حاِ اَْمخ اترْ تنْ
B. Tujuan Tasawuf
Secara garis besar, bahwa tujuan terpenting dari bertasawufadalah agar pelakunya bisa berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Sedangkan karakteristik dari tasawuf bisa dilihat pada tiga sasaran, yaitu;
Pertama, tasawuf bertujuan untuk pembinaan pada aspek moral.
Aspek ini fokus pada tujuan mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga seorang sufi bias konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral, tasawuf yang bertujuan seperti ini pada umumnya bersifat praktis.
Kedua, tasawuf yang bertujuan untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-Kasyf alhijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis analisis.
Ketiga, tasawuf yang bertujuan untuk membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah SWT secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan manusia dengan Tuhan dan apa arti dekat dengan-Nya. Ada tiga simbol kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya, menjadi fokus tujuan yang ketiga ini. Adapun tiga simbol kedekatan tersebut antara lain;
1. Dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Allah SWT dalam hati;
2. Dekat dalam arti berjumpa dengan Allah SWT sehingga terjadi dialog antara manusia dengan Rabnya; dan
212 Abu Nasr as-Siraj, al-Luma’ ditahqiq oleh Abdul Hakim Mahmud (Mesir:
Dar el Kutub al-Hadisah, 1960), hlm. 6.
Akhlak Tasawuf: Menyelami Kesucian Diri 113
3. Penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalahmenolong antara manusia yang telah menyatu dalam iradat Tuhan.213 Dari pandangan di atas tentang tujuan secara umum perlunya seseorang bertasawuf, telihat adanya keragaman tujuan tersebut. Namun bisa dirumuskan bahwa, tujuan akhir sufisme adalah etika murni atau psikologi murni, dan atau keduanya secara bersamaan, yaitu; Pertama, Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak Tuhan, karena Dialah penggerak utama dari semua kejadian alam ini; Kedua, penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepaskan diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi yang diistilahkan dengan al-Fana. Ketiga, Peniadaan kesadaran terhadap diri sendiri serta memusatkannya pada perenungan terhadap Tuhan semata, tiada yang dicari kecuali Dia. Ilahī anta maksūdī wa ridhāka mathlūbī.214 C. Manfaat Ilmu Tasawuf dalam Kehidupan
Menurut Hossein Nasr sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata215 bahwa paham sufisme mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat Barat), karena mereka merasakan kekeringan batin. Mereka mulai mencari-cari di mana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut.
Perlunya tasawuf dimasyarakatkan dalam pandangan Komaruddin Hidayat216 terdapat tiga tujuan. Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, mengenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun di kalangan masyarakat non-Islam. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni sufisme adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain dalam ajaran Islam.
213 H. A. Rivay Siregar, Tasawufdari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 58.
214 Ibid
215 Abudin Nata, Op.Cit., hlm. 294.
216 Pandangan ini sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata. Ibid., hlm. 294-295.
Akhlak Tasawuf: Menyelami Kesucian Diri 114
Dalam kaitan itu Nasr menegaskan arti penting tarikat atau jalan rohani yang merupakan dimensi kedalaman dan esoteric dalam Islam, sebagaimana syari’at berakar pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia menjadi jiwa risalah Islam, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam Islam.217Menjadi suatu kenyataan nilai-nilai spiritualitas mendapat tempat yang semakin lirik dalam masyarakat modern dewasa ini.
Fenomena ini menunjukkan krisis besar yang melanda umat manusia tidak akan dapat diatasi dengan keunggulan iptek sendiri dan kebesaran ideologi yang dianut oleh negara-negara terkemuka. Ideologi sosialisme-komunisme telah gagal. Ideologi kapitalisme-liberalisme juga dianggap goyah dan rapuh. Dalam hal ini kemudian agama dilihat sebagai harapan dan benteng terakhir untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran yang mengerikan. Di sinilah letaknya arti penting manfaat Ilmu Tasawuf dalam kehidupan.
Tasawuf merupakan aspek ajaran Islam yang mewariskan etika kehidupan sederhana, zuhud, tawakkal, kerendahan hati, nilai-nilai kesabaran dan semacamnya. Sedangkan dunia modern lebih banyak dimuati pemujaan materi, persaingan keras disertai intrik tipu daya, keserakahan, saling menjegal antar sesama, tidak mengenal halal haram, dan sebagainya. Ternyata efek kehidupan dunia modern yang mengarah pada dunia glamour ini tidak menenangkan batin. Sehingga trend kembali kepada agama nampaknya lebih berorientasi spiritualisme.218
Nampaknya dunia sekarang sepakat bahwa sains harus dilandasi etika, namun karena etika pun akarnya pemikiran filsafat, maka masalah
217 bid., hlm. 295. Husein Nashr, TasawufDulu dan Sekarang (terjemahan Living Sufisme), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), cet. I, hlm. 181.
218 Trend kembali kepada agama ternyata lebih mengarah pada nilai-nilai spiritualisme, bukan religius formal yang konvensional. Annemarie Scimmel dalam bukunya Mystical Dimension of Islam mengakui bahwa masyarakat modern tampaknya enggan terikat dengan agama-agama formal. Mereka lebih tertarik dengan meditasi, dzikir, dan olah rohani lainnya dibanding dimensi ritual, moral dan sosial pada agama-agama tertentu. Lihat Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), cet. III, hlm. 375.
Akhlak Tasawuf: Menyelami Kesucian Diri 115
etika pun masih mengandung masalah. Untuk itu yang diperlukan adalah akhlak yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadis.219 Oleh sebab itu, tasawufmenjadi pilihan, karena bentuk kebajikan spiritual dalam tasawuftelah dikemas dengan filsafat, pemikiran, ilmu pengetahuan dan disiplin kerohanian tertentu berdasarkan ajaran Islam. Nilai-nilai spiritual yang digali dari sumber formal, seperti al-Qur’an, al-Hadis, dan dari pengalaman keagamaan atau mistik telah dikembangkan para sufi sebelumnya.220Dunia sekarang mendambakan kedamaian hidup. Bukan saja kedamaian rumah tangga, antar tetangga dan kelompok masyarakat, dan stabilitas nasional, tetapi sampai pada kedamaian internasional. Untuk itu implementasi tasawuf di zaman modern ini hendaknya diletakkan secara proporsional. Dengan maksud dalam zaman modern ini orientasi kesufian sebaiknya diarahkan untuk dapat berkembang seiring dengan modernitas.221 Dalam arti pengembangan tasawuf disesuaikan dengan perkembangan zaman dengan diutamakan hidup bersih dari noda-noda kema’siyatan, dan berusaha untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma agama jangan terjerumus dalam perbuatan dosa dan barang-barang yang haram.222
Reinterpretasi dan kontekstualisasi nilai spiritual sufisme akan semakin bermakna bilamana ditampilkan pada tataran yang aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep ikhlas dan cinta misalnya, akan menjadi sarat makna apabila nilai sufistik ini diamalkan dalam seluruh aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, baik dalam dunia politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Korupsi, kolusi, nepotisme, kerusuhan dan perselisihan antar sesama anak bangsa serta berbagai penyakit sosial lainnya dengan sendirinya secara berangsur-angsur menjadi berkurang andaikata sejak dini konsep ini dimasyarakatkan.223
219 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 300.
220 Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., hlm. 378.
221 Ibid., hlm. 385-386.
222 Dalam kajian ini dapat didalami dalam bahasan karya Hamka, TasawufModern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), cet. IV
223 Alangkah indahnya sesama kita memulai suatu pekerjaan dengan keikhlasan, menjalin hubungan antar sesame dengan rasa cinta karena Allah. Op.Cit., h. 388.
Akhlak Tasawuf: Menyelami Kesucian Diri 116
Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan ialah dapat mengamalkan secara aplikatif nilai-nilai spiritual di tengah dinamika modernitas kehidupan manusia. Dalam hal ini kesufian tidak mutlak diasosiasikan dengan penyendirian dan pertapaan untuk menyatu dengan Tuhan, tetapi penyucian diri bagi setiap orang yang terlibat dalam dunia modern. Sufi masa modern adalah orang yang mampu menghadirkan ke dalam dirinya nilai-nilai Ilāhiyah yang memancar dalam bentuk prilaku yang baik dan menyinari dalam kehidupan sesama manusia. Inilah pemahaman Hadis Nabi SAW., bahwa sebaik-baik manusia ialah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain (sesama manusia) (HR.Imam Bukhori).224
Untuk mengamalkan praktek kesufian dalam arti penyendirian dengan tujuan menyatu dengan Tuhan, tampaknya kurang relevan dengan modernitas yang mengharuskan adanya hubungan antar pribadi dan kelompok manusia dalam membangun peradaban modern yang cirinya adalah pemanfaatan iptek dan pendayagunaan sumber daya secara maksimal serta kemakmuran kehidupan. Untuk itu diperlukan orientasi baru berupa penghadiran nilai-nilai Ilahi dalam perilaku keseharian kita, sehingga peran agama yang menghendaki kesucian moral tetap terasa sangat perlu di abad modern ini.225
Dengan demikian tasawuf di abad modern tidak lagi berorientasi murni kefanaan untuk menyatu dengan Tuhan, tetapi juga pemenuhan tanggung jawab kita sebagai khalifah Tuhan yang harus berbuat baik kepada sesama manusia dan sesama makhluk. Dengan kata lain, tasawuf tidak hanya memuat dimensi kefanaan yang bersifat teofani, tetapi juga berdimensi kemashlahatan, kebaikan, dan nilai-nilai manfaat bagi dunia dan seisinya.226
224 Ibid., hlm. 386.
225 Ibid
226 Ibid., hlm. 387