• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi Kasus Pada Pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu di SLB PKK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi Kasus Pada Pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu di SLB PKK)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

ABSTRACT

LEARNING MANAGEMENT SPECIAL NEEDED

(Case Study For Language Learning to The Deaf Children In SLB PKK) By

ARIE LAILI NOPPRIMA

The aim of the research was to identify and describe the learning management special needed case study for language learning to the deaf children in SLB PKK Provinsi Lampung: 1) The system of identification and assesment for language learning to the deaf children in SLB PKK Provinsi Lampung, 2) Learning process to the deaf children look at the management quality, the graduates for the deaf children, plan on implementing learning program and the implementation learning and the last is evaluation for language learning program to the deaf children in SLB PKK Provinsi Lampung, 3) The final result to get in language learning program to the deaf children in SLB PKK Provinsi Lampung.

Design of the research is qualitative with fenomenology approach meanwhile the object is the teachers for grade one, grade two and grad three for elementary school at SLB PKK Provinsi Lampung.

The results showed that the management of children with special needs in learning this language learning children with hearing concluded (1) Identification and assessment has been done to determine the ability of the students and their needs . (2) The management process of language learning in children with hearing impairment in Lampung province of SLB PKK has done well . This can be seen from : the quality policy is appropriate and implemented based on the vision and mission of the school , graduation formula that has been in accordance with the competency standards established BSNP , curriculum development used was adjusted to the needs of children , namely the preparation of lesson plans learning Implementation Plan ( RPP ) , was created by legislation in force in accordance with the school curriculum , implementation of language learning in children with hearing impairment includes learning readiness , learning implementation measures by using a special method of learning the language of maternal reflective method has been implemented, evaluation has been well implemented , ( 3 ) Results of the process of language learning management is good communication skills for students with hearing impairment .

(3)

iii ABSTRAK

MANAJEMEN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi Kasus Pada Pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu di SLB PKK)

Oleh

ARIE LAILI NOPPRIMA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1) Sistem identifikasi dan asesmen anak tunarungu dalam pembelajaran bahasa di SLB PKK Provinsi Lampung, 2) Proses pembelajaran anak tunarungu dilihat dari kebijakan mutu yang digunakan, rumusan kelulusan yang ditetapkan, pengembanagan kurikulum yang dipakai, perencanaan pembelajarannya serta pelaksanaa pembelajaran dan evaluasi pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung, 3) Hasil yang dicapai dalam pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

Rancangan penelitian ini adalah kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis, sedangkan subyek penelitian ini adalah guru kelas 1, guru kelas 2 dan guru kelas 3 tingkat SDLB di SLB PKK Provinsi Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini pembelajaran bahasa anak tunarungu menyimpulkan (1) Identifikasi dan asesmen telah dilakukan dengan baik terhadap siswa untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya. (2) Proses manajemen pembelajaran bahasa pada anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung telah terlaksana dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari: kebijakan mutu yang telah sesuai dan dilaksanakan berdasarkan visi dan misi sekolah, rumusan kelulusan siswa yang telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan BSNP, Pengembangan kurikulum yang digunakan telah disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak, perencanaan pembelajaran yakni dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), telah dibuat dengan peraturan yang berlaku sesuai dengan kurikulum sekolah, Pelaksanaan pembelajaran bahasa pada anak tunarungu meliputi kesiapan pembelajaran, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode khusus pembelajaran bahasa yakni metode maternal reflektif telah dilaksanakan dengan baik, evaluasi yang telah diterapkan dengan baik, (3) Hasil dari proses manajemen pembelajaran bahasa adalah kemampuan komunikasi yang baik bagi siswa tunarungu.

(4)
(5)
(6)
(7)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 9

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Kegunaan Penelitian ... 11

1.6 Definisi Istilah ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Pembelajaran ... 12

2.1.1 Perencanaan Pembelajaran ... 19

2.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran ... 20

2.1.3 Evaluasi Pembelajaran ... 21

2.2 Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus ... 22

2.3 Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus ... 24

2.3.1 Identifikasi ... 24

2.3.2 Asesmen ... 26

2.4 Anak Tunarungu ... 28

(8)

xii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 35

3.2 Kehadiran Peneliti ... 36

3.3 Lokasi Penelitian ... 38

3.4 Sumber data penelitian ... 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5.1 Wawancara ... 41

3.5.2 Pengamatan atau Observasi ... 43

3.5.3 Dokumentasi ... 43

3.6 Analisis Data ... 44

3.7 Pengecekan Keabsahan Data ... 46

3.8 Pemaparan Data Penelitian ... 48

3.9 Tahapan Penelitian ... 48

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN 4.1 Paparan Data Penelitian ... 52

4.1.1 Profil Sekolah ... 53

4.1.2 Identifikasi dan Asesmen Anak Tunarungu ... 55

4.1.3 Proses Manajemen Pembelajaran ... 57

4.1.3.1 Kebijakan Mutu... 57

4.1.3.2 Rumusan Kelulusan Siswa ... 59

4.1.3.3 Pengembangan Kurikulum ... 60

4.1.3.4 Perencanaan Pembelajaran ... 61

4.1.3.5 Pelaksanaan Pembelajaran ... 71

4.1.3.5 Evaluasi Pembelajaran ... 75

4.1.4 Hasil Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus ... 79

4.2 Temuan Penelitian dan Pembahasan ... 80

4.2.1 Identifikasi dan Asesmen Anak Tunarungu ... 80

4.2.2 Proses Pembelajaran ... 81

4.2.2.1 Kebijakan Mutu ... 82

4.2.2.2 Rumusan Kelulusan Siswa ... 83

4.2.2.3 Pengembangan Kurikulum ... 84

4.2.2.4 Perencanaan Pembelajaran ... 85

4.2.2.5 Pelaksanaan Pembelajaran ... 86

4.2.2.6 Evaluasi Pembelajaran ... 87

4.2.3 Hasil Manajemen Pembelajaran ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus maka perlu berbenah diri salah satunya dengan berupaya menyandang sertifikat dan menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 dalam rangka mempersiapkan menjadi sekolah yang lebih bermutu dan memiliki standard dalam pelayanan anak berkelainan. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung berlokasi di Jl. H. Endro Suratmin, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung.

(10)

Sekolah Luar Biasa (SLB) PKK Propinsi Lampung telah menetapkan visi yaitu :

“Sekolah Luar Biasa (SLB) siap membentuk insan yang trampil berkarya guna,

hidup layak dimasyarakat sesuai kemampuan yang dimilikinya”. Untuk berperan

aktif dalam proses kemandirian anak maka Sekolah Luar Biasa (SLB) PKK Propinsi Lampung telah menetapkan misi yaitu (1) Pengembangan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, (2) Mengupayakan kegiatan belajar mengajar yang inovatif dan memotivasi semangat belajar, (3) Melaksanakan pendidikan yang mengarah pada kemampuan murid, (4) Menyiapkan peserta didik untuk mempunyai keterampilan yang sederhana tetapi bermasyarakat., (5) Menyiapkan siswa menjadi warga negara yang beriman, berbudaya, produktif dan kreatif, (6) Menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, (7) Meningkatkan kepedulian dan memperluas jejaring pendidikan khusus dan layanan pendidikan khusus. Proses pembelajarannya dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan suatu metode-metode pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak.

(11)

persiapan (TKLB), dasar (SDLB), lanjutan (SMPLB & SMALB) bahkan mempunyai Pusat Keterampilan/ work shop untuk jurusan tata boga, tata busana, tara rias, pertukangan dan keterampilan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK/ICT) serta keterampilan refleksi. Tenaga pendidik dan karyawan yang ada di SLB PKK Provinsi Lampung hingga saat ini berjumlah 54 orang dengan perincian Kepala Sekolah 1 orang, Wakil Kepala Sekolah 2 orang, Guru PNS berspesialisasi PLB 18 orang sedangkan Guru PNS yang Non PLB 6 orang, Guru honorer 4 orang, Instruktur keterampilan 8 orang dengan rincian 6 berstatus kontrak dan 2 orang berstatus honor, Tim medis/dokter 1 orang, tenaga TU 1 orang, Pol pamong praja 6 orang, dan penjaga malam 4 orang. Semua tenaga pendidik dan karwayan mempunyai kualifikasi akademik S2 1 orang, SI 20 orang dan SO 34 orang. Berdasarkan data yang diperoleh diatas jika melihat jumlah tenaga pendidik yang ada bahwa hampir 80% nya berstatus negeri dan 20% nya berstatus honorer. Hal tersebut tidak sesuai dengan status sekolah yang masih dibawah naungan yayasan yakni yayasan PKK Provinsi Lampung. Dengan persentase jumlah pendidik yang dominan pegawai negeri sipil hendaknya status sekolah tersebut dapat dialihkan menjadi sekolah murni yang berstatus negeri.

(12)

fenomena yang unik yakni di dalamnya terdapat 9 orang siswa dengan 1 orang tenaga pendidik. Hal tersebut jelas belum sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat tentang standar proses pembelajaran di dalam kelas anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan peraturan pemerintah no 1 tahun 2008. bahwa rombongan belajar untuk anak tunarungu tingkat skeolah dasar adalah 5 orang, namun meskipun demikian sekolah tersebut mampu menjalankan proses pembelajaran dengan efektif hal tersebut dibuktikan dengan pencapaian prestasi siswa di sekolah.

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi alasan peneliti mengambil sampel penelitian di SLB PKK Provinsi Lampung karena sekolah tersebut merupakan centra Sekolah Luar Biasa se- Provinsi Lampung, selain itu sekolah tersebut merupakan sekolah yang senior baik tahun berdirinya ataupun tenaga pendidiknya. Disamping itu juga bahwa SLB PKK provinsi lampung mempunyai proses pembelajaran yang unik yakni dengan 1 orang tenaga pendidik mampu memberikan pelayanan atau memberikan pembelajaran terhadap 9 siswa per kelasnya. Hal tersebut yang sangat mendasari penelitian ini yakni dengan jumlah tenaga pendidik yang minim mampu memberikan pelayanan secara maksimal terutama dalam proses pembelajarannya.

(13)

pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai yang ada dalam pandangan hidup suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan tujuan tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan sebagaimana tercantum dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional sehingga peran pendidikan sangat penting untuk menentukan keberhasilan dan kemajuan pembangunan suatu bangsa. Pentingnya peran pendidikan, ini harus disertai dengan peningkatan mutu pendidikan, sehingga akan memperoleh hasil yang optimal.

Peningkatan pendidikan selalu di upayakan oleh pemerintah dengan mengambil langkah-langkah perbaikan kurikulum dan peningkatan kemampuan, para peserta didik menyadari betapa pentingnya peran pendidikan bagi kemajuan pembangunan nasional yang menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan standar kompetensi dasar yang ditetapkam secara nasional. Maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang

berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkana kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, keratif, mandiri dan menjadi

(14)

Pendidikan bertujuan untuk mencapai peningkatan mutu kualitas sumber daya manusia (SDM). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia salah satunya melalui proses pembelajaran di sekolah. Melalui manajemen pembelajaran siswa khusus nya anak tunarungu dalam pembelajaran bahasa dan komunikasinya mutu pendidikan, guru dan siswa merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secra terus menerus berkelanjutan.

Guru, siswa dan bahan ajar merupakan unsur yang dominan dalam manajemen pembelajaran guru di kelas termasuk di dalam kelas anak tunarungu. Ketiga unsur ini saling berkaitan, saling mempunyai pengaruh serat saling menunjang antara satu dengan yang lainnnya, kondisi guru yang ada di SLB PKK Provinsi Lampung belum dapat berjalan secara wajar serta proses manajemen pembelajaran diharapkan dapat berjalan dengan baik, karena ketiga unsur yakni guru, murid, bahan ajar dapat teritegrasi secara optimal.

Manajemen pembelajaran di SLB PKK Provinsi Lampung belum maksimal berfungsi sebagai pembuat keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, implementasi dan penilaian ketiga unsur tersebut. Saat ini tenaga pendidik yang ada di SLB PKK Provinsi Lampung memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan bidang keahliannya.

(15)

tunarungu untuk berkomunikasi agar dapat berbicara secara efektif dan efisien. Pembelajaran bahasa pada anak tunarungu mempunyai tujuan berkomunikasi secara efektif dan efisien, memahani bahasa sebagai komunikasinya.

Potensi sumber daya guru bermutu perlu terus ditingkatkan agar dapat melakukan fungsinya secara profesioanl. Selain itu pengaruh perubahan zaman yang sangat cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta mobilitas masyarakat.

Peserta didik dalam hal ini adalah anak tunarungu diharapkan menjadi generasi penerus yang lebih mampu, berkualitas untuk mengembang tugas mengisi kemerdekaan negara kita ni. Peserta diidk sangat memerlukan perhatian yang sunguh-sungguh dalam upaya untk membina, memberikan pembelajaran mencakup unsur ranah kignitif dan afektif.

(16)

Mengahadapi tantangan perubahan sosial yang semakin cepat, pendidikan perlu membekali peserta didik untuk mampu belajar secara mandiri dengan cara memupuk sikap gemar membaca serta mencari dan memanfaatkan sumber informasi yang diperlukan untuk dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan salah salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, terutama pendidikan dasar oleh karena itu berbagai lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta selalu memberikan alokasi waktu, dana, pemikiran yang cukup signitifikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan generasi penerus bangsa yang termasuk berkebutuhan khusus yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa.

Anak berkebutuhan khusus mempunyai berbagai klasifikasi jenis dari Anak Tunanetra (A), Anak Tunarungu (B), Anak Tunagrahita (C), Anak Tunadaksa (D), Anak Tunalaras (E) dan Autis. Penelitian ini memfokuskan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah anak tunarungu. Menurut

Suparno(2001:9),”Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu kondisi

ketidakmampuan seseorang dalam mendapatkan infromasi secara lisan, sehingga

membutuhkan bimbingan dan pelayanan khusus dalam hal belajarnya di sekolah.”

(17)

penyesuaian-penyesuaian tertentu. Bentuk penyesuaian yang dilakukan dengan penyederhanaan dan modifikasi penyampaian materi pelajaran. Meskipun demikian, standar kurikulum yang dipakai sama seperti kurikulum yang dipakai anak normal pada umumnya.

Berdasarkan alasan tersebutlah peneliti memilih setting penelitian di SLB PKK Provinsi Lampung untuk mengupas permasalahan tentang manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Beranjak dari hal tersebut peneliti hendak melakukan penelitian yang berjudul Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dengan studi kasus pembelajaran anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka fokus penelitian ini adalah Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dengan sub fokus pada pembelajaran bahasa anak tunarungu dengan perincian sebagai berikut :

1.2.1. Identifikasi dan asesmen siswa anak tunarungu dalam pembelajaran bahasa di SLB PKK Provinsi Lampung.

(18)

1.2.3. Hasil dalam proses pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus yang di fokuskan pada pembelajaran bahasa anak tunarungu adalah sebagai berikut :

1.3.1 Bagaimanakah sistem identifikasi dan asesmen anak tunarungu dalam pembelajaran bahasa di SLB PKK Provinsi Lampung ?

1.3.2 Bagaimanakah proses pembelajaran anak tunarungu dilihat dari kebijakan mutu yang digunakan, rumusan kelulusan yang ditetapkan, pengembangan kurikulum yang dipakai, perencanaan pembelajarannya serta pelaksanaan dan evaluasi pembelajarannya di SLB PKK Provinsi Lampung ?

1.3.3 Hasil yang dicapai dalam pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung ?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian dan pertanyaan penelitian yang ditentukan diatas, maka tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan : 1.4.1 Sistem identifikasi dan asesmen anak tunarungu dalam pembelajaran

(19)

1.4.2 Proses pembelajaran anak tunarungu dilihat dari kebijakan mutu yang digunakan, rumusan kelulusan yang ditetapkan, pengembangan kurikulum yang dipakai, perencanaan pembelajarannya serta pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

1.4.3 Hasil yang dicapai dalam pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

1.5 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak antara lain:

1.5.1 Secara teoritik penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan.

1.5.2 Dapat dijadikan bahan masukan oleh sekolah berkebutuhan khusus lainnya yang ingin mengembangkkan mutu sekolah dalam bidang manajemen pembelaj arannya.

1.5.3 Dapat dijadikan bahan acuan dalam mengembangkan manajemen pembelajaran bagi anak tunarugu dalam pembelajaran bahasanya.

1.5 Definisi Istilah

(20)

1.5.2 Anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak dengan karakteristik khusu yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus adalah tunantera, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.

1.5.3 Pembelajaran anak tunarungu adalah suatu kegiatan mengelola pembelajaran dari perencanaan, penggorganisasiaan, pengarahan atau pengendalian dan penilaian yang dilakukan guru berkebutuhan khusus dengan melihat kemampuan dari setiap individu.

Pembelajaran bahasa lebih dititikberatkan pada visualisasi dan gambar karena melihat karakteristik anak tunarungu yang mempunyai daya abstraksi dan persepsi rendah.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pembelajaran

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Manajemen adalah istilah yang sangat penting terucap atau terpikirkan oleh individu atau organisasi dalam melakukan aktivitasnya. Di lingkungan pendidikan khususnya sekolah, kata manajemen dilekatkan dengan konsep pengelolaan pendidikan persekolahan yang dikenal dengan konsep manajemen berbasis sekolah/MBS (School Based Manajement.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007 juga menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu seni menyelesaikan pekerjaan melalui oranglain. Proses manajemen akan terjadi apabila ada keterlibatan orang lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Fakta menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, pimpinan tidak dapat melakukan sendiri tugas tersebut, tetapi melimpahkannya kepada orang lain atau bawahannya.

(22)

dikatakan sebagai tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan.

Pembelajaran menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007 adalah suatu proses belajar mengajar dan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Kegiatan belajar mengajar ada kegiatan yang dilakukan siswa dan ada kegiatan yang dilakukan guru yang terjadi secara sinergis. Dengan demikian, pembelajaran, didefinisikan sebagai pengorganisasian atau penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinya peristiwa belajar pada siswa.

(23)

dapat diartikan proses mengelola yang meliputikegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses membelajarkan si pembelajar dengan mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan. Mengelola pembelajaran, manajer dalam hal ini guru melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari merencanakan pembelajaran, mengorganisasikan pembelajaran, mengarahkan dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan. Pengertian manajemen pembelajaran demikian dapat diartikan secara luas dalam arti mencakup keseluruhan kegiatan bagaimana membelajarkan siswa mulai dari perencanaan pembelajaran sampai pada penilaian pembelajaran.

Manajemen pembelajaran terkait dengan penerapan standar proses pembelajaran. Standar ini mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan, pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pendapat lain menyatakan bahwa manajemen pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran yaitu strategi pengelolaan pembelajaran. Manajemen pembelajaran termasuk salah satu dari manajemen implementasi kurikulum berbasis kompetensi (Diknas, 2004).

(24)

hanya berkaitan dengan kegiatan yang terjadi selama proses interaksi guru dengan siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas.

Berpijak dari beberapa pernyataan di atas, dapat dibedakan konsep manajemen pembelajaran dalam arti luas dan dalam arti sempit. Manajemen pembelajaran dalam arti luas berisi proses kegiatan mengelola bagaimana membelajarkan si pebelajar dengan kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan penilaian. Sedang manajemen pembelajaran dalam arti sempit diartikan sebagai kegiatan yang perlu dikelola oleh guru selama terjadinya proses interaksinya dengan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya yang dimaksudkan manajemen pembelajaran adalah manajemen pembelajaran dalam arti luas. Kegiatan mengelola pembelajaran mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pengendalian dan penilaian perlu dilakukan oleh manajer (guru) dengan maksud agar mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Seorang guru pendidikan khusus penting sekali untuk memahami dan berikutnya mampu melaksanakan manajemen pembelajaran secara benar pada anak luar biasa.

Secara skematis, manajemen pembelajaran sesuai dengan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, sebagai berikut;

Fungsi Manajemen

Cakupan Kegiatan

Deskripsi

Perencanaan proses

Penyusunan silabus dan

(25)

pembelajaran Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

RPP) sebagai persiapan pembelajaran memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar Pelaksanaan proses pembelajaran Kegiatan persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan Pelaksanaan Pembelajaran

Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran meliputi hal-hal sebagai berikut; ketentuan tentang rombongan belajar, beban kerja minimal guru, buku teks pelajaran, dan pengelolaan kelas. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Penilaian hasil

Pembelajaran

Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri.

Pengawasan proses pembelajaran Pemantauan, Supervisi, Evaluasi, Pelaporan dan Tindak lanjut.

(26)

pemberian kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/mamanjemen

Fungsi-fungsi manajemen pembelajaran di atas berlaku untuk semua mata pelajaran. Artinya secara umum guru dalam mengelola pembelajarannya dapat mengacu pada fungsi-fungsi berikut kegiatan cakupannya. Pada penerapannya untuk setiap bidang studi atau mata pelajaran, tentu saja kita dapat mengembangkannya sesuai dengan karakter dan ciri khas dari pembelajaran mata pelajaran yang diampunya.

Manajemen pembelajaran adalh upaya pendidik dalam merencanakan, melaksanakan dan memfasilitasi proses pembelajaran serta mengevaluasi hasil pembelajaran. Seorang pendidik harus mempunyai keterampilan dalam pengelolaan (manajemen) pembelajaran yang meliputi tiga tahapan kegiatan yaitu : (1) membuat perencanaan pembelajaran, (2) melakukan proses pembelajaran, dan (3) melaksanakan evaluasi pembelajaran.

2.1.1. Perencanaan Pembelajaran

(27)

pembelajaran yang disiapkan oleh pendidiknya. Perencanaan Pembelajaran meliputi penataan guru (pendidik), peserta didik dan tenaga administrasi, penggunaan metode, material, prosedur yang merupakan unsur-unsur perangkat pembelajaran yang harus terorganisasi secara sistematis dan sistemik. Kesalingketergantungan antara tiap unsur dalam sistem pembelajaran yang bersifar esensial dan masing-masing memberikan kontribusi kepada sistem pembelajaran. Keterlibatan dan peran tiap unsur dalam sistem saling mempengaruhi.

(28)

2.1.2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dikatakan berhasil apabila mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Pelaksanaan yaitu suatu kegiatan memadukan atau mengintegrasikan sumber/potensi yang ada atau yang dapat disediakan dalam rangkaian kegiatan yang telah direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan, meliputi: sumber daya manusia, tujuan belajar, bahan belajar, alat/media belajar, tempat belajar, fasiitas atau sarana prasarana pendukung lainnya.

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 menyatakan bahwa persyaratan pelaksanaan pembelajaran antara lain

(1) Jumlah jam maksimal peserta didik untuk setiap rombongan belajar adalah 12, (2) Beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka dalam seminggu, (3) tersedia buku teks pelajaran dengan perbandingan 1 peserta didik, 1 buku serta buku pendukung untuk pengayaan referensi dan sebagainya, (4) Guru melakukan pengelolaan kelas, terkait dengan penataan tempat duduk siswa, penyampaian materi, komunikasi, penciptaan suasana tertib, disiplin dan pembelajaran yang menyenangkan.

(29)

guru dalam upaya menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk mengikuti pembelajaran. Kegiatan inti sendiri merupakan suatu proses pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar yang dilakukan secara interaksi, inspiratif, menyenangkan. Menantang, memotivasi peserta didik utnuk aktif dan sebagainya. Didalam kegiatan inti ini menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik anak. Sedangkan pada kegiatan akhir dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan guru bersama siswa untuk membuat suatu rangkuman tentang konsep-konsep materi yang telah diajarkan pada pertemuan tersebut, melakukan penilaian hasil belajar siswa dan memberikan evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.

2.1.3. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi dalam pembelajaran merupakan penetapan nilai sehubungan dengan fenoma pendidikan. Evaluasi bertujuan untuk mendapatkan infromasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh peserta didik sehingga pendidik dapat mengupayakan tindak lanjutnya. Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari kegiatan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh pendidiknya.

(30)

Evaluasi secara spesifik berkaitan dengan proses pembelajaran dikemukakan oleh Hamalik (2001:66), menurutnya yang dimaksud dengan evaluasi hasil pembelajaran adalah keseluruhan kegiatan pengukuran, pengolaha, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan memberikan infromasi kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar serta memberikan infromasi agar siswa dapat menyalurkan bakat dan kemampuannya sesuai dengan kemampuan tiap individunya.

2.2. Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus

Konsep anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa (exceptional children). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barter to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing- masing anak.

(31)

kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat (tunanetra), tidak bisa mendengar (tunarungu), anak yang mernpunyai intelegensi rendah (tunagrahita), anak yang mengalami kecacatan tubuh seperti cerebral palsy (tunadaksa) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer. Anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat temporer. Misalnya anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat trauma kerusuhan, kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan disekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak-anak seperti dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus temporer. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat sesuai dengan hamabatan belajarnya bisa menjadi permanen. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki hambatan belajar dan kebutuhan yang berbeda-beda.

(32)

dasar seorang guru. Pendidikan kebutuhan khusus adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, dan sangat fokus pada hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual (Miriam, 2001). Pendidikan kebutuhan khusus memandang anak sebagai individu yang khas dan utuh, keragaman dan perbedaan individu sangat dihormati. Dilihat dari caranya memandang eksistensi seorang anak, pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) berbeda dengan jelas dari pendidikan khusus (special education). Dalam pendidikan khusus (special education), yang menjadi fokus perhatian tertuju kepada kecacatan anak (disability). Sedangkan pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) fokus kepada hambatan belajar dan kebutuhan anak.

2.3. Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus 2.3.1. Identifikasi

Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak-anak-anak normal) (Munawir, 2013:4)

(33)

tergolong : (1) Tunanetra, (2), Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Anak Tunalaras, (6) Anak lamban belajar, (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, (8) Anak Autis (9) Anak Berbakat, (10). Anak ADHD ( gangguan perhatian dan hiperaktif).

Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tegolong ABK atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang- orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya. Sedangkan langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus secara lebih mendalam yang sering disebut asesmen yang apabila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

Tujuan identifikasi adalah adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (pisik, intelektual, sosial, emosional). Menurut Munawir (2013:5) kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan yaitu : a) penjaringan (screening), b) pengalihtanganan (referal), c) Klasifikasi, d) Perencanaan Pembelajaran, e) Pemantauan kemajuan belajar.

(34)

: (a) anak yang sudah bersekolah di sekolah reguler, (b) anak yang baru masuk di Sekolah reguler, (c) anak yang belum/tidak bersekolah.

Dalam proses identifikasi terhadap seorang anak apakah tergolong anak berkebutuhan khusus atau bukan dapat dilakukan oleh guru kelas, guru mata pelajaran/BK, guru pendidikan khusus, orangtua anak atau tenaga profesional seperti psikolog, dokter.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan diatas bahwa proses identifikasi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan dengan langkah-langkah dari anak mulai dari menhimpun data, menganilisis data serta mengklasifikasi anak hingga sampai ke proses menyusun laporan hasil pembahasan kasus.

2.3.2. Asesmen

(35)

Asesmen secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, (1) asesmen akademik, dan (2) asesmen perkembangan (developmental), dan asesmen perilaku.

a. Asesmen Akademik.

Asesmen akademik berkaitan dengan upaya mengukur capaian prestasi belajar anak (seperti keterampilan membaca, menulis dan berhitung). Asesmen akademik meliputi asesmen keterampilan membaca, asesmen keterampilan menulis dan asesmen keterampilan berhitung/matematika. Asesmen keterampilan membaca adalah proses melakukan pengukuran terhadap keterampilan seseorang siswa dalam melakukan aktivitas membaca baik membaca teknis maupun pemahaman sebagai bagian dari upaya menyusun program dan intervensi pembelajaran. Asesmen keterampilan membaca adalah proses melakukan pengukuran terhadap keterampilan seseorang siswa dalam melakukan aktivitas membaca baik membaca teknis maupun pemahaman sebagai bagian dari upaya menyusun program dan intervensi pembelajaran. Sementara asesmen keterampilan menulis adalah suatu proses pengukuran terhadap siswa dalam melakukan aktivitas menulis berkaitan dengan hambatan yang dialami dalam melakukan aktivitas menulis. Sedangakan asesmen matematika adalah proses pengukuran terhadap keterampilan matematika untuk memperoleh data tentang penguasaan keterampilan kuantitatif maupun kualitatif.

b. Asesmen perkembangan mengutamakan aspek-aspek yang berkaitan dengan keterampilan prasarat yang diperlukan untuk keberhasilan bidang akademik. Aspek perkembangan berkaitan dengan hambatan atau kesulitan yang mereka hadapi ktika mereka belajar. Aspek-aspek tersebut meliputi: (1) gangguan motorik, (2) gangguan persepsi, (3) gangguan atensi/perhatian, (4) gangguan memori, (5) hambatan dalam orientasi ruang, arah/spatial, (6) hambatan dalam perkembangan bahasa, (7) hambatan dalam pembentukan konsep, dan (8) mengalami masalah dalam perilaku. (Munawir, 2013: 12)

(36)

2.4. Anak Tunarungu

Istilah tunarungu secara harfiah berasal dari kata “tuna” artinya kurang dan

“rungu” artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila

dengan sedikit pendengaran atau tidak mendengar suara di dalam kehidupannya sehari-hari kurang dapat mempergunakan alat pendengarannya tersebut secara wajar. Tunarungu secara umum dapat diarikan tidak dapat mendengar yang mungkin kurang pendengaran atau tidak dapat mendengar sama sekali. Apabila dapat diperoleh pengertian yang lebih jelas tentang anak tunarungu, berikut ini dikemukakan definisi anak tunarungu oleh beberapa para ahli. Banyak ahli yang mengemukakan tentang pengertian anak tunarungu, semua itu mengaju kepada sudut pandang dari ahli yang bersangkutan.

Menurut Bunawan (2000:5) tunarungu tau ketunarunguan dapat diuraikan antara lain berdasarkan lokasi kerusakan pada organ pendengaran (location of damage/site of lesion), faktor penyebab terjadinya ketunarunguan, usia/saat terjadinya ketunarunguan dan besaran kehilangan pendengaran dalam deciBell (dB), sebagai satuan ukuran bunyi.

(37)

gangguan dalam menafsirkan bunyi, karena adanya gangguan dalam mekanisme syaraf pendengaran. Menurut Daniel F.Hallahan dan James H. Kauffinan (Bunawan, 2000:26) menyatakan:”Hearmg impairment A generic term indicating a hearing disability that may range in severity from to profound it includes the subsets of deaf and hard of hearing...”

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar.

Keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar. Bunawan (2000:27), mendefinisikan pengertian anak tunarungu sebagai berikut:

Seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.

(38)

2.3.1. Karakteristik Anak Tunarungu

Secara fisik ketunaan anak tidak tampak jelas, tetapi anak tunarungu mempunyai karakteristik yang khas. Somad dalam Bunawan (2000:35), mengungkapkan karakteristik dari anak tunarungu sebagai berikut:

1. Karakteristik dari segi intelegensi

Pada umumnya intelegensi anak tunarungu sama dengan anak normal, ada yang tinggi, rata-rata dan rendah. Rendahnya tingkat prestasi anak tunarungu bukan berasal dari kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat • kesempatan untuk berkembang dengan maksimal.

2. Karakteristik dari segi berbahasa dan berbicara

Karena anak tunarungu tidak bisa mengenal bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak didik atau dilatih secara khusus. Akibat ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya agak jauh tertinggal.

3. Karakteristik dari segi emosi

Kekuarangan pemahaman dalam bahasa lisan dan tulisan sering kali menyebabkan anak menafsirkan sesuatu negative atau salah dan ini sering mengakibatkan tekanan pada emosi anak. Akhirnya menghambat perkembangan kepribadiaannya, dengan menampilkan sikap menutup diri, egois dan ragu-ragu.

4. Karakteristik dari segi sosial

Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang berbeda di sekitar anak, dapat menimbulkan aspek negative seperti: a. Perasaan rendah diri, merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat. b. Merasa cemburu dan curiga dan merasa diperlakukan tidak adil.

c. Kurang dapat bergaul dan rendah diri dan berlaku agresif.

(39)

1. Kurang Dengar (Hard Of Hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicaranya (speech).

2. Tuli (Deaf), adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan berbicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen pada pengelihatan dan perabaan. 3. Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki

pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak/mempersepsi dan mengembangkan bahasa.

A. Van Uden disusun berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan yang dikaitkan dengan taraf penguasaan bahasa seorang anak yaitu:

1. Tuli Pra-Bahasa (Prelingually Deaf), yaitu mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasinya suatu bahasa (usia dibawah 1,6th), artinya anak baru menggunakan tanda (signal) tertentu seperti mengarnati, menunjuk, meraih, memegang benda dan mulai memahami lambang yang digunakan orang lain.

(40)
[image:40.595.113.524.88.512.2]

Tabel 2.1.

Penggolongan dan Ciri-ciri ketunarunguan Kelo

mpo k

Rentang Ambang

Gol Tanpa ABM Dengan ABM

Daya tangkap percakap an Daya Diskrimi nasi Suara Media Belajar Daya tangkap percakap an Daya Diskrim inasi suara Media Belajar

I. 15-30dB Ringan Normal Normal Penden garan

Normal Normal Penden garan

II. 31-60clB Sedang Sebagian Hampir Normal Penden garan dengan bantuan pengeli hatan

Normal Hampir Normal

Penden garan

III 61-90dB Herat TdkAda Tidak Berarti

Pengeli hatan

Normal Baik Penden garan dengan bantuan pengeli hatan

IV 91-120dB Sangat Berat

TdkAda Tidak Berarti

Pengeli hatan

Sebagian Buruk Pengeli hatan dengan bantuan penden garan

V. 121dB > Total Tidak Ada Tidak berarti

Pengeli hatan

Tidak Ada Tidak berati

Pengeli hatan

Catatan: Rentang ambang diperoleh dari rata-rata ambang pendengaran untuk nada murni pada 500,100, dan 2000 Hz.

Disadur dari dari A. Boothroyd dalam Bunawan (2000)

2.4. Kerangka Berpikir

(41)

teori dengan model hubungan stimulus-responya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tentu dengan metode pelatihan atau semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman. Hal itu terjadi pada konsep pembelajaran pada anak tunarungu untuk menimbulkan kemauan dalam belajar. Proses yang pertama dilakukan mengetahui identifikasi dan asessmen siswa sebagai input dalam manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus, sedangkan proses dalam pembelajarannya mengacu pada kebijakan mutu, rumusan kelulusan siswa, pengembangan kurikulum, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dalam hal ini pembelajaran bahasa untuk anak tunarungu dan evaluasi dan hasil pembelajaran bahasa anak tunarungu. Untuk lebih jelas dalam penelitian ini maka kerangka berpikir yang dikembangkan adalah sebagai berikut :

INPUT

SISWA TUNARUNGU

PROSES

Identifikasi Asesmen Proses pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu Evaluasi dan Hasil

pembelajaran bahasa Anak Tunarungu

OUTPUT

Kemandirian dan Komunikasi

(42)
(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan rancangan studi kasus. Penelitian Kualitatif yang berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistik kontektual) melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Pendekatan kualitatif dipilih karena dalam penelitian ini berusaha mengungkap secara menyeluruh tentang manajemen pembelajaran pada anak tunarungu. Untuk mengungkapkan substansi penelitian semacam ini diperlukan pengamatan secara mendalam dengan latar yang alami (natural setting) dan data yang diungkap bukan berupa angka-angka tetapi berupa kata-kata, kalimat, paragraf dan dokumen. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan informan, pengkajian dokumen, dan pengamatan langsung di lapangan, kemudian dianalisis secara induktif.

(44)

pada anak tunarungu. Informasi yang didapat dikumpulkan, informasi berupa variabel bukan informasi tentang individu-individu.

Penggunaan pendekatan fenomenologis dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dapat mendeskripsikan gejala atau fenomena yang nampak sebagaimana adanya dari objek penelitian.

3.2 Kehadiran Peneliti

(45)

rangka pengumpulan data kegiatan adalah guru kelas dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dan koordinator kekhususan anak tunarungu. Kehadiran peneliti dilapangan, senantiasa berupaya agar dapat berinteraksi dengan subyek secara wajar, dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di lingkungan yang ada.

Peneliti selalu menjaga hubungan yang baik dengan subyek penelitian agar terhindar dari kecurigaan dan diharapkan dapat menimbulkan kepercayaan kepada peneliti. Untuk itu, sebelum terjun kelapangan, peneliti mempersiapkan diri secara baik dan sungguh-sungguh, baik secara mental maupun fisik. Kehadiran peneliti di lapangan juga berusaha untuk mengedepankan nilai-nilai etika, moral dan tidak mengubah latar penelitian serta mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku.

(46)

Pada saat pengumpulan data, peneliti bersikap luwes, mengikuti etika dan peraturan yang ada, bergaul sewajar mungkin walaupun beberapa informan telah kenal dengan baik, sehingga dalam pengumpulan data tidak mengalami kesulitan berarti bahkan peneliti diterima dengan baik dan sangat dibantu. Hanya terdapat kendala kecil pada saat pengumpulan data, yaitu karena beberapa informan yang akan diwawancarai memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, maka dijadwalkan atau disepakati waktunya terlebih dahulu untuk melaksanakan wawancara, dan untuk mengamati kegiatan belajar mengajar harus menunggu waktu yang tepat yaitu pada saat jadwal pembelajaran bahasa anak tunarungu.

Ternyata tingkat kepercayaan yang tinggi informan kepada peneliti, dapat membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang ingi di peroleh dapat terlaksana dengan mudah, lengkap dan akurat serta sesuai dengan fokus penelitian.

3.2Lokasi Penelitian

(47)

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia dan bukan manusia. Manusia sebagai sumber data adalah merupakan informan yaitu pelaku utama dan bukan pelaku utama (Milles dan Hubberman, 1992:2). Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design). Caranya yaitu, penelitian memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan yakni kepala sekolah, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat menetapkan sampel lainya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap yakni guru berkebutuhan khusus dalam specialisasi tunarungu. Praktek inilah yang disebut dengan snowball sampling technique.

Pemilihan infroman penelitian ini dilakukan karena informan tersebut mempunyai pengalaman dan kualifikasi khusus ketunarunguan, agar data yang diperoleh dari infroman sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi semua infromasi berkaitan dengan manajemen pembelajaran bagi anak tunarungu dalam mata pelejaran bahasa Indonesia. Dan yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi: data infromasi yang berdasarkan inikator manajemen pembelajaran bagi anak tunarungu dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

(48)

Adapun informan yang bukan merupakan pelaku utama terdiri atas Kepala SLB PKK Provinsi Lampung dan Koordinator specialis anak tunarungu.

Tabel 3.3 Daftar Informan Penelitian Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.

NO. INFORMAN (JABATAN) JUMLAH KODE

1. Kepala Sekolah 1 KS

2. Koordinator Tunarungu 1 WKS1

3. Guru Kelas 1 1 GATR 1

4. Guru Kelas 2 1 GATR 2

5. Guru Kelas 3 GATR 3

Adapun sumber data bukan manusia berupa kegiatan manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus, sarana dan prasarana serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di SLB PKK Provinsi Lampung.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

[image:48.595.114.513.173.340.2]
(49)

3.4.1 Wawancara

Menurut Sonhaji (1996:69) dalam teknik wawancara terdapat tiga rangkaian dalam suatu wawancara yaitu: (a) wawancara yang mengungkap konteks pengalaman partisipan, (b) wawancara yang memberikan kesempatan kepada partisipan untuk merekonstruksi pengalamannya, (c) wawancara yang mendorong partisipan untuk merefleksi makna dari pengalaman yang dimilikinya.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara terbuka, terstruktur, memakai petunjuk umum, dan teknik probing. Penggunaan wawancara terbuka karena sebelum memulai wawancara, peneliti mengemukakan maksud dan tujuan dari wawancara. Jenis wawancara terstruktur peneliti lakukan, yakni sebelum melakukan wawancara dengan informan peneliti terlebih dahulu menyusun petunjuk umum wawancara berupa pedoman pertanyaan yang erat kaitannya dengan focus penelitian. Berdasarkan garis-garis pertanyaan tersebut, peneliti selanjutnya mengembangkan pertanyaan lacakan berikutnya (probling) namun tetap berpedoman pada focus penelitian dan konstruk teoritik yang telah ditetapkan sebelumnya.

(50)

penelitian ini, yaitu manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah anak tunarungu.

Pada teknik wawancara terdapat tiga rangkaian wawancara, yaitu : 1) wawancara yang mengungkap konteks pengalaman infroman, 2) wawancara yang memberikan kesempatan kepada infroman untuk merekonstruksi pengalamannya, dan 3) wawancara yang mendorong infroman untuk merefleksi makna dari pengalaman yang dimilikinya (Sonhaji, 2001).

Pada rangkaian wawancara pertama peneliti mempunyai tugas untuk membawa infroman ke dalam konteks penelitian dengan meminta infroman agar bercerita sebanyak mungkin tentang dirinya dalam kurun waktu tertentu (focused life history). Tujuan wawancara kedua adalah untuk merekonstruksi rincian kongkrit tentang pengalaman infroman saat ini sejalan dengan tujuan penelitian. Sedangkan wawancara ketiga adalah utnuk mencari makna, dalam hal ini infroman diminta merefleksi makna dari pengalaman yang dimilikinya.

Pada penelitian ini diperoleh infromasi secara mendalam untuk mendaptkan informasi tentang manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini difokuskan kepada manajemen pembelajaran anak tunarungu.

(51)

Pengamatan dilakukan untuk pengkajian dokumen-dokumen yang selama ini diterapkan dan dilaksanakan guna melengkapi informasi yang diperoleh dari wawancara. Kajian dokumen juga dilakukan untuk memperoleh informasi tentang latar penelitian.

3.4.2 Observasi

Observasi dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap manajemen pembelajaran anak tunarungu dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Observasi dilakukan dengan jalan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna menemukan data untuk selanjutnya diolah dan dianalisis. Hal-hal yang diamati meliputi: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.

3.4.3 Dokumen

(52)

Kajian dokumen dalam penelitian ini dilakukan untuk mempertajam dan melengkapi data tentang manajemen pembelajaran bagi anak tunarungu. Kajian dokumen yang terdapat dalam penelitian ini adalah kebijakan mutu, rumusan kelulusan siswa dan pengembangan kurikulum yang dilakukan.

3.5 Analisis Data

Data kuantitatif terdiri dari banyak kata-kata dan bukan angka-angka, yang deskripsinya memerlukan interprestasi sehingga dapat diketahui makna dari kata-kata tersebut. Sehingga analisis data harus dilakukan secara berulang-ulang selama dan setelah proses pengumpulan data. Data dalam penelitian kualitataif terdiri dari deskrpisi yang rinci mengenai situasi, peristiwa, orang, interaksi dan perilaku, pernyataan seseorang tentang pengalamn, sikap, keyakinan dan pikirannya, serta dari dokumen-dokumen.

Teknik analisis data dari penelitian ini adalah teknik induktif-konseptualistik yaitu dari infromasi empiris yang diperoleh, dibangun suatu konsep atau proposisi ke arah pengembangan suatu teori substansif. Analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

(53)

Penggolongan data dilakukan dengan mengelompokkan data sejenis dan mencari polanya sehingga bisa dikelompokkan data tentang manajamen pembelajaran dalam hal ini difokuskan pada pembelajaran anak tunarungu.

Sub Fokus data penelitiannya digolongkan menjadi:

a. Identifikasi dan asesmen siswa anak tunarungu dalam pembelajaran bahasa di SLB PKK Provinsi Lampung.

b. Proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini difokuskan pada pembelajaran bahasa anak tunarungu dilihat dari kebijakan mutu, standar kompetensi lulusan, pengembangan kurikulumnya, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, evaluasi pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

c. Hasil dalam proses pembelajaran bahasa anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung.

(54)

penarikan kesimpulan belum jelas, kemudian meningkat menjadi rinci, selanjutnya mengakar dengan kokoh.

Penarikan kesimpulan ini dilakukan ketika berlangsungnya pengumpulan data, maupun setelah pengumpulan data berakhir, dan kesimpulan final diharapkan dapat diperoleh setelah pengumpulan data berakhir.

3.6 Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data penelitian dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu melalui : 1) derajat kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) ketergantungan (dependability), dan 4) kepastian (confirmability) data penelitian (Moleong, 2004)

(55)

pengecekan terhadap anggota yang terlibat dalam penelitian diminta untuk memberikan reaksi terhadap data yang telah diorganisir peneliti.

Pengecekan transferbilitas atau keteralihan diperoleh melalui uraian rinci (thick description) yakni deskripsi secara rinci temuan-temuan di lapangan yang dituangkan dalam laopran hasil penelitian. Peneliti dituntut agar melaporkan hasil penelitiannya seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian dilaksanakan. Laopran penelitiannya harus mengacu pada fokus penelitian, dan uraiannya harus mengungkap secara khusus segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar data temuan yang diperoleh dapat dipahami.

Penemuan tersebut berupa penafsiran dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam pertangungjawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata. Pengecekan dependabilitas atau ketergantungan data diperoleh melalui pemeriksaan terhadap proses dan hasil penelitian yang dilakukan oleh ebebrapa auditor yang dipandang dapat memberikan koreksi dan amsukan-masukan. Dalam konteks penelitian ini para auditor terutama adalah para pembimbing.

(56)

3.7 Pemaparan Data Penelitian

Pemaparan data penelitian mencakup menyusun data secara sistematis, penulisan data dalam dalam teks naratif, dan penyajian data temuan. Penyususnan data secara sistematis dimulai dengan memasukkan hasil analisis data kedalam matrik cek data. Kemudian dilanjutkan dengan menyajikan data lengkap dalam bentuk kalimat yang dibuat berdasarkan pernyataan infroman dan disusun sesuai dengan sub fokus penelitian. Matriks dipergunakan untuk memudahkan dalam penentuan tingkat kejenuhan data pada setiap sub fokus peneleitian selanjutnya ditentukan proses pengumpulan data, apakan perlu dilanjutkan atau tidak.

Penyajian data dalam bentuk naratif dibuat secara singkat dan komunikatif sehingga mudah dipahami oleh pembaca yang ingin memperoleh gambaran makro tentang apa yang terjadi pada obyek penelitian. Temuan disajikan dalam bentuk penjelasan, matrik, diagram alir, diagram konteks dan pola. Setelah pemaparan data, langkah selanjutnya adalah pembahasan data temua erdasarkan teori yang ada untuk dicari maknanya dan dibuat kesimpulan.

3.8 Tahapan penelitian

(57)

Pada tahap pra lapangan, kegiatan yang dilakukan adalah : 1) mencari isue-isue manajemen pendidikan yang unik, menarik dan layak untuk dijadikan penelitian tesis. 2) berdasarkan pencarian isu tersebut, akhirnya dipilih tpoik penelitian untuk penyusunan tesis, yaitu tentang manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini difokuskan pada manajemen pembelajaran anak tunarungu, 3) melakukan pengkajian literatur dengan topik penelitian dan melakukan pengamatan awal terhadap fenomena manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus. 4) langkah selanjutnya adalah menetapkan substansi penelitian, dan menyusun rencana penelitian tesis. 5) proposal penelitian yang telah disusun, kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing tesis yang telah ditetapkan. 6) setelah mendapat persetujuan pembimbing tesis, kemudian dilaksanakan seminar proposal dan mengurus izin-izin penelitian.

Tahap pekerjaan lapangan merupaka tahapan studi terfokus yang dilakukan di lapangan dengan kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan pengkajian dokumen.

(58)

pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran serta output yang dihasilkan dari manajemen pembelajaran.

Pengamatan dilakukan terhadap semua objek yang terkait dengan seluruh warga sekolah untuk memperoleh data tentang manajemen pembelajaran. Selain itu pengkajian dokumen dilakukan pula terhadao seluruh dokumen-dokumen yang ada.

Pada tahap analisis data, secara operasional transkip wawancara dibaca berulang-ulang untuk dipilih yang terkait dengan fokus penelitian dan diberi kode berdasarkan sub fokus penelitian dan sumbernya. Proses analisis data selanjutnya adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan melalui penajaman, penggolongan, penyeleksian dan pengorganisasian data.

Penajaman data dilakukan dengan mentransformasi kata-kata dan kalimat panjang menjadi kalimat ringkas dan bermakna. Penggolongan data dilakukan dengan mengelompokkan data sejenis dan mencari polanya sehingga bisa dikembangkan pola manajemen pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam hal ini manajemen pembelajaran yang berfokus pada anak tunarungu.

(59)

Penarikan kesimpulan atau verifikasi dimulai dari yang longgar, tetap terbuka dan skeptis. Mula-mula penarikan kesimpulan belum jelas, kemudian meningkat menjadi rinci, selanjutnya mengakar dengan kokoh.

(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Proses Identifikasi dan Asesmen telah dilakukan terhadap siswa. Proses asesmen untuk mengetahui kemampuann dan kebutuhannya, proses asesmen tersebut telah dilakukan dengan baik dan terlaksana sesuai dengan ketentuan yang ada.

2) Proses manajemen pembelajaran bahasa pada anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung telah terlaksana dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari:

a. kebijakan mutu yang telah sesuai dan dilaksanakan berdasarkan visi dan misi sekolah.

b. rumusan kelulusan siswa yang telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan BSNP.

c. Pengembangan kurikulum yang digunakan telah disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak.

(61)

dikeluarkan oelh Badan Standar Nasional Pendidikan khusus untuk SLB telah terlaksana dengan ketentuan yang ada.

e. Pelaksanaan pembelajaran bahasa pada anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung, meliputi kesiapan pembelajaran, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode khusus pembelajaran bahasa yakni metode maternal reflektif telah dilaksanakan dengan baik dapat mencapai harapan yang maksimal. f. evaluasi yang telah diterapkan di SLB PKK provinsi Lampung,

meliputi evaluasi dalam bentuk tulis dan lisan telah dilaksanakan dapat berhasil dengan tepat sehinngga menjadi ukuran yang akurat sebagai pembanding nilai peserta didik dari tahun ke tahun.

3) Hasil dari proses manajemen pembelajaran bahasa adalah kemampuan komunikasi yang baik bagi siswa khususnya siswa tunarungu.

5.2 Saran-saran

1) Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dapat dipahami begitu pentingnya kompetensi profesionalisme guru berkebutuhan khusus dalam upaya peningkatan kemampuan berbahasa pada anak tunarungu di SLB PKK Provinsi Lampung. Oleh karena itu bagi peneliti lainnya diharapkan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut pada kemampuan yang lainnya sehingga guru berkebutuhan khusus dapat meningkatan kemampuan peserta didiknya.

(62)

religius. Upaya penciptaan suasana kondusif harus terus dikembangkan untuk dapat memberikan efek nyaman dalam bekerja.

3) Para guru agar lebih meningkatkan disiplin dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Sehingga kerjasama dapat terjalin dengan baik untuk menerapkan strategi pembelajaran yang kondusif dan tujuan pendidikan Sekolah Luar Biasa sesuai dengan harapan.

4) Bagi para guru yang telah lulus sertifikasi yang dinyatakan sebagai guru profesional agar menjadi sosok panutan untuk dapat menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat baik.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Boothroyd, Arthur. 1982. Hearing Impairments in Young Children, Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs,N. J. 07632

Bogdan, R. C. & Biklen, S.K. 1986. Qualitative Research. Needham Height, MA: Allyn dan Bacon.

Bunawan, Lani, Cecillia Suslia Yuliawati. 2000. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Yayasan Santi Rama, Jakarta.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2004. Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar SDLB B Tunarungu. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2007. Model Pembelajaran Pendidikan Khusus. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2008. Pedoman Pelaksanaan Manajemen SLB. Tunarungu (B). Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hagen van A, Vermeulen R, Jong de, M., Zirkelbach, E. 1990. Belajar Membaca SLB-B Panggudi Luhur, Jakarta

Hamalik. Omar. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Rosdakarya. Bandung.

Mardiati Busono. 1993. Pendidikan Anak Tunarungu. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri Yogyakarta.

Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

M. Madri dan Rosmawati. 2004. Pemahaman Guru Tentang Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Sekolah Dasar, Jurnal Pembelajaran Vol. 27, No. 23, Universitas Negeri Padang.

(64)

Sonhadji, A.K.H. 1996. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif. Dalam Arifin. Penelitian Kualitatif, Malang: Kalimasada Press.

Somad, Pemanarian dan Tati Herawati. 1995. Orthopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Ditjen Dikti Depdikbud. Sumadi. 2008. Implementasi Siakad Online Suatu Studi Kausus di UNILA.

Disertasi Bidang Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Suparno. (2001). Pendidikan Anak Tunarungu. Yogyakarta: Universitas Negeri

Yogyakarta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, R&D). CV. Alfabeta. Bandung.

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 3.3 Daftar Informan Penelitian Manajemen Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Secara sistematis rencana pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran yaitu (1) Identitas mata pelajaran (nama pelajaran, kelas, semester, dan waktu atau banyaknya jam

Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sesuai kebijakan dari sekolah batas minimal pencapaian ketuntasan minimalnya tidak sama dengan siswa reguler, artinya

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “MANAJEMEN PENYELENGGARAAN

Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada. satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup

Hasil dari proses implementasi sistem yaitu antarmuka menambah kompetensi dasar yang menjadi sampel pada penelitian ini dan dapat dilihat pada Gambar 6.. Gambar 2

Dengan menggunakan model pembelajaran yang relevan sesuai dengan kebutuhan peserta didik agar pembelajaran dapat dipahami yaitu dengan menggunakan model pembelajaran tematik, karena

Data Pokok Data yang diperoleh melalui hasil secara langsung terhadap objek yang kan ditelit, berupa hasil wawacara yang dilakukan dengan informan untuk dijadikan sempel penelitian,