• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko

Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan

Oleh : Todoan P Pardede

090100350

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian dengan Judul :

Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan

Yang dipersiapkan oleh : TODOAN P PARDEDE

090100350

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian.

Medan, 1 Juni 2012 Disetujui,

Dosen Pembimbing

(3)

ABSTRAK

Kanker laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Etiologi kanker laring masih belum bisa dipastikan, banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Salah satu faktor kuat adalah rokok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran merokok pada penderita karsinoma laring di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode konsekutif sampling dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam peneltian dan dalam kurun waktu tertentu. Terdapat 15 sampel, semua penderita karsinoma laring adalah laki-laki dan mayoritas pekerjaan adalah petani 46,7% dan rata-rata usia 51- 60 tahun 40 %. Instrumen dalam penelitian ini berupa wawancara yang diikuti dengan pengisian kuesioner yang berisi 5 pertanyaan tentang gambaran merokok.

Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran merokok berupa umur mulai merokok, lama merokok, jumlah batang rokok perhari dan jenis rokok. Dari data yang didapat nilai tertingi umur mulai merokok adalah 10-15 tahun yaitu sebanyak 66,7 %, nilai tertinggi lama merokok adalah lebih dari 20 tahun yaitu sebanyak 66,7 %, nilai tertinggi jumlah batang rokok yang dikonsumsi perhari adalah 11-20 batang dan lebih dari 20 batang yaitu sebanyak 46,7 %, dan nilai tertinggi jenis rokok yang dikonsumsi adalah jenis rokok kretek yaitu sebanyak 66,7 %.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah umur mulai merokok, lama merokok, jumlah batang rokok perhari dan jenis rokok dapat mempengaruhi peningkatan faktor risiko karsinoma laring.

(4)

ABSTRACT

Laryngeal cancer is a malignancy of the vocal cords, voice box (larynx), or other areas of the throat. Etiology of laryngeal cancer remains uncertain.Since there are many factors can affect it.Smoking is one of the dominant factor.

This study describes the incidence of smoking patients diagnosed with carcinoma of the larynx in the department of. H. Adam Malik Medan.

This research is a descriptive study with cross sectional sampling technique using consecutive sampling method in which all the subjects that come up and meet the selection criteria and are included in other research within a certain time. There are 15 samples, all laryngeal carcinoma patients were male. 40 % of them are with age range of 51 – 60 years. This study was done using questionnaires to interview the patients consist of 5 questions regarding smoking.

The results of this study shows an overview of the age patient started smoking, duration of smoking, number of cigarettes per day and the type of cigarette. From the data obtained highest values started smoking age is 10-15 years old is 66.7%, the highest value of the old smoke is more than 20 years is 66.7%, the highest number of cigarettes consumed per day is 11-20 rods and more than 20 cigarettes is as much as 46.7%, and the highest value’s 66, 7 %, which is type of cigarettes smoked cigarette.

In conclusion, this research shows the age patient started smoking, duration of smoking, number of cigarettes per day and the type of rods that increase risk factors of laryngeal carcinoma.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. T. Sofia Hanum, Sp. THT-KL (K), selaku dosen pembimbing penulis atas kesabaran, waktu, dan masukan-masukan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan proposal penelitian.

3. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan.

4. Teman-teman kelompok sesama bimbingan penelitian dan teman-teman penulis lainnya, yang telah memberi bantuan berupa saran, kritikan, dan motivasi selama penyusunan penelitian.

(6)

Akhir kata, penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia kedokteran.

Medan, Desember 2012

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan .………. ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ………... vii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... x

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Anatomi ... 5

2.1.1 Laring ... ... 5

2.1.2 Kartilago ... 6

2.1.3 Ligamentum dan Membrana ... 9

2.1.4 Otot Laring... ... 10

2.1.5 Persendian... ... 12

2.1.6 Struktur Laring Bagian Dalam... ... 13

2.1.7 Persarafan dan Perdarahan... ... 15

2.1.8 Sistem Limfatik... ... 17

2.1.9 Fisiologi... ... 17

2.2. Tumor Laring ... 17

2.2.1. Tumor Jinak Laring... ... 17

2.2.2. Tumor Ganas Laring ... 18

2.2.3. Karsinogenesis Secara Umum... ... 25

2.2.4. Mekanisme Karsinogenesis... ... 26

2.2.5. Bahan Karsinogen di Dalam Rokok... ... 28

2.2.6. Merokok dan Kanker... 29

2.2.7. Lama Merokok dan Jumlah Rokok yang Dikonsumsi. ... 31

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 32

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 32

(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 35

4.1. Rancangan Penelitian ... 35

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

4.5. Metode Analisis Data ... 36

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1. Hasil Penelitian ... 37

5.2. Pembahasan ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1 Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kartiligo... 6

Gambar 2.2 Ligamentum dan Membrana... 9

Gambar 2.3 Ligamentum dan Membrana... 10

Gambar 2.4 Otot ekstrinsik... 11

Gambar 2.5 Otot intrinsik... 12

Gambar 2.6 Artikulasio Krikotiroidea... 13

(10)

DAFTAR SINGKATAN

THT-KL : Telinga, Hidung, Tenggorokan-Kepala Leher WHO : World Health Organization

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar Riwayat Hidup

Ethical Clearance

Lembar Persetujuan (Informed Consent) Penelitian Kuesioner Penelitian

(12)

ABSTRAK

Kanker laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Etiologi kanker laring masih belum bisa dipastikan, banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Salah satu faktor kuat adalah rokok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran merokok pada penderita karsinoma laring di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode konsekutif sampling dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam peneltian dan dalam kurun waktu tertentu. Terdapat 15 sampel, semua penderita karsinoma laring adalah laki-laki dan mayoritas pekerjaan adalah petani 46,7% dan rata-rata usia 51- 60 tahun 40 %. Instrumen dalam penelitian ini berupa wawancara yang diikuti dengan pengisian kuesioner yang berisi 5 pertanyaan tentang gambaran merokok.

Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran merokok berupa umur mulai merokok, lama merokok, jumlah batang rokok perhari dan jenis rokok. Dari data yang didapat nilai tertingi umur mulai merokok adalah 10-15 tahun yaitu sebanyak 66,7 %, nilai tertinggi lama merokok adalah lebih dari 20 tahun yaitu sebanyak 66,7 %, nilai tertinggi jumlah batang rokok yang dikonsumsi perhari adalah 11-20 batang dan lebih dari 20 batang yaitu sebanyak 46,7 %, dan nilai tertinggi jenis rokok yang dikonsumsi adalah jenis rokok kretek yaitu sebanyak 66,7 %.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah umur mulai merokok, lama merokok, jumlah batang rokok perhari dan jenis rokok dapat mempengaruhi peningkatan faktor risiko karsinoma laring.

(13)

ABSTRACT

Laryngeal cancer is a malignancy of the vocal cords, voice box (larynx), or other areas of the throat. Etiology of laryngeal cancer remains uncertain.Since there are many factors can affect it.Smoking is one of the dominant factor.

This study describes the incidence of smoking patients diagnosed with carcinoma of the larynx in the department of. H. Adam Malik Medan.

This research is a descriptive study with cross sectional sampling technique using consecutive sampling method in which all the subjects that come up and meet the selection criteria and are included in other research within a certain time. There are 15 samples, all laryngeal carcinoma patients were male. 40 % of them are with age range of 51 – 60 years. This study was done using questionnaires to interview the patients consist of 5 questions regarding smoking.

The results of this study shows an overview of the age patient started smoking, duration of smoking, number of cigarettes per day and the type of cigarette. From the data obtained highest values started smoking age is 10-15 years old is 66.7%, the highest value of the old smoke is more than 20 years is 66.7%, the highest number of cigarettes consumed per day is 11-20 rods and more than 20 cigarettes is as much as 46.7%, and the highest value’s 66, 7 %, which is type of cigarettes smoked cigarette.

In conclusion, this research shows the age patient started smoking, duration of smoking, number of cigarettes per day and the type of rods that increase risk factors of laryngeal carcinoma.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker adalah sebuah penyakit umum disemua Negara di dunia dan banyak diderita pada umur 40 tahun keatas. Kemungkinan terbesar mendapat kanker pada umur diatas 60 tahun, dan memberikan kemampuan hidup (survival rate) 5 tahun hanya berkisar antara 9-32% pada wanita dan kurang lebih 9-42% pada pria (Nuryakin, 2012).

Kanker laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Laring terbagi menjadi tiga daerah anatomi yaitu supraglotis, glotis dan subglotis. Kurang lebih 60 persen keganasan laring ditemukan di daerah glotis, 35 persen berasal dari daerah supraglotis dan hanya 5 persen berasal dari subglotis (Hermani, 2007) .

Di negara-negara maju rata-rata orang meninggal karena kanker adalah satu dari empat kematian (1:4). Di Eropa dan Amerika kanker laring merupakan penyakit kanker nomor satu dari bidang THT sedangkan di Indonesia nomor satu adalah kanker nasofaring dan kanker laring hanya menempati urutan 2 dan ke-3 dari keganasan THT, tapi pada umumnya mempunyai prognosa yang kurang baik (Nuryakin, 2012).

Menurut laporan The American Cancer Society tahun 2006 di Amerika, tercatat 12.000 kasus baru dari 4740 kasus meninggal karena tumor ganas laring. 8,5% kasus karsinoma ditemukan per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3% kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun. Sementara laporan WHO yang mencakup 35 negara memperkirakan 1,5% orang dari 100.000 penduduk meninggal karena tumor ganas laring. Untuk jenis kelamin, perbandingan penderita laki-laki dan perempuan berkisar antara 11:1 dimana terbanyak pada usia45-60 tahun.

(15)

kita hirup merupakan campuran dari berbagai komponen, yaitu oksigen, nitrogen dan uap air. Udara juga mengandung bahan lain berupa gas dan partikel yang berbahaya. Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi akibat kontaminasi udara adalah pengaruh asap rokok (Drastyawan et al, 2001).

Selama tahun 1950, mulai terbukti dengan cukup jelas bahwa asap rokok tembakau sebagai zat karsinogen. Karsinogen telah teridentifikasi dalam asap rokok tembakau, dan kondensasi asap rokok dapat menyebabkan terjadinya tumor ketika dioleskan pada kulit tikus percobaan. Pada akhir tahun 1950 tersebut, bukti yang meyakinkan tentang hubungan merokok dengan kanker paru dan kanker-kanker lainnya telah diperoleh dari penelitian-penelitian kasus kontrol dan kohort (Vinies et al, 2004).

Rokok adalah faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan dengan keganasan laring. Dari studi yang dilakukan DeStefanie (1990) dan Maier (1991) secara terpisah ditemukan 97,2% dan 96,5% pasien dengan keganasan laring adalah perokok atau mantan perokok. Penelitian Wynder, menyebutkan terdapat peningkatan risiko sebesar 30 kali pada pria yang merokok sedikitnya 1,5 bungkus perhari selama lebih dari sepuluh tahun.

Pada tahun 1986, International Agency for Research on Cancer (IARC) Working Group menemukan cukup bukti bahwa rokok dapat menyebabkan kanker pada manusia, dan disimpulkan bahwa merokok dapat menyebabkan tidak hanya kanker paru, tapi juga dapat terjadi pada saluran kemih, termasuk ginjal dan kandung kemih, saluran nafas bagian atas termasuk rongga mulut, faring, laring, esofagus, dan pankreas.

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 bahan campuran dan dalam analisis kimia diketahui telah teridentifikasi sedikitnya 50 jenis karsinogen. Dari penelitian yang ada karsinogen yang telah teridentifikasi adalah polycyclic aromatic hidrocarbon (PAHs), nitrosamines, aromatic amines, aza-arenes,

aldehydes, various organic compounds, inorganic compounds; seperti hidrazine

(16)

Selain komponen gas, pada asap rokok terdapat komponen padat atau partikel yang terdiri dari nikotin dan tar. Tar mengandung bahan karsinogen, sedangkan nikotin merupakan bahan adiktif yang menimbulkan ketergantungan atau kecanduan. Karsinogen yang dibawa oleh udara dapat menginduksi kanker (Zhuolin et al, 2005).

Merokok sebagai faktor risiko, cukup berarti menyebabkan terjadinya kanker pada berbagai organ tubuh. Komponen isi rokok, termasuk nitrosamine

dan formaldehyde yang mempunyai potensi karsinogenik. Menghisap rokok akan memberi pajanan karsinogenik yang ada di dalam rokok secara langsung terhadap laring, dengan demikian hubungan antara merokok dengan kanker laring secara biologik cukup dapat diterima.

Latar belakang peneliti melakukan penelitian ini adalah disebabkan karena belum adanya penelitian terdahulu dan karsinoma laring menempati urutan kedua dan ketiga dari keganasan THT setelah karsinoma nasofaring di Indonesia serta peneliti ingin mengetahui gambaran perokok pada penderita karsinoma laring sebagai faktor risiko utama.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran merokok sebagai faktor risiko karsinoma laring.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran merokok sebagai faktor risiko karsinoma laring. 1.3.2 Tujuan Khusus

(17)

e. Mengetahui jenis rokok yang dikonsumsi oleh penderita karsinoma laring.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha pencegahan risiko terjadinya karsinoma laring.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi 2.1.1 Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atasdan terletak setinggi vertebra cervicalis IV - VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid (Hermani; Abdurahman, 2003)

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada leher depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis (Boies, 1997)

(19)

2.1.2 Kartilago

Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu : 1. Kelompok kartilago mayor, terdiri dari :

฀ Kartilago Tiroidea, 1 buah ฀ Kartilago Krikoidea, 1 buah ฀ Kartilago Aritenoidea, 2 buah 2. Kartilago minor, terdiri dari :

฀ Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah ฀ Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah ฀ Kartilago Epiglotis, 1 buah (Ballenger, 1993)

Gambar 2.1

http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/ElectricAirway/AnatImages/LarynxGrossAnato

my.jpg

Kartilago Tiroidea

(20)

posterolateral dari kartilago krikoidea dan membentuk artikulasio krikoidea.Dengan adanya artikulasio ini memungkinkan kartilago tiroidea dapat terangkat ke atas. Di sebelah dalam perisai kartilago tiroidea terdapat bagian dalam laring, yaitu : pita suara, ventrikel, otot-otot dan ligamenta,kartilago aritenoidea, kuneiforme serta kornikulata (Ballenger, 1993).

Permukaan luar ditutupi perikondrium yang tebal dan terdapat suatu alur yangberjalan oblik dari bawah kornu superior ke tuberkulum inferior. Alur ini merupakantempat perlekatan muskulus sternokleidomastoideus, muskulus tirohioideus danmuskulus konstriktor faringeus inferior (Ballenger, 1993).

Permukaan dalamnya halus tetapi pertengahan antara incisura tiroidea dan tepibawah kartilago tiroidea perikondriumnya tipis, merupakan tempat perlekatan tendokomisura anterior. Tangkai epiglotis melekat 1 cm diatasnya olehligamentum tiroepiglotika. Kartilago ini mengalami osifikasi pada umur 20 – 30tahun (Ballenger, 1993).

Kartilago Krikoidea

Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding laring. Merupakan kartilago hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring) dengan bagian alasnya terdapat di belakang. Bagian anterior dan lateralnya relatif lebih sempit daripada bagian posterior. Kartilago ini berhubungan dengan kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui membrana krikoidea (konus elastikus) dan melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan cincin trakea I melalui ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan darurat dapat dilakukan tindakan trakeostomi, krikotomi atau koniotomi pada konus elastikus (Ballenger, 1993).

(21)

Kartilago Aritenoidea

Kartilago ini juga merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang kartilago berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus muskularis yang merupakan tempat melekatnya muskulus krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian anterior terdapat prosesus vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita suara. Pinggir posterosuperior dari konus elastikus melekat ke prosesus vokalis. Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap prosesus vokalis dan berinsersi pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk tiga per lima bagaian membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita suara ini disebut glotis(Scott, 1997)

Kartilago aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu sentralnya tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis dari aritenoid maka gerakan kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan tertutupnya glotis. Kalsifikasi terjadi pada dekade ke 3 kehidupan (Ballenger, 1993).

Kartilago Epiglotis

Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding anterior aditus laringeus tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara. Sedangkan bagian atas menjulur di belakang korpus hyoid ke dalam lumen faring sehingga membatasi basis lidah dan laring. Kartilago epiglotis mempunyai fungsi sebagai pembatas yang mendorong makanan ke sebelah laring (Ballenger, 1993; Graney, 1993).

Kartilago Kornikulata

Kartilago ini merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga kartilago

(22)

Kartilago Kuneiforme

Merupakan kartilago fibroelastis dari Wrisberg dan merupakan kartilago kecil yang terletak di dalam plika ariepiglotika (Ballenger, 1993).

2.1.3 Ligamentum dan membrana

Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu : 1. Ligamentum ekstrinsik, terdiri dari :

฀ Membran tirohioid ฀ Ligamentum tirohioid ฀ Ligamentum tiroepiglotis ฀ Ligamentum hioepiglotis ฀ Ligamentum krikotrakeal

Gambar 2.2

Adapted from: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.8, fig.1.7

2. Ligamentum intrinsik, terdiri dari : ฀ Membran quadrangularis

฀ Ligamentum vestibular ฀ Konus elastikus

(23)

Gambar 2.3

2.1.4 Otot laring

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot / muskulus ekstrinsik dan intrinsik. Otot ekstrinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid yang berfungsi menarik laring ke atas dan otot ekstrinsik infrahioid. Otot intrinsik laring menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis dan memiliki fungsi membentuk suara dan bernafas(Ballenger, 1993).

A. Otot / muskulus ekstrinsik

Terbagi atas :

1. Otot suprahioid / otot elevator laring, yaitu : - Stilohioideus

(24)

2. Otot infrahioid / otot depresor laring, yaitu : - Omohioideus

- Sternokleidomastoideus - Tirohioideus

Gambar 2.4

The Extrinsic Muscles

Adapted from: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.11,fig.1.10

Kelompok otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 danpenting untuk proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi). Muskuluskonstriktor faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada lineaoblikus kartilago tiroidea. Otot ini penting pada proses deglutisi (Ballenger, 1993).

B. Otot / muskulus intrinsik

Terbagi atas : 1. Otot adduktor :

- Interaritenoideus transversal dan oblik - Krikotiroideus

(25)

2. Otot abduktor :

- Krikoaritenoideus posterior (Ballenger, 1993).

3. Otot tensor :

- Tensor Internus : Tiroaritenoideus dan Muskulus Vokalis - Tensor Eksternus : Krikotiroideus (Ballenger, 1993)

Gambar 2.5

The Intrinsic Muscles

Adapted from: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.13, fig.1.13

2.1.5 Persendian

Artikulasio Krikotiroidea

(26)

Gambar 2.6

The Larynx Joints

Adapted from: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.6, fig.1.5

Artikulasio Krikoaritenoidea

Artikulasio Krikoaritenoidea merupakan persendian antara fasies

artikulasio krikoaritenoidea dengan tepi posterior cincin krikoidea. Letaknya di sebelah kraniomedial artikulasio krikotiroidea dan mempunyai fasies artikulasio yang mirip dengan kulit silinder, yang sumbunya mengarah dari mediokraniodorsal ke laterokaudoventral serta menyebabkan gerakanmenggeser yang sama arahnya dengan sumbu tersebut. Pergerakan sendi tersebutpenting dalam perubahan suara dari nada rendah menjadi nada tinggi (Graney, 1993).

2.1.6 Struktur laring bagian dalam

Cavum laring dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Supraglotis (vestibulum superior), yaitu ruang diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.

b. Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring morgagni.

(27)

Beberapa bagian penting dari dalam laring :

Aditus Laringeus

Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata dan tepi atas muskulus aritenoideus (Ballenger, 1993).

Rima Vestibuli.

Merupakan celah antara pita suara palsu (Scott, 1997).

Rima glottis

Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea (Ballenger, 1993).

Vallecula

Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral (Ballenger, 1993).

Plika Ariepiglotika

Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan darikartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata (Ballenger, 1993).

Sinus Pyriformis (Hipofaring)

Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea (Ballenger, 1993).

Incisura Interaritenoidea

Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan kiri (Ballenger, 1993).

Vestibulum Laring

Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas prosesus vokalis kartilago aritenoidea dan muskulus interaritenoidea (Ballenger, 1993).

Plika Ventrikularis (pita suara palsu)

(28)

Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)

Ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring(Ballenger, 1993).

Plika Vokalis (pita suara sejati)

Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion(Ballenger, 1993).

2.1.7 Persarafan dan Perdarahan

Laring dipersarafi oleh cabang nervus vagus yaitu nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior (nervus laringeus rekuren) kiri dan kanan (Hollinshead, 1996).

1. Nervus Laringeus Superior.

Meninggalkan nervus vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah arteri karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu :

• Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.

• Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi muskulus krikotiroid dan muskulus konstriktor inferior.

2. Nervus Laringeus Inferior (Nervus Laringeus Rekuren).

(29)

selanjutnya akanmencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikanpersarafan :

• Sensoris, mempersarafi daerah subglotis dan bagian atas trakea

• Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali muskulus krikotiroidea Laring mendapat perdarahan dari cabang arteri tiroidea superior dan inferiorsebagai arteri laringeus superior dan inferior (Ballenger, 1993).

Arteri Laringeus Superior

Berjalan bersama ramus interna nervus laringeus superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis (Ballenger, 1993).

Arteri Laringeus Inferior

Berjalan bersama nervus laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah muskulus konstriktor faringeus inferior, di dalam laring beranastomose dengan arteri laringeus superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring (Scott, 1997).

Gambar 2.7

Laryngeal Arterial System Adapted from: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.12,fig.1.12

(30)

1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervikal superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.

2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node.

3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem limfe esofagus (Ballenger, 1993).

2.1.9 Fisiologi

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untukmencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalanmenutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yangtelah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapatdikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengaturbesar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasidarah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitugerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorongbolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasidengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada (Lee, 2003; Woodson, 2001)

2.2 Tumor Laring

2.2.1 Tumor Jinak Laring

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring.

(31)

1. Papiloma laring (terbanyak frekuensinya) 2. Adenoma

3. Kondroma

4. Mioblastoma sel granuler 5. Hemangioma

6. Lipoma

7. Neurofibroma (FK UI, 2007)

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan laring langsung, biopsi serta pemeriksaan patologi-anatomik (FK UI, 2007).

Terapi

- Ekstirpasi dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser

- Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh karena dapat berubah menjadi ganas (FK UI, 2007).

2.2.2 Tumor Ganas Laring

Tumor ganas laring atau yang disebut juga dengan karsinoma laring

merupakan karsinoma sel skuamosa yang terjadi pada lapisan epitel di laring. Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi. Sebagai gambaran perbandingan, di luar negeri karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang THT (Nuryakin, 2012).

A. Etiologi

(32)

laring yang kuat ialah rokok, alkohol, dan terpajan oleh sinar radioaktif (FK UI, 2007).

Dari pengumpulan data yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap (FK UI, 2007).

B. Kekerapan

Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia berbeda-beda. Di Amerika Serikat pada tahun 1973 - 1976 dilaporkan 8,5% kasus karsinoma laring per 100.00 penduduk laki-laki dan 1,3% kasus karsinoma laring per 100.00 penduduk perempuan. Pada akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok (Haryuna, 2004).

Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 pertahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%.

Di RSUP H. Adam Malik Medan, dijumpai 97 kasus karsinoma

laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun.

(33)

C. Histopatologi

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi :

- Baik (grade 1) - Sedang (grade 2) - Buruk (grade 3).

Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik (Briger, 1994).

D. Klasifikasi letak tumor

Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotissampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.

Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 atau ke 2 pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago aritenoid.

Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.

Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikelmengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm (Eibling, 1997).

E. Gejala

(34)

atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali.

Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.Nyeri tenggorok dapat terjadi bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.

Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluahan ini merupakan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.

Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan terletaknya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.

Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,

hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.

Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai

metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut dan nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium (FK UI, 2007).

F. Diagnosis

(35)

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (FK UI, 2007).

G. Klasifikasi

Klasifikasi tumor ganas laring berdasarkan AJCC 2006, sebagai berikut : Tumor Primer

1. Supraglotis

T1 : Tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara asli masih normal.

T2 : Tumor menginvasi > 1mukosa yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (misalnya : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi laring.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid.

T4a : Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya ; trakea, muskulus ekstrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

(36)

2. Glottis

T1 : Tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal. T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara asli.

T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara asli.

T2 : Tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid. T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

3. Subglottis

T1 : Tumor terbatas pada subglotis.

T2 : Tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli.

T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

Penjalaran ke kelenjar limfa (N)

N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 : Metastase satu kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter ≤ 3 cm.

(37)

N2b : Metastase ke multipel kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter<6 cm.

N2c : Metastase ke bilateral atau kontralateral kelenjar limfa, dengan ukuran <6 cm.

N3 : Metastase ke single/multipel kelenjar limfa, dengan ukuran ≥ 6 cm.

Metastasis jauh (M)

M0 : Tidak dijumpai metastasis jauh. M1 : Dijumpai metastasis jauh. Staging (Stadium)

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVB T4b Any N M0

Any T N3 M0

IVC Any T Any N M1

H. Penanggulangan

(38)

sitostastika atau pun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.

Dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk lakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.

Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis atau pun parsial, tergantung lokasi penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher (Johnson, 1977).

2.2.3 Karsinogenesis secara umum

Sel tumor adalah sel tubuh kita sendiri yang mengalami perubahan

(transformasi) sehingga bentuk, sifat dan kinetiknya berubah, sehingga tumbuhnya menjadi autonom, liar tidak terkendali dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal. Akibatnya timbul tumor yang terpisah dari jaringan tubuh normal (Sukardja, 2000).

Transformasi sel terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau supresor gen (anti onkogen). Spektrum kerusakan itu sangat luas, dapat dari ringan dan terbatas sampai berat serta luas (Sukardja, 2000; Irish et al, 2003).

Pada manusia selama hidup diperkirakan rata-rata sel tubuh mengalami sebanyak 1016 mitose, dengan masing-masing gen mempunyai kemungkinan106mengalami mutasi spontan dan menyalin (translate) 1010 mutasi. Jika tiap mutasi dapat merubah sel normal menjadi sel kanker, maka kita tidak mungkin dapat berfungsi sebagai mahluk hidup. Penelitian komparatif dari berbagai tumor menunjukkan bahwa aktivasi gen myc dapat merubah sel itu menjadi immortal (tidak dapat mati), dan aktivasi gen ras atau famili ras dapat menjadikan transformed sel. Pada manusia gen yang sering mengalami mutasi ialah gen c-myc, K-ras, hst-1 dan neu (Sukardja, 2000).

Penemuan dan uraian tentang onkogen dan tumor supressor genes

(39)

pada manusia tetap merupakan satu proses kompleks yang berlangsung melalui berbagai tahapan (multistep/multistage process). Salah satu bukti epidemiologi adalah bahwa insiden kanker meningkat sesuai peningkatan usia. Bukti lain adalah bahwa diperlukan waktu yang cukup panjang antara paparan pertama terhadap bahan karsinogen (rokok, asbes) dengan timbulnya kanker, demikian pula peningkatan insiden kanker yang baru terjadi berpuluh tahun sesudah dijatuhkannya bom atom di jepang. Bila ditinjau dari aspek genetik dan molekular, sudah diterima secara luas bahwa perkembangan kanker disebabkan akumulasi kelainan atau mutasi beberapa gen (multiple genetic alterations) yang berinteraksi satu dengan lain untuk pada akhirnya menghasilkan transformasi sel. Akhir-akhir ini diketahui bahwa kerusakan DNA sebagai reaksi metabolik endogen yang menghasilkan reactive oxygen intermediates (ROI) dalam jumlah besar juga berpotensi menimbulkan keganasan (Kresno, 2004).

Mekanisme karsinogenesis baik biokimiawi maupun molekuler berbeda antara satu karsinogen dengan yang lain, bergantung pada struktur dan sumber karsinogen masing-masing, tetapi pada dasarnya sasaran karsinogen adalah menimbulkan lesi pada untaian DNA yang mengandung berbagai jenis gen. Dalam beberapa tahun terakhir telah terungkap bagaimana hubungan karsinogen dengan lesi DNA dan jenis mutasi gen yang ditimbulkannya, demikian pula peran gen DNA repair dan respons tubuh lainnya terhadap kerusakan DNA. Berbagai jenis onkogen dan gen supresor (tumor suppressor gene) yang berperan sebagai regulator siklus sel atau pertumbuhan dan diferensiasi sel pada umumnya merupakan sasaran lesi onkogenik (Kresno, 2004).

2.2.4 Mekanisme karsinogenesis

(40)

pertumbuhan sel yang normal (transformasi ganas). Perubahan pada DNA diyakini berkaitan dengan mutasi, seperti mutasi titik (substitusi pasangan basa) atau mutasi frame-shift, yang berakibat pengaktifan onkogen (misalnya ras proto-onkogen) dan inaktivasi gen supresor tumor. Karsinogen yang menyebabkan perubahan pada metri genetic disebut genotoksik (Bosman, 1999; Asikin, 2001). Tahapan proses karsinogenesis dapat dirinci sebagai berikut :

1. Tahap 1, biotransformasi suatu zat pro-karsinogen menjadi senyawa yang reaktif (elektrofilik) terhadap DNA.

2. Tahap 2 (inisiasi) pengikatan kovalen kepada DNA.

3. Tahap 3 (inisiasi) stabilisasi mutasi pada DNA (aktivasi onkogen atau inaktivasi supresor).

4. Tahap 4 (promosi) ekspresi mutasi, perubahan fungsi selular (ekspresi gen, fungsi reseptor).

5. Tahap 5 (promosi) pertumbuhan neoplastik, terdeteksi secara klinik atau patologi.

6. Tahap 6 (progresi) manifestasi pertumbuhan tumor secara kualitatif dan kuantitatif.

7. Tahap 7 (metastasis) penyebaran sel yang mengalami transformasi ke bagian lain tubuh, berkembang menjadi tumor sekunder.

Proses karsinogenesis pada manusia dapat terjadi selama 15-30 tahun. Pada tahap inisiasi sel terpapar dengan dosis yang sangat tepat dari suatu bahan karsinogen inkomplit, menyebabkan kerusakan permanen pada DNA, yang bila sel membelah diteruskan ke generasi berikutnya. Inisiasi diikuti dengan masa laten secara klinik. Senyawa kimia yang dapat memulai (inisiasi) proses transformasi sel normal menjadi ganas berbagai hidrokarbon aromatic dan aflatoksin B1 disebut sebagai prokarsinogen.

(41)

Faktor-faktor yang mempermudah karsinogenesis mempersingkat masa laten tumor dan disebut promoter. Struktur kimia promoter sangat bervariasi, seperti sakarin, fenobarbital, estrogen, prolaktin, dan ester forbol. Mekanisme promosi belum diketahui dengan jelas, berbagai promoter kelihatannya bekerja dengan merangsang proliferasi sel (Asikin, 2001).

2.2.5 Bahan karsinogen di dalam rokok

Udara yang kita hirup merupakan campuran dari berbagai komponen, yaitu oksigen, nitrogen dan uap air. Udara juga mengandung bahan lain berupa gas dan partikel yang berbahaya. Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi akibat kontaminasi udara adalah pengaruh asap rokok (Drastyawanet al, 2001).

Merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan, pada haketnya merupakan suatu pembakaran massal tembakau yang menimbulkan polusi udara padat dan terkonsentrasi yang secara sadar langsung dihirup dan diserap oleh tubuh bersama udara pernapasan (Situmeang et al, 2002).

Dewasa ini 80% perokok tinggal di negara-negara berkembang, di tahun 1997 ada 5,7 triliun rokok yang dikonsumsi di dunia. Lima besar konsumen rokok di dunia adalah China dengan 1,679 triliun batang setahunnya, Amerika Serikat 480 milyar batang, Jepang 316 milyar batang, Rusia 230 milyar batang dan Indonesia diurutan kelima yang mengkonsumsi 188 milyar batang rokok setahunnya (Aditama, 2004).

(42)

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 bahan campuran dan dalamanalisis kimia diketahui telah teridentifikasi sediktnya 50 jenis karsinogen. Dari penelitian yang ada, karsinogen yang telah teridentifikasi diantaranya adalah

polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), nitrosamines, aromatic amines,

aza-arenes, aldehydes, various organic compunds, inorganic compunds; seperti

hydrazine dan beberapa logam, dan beberapa radikal bebas (Haugen, 2000; Drastyawan et al, 2001; Port et al, 2004).

Selain komponen gas ada komponen padat atau partikel yang terdiri dari nikotin dan tar. Tar mengandung bahan karsinogen, sedangkan nikotin bukan karsinogen (Pfiefer et al, 2002), tapi merupakan bahan adiktif yang menimbulkan ketergantungan atau kecanduan (Aditama, 2001).

Selama tahun 1950, mulai terbukti dengan cukup jelas bahwa merokok tembakau sebagai zat karsinogen. Di akhir tahun 1950 tersebut, bukti yang meyakinkan tentang hubungan merokok dengan kanker paru dan kanker-kanker lainnya telah diperoleh dari penelitian-penelitian kasus kontrol dan kohort, dan karsinogen telah teridentifikasi dalam asap rokok tembakau. Asap rokok dapat menyebabkan terjadinya tumor ketika tar asap rokok tersebut dioleskan pada kulit tikus percobaan. Pada dekade sebelumnya, jumlah kematian akibat merokok meningkat tajam, dimana gambaran ini terjadi pada perokok-perokok berat (Sasco et al, 2004; Vinies et al, 2004).

2.2.6 Merokok dan kanker

(43)

Bukti yang ada sekarang menunjukkan bahwa asap tembakau adalahcampuran bahan karsinogen yang multipoten. Dengan kemajuan dalam biokimia dan bilogi molekuler telah dilakukan riset-riset untuk mengukur bahan-bahan metabolit rokok dalam cairan dan organ tubuh yang berbeda, untuk mengukur karsinogen-protein dan karsinogen-DNA, dan untuk mengidentifikasi kerusakan genetik (mutasi atau penyimpangan kromosom) yang berhubungan dengan merokok (Venies et al, 2004).

Pada asap rokok terdapat logam-logam yang relatif banyak. Sedikitnya 30 logam telah teridentifikasi. Kromium, kadmium dan nikel terdapat di dalam asap rokok. Yang pasti logam-logam tersebut diketahui dengan bahan karsinogen. Bukti eksperimen mengindikasikan bahwa bahan logam adalah efektif sebagai inisiator dalam proses karsinogenesis, tapi dapat juga menjadi promotor yang potensial selama proses karsinogenesis (Haugen, 2000).

Ivy dari Universitas Illinois Amerika Serikat yang telah bertahun-tahun menyelidiki rokok, menemukan bahwa orang yang merokok sebungkus perhari selama 10 tahun, menghirup sekitar 7 liter tar dalam jangka waktu tersebut (Caldwell, 2001).

Brennan et al (1991) dalam penelitiannya tentang hubungan antaramerokok dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel skuamosa di kepala dan leher menyatakan bahwa dari sediaan tumor 129 penderita karsinoma sel skuamosa di kepala dan leher, didapati mutasi gen p53 yang mempunyai hubungan kuat dengan merokok.

Dalam analisis penelitian lainnya mendapatkan bahwa perokok merupakan

major risk factor untuk terjadinya kanker di kepala dan leher.Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan yang membandingkan perokok dengan bukan perokok, dimana kemungkinan perokok menderita kanker kepala dan leher sangat besar (Daly, 1993). Juga didapatkan hubungan antara lama merokok dan banyaknya rokok yang dikonsumsi dengan tren positive dose-respons relationship

(44)

2.2.7 Lama merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi

Besar pajanan asap rokok bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh jumlah rokok yang dihisap dan pola penghisapan rokok tersebut. Faktor lain yang turut mempengaruhi akibat pajanan asap rokok antara lain usia mulai merokok, lama merokok, dalamnya hisapan merokok dan lain-lain (Drastyawan et al, 2001). Berdasarkan lamanya, merokok dapat dikelompokkan sebagai berikut; merokok kurang dari 10 tahun, antara 10 – 20 tahun, dan lebih dari 20 tahun (Kollapan dan Gopi, 2002; Solak et al, 2005).

(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

a. Merokok adalah suatu proses pembakaran tembakau yang menimbulkan asap secara sadar langsung dihisap atau dihirup oleh tubuh bersama udara pernapasan.

b. Rokok putih adalah rokok yang dibuat hanya dari bahan tembakau. c. Rokok kretek adalahrokok yang dibuat dari tembakau dan cengkeh. d. Rokok linting adalah rokok yang dibuat/diracik sendiri oleh perokok

dengan bahan daun nipah kering atau tembakau.

e. Perokok putih adalah seseorang yang menghisap rokok putih sedikitnya satu batang/hari selama sekurang-kurangnya satu tahun dan atau tanpa menghisap bukan rokok putih < 20% dari lama jumlah rokok putih.

MEROKOK

Usia Mulai Merokok Lama

Jumlah Jenis

(46)

f. Perokok kretek adalah seseorang yang menghisap rokok kretek sedikitnya satu batang/hari selama sekurang-kurangnya satu tahun dan atau tanpa menghisap bukan rokok kretek < 20% dari lama jumlah rokok kretek.

g. Perokok linting adalah seseorang yang menghisap rokok linting sedikitnya satu batang/hari selama sekurang-kurangnya satu tahun dan atau tanpa menghisap bukan rokok linting < 20% dari lama jumlah rokok putih.

h. Perokok campuran adalah seseorang yang menghisap rokok putih, kretek, dan linting sedikitnya satu batang/hari selama sekurang-kurangnya satu tahun dan menghisap rokok putih, kretek dan atau linting ≥ 20% dari lama tiap jenis rokok.

i. Bukan perokok adalah seseorang yang tidak pernah merokok sebanyak satu batang /hari selama satu tahun.

j. Merokok

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Skala ukur : skala nominal Hasil ukur : ya, tidak

k. Lamanya merokok adalah awal pertama menghisap rokok sampai terkena penyakit. Dapat dikelompokkan sebagai berikut : merokok selama < 10 tahun, antara 10 – 20 tahun, dan > 20 tahun.

Cara ukur :wawancara Alat ukur : kuesioner

Kategori : < 10 tahun, 10 – 20 tahun, > 20 tahun. Skala ukur : skala Interval

Hasil ukur : lamanya responden mengkonsumsi rokok.

l. Jumlah rokok yang dikonsumsi perhari dapat dikelompokkan : a) Ringan ( 1 – 10 batang perhari)

(47)

Cara ukur : berdasarkan wawancara terhadap responden Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : skala ordinal

Hasil ukur : Ringan, Sedang, Berat.

m. Jenis rokok adalah jenis rokok yang dihisap. Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner Skala ukur : skala nominal

(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional, bertujuan untuk mengetahui gambaran merokok pada penderita kanker laring di RSUP. H. Adam Malik Medan dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan kuesioner dan di Departemen THT-KL di RSUP. H. Adam Malik.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Juli-November 2012. Penelitian ini

dilakukan di Poli THT-KL dan di Ruang Rawat Inap Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penderita karsinoma laring yang adadi RSUP. H. Adam Malik Medan dari bulan Juli-November 2012.

4.3.2 Sampel

Cara pemilihan sampel untuk penelitian ini adalah secara consecutive sampling dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian dan dalam kurun waktu tertentu.

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :

- Penderita karsinoma laring yang merokok Kriteria Eksklusi dari peneltian ini adalah :

(49)

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien melalui pengisian kuesioner.

Kuesioner, sebagai alat bantu dalam pengumpulan data, terdiri daripertanyaan-pertanyaan tertutup untuk mengumpulkan data karakteristik dan tindakan responden penelitian. Kuesioner tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Sampel yang digunakan dalam uji validitas memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian ini.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini menggunakan wawancara berupa kuesioner sambil mewawancarai responden di tempat tanpa dibawa pulang ke rumah. Hasil wawancara yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan yang bertempat di jalan BungalauNo.17 Medan di bagian Poli THT-KL dan Ruang Rawat Inap Rindu A. RSUP. H. Adam Malik ini merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.355/Menkes/SK/VII/1990 yang juga merupakan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Selain itu rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Sumatera Utara sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah sakit ini telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten.

5.1.2. Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah penderita karsinoma laring yang merokok. Jumlah sampel yang didapat adalah berjumlah 15 orang.

5.1.2.1. Umur Responden

(51)
[image:51.595.115.455.157.289.2]

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Usia di RSUP. H. Adam Malik Medan

No. Umur (tahun)

Jumlah Responden

(Orang) Persen (%)

1. 40-50 4 26.7

2. 51-60 6 40.0

3. 61-70 4 26.7

4. 71-80 1 6.7

Total 15 100.0

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden 51-60 tahun yaitu berjumlah 6 orang (40 %) dan yang terendah yaitu responden berumur 71-80 tahun sebanyak 1 orang (6,7%).

5.1.2.2. Umur Mulai Merokok

Beradasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan umur mulai merokok, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Mulai Merokok

No. Usia Mulai Merokok (tahun)

Jumlah Responden

(Orang) Persen (%)

1. 10-15 10 66.7

2. 16-20 5 33.3

Total 15 100.0

[image:51.595.112.471.513.610.2]
(52)

5.1.2.3. Lama Merokok Responden

[image:52.595.110.471.232.332.2]

Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan lama merokok responden, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Merokok

No. Lama Merokok (tahun)

Jumlah Responden

(Orang) Persen (%)

1. 10-20 5 33.3

2. >20 10 66.7

Total 15 100.0

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa lama merokok yang paling banyak adalah lebih dari 20 tahun (>20) yang berjumlah 10 orang (66,7%) dan yang terendah yaitu 10-20 tahun sebanyak 5 orang (33,3%).

5.1.2.4. Jumlah Batang Rokok per Hari

Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah batang rokok per hari, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hisapan Batang

Rokok per Hari

No. Jml Btg Rokok per Hari

Jumlah Responden

(Orang) Persen (%)

1. 1-10 1 6.7

2. 11-20 7 46.7

3. >20 7 46.7

Total 15 100.0

[image:52.595.114.462.583.701.2]
(53)

berjumlah 7 orang (46,7 %) dan 11-20 batang yang berjumlah 7 orang (46,7 %) serta yang paling sedikit adalah 1-10 batang per harinya yaitu sebanyak 1 orang (6,7%).

5.1.2.5. Jenis Rokok

[image:53.595.115.467.309.441.2]

Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis rokok, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Rokok

No. Jenis Rokok Jumlah Responden

(Orang) Persen (%)

1. Putih 2 13.3

2. Kretek 10 66.7

3. Lintingan 2 13.3

4. Campuran 1 6.7

Total 15 100.0

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jenis rokok yang paling banyak adalah kretek yang berjumlah 10 orang (66,7 %) dan yang terendah yaitu jenis rokok campuran sebanyak 1 orang (6,7 %).

5.2 Pembahasan

Dilihat dari segi umur responden, hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang paling banyak adalah respondenumur 51- 60 tahun yaitu 40 %. Dapat dilihat juga frekuensi yang terendah yaitu responden berumur 71-80 tahun yaitu sebesar 6,7 % (Tabel 5.1). Bhurgri et al (2003) melaporkan bahwa insidensi karsinoma laring meningkat di usia 60-65 tahun.Penelitian epidemiologi menunjukkan kemungkinan perubahan menjadi kanker tidaklah konstan, tetapi bertambah dengan bertambahnya umur (Sukardja, 2000; Irish et al, 2003).

(54)

paling rendah adalah umur 16 -20 tahun sebanyak 33,3 % (Tabel 5.3). Pelucchi et al (2006) di Italia mendapatkan pada orang-orang yang mulai merokok sebelum berusia 17 tahun mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya karsinoma.Proses karsinogenesis pada manusia dapat berlangsung selama 15-30 tahun. Pada tahap inisiasi sel terpapar dengan dosis yang tepat dari suatu bahan karsinogen inkomplit, menyebabkan kerusakaan permanen pada DNA. Inisiasi diikuti dengan masa laten secara klinik (Asikin, 2001).

Distribusi frekuensi berdasarkan lama merokok paling banyak adalah lebih dari 20 tahun yaitu sebanyak 10 orang (66,7 %) dan yang terendah yaitu 10-20 tahun sebanyak 5 orang (33,3 %) (Tabel 5.4).Nam et al (1992) di Amerika Serikat mendapatkan peningkatan risiko terjadinya karsinoma laring padaorang yang konsumsi rokoknya banyak dan lama. Cheng (1999) mendapatkan peningkatan risiko menurut lama merokok.Lama merokok berhubungan dengan usia mulai merokok, semakin muda usia mulai merokok semakin lama penderita tersebut merokok. Berdasarkan data yang ada semakin lama terpapar oleh zat karsinogen didalam rokok meningkatkan risiko karsinoma laring lebih tinggi. Salah satu bukti epidemiologi adalah bahwa diperlukan waktu yang cukup panjang antara paparan pertama terhadap bahan karsinogen (rokok) dengan timbulnya kanker (Kresno, 2004).

(55)
(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang gambaran merokok sebagai faktor risiko pada penderita karsinoma laring di RSUP. H. Adam Malik Medan, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jumlah penderita karsinoma laring yang terbanyak adalah usia 51 – 60 tahun (40 %).

2. Usia mulai merokok responden paling banyak adalah umur 10 – 15 tahun (66,7 %) dan yang paling sedikit adalah umur 16 – 20 tahun (33,3 %).

3. Lama merokok responden paling banyak adalah lebih dari 20 tahun (66,7 %) dan paling sedikit yaitu 10 – 20 tahun (33,3 %).

4. Jumlah batang rokok yang dikonsumsi responden perhari yang paling banyak adalah 11 – 20 batang (46,7 %) dan lebih dari 20 batang (46,7 %) dan yang paling sedikit adalah 1 – 10 batang perhari (6,7%).

5. Jenis rokok responden yang paling banyak dikonsumsi adalah rokok kretek yaitu sebanyak 10 orang (66,7 %) dan yang paling sedikit adalah rokok campuran yaitu sebanyak 1 orang (6,7 %).

6.2 Saran

1. Karena etiologi terjadinya karsinoma laring masih belum jelas maka dibutuhkan penelitian selanjutnya secara kohort untuk melihat bahan karsinogenik tertentu yang paling berperan menyebabkan karsinoma laring. 2. Diharapkan kepada para petugas kesehatan dan organisasi masyarakat aktif

memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang bahayanya merokok. 3. Perlu dilakukan penelitian denganmenggunakan hewan percobaan untuk

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TJ, 2001. Masalah Merokok dan Penanggulangannya. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia – Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok dengan Yayasan penerbitan IDI, pp. 1- 19

Aditama TJ, 2003. Rokok di Indonesia (Editorial). Jurnal Respirologi Indonesia, vol. 23, no.4, pp. 214-7

Aditama TJ, 2004. Sepuluh Program Penanggulangan Rokok. Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 54, no.7, pp. 255-259

Asikin N, 2001. Karsinogenesis Kimia, Course and Workshop. The 4th Basic Sciences in Oncology, Perhimpunan Onkologi Indonesia, Jakarta.

Ballenger, J.J.,1993. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear, head and neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger.

Bosman FT, 1999. Aspek-aspek Fundamental Kanker, Onkologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 3-35

Brennan JA, Boyle JO, Koch WM, et al, 1995. Association Between Cigarette Smoking and Mutation of the p53 Gene in Squamous-Cell Carcinoma of

the Head and Neck. The New England Journal of Medicine, pp. 712-717

Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997. page 1/12/1-1/12/18

(58)

Cohen, J.L., 1997. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar PenyakitTHT.Edisi ke6.Jakarta:EGC,369-376

Daly MB, 1993. Epidemiology of Cancer, Clinical Oncology, Prentice-Hall International Inc, a Lange Medical Book, pp. 19-27

Drastyawan B, Aditama TY, Yunus F, 2001. Pengaruh Asap Rokok Terhadap Saluran Napas. Jurnal Respirologi Indonesia, Official Journal of the Indonesian Association of Pulmonologists, Vol. 1, no.1, pp. 31-37

Friborg JT, Yuan JM, Wang R et al, 2007. A Prospective Study of Tobacco and Alcohol Use as Risk Factors for Pharyngeal Carcinomas in Singapore Chinese, American Cancer Society, vol 109, pp. 1183-1191

Graney, D. and Flint, P.,1993. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology

Head and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby.

Hecht SS, 2003, Tobacco Carcinogens, Their Biomarkers and Tobacco-Induced Cancer, Nature Reviews Cancer, vol.3, pp. 733-744

Hermani, B.,Kartosudiro, S.& Abdurrahman, B., 2003. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI,190-200

Hollinshead, W.H., 1966. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons.

Volume 1 : Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 425-456

(59)

Kolappan C & Gopi PG. 2002. Tobacco Smoking and Pulmonary Tuberculosis, Thorax, vol.57, no.11, pp. 964-966

Kresno SB. 2004. Karsinogenesis Secara Umum, Disajikan pada : The 7th Course Basic Sciences in Oncology Modul C & D Putaran ke-2, Jakarta, pp. 101-111

Lee, K.J., 2003. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 724-736, 747, 755-760.

Lee, K.J., 2003. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 598-606

Marshal MV, 1993. Carcinogenesis, Clinical Oncology, A Lange Medical Book. London, pp. 11-18

Notoadmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Pfeifer GP, Denissenko MF, Olivier M, et al. 2002. Tobacco Smoke Carcinogens, DNA Damage and p53 Mutations in Smoking-Associated Cancers, Oncogene, pp.7435-7451

Situmeang SBT, Jusuf A, Arief N, dkk, 2002. Hubungan Merokok Kretek Dengan Kanker Paru, Jurnal Respirologi Indonesia. Official Journal of thr Indonesian Association of Pulmonologists, vol.22, no.3, pp. 109-117

(60)

Uzcudun AE, Retolaze IR, Grande AG et al, 2002. Pharyngeal Cancer Prevention : Evidence from a Case-Control Study Involving 232 Consecutive Patients. The Journal of Laryngology & Otology. vol.116, pp.523-531

Woodson, G.E., 2001. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey.

(61)

LAMPIRAN 1

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Todoan Parmonangan Pardede

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 29 September 1989

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Stella Raya Komplek Stella Residence Blok I No.1

Riwayat Pendidikan :

1. TK Bhayangkari Bekasi 91993 – 1995)

2. SD Negeri 060860 Medan (1995 – 2001)

3. SMP Putri Cahaya Medan (2001 – 2004)

4. SMA Budi Murni I Medan (2004 – 2007)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Panitia Natal FK USU 2011 : Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi

2. Panitia Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen FK USU 2012 :

Koordinator Peralatan dan Tempat.

(62)
(63)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Umur : Alamat : No. Telp :

Telah mendapatkan keterangan dari peneliti bahwa saya akan diminta untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan”. Adapun dalam penelitian ini saya diminta untuk menjawab seluruh pertanyaan yang telah disediakan.

Saya menyadari manfaat penelitian ini dan saya menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian ini sebagai responden tanpa ada paksaan dari pihak manapun .

Medan, 2012

Peneliti Responden

(64)

LAMPIRAN 3 KUESIONER

No. Urut :

Tanggal :

Tempat Pengambilan Sampel : Data-data Pasien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Suku :

Pekerjaan :

Alamat :

Telepon / Hp : 1. Merokok

a. Ya b. Tidak

2. Umur Mulai Merokok : ... tahun 3. Lama Merokok :... tahun

a. < 10 tahun b. 10 – 20 tahun c. > 20 tahun

4. Batang rokok perhari :... batang a. 1 – 10 batang

b. 11 – 20 batang c. > 20 batang

5. Jenis rokok: putih / kretek / lintingan / campuran a. Putih

(65)

DISTRIBUSI FREKUENSI

NO NAMA UMUR PEKERJAAN

(66)

LAMPIRAN

FREKUENSI TABEL

Statistics

Umur2 Pekerjaan U.m.merokok2 Lamamerokok Btgrokokperhari Jenisrokok

N Valid 15 15 15 15 15 15

Missing 0 0 0 0 0 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 40-50 4 26,7 26,7 26,7

51-60 6 40,0 40,0 66,7

61-70 4 26,7 26,7 93,3

71-80 1 6,7 6,7 100,0

Total 15 100,0 100,0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid guru 1 6,7 6,7 6,7

Gambar

Gambar 2.1 http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/ElectricAirway/AnatImages/LarynxGrossAnato
Gambar 2.2 Adapted from: Harry M. Tucker, The Larynx,  Thieme 1987, p.8, fig.1.7
Gambar 2.3
Gambar 2.4 The Extrinsic Muscles
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit rujukan di Provinsi Sumatera Utara tercatat kasus DBD pada tahun 2012 adalah sebanyak 149 pasien

Hasil penelitian : Proporsi tertinggi penderita Tonsilitis Kronis terdapat pada kelompok umur 36-47 tahun sebanyak 26,3% penderita, jenis kelamin perempuan sebanyak 52,7%, suku

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari rekam medik pada tahun 2008- 2010, yaitu sebanyak 88 anak (berumur 5-14 tahun) penderita demam berdarah dengue

Pada jenis penyebab gagal jantung paling banyak adalah penyakit jantung didapat (PJD) yaitu sebanyak 18 sampel (72%).. tipe penyakit yang paling banyak ditemukan pada sampel

Gambar 5.2.8 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Laring Menurut Lokasi Tumor di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2013 Berdasarkan gambar 5.2.7 dapat

tipe I memiliki hubungan dengan merokok, sedangkan risiko karsinoma nasofaring. Universitas

hubungan antara merokok dengan KNF, dimana rokok dapat merupakan sebagai. faktor resiko terjadinya KNF jika sudah mulai dihisap kurang dari 20

Sampel paling banyak ditemukan pada laki-laki (73,3%), kelompok umur terbanyak adalah 41-60 tahun (60,0%), jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa