sampel

1. Daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

Pada tahap pertama melakukan pengumpulan daun kenikir yang dewasa dan segar diambil di

pagi hari. Sampel yang sudah terkumpul dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing dan pencucian sampel dengan air mengalir agara bahan asing atau kotoran yang melekat hilang, kemudian setelah di bersihkan diangin-anginkan sampai hari ke 3 dengan oven pada suhu 40OC. Setelah kering dilakukan penggilingan dan pengayakan menggunakan mesh 65. Dimasukkan ke dalam penyimpanan wadah tertutup.

2. Pembuatan Ekstraksi

Daun kenikir diambil sebanyak 500 mg kemudian dilakukan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama 3x24 jam dalam suhu kamar. Setiap 1 x 24 jam setelah dilakukan maserasi dengan larutan etanol disaring sehingga menghasilkan filtrat yang kemudian akan diuapkan dengan menggunakan evaporator sehingga sehingga menghasilkan ekstrak kental daun kenikir (Yamlean & Bodhi, 2017).

3. Pembuatan sediaan sabun cair

Siapkan alat dan timbang masing-masing bahan dengan takaran yang sudah dianjurkan.

Ambil minyak zaitun sebanyak sebanyak 15 ml ke dalam gelas kimia dan tambahkan kalium hidroksida 40% sebanyak 8 ml sedikit demi sedikit dengan dipanaskan pada suhu 50oC sampai mendapatkan sabun pasta. Sabun pasta ditambahkan sebanyak 15 ml aquades, lalu dimasukkan ke dalam natrium karboksil metal selulosa yang sudah dikembangkan dalam aquades panas aduk sampai homogen. Kemudian ditambahkan asam stereat diaduk hingga homogen. Ditambahkan sodium laurel sulfat diaduk sampai homogen. lalu tambahkan butyl hidroksi anisol kemudian diaduk sampai homogen. Dimasukkan ekstrak daun kemangi diaduk hingga homogen sabun cair ditambahkan dengan aquades hingga volume 50 ml dan masukkan kedalam wadah yang bersih (Yamlean

& Bodhi, 2017).

 Uji Kualitas Sediaan Sabun Cair 1. Uji Organoleptis

Mengamati bentuk sediaan sabun cair terdiri dari warna, bau, dan rasa.

2. Uji pH

Uji pH dilakukan dengan menggunakan ph universal pada sediaan sabun cair.

3. Uji Tinggi Kestabilan Busa

Sampel sabun cair sebanyak 1 g dimasukkan kedalam tabung berkala yang berisi 10 ml aquades dan ditutup dengan tabung dikocok selama 20 detik dihitung berapa tinggi busa yang dihasilkan.

3.6. Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan dari penelitian ini menggunakan metode statistik formulasi sediaan sabun dan dilanjut uji aktivitas antibakteri dan kualitas sediaan sabun cair.

3.7. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dimulai dari pembentukan tim, studi literatur, analisis daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth) sebagai sediaan sabun cair antibakteri dan diajukan ke dosen pembimbing dilakukan secara daring. Sedangkan berjalannya penelitian dan persiapan bahan dan alat dilakukan secara luring di laboratorium Universitas Muhammadiyah Surabaya.

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1. Anggaran Biaya

No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)

1 Perlengkapan yang diperlukan Rp. 575.000

2 Bahan habis pakai Rp. 1.540.000

3 Perjalanan Rp. 500.000

4 Lain-lain Rp. 3.570.000

Jumlah Rp. 6.185.000

4.2. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Penanggung Jawab 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Literatur Zahra Nur Aliyyah

2.

Perencanaan Iftakhur Rahma

3. Pembuatan Proposal

Zahra Nur Aliyyah

4. Penelitian Iftakhur Rahma

5. Analisis data Zahra Nur Aliyyah

7. Pembuatan laporan

Iftakhur Rahma

10

DAFTAR PUSTAKA

Adi, L. T. (2008). Tanaman Obat dan Jus Untuk Mengatasi Penyakit Jantung, Hipertensi, Kolesterol, dan Stroke. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Ajizah A. (2004). Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L. Bioscientiae, 1(1): 31-38.

Anonim. (2013). Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika.

BPOM RI. (2017). Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS) Harus Aman dari Bahan Berbahaya.

Elliot, Tom. Worthington, Tony. Osman. Husam. Gill M. (2013).

Mikrobiologi Kedokteran Dan Infeksi. 4th ed. Jakarta: Buku Penerbit Kedokteran EGC.

Hariana, A. (2005). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hernani., Bunasor, T.K., dan Fitriati. 2010. Formula Sabun Transparan Anti jamur Dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galangal L.Swartz.), Bul. Litro. 21(2):192-205.

Irianto. 2007. Mikrobiologi Menguak Organisme Jilid 1. Yrama Widya:Bandung.

Kamilatinnisa, Immi (2014) Perbandingan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Antara Berbagai Konsentrasi Perasan Daun Kemangi (Ocimum sanctum Linn.). Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Lutpiatina, L., Amaliah, N. R., & Dwiyanti, R. D. (2017). Daya hambat Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) Terhadap Staphylococcus aureus. Meditory: The Journal of Medical Laboratory, 5(2).

Nuryani, S. (2016). Daya antifungi infusa daun kenikir (Cosmos caudatus K.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans secara in vitro.

Jurnal Teknologi Laboratorium, 5(1), 5-11.

Presscot, Lansing M, Harley, John P, Klein, Donald A. (2003).

Microbiology. Edisi ke-5. United State of America:McGraw-Hill.

Radji, M. (2010). Buku Ajar Mikrobiologi panduan Mahasiswa Farmasi &

Kedokteran, EGC, Jakarta.

Rasdi, N.H.M., Samah O.A., Sule, A. and Ahmed, Q.U. (2010).

Antimicrobial Studies of Cosmos caudatus Kunth. (Compositae), Journal of Medicinal Plants Research.4(8):669-673.

Ray, B dan A. Bhunia. (2008). Fundamental of Food Microbiology Fourth ed. CRC Press. London, New York.

Ray, Sandip Kumar dkk. (2011). A study on prevalence of bacteria in the hands of children and their perception on hand washing in two

11

schools of Bangalore and Kolkata. Indian Journal of Public Health.

Vol. 55;293-7.

Sears, Benjamin W., Spears, Lisa., Saenz R.(2012). Intisari Mikrobiologi Imunologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Selvamohan T, Sandhya, V. (2012). Studies on baceticidal activity of different soaps against-bacterial strains. Journal of Microbiology and Biotechnology Research. 2(5):646-50.

Setyorini, E. (2013). Hubungan Praktek Higiene Pedagang Dengan Keberadaan Eschericia Coli Pada Rujak Yang Di Jual Di Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang. Vol. 2, No.3; Unnes Journal of Public Health.

Dalam dokumen PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (Halaman 4-0)

Dokumen terkait