• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita dengan Suara Serak di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita dengan Suara Serak di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita dengan Suara Serak

di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU

RSUP H. Adam Malik Medan

T. Siti Hajar Haryuna

Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

kelompok umur >60 tahun sebanyak 32 penderita (29,9%) dan terendah pada kelompok umur 11-20 tahun sebanyak 3 penderita (2,8%). Gambaran laring yang paling banyak dijumpai adalah keganasan 21 penderita (19,6%) diikuti paralisa pita suara 18 penderita (16,8%) dan nodul pita suara 13 penderita (12,1%).

Kata kunci: suara serak, pita suara, laring, laringoskopi optik, bedah mikrolaring

Abstract: Hoarseness is a clinical symptom of voice distortion form normal condition as a result of changes in form, size and vibration of vocal cord. The objective of the research is to investigate the distribution of clinical laryng of hoarseness patient at ENT clinic in RSUP H. Adam Malik Medan, and also to investigate the major cause affecting it. There were no previous study on the distribution of clinical laryng of hoarseness patient being done at the ENT Department, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara/RSUP Hj. Adam Malik Medan. This research was being done using a case study method and descriptive statistic. The research gathered 107 patients as samples which distributed to 70 male (64,5%) and 37 female (34,6%). The heighest percentage based on age distribution were found at the age group above 60 (32 patient, 29,9%), and the lowest at the age group between 11-20 (3 patients, 2,8%). The major cause of hoarseness were found to be malignancy, which contracted by 21 patients (19,6%), followed by vocal cord paralysis as the second major cause, which were found on 18 patients (16,8%) and vocal cord nodule as the third major cause (found on 13 patients, 12,1%).

Keywords: hoarseness, vocal cord, laryng, laryngoscopy optic

PENDAHULUAN

Suara bagi manusia berfungsi sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya yaitu dengan cara verbal atau percakapan. Produksi dari suara manusia adalah suatu fungsi yang kompleks yang memerlukan kontrol neuromuskular dan koordinasi yang baik.1

Suara serak timbul akibat pola vibrasi yang reguler dari korda vokalis, sebagai akibat

(2)

dari korda vokalis akibat kerusakan saraf yang memelihara korda vokalis.1-3

Penelitian yang dilakukan di seksi endoskopi Lab/UPF THT FK UNAIR/RSUD. Dr. Soetomo Surabaya tahun 1987 didapatkan tiga penyakit terbanyak yang menyebabkan suara serak pada orang dewasa adalah parese adduktor korda vokalis, vokal nodul, dan tumor laring. Sedangkan tiga penyakit terbanyak penyebab suara serak pada anak berturut-turut adalah vokal nodul, laringitis akut, dan papiloma laring.4

Utami dan Siswantoro (1994) di tempat yang sama mendapatkan tiga penyakit terbanyak penyebab suara serak pada anak yaitu papiloma laring, vokal nodul dan laringitis akut. Sedangkan pada orang dewasa adalah parese adduktor korda vokalis, vokal nodul dan tumor laring. 1

Pola penyakit ini mirip dengan penemuan Sri Herawati pada tahun 1987.

Di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, belum pernah dilaporkan tentang distribusi gambaran klinik laring pada penderita dengan suara serak secara keseluruhan. Maka dari itu kami ingin untuk mengetahui bagaimana distribusi gambaran klinik laring pada penderita dengan suara serak yang datang berobat ke Poliklinik THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan dan untuk mengetahui penyebab terbanyak yang mendasarinya.

METODE

Penelitian yang dilakukan ini adalah studi kasus yang bersifat deskriptif dan dilakukan di

Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan selama 12 bulan yaitu dimulai 1 Oktober 2005 sampai dengan 30 September 2006.

Sampel adalah semua penderita dengan keluhan suara serak yang dilakukan pemeriksaan laringoskopi optik di sub divisi endoskopi Departemen THT-KL FK USU RSUP H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: dapat diperiksa dengan laringoskopi optik, penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian.

Penentuan jumlah sampel diperhitungkan dengan mengambil proporsi penderita suara serak yaitu kurang lebih 50% kasus.

Setelah dianamnesis, dilakukan pemeriksaan rutin THT dan dilakukan pemeriksaan laringoskopi optik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laringoskopi optik. Bagi yang dicurigai tumor dilanjutkan dengan bedah mikrolaring untuk pemeriksaan histopatologi. Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel.

HASIL

Pada penelitian ini diperoleh 107 penderita dengan keluhan suara serak yang dilakukan pemeriksaan laringoskopi optik di sub divisi Endoskopi RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Oktober 2005 sampai dengan September 2006 yang terdiri dari 70 penderita laki-laki dan 37 penderita perempuan dengan hasil seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 1.

Distribusi penderita suara serak berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Jenis Kelamin

Kelompok Umur

(3)

Tabel 2.

Distribusi penderita berdasarkan gambaran laring yang dijumpai

Gambaran Laring Jumlah Persen (%)

Normal Hiperemis Oedem Polip Kista Nodul Papilloma

Suspek keganasan Keganasan Tuberkulosa Parese/Paralisa Hiperemis + Oedem

7 4 3 8 4 13

3 12 21 7 18

7

6,6 3,7 2,8 7,5 3,7 12,1

2,8 11,2 19,6 6,6 16,8

6,6

Total 107 100,0

Tabel 3.

Distribusi gambaran nodul, kista, dan polip pita suara berdasarkan lokasi yang dikenai

Nodul Kista Polip Jlh (%)

Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Lokasi Pita

suara

n(%) n(%)

Jlh (%)

n(%) n (%)

Jlh (%)

n(%) n(%)

1/3 Anterior

3 (60) 7 (87,5) 10 (76,9) 2 (50) - 2 (50) 3 (50) - 3 (37,5)

1/3 Medial

2 (40) 1 (12,5) 3 (23,1) 2 (50) - 2 (50) 3 (50) 2 (100) 5 (62,5)

Total 5 (100) 8 (100) 13 (100) 4 (100) - 4 (100) 6 (100) 2 (100) 8 (100)

Tabel 4.

Lokasi papilloma laring dan tumor ganas laring

Lokasi Supraglotis n(%)

Glotis n(%)

Subgotis n(%)

Suproglotis + Giotis

n(%)

Glotis + Subglotis

n(%)

Jumlah (%)

Papilloma - 3 (100) - - - 3 (100)

Tumor ganas 4 (19) 6(28,6) - 10 (47,6) 1 (4,8) 21 (100)

Tabel 5.

Distribusi gambaran parese/paralisa pita suara berdasarkan pita suara yang terlihat

Parese/Paralisa Adduktor Jumlah Persen (%)

Unilateral Plika Vokalis Kanan 2 11,1

Plika Vokalis Kiri 13 72,2

Bilateral 3 16,7

Total 18 100,0

Tabel 6.

Jenis lesi laringitis tuberkulosa

Lokasi Jenis Lesi Jumlah Persentase (%)

Epiglotis Oedem + hiperemis

Granulomatous

2 1

66,7 33,3

Plika Vokalis Oedem + hiperemis

Ulserasi

Granulomatous

1 3 1

20,0 60,0 20,0

Plika vestibularis Oedem + hiperemis

Granulomatous

2 1

66,7 33,3

Aritenoid Oedem + hiperemis

Ulserasi

Granulomatous

2 1 1

50,0 25,0 25,0

Pilka ariepiglotika Granulomatous 1 100,0

(4)

Dari Tabel 1 didapat bahwa persentase tertinggi penderita suara serak terdapat pada kelompok umur > 60 tahun sebanyak 32 penderita (29,9%) dan terendah pada kelompok umur 11-20 tahun sebanyak 3 penderita (2,8%). Dimana umur tertua dijumpai adalah 81 tahun dan umur termuda 3 tahun. Usia rata-rata penderita pada penelitian ini adalah 48,9 tahun.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa keganasan laring adalah yang paling banyak dijumpai yaitu 21 penderita (19,6%) diikuti oleh parese/paralisa pita suara sebanyak 18 penderita (16,8%) dan nodul pita suara sebanyak 13 penderita (12,1%).

Dari Tabel 3 terlihat bahwa nodul pita suara paling banyak dijumpai bilateral dan terletak pada 1/3 anterior pita suara yaitu 7 penderita (87,5%). Polip pita suara paling banyak dijumpai unilateral yaitu sebanyak 6 penderita, sedangkan kista pita suara hanya dijumpai unilateral yaitu 4 penderita (100%).

Dari Tabel 4 diperoleh bahwa lokasi papilloma pada laring hanya dijumpai di glotis yaitu 3 penderita (100%), sedangkan tumor ganas laring paling banyak dijumpai di supraglotis dan glotis yaitu 10 penderita (47,6%).

Dari Tabel 5 diperoleh parese/paralisa adduktor pita suara paling banyak dijumpai unilateral terutama mengenai plika vokalis kiri yaitu sebanyak 13 penderita (72,2%).

Dari Tabel 6 didapat bahwa pada epiglotis jenis lesi terbanyak adalah oedem dan hiperemis (66,7%). Pada plika vokalis jenis lesi terbanyak adalah ulserasi (60%). Pada plika vestibularis jenis lesi terbanyak adalah oedem dan hiperemis (66,7%). Pada aritenoid jenis lesi terbanyak adalah oedem dan hiperemis (50%). Pada plika ariepiglotika hanya dijumpai jenis lesi granulomatous.

DISKUSI

Pada penelitian ini didapatkan 112 penderita dengan suara serak, tetapi hanya 107 penderita yang memenuhi kriteria penelitian yang selanjutnya dimasukkan ke dalam sampel penelitian. Terdapat lima penderita yang tidak bisa diperiksa. Hal ini disebabkan oleh karena pasien yang tidak kooperatif, sangat sensitif, batuk, ruang orofaring dangkal. Selain itu kegagalan menilai

laring juga disebabkan terdapatnya banyak sekret.

Berdasarkan jenis kelamin, diperoleh laki-laki sebanyak 70 penderita (65,4%) dan perempuan 37 penderita (34,6%) dengan perbandingan 1,9:1. Hal yang serupa juga dijumpai dibagian THT-KL PERJAN RS. Hasan Sadikin Bandung periode Juli 2002 sampai dengan Juli 2003 mendapatkan 46 penderita dengan suara serak yang dilakukan pemeriksaan laringoskopi optik dan laringoskopi kaku yang terdiri dari 33 penderita laki-lakki (72%) dan 13 penderita perempuan (28%) dengan rasio laki-laki dan perempuan 2,5:1.5

Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin pada tabel 1 terlihat bahwa persentase tertinggi terdapat pada kelompok umur > 60 tahun sebanyak 32 penderita yang terdiri dari 27 penderita laki-laki (38,6%) dan 5 penderita perempuan (13,5%). Hal ini dikarenakan kasus terbanyak dijumpai pada penelitian ini adalah keganasan laring, yang biasanya lebih banyak dijumpai pada kelompok penderita yang berusia lanjut.

Hasil yang sama dilaporkan oleh Djainali dan Purwanto (2003)5

di bagian THT-KL RS. Hasan Sadikin Bandung periode Juli 2002 sampai dengan Juli 2003 mendapatkan kelompok usia tertinggi yang menderita suara serak yaitu kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebanyak 12 penderita yang terdiri dari 10 laki-laki (21,7%) dan 2 perempuan (4,3%).

Dari Tabel 2 diperoleh gambaran laring yang paling banyak dijumpai adalah keganasan yaitu sebanyak 21 penderita (19,6%) diikuti oleh parese/paralisa pita suara sebanyak 18 penderita (16,8%) dan nodul pita suara sebanyak 13 penderita (12,1%).

Hasil yang hampir serupa juga diperoleh oleh Djainali dan Purwanto (2003)5

yang mendapatkan penyebab suara serak yang terbanyak adalah karsinoma laring yaitu 21 penderita (45,6%) diikuti oleh nodul pita suara sebanyak 7 penderita (5,2%) dan yang lainnya 18 penderita (39,2%).

Fachruddin (1999)6

(5)

Utami dan Siswantoro (1999)1 mendapatkan tiga penyakit terbanyak penyebab suara serak pada penderita dewasa adalah parese adduktor korda vokalis yaitu 110 penderita (24%), diikuti oleh nodul pita suara 66 penderita (15%) dan tumor laring 66 penderita (15%). Sedangkan pada anak adalah papilloma laring sebanyak 26 penderita (38%), diikuti oleh nodul pita suara 25 penderita (37%) dan laringitis akut sebanyak 11 penderita (16%).

Herawati (1987)4

mendapatkan hasil tiga penyakit terbanyak penyebab suara serak pada anak berturut-turut adalah nodul pita suara, laringitis akut dan papilloma laring. Sedangkan pola penyakit penyebab suara serak pada dewasa berturut-turut adalah parese adduktor korda vokalis, nodul pita suara dan tumor laring. Pola penyakit ini mirip dengan penemuan Utami dan Siswantoro.

Pada penelitian ini terdapat 12 penderita (11,2%) yang diduga suatu keganasan, karena tidak dilakukan bedah mikrolaring. Hal ini disebabkan 12 penderita tersebut tidak menjalani pemeriksaan secara teratur setelah pengobatan pertama, sehingga evaluasi sulit dilakukan. Hal ini kebanyakan dikarenakan faktor ekonomi dan tempat tinggal yang jauh yang merupakan kendala bagi penderita untuk datang kembali secara teratur. Disamping itu kebutuhan untuk berobat tidak dirasakan sebagai hal yang penting, apalagi tidak ada keluhan serius yang mengganggu aktivitas dasar penderita seperti makan dan minum. Pada penderita yang tidak dilakukan bedah mikrolaring, keganasan ditegakkan dari adanya pembesaran kelenjar getah bening pada leher.

Tujuh (6,5%) penderita pada penelitian ini pada pemeriksaan laring tampak normal, dimana tidak ditemukan adanya kelainan. Dalam hal ini sarana penunjang lain mungkin diperlukan untuk melengkapi pemeriksaan seperti analisa suara, stroboskopi dan lain sebagainya, sehingga diagnosa dapat lebih mudah ditegakkan.

Fachruddin (1999)6

pernah melaporkan hal yang sama, dimana terdapat 30 penderita yang tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan laringoskopi optik, ternyata beberapa pasien diantaranya adalah dengan keluhan suara serak.

Dari Tabel 3 didapat bahwa nodul pita suara paling banyak bilateral dan lokasi yang

paling banyak sering dikenai adalah pada 1/3 anterior pita suara yaitu 7 penderita (87,5%). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa nodul umumnya bilateral, sedangkan polip umumnya unilateral.7,8 Dikatakan juga nodul terjadi pada sepertiga anterior pita suara, karena merupakan pusat getaran dan disitulah amplitudo yang maksimal, tempat kontak yang maksimal ketika bergetar. Karena tempat itu merupakan bagian pita suara yang ”saling memukul satu sama lain”, terbentuklah ditempat tersebut mula-mula oedem dan lama-lama fibrosis.8-10

Pada penelitian ini kista pita suara dijumpai pada 1/3 anterior dan 1/3 medial pita suara. Kista dapat terjadi secara kongenital atau didapat. Kista umumnya terjadi di epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis. Kista jarang berada di pita suara.8

Tetapi menurut Lehmann (1981) yang dikutip dari Soedjak (1995)8

justru kista lebih sering terjadi di pita suara. Hal yang sama didapatkan pada penelitian ini dimana kista hanya dijumpai di pita suara.

Terbentuknya kista karena terbuntunya saluran kelenjar sehingga cairan menumpuk, pada operasi tampak cairan encer pada kista yang kecil dan seperti mukoid kental pada kista yang besar.8

Shapshay (1993)11

mengatakan bahwa vokal nodul yang unilateral merupakan kista.

Pada penelitian ini polip pita suara paling banyak dijumpai unilateral yaitu sebanyak 6 penderita dan terletak pada 1/3 anterior dan 1/3 medial pita suara. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan polip/kista dapat terjadi sepanjang bagian membran pita suara, namun paling banyak terjadi dekat komisura anterior dan kebanyakan tumbuh unilateral meskipun dapat tumbuh bilateral10,12

. Polip yang bilateral disebut

Kissing Polip.13

Utami dan Siswantoro (1999)1 mendapatkan polip/kista paling sering tumbuh unilateral, lokasi polip paling banyak di pita suara kiri yaitu 15 penderita, pita suara kanan 13 penderita, bilateral 3 penderita dan di komisura anterior 3 penderita.

Banyak penulis mengatakan bahwa terbentuknya nodul karena cara berbicara yang salah (vocal abuse). Sedangkan penyebab polip juga karena vocal abuse7,10,11,13-16

(6)

disebut vocal abuse adalah terlalu lama/banyak bersuara 13,15,16

, terlalu keras, terlalu tinggi nadanya, terlalu rendah16

, ditekan, salah cara menyanyi, dan teriak-teriak8

.

Karena pada nodul dan polip pita suara sebab terbentuknya sama (vocal abuse) maka tempat benjolannya pun sama yaitu di titik 1/3 anterior dan 1/3 medial pita suara. Sedangkan terbentuknya kista tidak ada yang mengatakan karena ”vocal abuse”. Hanya Shapshay (1993)11

yang mengatakan nodul pita suara yang unilateral merupakan kista.

Pada penelitian ini papilloma laring hanya dijumpai pada pita suara. Hulu dkk (1999)7 mendapatkan lokasi papilloma laring terbanyak pada pita suara, diikuti supraglotis (44,4%) dan subglotis (11,1%).

Irwin dkk (1993)17

yang dikutip dari Hulu juga mendapatkan hasil yang sama yaitu 78% pita suara, 50% di komisura anterior dan perluasan di supraglotis dan 9% di subglotis.

Dari tabel 4 diperoleh bahwa tumor ganas paling banyak dijumpai di supraglotis dan glotis yaitu 10 penderita (47,6%) diikuti glotis sebanyak 6 penderita (28,6%) dan supraglotis sebanyak 4 penderita (19%).

Zainuddin dkk (1988)18

menyatakan sebagian besar terletak pada glotis, bahkan 75% di 2/3 depan, sedang 15% terletak pada komisura anterior.

Septo dkk (1999)19

mendapatkan lokasi tumor primer terbanyak secara berurutaan yaitu supraglotis 32 penderita (46,4%), glotis 28 penderita (40,6%) dan subglotis 8 penderita (11,6%).

Zirmacatra dkk (1995)20

juga mendapatkan hasil yang serupa, dimana letak tumor primer terbanyak ditemukan di supraglotis dan glotis.

Jenis histopatologi tumor ganas laring yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini adalah karsinoma sel skuamosa yang terdiferensiasi yaitu sebanyak 20 penderita (60,6%).

Zirmacatra dkk (1995)20

mendapatkan jenis histopatologi yang terbanyak ditemukan adalah karsinoma epidermoid berdiferensiasi baik (38,5%) dan berdiferensiasi sedang (36,5%).

Hutagalung dkk (1996)21

mendapatkan dari 149 penderita tumor ganas laring diperoleh 120 penderita (80,53%) adalah

karsinoma sel skuamosa, 13 penderita (8,72%) karsinoma anaplastik, 9 penderita (6,04%) adenokarsinoma dan 7 penderita (4,69%) papilari karsinoma.

Dari Tabel 5 diperoleh parese adduktor pita suara paling banyak dijumpai unilateral terutama mengenai plika vokalis kiri yaitu 13 penderita (72,2%). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan paralisa pita suara bagian kiri lebih sering terjadi dari yang kanan karena saraf rekuren laring sebelah kiri lebih panjang jalannya dari yang kanan dan dalam perjalannya masuk ke intratorakal sehingga bila terjadi proses intratorakal akan menekan saraf tersebut.15,22

Utami dan Siswantoro (1999)1 mendapatkan lokasi parese adduktor pita suara pada dewasa paling banyak dijumpai sebelah kiri yaitu 59 penderita (54%) diikuti bilateral 27 penderita (25%) dan pita suara kanan 24 penderita (21%). Sedangkan pada anak, paling banyak juga dijumpai pada sisi sebelah kiri (67%) diikuti bilateral (33%).

Dari Tabel 6 terlihat bahwa penderita yang mengalami kelainan pada plika vokalis berupa ulserasei (60%) diikuti oleh oedem dan hiperemis (20%), granulomatous (20%), hal inilah yang menyebabkan keseluruhan penderita mengalami keluhan suara serak. Bentuk lesi terbanyak yang berupa ulserasi (60%) merupakan gambaran khas lesi tuberkulosis laring. Lesi ulserasi ini juga didapati di aritenoid (25%).

Bentuk lesi lain yang menggambarkan proses tuberkulosis di laring adalah granulomatous. Dari tabel tersebut kita melihat lesi granulomatous di plika vokalis (20%), epiglotis (33,3%), plika vestibularis (33,3%), aritenoid (25%) dan plika ariepiglotika (100%).

Sedangkan bentuk lesi oedem dan hiperemis merupakan persentase terbesar dari keseluruhan jenis lesi yang didapati yaitu 66,7% pada epiglotis, 66,7% pada plika vestibularis, 50% pada aritenoid dan 20% pada plika vokalis.

Zuraidah (2005)23

(7)

vestibularis jenis lesi terbanyak adalah oedem dan hiperemis (50%) diikuti oleh granulomatous (5%). Pada aritenoid jenis lesi terbanyak adalah oedem dan hiperemis (35%) diikuti oleh ulserasi (25%) dan granulomatous (5%).

Gambaran laringitis tuberkolosa dapat bervariasi, mulai dari lesi exofitik, perubahan ke bentuk laringitis kronis, oedema mukosa dan lesi ulserasi. Kepustakaan terbaru menyatakan bahwa lesi exofitik lebih sering dibanding lesi ulserasi.24

Meskipun ulserasi masih ditemukan di laring, seperti di korda vokalis, dimana mukosanya melekat tipis ke struktur di bawahnya, ulkus yang sebenarnya jarang terlihat dewasa ini. Oedema dan hiperemis merupakan satu-satunya temuan di laring dan mungkin ditemukan hingga 50% kasus di pliva vokalis. Beberapa penderita dapat mengalami berbagai lesi tuberkolosis pada daerah-daerah yang berbeda di laring.25

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini diperoleh 107 penderita yang memenuhi kriteria penelitian. Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 70 penderita (65,4%) dan persentase tertinggi terdapat pada kelompok umur > 60 tahun yaitu 32 penderita (29,9%).

Dari 107 penderita, terdapat 7 orang penderita dengan keluhan suara serak tetapi pada pemeriksaan laringoskopi optik tidak dijumpai kelainan pada laring sehingga sukar dibuat diagnosanya. Dalam hal ini sarana penunjang lain sangat diperlukan untuk melengkapi pemeriksaan seperti analisa suara, stroboskopi, dan lain sebagainya, sehingga kelainan yang sangat minimal pada laring dengan mudah dapat diketahui dan diagnosa dapat lebih mudah ditegakkan.

Penyebab suara serak yang dijumpai pada penelitian ini sangat banyak. Gambaran laring penyebab suara serak yang paling banyak dijumpai adalah keganasan yaitu 21 penderita (19,6%). Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa perlu diadakan penyuluhan-penyuluhan tentang penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan suara serak, memberikan motivasi kepada penderita agar cepat memeriksakan ke dokter dan berobat teratur agar merasakan keuntungan dengan menjalani pengobatan yang teratur hingga

sembuh, mengingat hasil dari penelitian ini adalah keganasan laring sebagai penyebab terbanyak dan banyak mengenai kelompok penderita yang berusia lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Utami IS, Siswantoro. Pola penyakit penyebab suara parau di UPF THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 1994. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati. Batu-Malang 1996. Malang: Immanuel Press, 1999. h.521-33.

2. Moore GP, Hicks DM, Abbott TB. Gangguan bicara dan bahasa. Dalam: Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Alih bahasa: Staf Ahli Bagian THT RSCM FK-UI. Edisi 13. Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994. h.803-10.

3. De SK. Fundamentals of Ear, Nose & Throat Diseases and Head-Neck Surgery. 6th

ed. Calcutta: The New Book Stall, 1996.p.412-13.

4. Herawati S. Suara Parau di Seksi Endoskopi Lab/UPF THT FK UNAIR/RSUD. Dr. Soetomo Surabaya Tahun 1988. Penelitian Lab/UPF THT UNAIR/RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 1987.

5. Djainali, Purwanto B. Evaluasi Suara Serak Dengan Pemeriksaan Endoskopi Di Bagian THT-KL PERJAN RS. Hasan Sadikin Bandung Periode Juli 2002 - Juli 2003. Kumpulan Naskah Kongres Nasional XIII (PERHATI-KL) Kuta 2003. h.228

6. Fachruddin D. Pemeriksaan Tele-laringoskopi Di Poliklinik. Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII (PERHATI-KL) Semarang 1999. h.362-66.

7. Hyams VJ, Batsakis JG and Michaels L. Tumor of the upper respiratory tract and Ear. Armed Forces Institute of Pathology, 1988. p.13-8.

(8)

9. Maqbool M. Text Book of Ear, Nose and Throat Disease. 6th

ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers PVT. Ltd, 1993.p.386-400, 421-2, 424-5.

10. Spector GT. Penyakit non spesifik laring kronis. Dalam: Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994. h.526-37.

11. Snapshay SM, Rebeiz EE. Benign lesions of the larynx. In: Bailey BJ, Ed. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Volume I. Philadelphia: JB Lippincott Company, 1993. p.631-33.

12. Damste PH. Disorders of the voice. In: Hibbert J, Kerr AG, General Ed. Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th

ed. Vol. 5 (Laryngology and Head and Neck Surgery). Oxford: Butterworth-Heinemann, 1997. p.5/6/1-7.

13. Lehmann W, Pidoux JM, Widmann JJ. Larynx microlaryngoscopy and histology. Inpharzam Medical Publication, 1981. p.68 - 9.

14. Koufman JA. Issacson G. The spectrum of vocal dysfunction in Otolaryngology Clinic of North America, 1991. p.985 – 88

15. Becker W, Nauman HH, Pfaltz CR. Ear, Nose and Throat Diseases, A Pocket Reference. 2nd

ed. New York: Thieme Med Publisher, 1994. p.388-94, 409,420-32.

16. Snow JB. Surgical therapy for vocal dysfunction in Otolaryngology Clinic of North America, 1984: 17,1 Febr; 91 - 100.

17. Hulu O, Sudarman K, Mashari. Penanganan sembilan kasus Papilloma Laring di RSUP. Dr. Sardjito. Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII, PERHATI, 1999. h.1269-76.

18. Zainuddin MN, Cakra IGM, Kartono. Subtotal Laryngektomi Dengan Teknik Tracheohyoidopexy. Kumpulan Proceding Pertemuan Ilmiah I, PERHATI, 1988. h. 77.

19. Septo H, Hariwiyanto B, Hulu O. Tinjauan Retrospektif Karsinoma Laring Terhadap Gejala Klinis dan Lokasi Tumor Primer di RSUP. Dr. Sardjito. Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII, PERHATI, 1999. h.1191-99.

20. Zirmacatra, Cakra IGM, Sulantri. Penanganan Karsinoma Laring di Rumah Sakit Dr. Sardjito Tahun 1989-1993. Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XI, PERHATI, 1995. h.1207.

21. Hutagalung M, Cakra IGM, S. Dhaeng Y. Tinjauan Lima Besar Tumor Ganas THT di RSUP. Dr. Sardjito Selama Lima Tahun (1991 - 1995). Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Ilmiah Tahunan PERHATI, l996. h.952 – 62

22. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and Throat. 3rd

ed. New Delhi: Elsevier, 2004. p.358-66.

23. Zuraidah. Gambaran Laring Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Perubahan Suara. Tesis. Medan, 2005. h.63.

24. Harney M, Hone S, Timon C, and Donnelly M. Laryngeal tuberculosis: an important diagnosis. The journal of laryngology and otology. London-2000. Vol. 1149(11). p.878-900.

25. Rom WN, Garay SM. Tuberculosis of the head and neck. In: Tuberculosis 2nd

Gambar

Tabel 1.  Distribusi penderita suara serak berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
Tabel 2.  Distribusi penderita berdasarkan gambaran laring yang dijumpai

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Bidang Kajian Pusat Studi Olahraga untuk Penelitian dan Pengabdian M asa

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Sarana Pendukung Pelayanan Kontrasepsi pada Satuan Kerja Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana (Lelang

Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang Terdaftar di Bursa Efek

A rang sekam memiliki banyak manfaat, baik di dunia pertanian maupun untuk kebutuhan industri, para petani memanfaatkan arang sekam sebagai penggembur tanah, bahan pembuatan

Kehadiran lereng di Tambang Muara Tiga Besar Utara akan berbahaya terhadap pekerja dan kendaraan mekanis, karena tanah/batuan kemungkinan akan mengalami longsor

Pertama-tama pelajari materi yang akan disampaikan, yaitu perubahan wujud benda, lalu siapkan segala sesuatu mulai dari alat peraga dan media yang akan

[r]

Website ini dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Macromedia Flash MX yang digunakan untuk pembuatan animasi didalam halaman web, sehingga halaman web menjadi lebih