• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.4. Anak Tunarungu

Istilah tunarungu secara harfiah berasal dari kata “tuna” artinya kurang dan “rungu” artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila

dengan sedikit pendengaran atau tidak mendengar suara di dalam kehidupannya sehari-hari kurang dapat mempergunakan alat pendengarannya tersebut secara wajar. Tunarungu secara umum dapat diarikan tidak dapat mendengar yang mungkin kurang pendengaran atau tidak dapat mendengar sama sekali. Apabila dapat diperoleh pengertian yang lebih jelas tentang anak tunarungu, berikut ini dikemukakan definisi anak tunarungu oleh beberapa para ahli. Banyak ahli yang mengemukakan tentang pengertian anak tunarungu, semua itu mengaju kepada sudut pandang dari ahli yang bersangkutan.

Menurut Bunawan (2000:5) tunarungu tau ketunarunguan dapat diuraikan antara lain berdasarkan lokasi kerusakan pada organ pendengaran (location of damage/site of lesion), faktor penyebab terjadinya ketunarunguan, usia/saat terjadinya ketunarunguan dan besaran kehilangan pendengaran dalam deciBell (dB), sebagai satuan ukuran bunyi.

Boothroyd dalam Bunawan (2000:6) menggunakan istilah tunarungu (Hearing Impairment) untuk menunjuk pada segala gangguan dalam daya dengar dan menjadikan tunarungu dalam 2 kelompok. (1) kelompok pertama yang menderita kehilangan daya dengar (hearing loss) untuk menunjuk segala gangguan dalam deteksi bunyi. (2) kelompok kedua yang tergolong mengalami Gangguan Proses Pendengaran (Auditory Processing Disorder), yaitu mereka yang mengalami

gangguan dalam menafsirkan bunyi, karena adanya gangguan dalam mekanisme syaraf pendengaran. Menurut Daniel F.Hallahan dan James H. Kauffinan (Bunawan, 2000:26) menyatakan:”Hearmg impairment A generic term indicating a hearing disability that may range in severity from to profound it includes the subsets of deaf and hard of hearing...”

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar.

Keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar. Bunawan (2000:27), mendefinisikan pengertian anak tunarungu sebagai berikut:

Seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.

Beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut dapat diambil pengertian bahwa anak tunarungu adalah anak atau seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sejak lahir atau setelah dewasa sehingga mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa dan memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan yang layak.

2.3.1. Karakteristik Anak Tunarungu

Secara fisik ketunaan anak tidak tampak jelas, tetapi anak tunarungu mempunyai karakteristik yang khas. Somad dalam Bunawan (2000:35), mengungkapkan karakteristik dari anak tunarungu sebagai berikut:

1. Karakteristik dari segi intelegensi

Pada umumnya intelegensi anak tunarungu sama dengan anak normal, ada yang tinggi, rata-rata dan rendah. Rendahnya tingkat prestasi anak tunarungu bukan berasal dari kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat • kesempatan

untuk berkembang dengan maksimal.

2. Karakteristik dari segi berbahasa dan berbicara

Karena anak tunarungu tidak bisa mengenal bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak didik atau dilatih secara khusus. Akibat ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya agak jauh tertinggal.

3. Karakteristik dari segi emosi

Kekuarangan pemahaman dalam bahasa lisan dan tulisan sering kali menyebabkan anak menafsirkan sesuatu negative atau salah dan ini sering mengakibatkan tekanan pada emosi anak. Akhirnya menghambat perkembangan kepribadiaannya, dengan menampilkan sikap menutup diri, egois dan ragu-ragu.

4. Karakteristik dari segi sosial

Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang berbeda di sekitar anak, dapat menimbulkan aspek negative seperti: a. Perasaan rendah diri, merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat. b. Merasa cemburu dan curiga dan merasa diperlakukan tidak adil.

c. Kurang dapat bergaul dan rendah diri dan berlaku agresif.

Boothroyd dalam Bunawan (2000:8) memberikan penjelasan tentang karakteristik anak tunarungu berdasarkan klasifikasinya dalam memanfaatkan sisa pendengaranyan dengan atau tanpa bantuan amplifikasi/pengerasan oleh Alat Bantu Mendengar (ABM) yaitu:

1. Kurang Dengar (Hard Of Hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicaranya (speech).

2. Tuli (Deaf), adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan berbicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen pada pengelihatan dan perabaan. 3. Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki

pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak/mempersepsi dan mengembangkan bahasa.

A. Van Uden disusun berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan yang dikaitkan dengan taraf penguasaan bahasa seorang anak yaitu:

1. Tuli Pra-Bahasa (Prelingually Deaf), yaitu mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasinya suatu bahasa (usia dibawah 1,6th), artinya anak baru menggunakan tanda (signal) tertentu seperti mengarnati, menunjuk, meraih, memegang benda dan mulai memahami lambang yang digunakan orang lain.

2. Tuli Purna Bahasa (Postlingually Deaf), yaitu mereka yang menjadi tuli setelah menguasai suatu bahasa telah menerapkan dan memahami sistem lambang yang berlaku dilingkungannya. Uraian di atas menunjukkan bahwa terbatasnya tingkat ketunarunguan yang dimiliki oleh anak tunarungu mengakibatkan timbulnya berbagai masalah yang kompleks, dan sudah tentu karakteristik ini harus dipahami oleh para guru agar dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.

Tabel 2.1.

Penggolongan dan Ciri-ciri ketunarunguan Kelo

mpo k

Rentang Ambang

Gol Tanpa ABM Dengan ABM

Daya tangkap percakap an Daya Diskrimi nasi Suara Media Belajar Daya tangkap percakap an Daya Diskrim inasi suara Media Belajar

I. 15-30dB Ringan Normal Normal Penden garan

Normal Normal Penden garan II. 31-60clB Sedang Sebagian Hampir

Normal Penden garan dengan bantuan pengeli hatan Normal Hampir Normal Penden garan

III 61-90dB Herat TdkAda Tidak Berarti

Pengeli hatan

Normal Baik Penden garan dengan bantuan pengeli hatan IV 91-120dB Sangat Berat TdkAda Tidak Berarti Pengeli hatan

Sebagian Buruk Pengeli hatan dengan bantuan penden garan

V. 121dB > Total Tidak Ada Tidak berarti

Pengeli hatan

Tidak Ada Tidak berati

Pengeli hatan

Catatan: Rentang ambang diperoleh dari rata-rata ambang pendengaran untuk nada murni pada 500,100, dan 2000 Hz.

Disadur dari dari A. Boothroyd dalam Bunawan (2000)

Dokumen terkait