BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Tumor Laring
2.2.2. Tumor Ganas Laring
Tumor ganas laring atau yang disebut juga dengan karsinoma laring
merupakan karsinoma sel skuamosa yang terjadi pada lapisan epitel di laring. Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi. Sebagai gambaran perbandingan, di luar negeri karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang THT (Nuryakin, 2012).
A. Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma
laring yang kuat ialah rokok, alkohol, dan terpajan oleh sinar radioaktif (FK UI, 2007).
Dari pengumpulan data yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap (FK UI, 2007).
B. Kekerapan
Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia berbeda-beda. Di Amerika Serikat pada tahun 1973 - 1976 dilaporkan 8,5% kasus karsinoma laring per 100.00 penduduk laki-laki dan 1,3% kasus karsinoma laring per 100.00 penduduk perempuan. Pada akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok (Haryuna, 2004).
Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 pertahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%.
Di RSUP H. Adam Malik Medan, dijumpai 97 kasus karsinoma
laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun.
Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Bhurgri et al (2006) menemukan insidensi tumor ganas THT-KL pada laki-laki sebesar 21% dan pada perempuan sebesar 11% pada dua periode (1995-1997 dan 1998-2002). Umur rata-rata yang ditemukan adalah 53±5 tahun. Pada studi ini ditemukan lokasi terbanyak adalah rongga mulut baik pada laki-laki maupun perempuan, diikuti oleh tumor ganas laring dan dari penelitian dengan jumlah kasus 11.221 keganasan kepala dan leher terdapat 26,4% keganasan laring (Hashibe et al 2009).
C. Histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi :
- Baik (grade 1) - Sedang (grade 2) - Buruk (grade 3).
Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik (Briger, 1994).
D. Klasifikasi letak tumor
Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotissampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 atau ke 2 pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago aritenoid.
Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.
Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikelmengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm (Eibling, 1997).
E. Gejala
Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh celah besar glotik, besar pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi
atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali.
Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.Nyeri tenggorok dapat terjadi bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluahan ini merupakan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan terletaknya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,
hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai
metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut dan nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium (FK UI, 2007).
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau atau langsung dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomik.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (FK UI, 2007).
G. Klasifikasi
Klasifikasi tumor ganas laring berdasarkan AJCC 2006, sebagai berikut : Tumor Primer
1. Supraglotis
T1 : Tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara asli masih normal.
T2 : Tumor menginvasi > 1mukosa yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (misalnya : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi laring.
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid.
T4a : Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya ; trakea, muskulus ekstrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)
T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau stuktur mediastinum.
2. Glottis
T1 : Tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal. T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara asli.
T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara asli.
T2 : Tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli.
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid. T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)
T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.
3. Subglottis
T1 : Tumor terbatas pada subglotis.
T2 : Tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan.
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli.
T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)
T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.
Penjalaran ke kelenjar limfa (N)
N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba
N1 : Metastase satu kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter ≤ 3 cm.
N2a : Metastase satu ke kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter 3≤x<6 cm.
N2b : Metastase ke multipel kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter<6 cm.
N2c : Metastase ke bilateral atau kontralateral kelenjar limfa, dengan ukuran <6 cm.
N3 : Metastase ke single/multipel kelenjar limfa, dengan ukuran ≥ 6 cm.
Metastasis jauh (M)
M0 : Tidak dijumpai metastasis jauh. M1 : Dijumpai metastasis jauh. Staging (Stadium) 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0
IVC Any T Any N M1
H. Penanggulangan
Setalah didiagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat
sitostastika atau pun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
Dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk lakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.
Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis atau pun parsial, tergantung lokasi penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher (Johnson, 1977).