• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Pinang

Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) adalah salah satu jenis palma atau palem yang tumbuh dan tersebar luas di wilayah India, Malaysia, Taiwan, Indonesia, dan negara Asia lainnya, baik secara individu maupun populasi serta memiliki banyak kegunaan antara lain untuk dikonsumsi, bahan industri kosmetik, kesehatan, dan bahan pewarna pada industri tekstil (Jaiswal, et.al., 2011). Diantara semua bahan serat alam, pinang merupakan suatu bahan yang menjanjikan karena tidak mahal, secara bebas tersedia, dan berpotensi sebagai tanaman tahunan yang sangat tinggi (Rajan, et.al., 2005).

Berbeda dengan jenis palem lainnya yang memiliki famili Arecaceae seperti palem merah, salak, sagu, palem raja dan sebagainy meski ada pula yang lebih besarsepertipada gambar 2.1.Pelepah tabung dengan ujung sobek dan bergerigi.Tongkol yang panjang dan mudah ront jinggadengan dinding buah yang berserabut seperti pada gambar 2.2.

Adapun klasifikasi ilmiah dari pinang menurut Cronquist (1981), sebagai berikut : Kingdom :Plantae Division : Magnoliophyta Classis : Liliopsida Ordo : Arecales Family : Arecaceae Genus : Areca

Species : Areca catechu L.

Pinang mudah tumbuh di daerah tropis dan biasa ditanam di pekarangan, taman, atau dibudidayakan karena memiliki banyak kegunaan mulai dari batang, biji, sabut, daun, hingga pelepahnya. Bijinya dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sebagai pembungkus kue-kue dan makanan. Batangnya kerap diperjual belikan sedangkan batang pinang tua yang dibelah dan dibuang tengahnya digunakan untuk membuat talang atau saluran air.

Sabut pinang pada gambar 2.3 khususnya dapat secara tradisional digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan (dyspepsia), sembelit, edema dan beri-beri. Bahan ini memiliki filamen berukuran 4 cm yang rata-rata terlalu pendek dibandingkan dengan serat alam lainnya.Sabut buah pinang yang selama ini dianggap sebagai limbah kini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti sumber selulosa. Hal ini dikarenakan kandungan selulosanya sebesar 70% (Panjaitan, 2008), lignin sekitar 13% serta sisanya mengandung flavonoid, pektin, dan hemiselulosa.Dari 70% selulosa tersebut 53,2 % merupakan alfa selulosa.

Gambar 2.3.Foto Sabut Buah Pinang

Penelitian terdahulu menemukan bahwa sabut buah pinang dapat digunakan sebagai komposit serat alam yang dipakai dalam pabrik pembuat badan mobil (Chikkol, et.al., 2010). Pada tahun 2015, Lukita memanfaatkan ekstrak etanol sabut buah pinang menjadi selulosa mikrokistal sebagai bahan tambahan dalam tablet antidiare.

2.2. Selulosa

Selulosa adalah salah satu biopolimer yaitu polimer karbohidrat yang tersusun atasD-glukopiranosa berikatan β(1→4) dengan jumlah berlimpah di alam serta bersifat dapat diperbaharui, mudah terurai, tidak beracun. Senyawa ini berbentuk seperti serabut, liat, tidak larut dalam air dan ditemukan didalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan.Strukturnya terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidroglukosa menjadikan selulosa memiliki derajat fungsionalitas yang tinggi.Sebagai materi yang diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari dengan baik (Coffey,et.al., 1995).

Payen pertama kali menentukan komposisi unsur dari selulosa sekitar tahun 1838 dimana ditemukan bahwa selulosa mengandung 44 sampai 45% karbon, 6 sampai 6,5% hidrogen dan sisanya adalah susunan oksigen. Berdasarkan data tersebut, rumus empirisnya menjadi C6H10O5 (Staudinger, 1960).

Polimer ini memiliki struktur molekul yang memperlihatkan unit selobiosa sebagai penyusun ulang serta unitglukopiranosa yang berotasi 180o yang berkaitan satu sama lain (Haworth, 1932). Setiap penyusun glukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (OH) pada posisi C-2, C-3 dan C-6. Monomer glukopiranosanya dihubungkan sau sama lain dengan ekuatoial-ekuatorial. Strukturnya seperti pada gambar 2.4. O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH

Gambar 2.4. Struktur selulosa (Fesenden, 1986)

Untuk esterifikasi, gugus hidroksil primer (HO-6) memiliki reaktifitas yang lebih tinggi sedangkan untuk eterifikasi, gugus hidroksil sekunder (HO-2) biasanya paling mudah bereterifikasi. Aksesibilitas berarti kemudahan relatif gugus-gugus hidroksil untuk dicapai oleh pereaksi-pereaksi gugus (HO-6) reaktifitasnya lebih tinggi terhadap substituen-substituen yang besar dari pada gugus-gugus hidroksil yang lain karena paling sedikit halangan steriknya (Fengel, et.al., 1995).

Berbeda dengan hemiselulosa, selulosa dapat bersifat kristalin maupun amorf, sukar larut dalam alkali, dan menghasilkan D-glukosa jika dihidrolisis.Sementara hemiselulosa yang terdiri dari berbagai unit gula bersifat amorf, bukan merupakan serat panjang, mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam dan menghasilkan D-xilosis jika dihidrolisis (Sitorus, 2010).

Selulosa dapat diisolasi dari tanaman.Untuk mengoptimalkan pengambilan serat selulosa dari beberapa tahapan metode pengisolasian dapat diaplikasikan, seperti metode mekanis sederhana, campuran metode kimiawi dan mekanik, serta pendekatan metode enzim. Proses isolasi selulosa dari sabut buah pinang menggunakan metode kimiawi meliputi tahap prehidrolisis, delignifikasi, pemutihan dan pengeringan. Tahap prehidrolisis bertujuan untuk mempercepat penghilangan

hemiselulosa dalam bahan baku pada waktu pemasakan (cooking) menggunakan air lunak (soft water) atau larutan asam encer (Tarmansyah, 2007).

Tahap delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, memisahkan lignin serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983). Proses pemutihan bertujuan untuk melarutkan sisa senyawa lignin yang dapat menyebabkan perubahan warna, dengan cara mendegradasi rantai lignin yang panjang oleh bahan-bahan kimia pemutih menjadi rantai-rantai lignin yang pendek, maka lignin dapat larut pada saat pencucian dalam air atau alkali (Fengel, et.al., 1995). NaOCl secara tradisional digunakan untuk memutihkan warna dari suatu zat.

Selanjutnya adalah proses penghilangan β-selulosa dan γ-selulosa dengan menggunakan larutan NaOH 17,5%. Hal ini sesuai dengan pembagian selulosa berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% (Tarmansyah, 2007) yaitu :

a. α-selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600-1500

b. β-selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% ataubasa kuat dengan DP 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

c. γ-selulosasama dengan beta selulosa, tetapi DP nya kurang dari 15.

Proses selanjutnya adalah pemutihanmenggunakanhidrogen peroksida karena merupakan pemutihyang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga mempunyai beberapa kelebihan antara lain bahan yang diputihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi asam, hidrogen peroksida sangat stabil.Peruraian hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu.Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah perhidroksil anion (HOO-) (Dence, et.al., 1996).

Ada dua jenis selulosa yaitu selulosa termodifikasi dan selulosa tidak termodifikasi.Secara umum, selulosa tidak termodifikasi tidak larut dalam air dan

pelarut organik.Hal ini berdasarkan ikatan hidrogen yang kuat antara molekul selulosa berantai lurus.Sehingga kelarutan dari selulosa dapat diperbaiki dengan turunan yang dimodifikasi.

Serat selulosa secara umum memiliki banyak gugus fungsi yang mampu mengikat logam.Karena itu banyak yang sudah mencoba untuk menggunakan selulosa sebagai pembersih logam melalui beberpa turunannya.Beberapa di antaranya berdasarkan penambahan gugus dengan kemampuan mengkompleks seperti gugus karboksilat dan amin.Seperti halnya kitosan dan juga alginate maka selulosa ini juga memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan unsur logam yang memiliki d-orbital back donation, serta sekaliguas adanya ether linkage C1 –C4 yang ekuatorial-ekuatorial (Kaban dkk,2005).Konsep pembentukan kompleks ini dapat digunakan juga untuk menjelaskan terjadinya penyerapan terhadap logam berat seperti khrom, kobalt, nikel, seng, kadmium dan tembaga.

Selulosa dapat berinteraksi dengan logam berat melalui mekanisme penukar ion yaitu dengan gugus –OH sementara itu juga memungkinkan untuk mekanisme pembentukan kompleks karena atom oksigen pada gugus –OH memiliki elektron bebas (Mohamad, 2012).

Dokumen terkait