• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tumbuhan Sebagai Larvasida dan Insektisida nabati

Dalam dokumen EFEKTIVITAS MINYAK BIJI KAMANDRAH (Halaman 28-37)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Tumbuhan Sebagai Larvasida dan Insektisida nabati

Larvasida Nabati. Beberapa tanaman telah dilaporkan mempunyai bioaktivitas sebagai larvasida dengan cara menghambat pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian larva. Pada umumnya bahan aktif yang diperoleh dari tanaman berupa

essential oil yang berfungsi sebagai larvasida dan bersifat toksik bagi nyamuk dewasa

(Aminah et al. 1995).

Efek insektisida dari essential oil yang diperoleh dari tanaman Origanum onites dan Origanum minutiflorum terhadap larva Culex pipiens secara berturut-turut diperoleh nilai LC50 sebesar 22,4 ppm dan 73,8 ppm, sedangkan LC90 berturut-turut adalah 61,3 ppm dan 118,9 ppm (Cetin & Yanikoglu 2006). Tanaman Carapa

guianensis dari famili Meliacea mempunyai sifat repelensi terhadap nyamuk dewasa.

Tanaman tersebut juga mempunyai efek sebagai larvasida dengan LC50 sebesar 0,74% terhadap larva A. albopictus instar 3 dan 0,66% pada instar 4 (Silva et al. 2004).

Dilaporkan bahwa ekstrak buah lerak bersifat toksik terhadap larva nyamuk dengan LC50 sebesar 0,450 mg/l sedangkan LC100 sebesar 0,9 mg/l. Saponin dalam buah lerak diduga mengandung hormon steroid yang berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk. Larva yang mati dalam perlakuan ekstrak buah lerak memperlihatkan kerusakan pada dinding saluran cerna (traktus digestivus). Hal ini diakibatkan karena saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa saluran cerna sehingga menjadi korosif (Aminah et al. 1995).

Minyak yang diperoleh dari ekstrak Ipomoea cairica, pada konsentrasi 100 ppm telah berhasil membunuh 100% larva C. tritaeniorhynchus dengan nilai LC50 sebesar 14,8 ppm. Konsentrasi 120 ppm mampu membunuh larva A. aegypti dan Anopheles

stephensi dengan nilai LC50 secara berturut-turut adalah 22,3 ppm dan 14,9 ppm (Thomas et al. 2004).

Fitriana (2006) melaporkan bahwa dari hasil uji aktivitas larvasida minyak atsiri kuncup bunga cengkeh (Syzygium aromatikum) terhadap kematian larva nyamuk

Anopheles aconitus instar 3 diperoleh nilai LC90 sebesar 67,69 ppm. Minyak tanaman

camphor, thyme, amyris, lemon, cedarwood, fankincense, dill, verbena dan sandalwood memiliki bioaktivitas sebagai larvasida. Nilai LC50 sebesar 1 – 101,3 ppm untuk larva A. aegypti, sebesar 9,7 – 101,4 ppm pada A. stephensi dan sebesar 1 – 50,2 ppm pada C. quinquefasciatus (Amer & Melhorn 2006).

Rahuman et al. 2007 melaporkan bahwa ethyl acetate, butanol dan ekstrak petroleum ether dari lima spesies tanaman Euphorbiaceae, yaitu J. curcas, Pedilanthus

tithymaloides, Phyllanthus amarus, Euphorbia hirta dan E. tirucalli mampu

membunuh larva A. aegypti dengan LC50 secara berturut-turut adalah 8,79 ; 55,26 ; 90,92 ; 272,36 ; 4,25 ppm dan dapat membunuh C. quinquefasciatus sebesar 11,34 ; 76,61 ; 113,40 ; 424,94 ; 5,52 ppm selama 24 jam pengamatan. Ekstrak petroleum ether dari J. curcas dan E. tirucalli yang lebih efisien dibanding dengan tanaman lainnya.

Pradono et al. (2007) melaporkan bahwa minyak biji kamandrah (C. tiglium) mempunyai konsentrasi efektif LC50 sebesar 769,52 ppm dan LC90 sebesar 2717,4 ppm terhadap kematian larva A. aegypti selama perlakuan 24 jam. Sementara itu, Riyadhi (2008) melaporkan bahwa minyak biji jarak pagar (J. curcas) mampu membunuh larva

A. aegypti dengan nilai LC50 sebesar 1507 ppm.

Insektisida Nabati. Insektisida ini mempunyai daya tarik bagi banyak pihak karena merupakan insektisida alamiah yaitu insektisida yang didapatkan dari tanaman. Beberapa insektisida nabati yang umum digunakan yaitu piretrum, nikotin, dan rotenon, limonene atau d-limonene dan azadirachtin (Indrosancoyo 2006 dalam Sigit & Hadi 2006).

Di antara insektisida yang masih dipakai, piretrum merupakan insektisida nabati untuk mengendalikan berbagai serangga hama permukiman dan tidak berbahaya bagi mamalia. Piretrum berasal dari ekstrak bunga Chrysanthemum cinerariaefolium. Insektisida ini bekerja dengan menyerang sistem syaraf pusat pada serangga sehingga dapat melumpuhkan (knockdown) serangga secara cepat Di Indonesia sebelum penggunaan piretroid, piretrum digunakan sebagai bahan aktif lingkaran anti nyamuk.

Bahkan bahan ampas dari sisa ekstrak tanaman hingga kini masih digunakan sebagai campuran anti nyamuk bakar (Indrosancoyo 2006 dalam Sigit & Hadi 2006).

Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau. Nikotin bekerja dengan mimik/meniru asetilkholin pada persimpangan neuromuskular binatang yang dapat mengakibatkan kejang, konvulsi dan kematian secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di ganglia pada sistem saraf pusat (SSP) (Opender & Dhaliwal 2005).

Rotenon dihasilkan dari akar/rhizome dari tanaman Derris elliptica. Rotenon biasa digunakan untuk reklamasi kolam yaitu dengan mengendalikan ikan yang ada, kemudian digantikan dengan spesies ikan yang dikehendaki. Pada konsentrasi yang disarankan rotenon merupakan pembunuh ikan yang selektif namun tidak toksik terhadap organisme makanan ikan yang ada serta dapat terurai secara cepat. Sebagai insektisida, rotenon adalah racun kontak dan perut, yang membunuh serangga secara perlahan yang diikuti dengan aktivitas berhenti makan (stop feeding action). Rotenon banyak digunakan untuk pengendalian serangga di taman dan kebun di sekitar rumah (Indrosancoyo 2006 dalam Sigit & Hadi 2006).

2.5. Kamandrah (Croton tiglium)

Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah Kalimantan Tengah, di daerah lain tanaman ini disebut simalakian (Sumatera Barat), ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), kowe (Tidore), sedangkan nama umum adalah cerakin. Tanaman ini tergolong dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, famili Euphorbiaceae, genus Croton, spesies tiglium (Hutapea, 1994).

Kamandrah merupakan tanaman semak, pohon kecil, tinggi sekitar 5-24 meter. Batang tanaman tegak, bulat, berambut dan berwarna hijau. Pangkal daun tanaman bergerigi, berseling, lonjong, bagian ujung runcing, pangkal membulat dan berdaun tunggal. Panjang daun 3-4,5 cm, lebar 1-3,5 cm, tangkai silindris, panjang 2-2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga berbentuk majemuk dan berbulir, kelopak membulat, benang sari putih kekuningan, kepala putik bulat, mahkota berbentuk corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter 0,5 cm dan berwarna hijau. Biji berbentuk bulat telur, kecil dan berwarna hitam. Akar tanaman ini berwarna putih dan termasuk akar tunggang (Pradono et al. 2007).

Menurut Guerrero et al. (1990) kamandrah mengandung rotenon dan saponin, air rebusan akarnya digunakan oleh masyarakat Filipina untuk menggugurkan kandungan. Minyak kental yang diperoleh dari biji kamandrah digunakan sebagai obat

cuci perut, sedangkan minyak encer digunakan sebagai penawar rasa nyeri (Bimantoro, 1977).

Di sekitar Maluku dan Sulawesi Selatan bahan ini digunakan sebagai obat KB, sebenarnya yang terjadi adalah abortus atau bila digunakan pada masa implantasi, maka kerjanya sebagai anti implantasi, karena adanya kontraksi yang kuat pada usus dan uterus. Tanaman ini dianggap berbahaya karena LD50 cukup kecil, tetapi belum diketahui kandungan mana yang mengakibatkan gejala negatif (Dzulkarnain 1989).

Konsentrasi biji kamandrah sebesar 0,05 gram dapat menyebabkan diare. Minyaknya juga mengandung crotin yang merupakan suatu fitotoksin protein (protein

phytotoxin). Minyak ini juga mengandung suatu zat karsinogenik yang dapat

merangsang zat karsinogen yang lemah sehingga menyebabkan kanker (Dzulkarnain 1989).

Gambar 5 Profil Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) (Sumber : Pradono et al. 2007)

Saputera (2008) melaporkan bahwa uji toksisitas akut ekstrak biji kamandrah terhadap mencit, diperoleh konsentrasi efektif sebesar 0,06 ml/30 g BB mencit setara dengan 5,34 g/kg BB mencit. Hasil uji ini masih tergolong toksik sedang (LD50 = 0,07), maka dalam aplikasinya konsentrasi aman adalah kurang dari 2,7 kali konsentrasi efektif yang digunakan sebagai bahan laksatif (pencahar).

Tanaman ini merupakan tanaman obat yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Di Kalimantan Tengah, biji tanaman kamandrah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat pencahar. Dengan memakan bijinya maka akan menimbulkan

mulas pada perut dan biasanya akan cepat buang air besar, namun pemanfaatan sebagai bahan baku tanaman obat masih tergantung pada tanaman yang ada di hutan alam atau berasal dari pertanaman rakyat secara tradisional (Saputera 2008).

Serbuk biji kamandrah sering digunakan oleh para nelayan untuk meracuni ikan di perairan agar mudah tertangkap namun masih dapat dikonsumsi (Pet 1997). Saputera (2008) juga melaporkan bahwa ekstrak etanol dari biji kamandrah mempunyai nilai LC50 sebesar 1.003 ppm terhadap larva udang A. salina Leach dan hasil identifikasi menunjukkan kandungan terbesar dari biji kamandrah adalah asam lemak dengan asam linoleat sebagai komponen terbanyak.

Menurut Duke (1983) minyak Croton tiglium mengandung 37,0% oleic acid, 19,0% linoleic acid, 1.5% arachidic acid, 0.3% stearic acid, 0.9% palmitic acid, 7.5%

myristic acid, 0.6% acetic acid, 0.8% formic acid dan sedikit lauric, tiglic, valeric, dan butyric (Banerjee 1983).

Yuningsih et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak biji kamandrah (C. tiglium) dengan konsentrasi 0,5 ml/ekor secara oral sangat toksik pada mencit. Secara patologi anatomis ekstrak tersebut menyebabkan pembendungan dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari area mukosa lambung karena mengalami atrofi.

Pradono et al. 2007 menganalisis minyak kamandrah dengan GC-MS metode IV dan berhasil mengidentifikasi 12 senyawa dengan komponen utama oleic acid dan

octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1-oxotetradecyl)oxy]propyl ester.

Selain itu ditemukan juga senyawa yang berfungsi menyerupai feromon yaitu (Z)-13-octadecenal dan cis-9-hexadecenal dan senyawa piperine yang termasuk dalam golongan alkaloid piperidin sebesar 0,47% area (Tabel 1). Senyawa golongan alkaloid piperidine biasa digunakan sebagai larvasida dan insektisida (Riyadhi, 2008).

Tabel 1 Hasil identifikasi minyak kamandrah dengan GC-MS Metode IV Komponen %

Area

% Kemiripan Fragmentasi 1-Butanol, 2-methyl- atau 2-Methyl-1-butanol atau

sec-Butylcarbinol 4,31 89

cis-11-Hexadecenal atau 11-Hexadecenal, (Z)- atau

(Z)-11-Hexadecenal 0,80 81

Oleic Acid atau 9-Octadecenoic acid (Z)- 9,72 90 Eicosanoic acid, 2-hydroxy-1-(hydroxymethyl)ethyl

ester

0,06 82

13-Octadecenal, (Z)- 0,31 87

cis-9-Hexadecenal atau 9-Hexadecenal, (Z)- 0,36 90 Piperidine,

1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl]-, (E,E)- atau Piperine 0,47 85

gamma.-Tocopherol 0,09 84

Octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1-oxotetradecyl)oxy]propyl ester

35,57 85

(Sumber : Pradono et al. 2007) 2.6. Jarak Pagar (Jatropha curcas)

Menurut sejarah, genus Jatropha merupakan nama dari bahasa Yunani yaitu

iatrós (dokter) dan trophé (makanan) yang digunakan sebagai obat. Menurut Correll dan Correll (1982), curcas adalah nama umum untuk sejenis kacang-kacangan di Malabar, India (Heller 1996). Tanaman ini menyebar hampir diseluruh bagian dunia beriklim tropis dan dapat tumbuh di wilayah yang kurang subur serta kering sehingga dapat berperan dalam penghijauan lahan kritis (Purwantoro 2007).

Tanaman jarak pagar (J. curcas) telah lama dikenal masyarakat di Indonesia,

yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Beberapa nama daerah antara lain ; jarak kosta, jarak budeg (Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa), kuman nema (Alor), bintalo, jarak wolanda (Sulawesi), ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku). Berdasarkan klasifikasinya tanaman ini termasuk divisi Spermatophyta, kelas Magnoliopsida, famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies curcas, nama umum adalah jarak pagar (Hutapea, 1994).

Jarak pagar merupakan pohon perdu dengan cabang tidak teratur dan tinggi tanaman satu sampai tujuh meter. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah. Daunnya berupa tunggal, berlekuk, bersudut tiga atau lima,

sedangkan tulang daun menjari dengan 5 - 7 tulang utama, berwarna hijau, panjang tangkai daun antara 4 - 15 cm (Hariyadi 2005).

Bunga jarak pagar berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul diujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2 - 4 cm. Buah jarak terbagi tiga ruang yang masing - masing ruang diisi tiga biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30 - 40 % (Hariyadi 2005).

Gambar 6 Profil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas)

Tanaman jarak pagar mempunyai manfaat sebagai obat tradisional. Bagian daun dari tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat anti koreng dan gatal-gatal, bagian biji digunakan untuk mengurangi kesulitan buang air besar, kanker mulut rahim, kulit, bisul dan infeksi jamur (Heyne 1987). Minyak biji dapat digunakan untuk mengatasi gangguan pada kulit, bengkak dan terkilir. Getah jarak pagar juga dapat berkhasiat menghentikan perdarahan dan bersifat antimikroba (Purwantoro 2007).

Biji jarak pagar juga mempunyai toksisitas yang tinggi karena mengandung senyawa protein yang toksik (curcin) dan diterpene ester (Heller 1996). Minyak jarak dapat dihasilkan dari daging buah biji jarak melalui proses ekstraksi atau dengan menggunakan mesin pengepres biji. Kadar lemak yang terdapat pada biji jarak pagar kering adalah 46,25%, protein 18,88%, serat 15,1%, abu 2,62% dan karbohidrat 32,25% (Zulkifli 2005).

Bagian biji jarak pagar selain mengandung senyawa kursin juga mengandung senyawa toksalbumin. Bagian daun mengandung senyawa kaemfesterol, sitosferol, stigmasterol, amirin dan tarakserol. Ampas biji jarak pagar juga dapat dimanfaatkan untuk membasmi nematoda tanah karena masih mengandung sifat-sifat pestisida (Purwantoro, 2007).

Minyak J. curcas mengandung 43,1% oleic acid, 34,3% linoleic acid, 0,20%

arachidic acid, 6,9% stearic acid, 14,2% palmitic acid, 0,38% myristic acid dan

0.12% gadoleic acid (Salatino et al. 2007).

Hasil analisis minyak jarak pagar menurut Riyadhi (2008) dengan GC-MS metode III diperoleh asam oleat (oleic acid) dan asam linoleat (linoleic acid) sebagai kandungan utama, senyawa lainnya adalah piperine yaitu suatu alkaloid golongan piperidine yang berpotensi sebagai larvasida dan (Z)-13-octadecenal dan cis-9-hexadecenal yang mirip dengan senyawa yang berfungsi sebagai feromon (Gambar 7). Irwanto (2006) melaporkan bahwa jarak pagar mempunyai senyawa racun namun lebih banyak terkait dengan informasi mengenai biodiesel (bahan bakar alamiah). Menurut Grainge & Ahmed (1988) minyak biji, ekstrak dari biji dan phorbol esters dari minyak digunakan untuk pengendalian beberapa hama tanaman. Ekstrak air daun efektif untuk mengendalikan pathogen/jamur Sclerotium sp. dari tanaman Azolla (Garcia 1990 dalam Heller 1996).

Gambar 7 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode III (Sumber : Riyadhi, 2008)

Dalam dokumen EFEKTIVITAS MINYAK BIJI KAMANDRAH (Halaman 28-37)

Dokumen terkait