• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 4.19

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Uang Saku

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial, menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi hasil korelasi).

Dengan memasukkan uang saku sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi cenderung lebih kecil sedikit (0,693)  masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696  masuk kategori kuat.

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

UANGSAKU MEDSOS Correlation 1,000 ,693

Significance (2-tailed) . ,000 Df 0 166 KONSUMTI F Correlation ,693 1,000 Significance (2-tailed) ,000 . Df 166 0

75 3. Latar Belakang Pekerjaan Orang tua

Tabel 4.20

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial, menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi hasil korelasi).

Dengan memasukkan latar belakang pekerjaan orang tua sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi cenderung lebih besar (0,702)  masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696  masuk kategori kuat.

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

KERJAORTU MEDSOS Correlation 1,000 ,702

Significance (2-tailed) . ,000 Df 0 166 KONSUMTI F Correlation ,702 1,000 Significance (2-tailed) ,000 . Df 166 0

76 4. Perangkat Media Yang Digunakan

Tabel 4.21

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Perangkat Media Yang Digunakan

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial, menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi hasil korelasi).

Dengan memasukkan perangkat media yang digunakan sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi cenderung lebih kecil sedikit (0,703)  masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696  masuk kategori kuat.

4.6. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, responden perempuan menjadi responden terbanyak dengan prosentase sebesar 53,3%. Hal ini membuktikan bahwa perempuan lebih aktif menggunakan media sosial dibandingkan dengan laki

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

MEDIA MEDSOS Correlation 1,000 ,703

Significance (2-tailed) . ,000 Df 0 166 KONSUMTI F Correlation ,703 1,000 Significance (2-tailed) ,000 . Df 166 0

77

– laki. Penelitian ini juga membuktikan bahwa data tersebut sesuai dengan data yang ditunjukkan oleh APJII mengenai pengguna internet di Indonesia lebih didominasi oleh perempuan. Selain itu, Penelitian Nielsen juga turut mendukung pernyataan diatas bahwa ternyata 6% perempuan punya kecenderungan membuat setidaknya satu akun jejaring sosial, sementara 7% laki – laki justru malas melakukannya. Hal ini dikarenakanperempuan punya kecenderungan menampilkan diri mereka sebagai pribadi digital. Dimana di media sosial perempuan bisa berbagi cerita, berbelanja online, mencari eksistensi dan popularitas karena perempuan menyisihkan waktunya untuk bisa berselancar di media sosial. Artinya dalam penggunaan teknologi, perempuan lebih berfokus pada kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidup, berbeda halnya dengan laki –laki yang melihat spesifikasi teknis dari teknologi tersebut.

Pada penelitian ini terdapat dua variabel. Yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat pada penelitian ini adalah gaya hidup konsumtif (Y), variabel bebas pada penelitian ini adalah media sosial (X). Terdapat tiga indikator pada media sosial, sedangkan gaya hidup konsumtif memiliki tujuh indikator.

Indikator pertama pada media sosial adalah frekuensi (X1). Sebanyak 133 responden (78,7%) hampir setengah lebih mengaku bahwa mereka tidak terlalu sering membuka online shop pada akun media sosial. Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka jarang membuka online shop pada akun media sosial.

Indikator kedua pada media sosial adalah durasi (X2). Sebanyak 65 responden (38,5%) menggunakan media sosial lebih dari lima jam per hari. Dengan lamanya durasi responden membuka akun media sosial, maka secara tidak langsung mereka melihat akun yang menawarkan suatu produk. Hal ini bisa mempengaruhi responden untuk membeli produk yang ditawarkan oleh akun tersebut dan akan menjadi gaya hidup konsumtif.

78

Indikator ketiga pada media sosial adalah attention (X3). Sebanyak 142 responden (84%) tidak setuju dengan attention (hal-hal yang dilihat) pada akun sosial media yang menawarkan suatu produk. Walaupun responden banyak yang membuka akun media sosial lebih dari lima jam per hari, namun responden jarang untuk memperhatikan akun media sosial yang menawarkan suatu produk. Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka jarang mengikuti akun yang menawarkan suatu produk di media sosial.

Indikator pertama pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk karena mendapat suatu hadiah (Y1). Sebanyak 106 responden (62,7%) tidak setuju bahwa mereka membeli produk di online shop pada akun media sosial karena mendapat suatu hadiah. Artinya adalah responden tidak mementingkan mendapat hadiah saat membeli produk di akun media sosial yang menawarkan suatu produk. Mereka lebih mementingkan hal – hal yang lain yang membuat mereka tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial tersebut.

Indikator kedua pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk karena kemasan menarik (Y2). Sebanyak 131 responden (77,5%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk karena kemasan menarik. Responden merasa kemasan yang menarik tidak memengaruhi dalam membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2016), dimana responden yang ditelitinya menyatakan lebih memilih untuk membeli produk yang kemasannya menarik dan unik dibandingkan dengan model lainnya yang menurut mereka biasa saja dari akun online shop yang mereka ikuti.

Indikator ketiga pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gensi (Y3). Sebanyak 137 responden (81%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Responden mengaku membeli produk di media sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan gengsi. Walaupun akun media

79

sosial menawarkan produk terbaru dan mengikuti perkembangan jaman, namun responden lebih memilih membeli produk yang nyaman dan sesuai kebutuhan mereka.

Indikator keempat pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk atas pertimbangan harga (Y4). Sebanyak 145 responden (85,8%) membeli produk tanpa mempertimbangkan harga terlebih dahulu. Jadi bisa dikatakan bahwa responden akan tertarik pada suatu produk yang ditawarkan pada akun media sosial yang dirasa sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mempertimbangkan harga dari produk tersebut. Harga menjadi tidak masalah jika memang kualitas dari produk tersebut bagus. Sebelum membeli suatu produk responden memperhatikan secara detail produk yang akan dibelinya untuk menunjang penampilan diri tidak peduli dengan harga produk tersebut. Namun, ada beberapa responden yang membeli suatu produk di akun media sosial yang menawarkan produk ketika sedang promo mendapatkan potongan harga atau diskon.

Indikator kelima pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk hanya sekedar menjaga symbol dan status (Y5). Sebanyak 151 responden (89,4%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk hanya sekedar menjaga symbol dan status. Responden tidak mementingkan status sosial dalam membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti.

Indikator keenam pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk karena konformitas terhadap model yang mengiklankan (Y6). Sebanyak 145 responden (85,8%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Responden tidak terlalu tertarik membeli produk yang ditawar oleh akun media sosial yang menggunakan model yang mengiklankan produk mereka.

Indikator ketujuh pada gaya hidup konsumtif adalah munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan

80

rasa percaya diri yang tinggi (Y7). Sebanyak 153 responden (90,5%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk dengan harga yang mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Responden merasa mahalnya harga produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak memengaruhi dalam membeli produk tersebut. Hal yang paling diminati responden adalah produk dengan harga terjangkau, berkualitas, dan mode keluaran terbaru atau yang sedang trend.

Dilihat dari karakteristik variabel, pada indikator media sosial,

attention (X3) memiliki nilai ketidaksetujuan paling tinggi sebesar (84%) dibandingkan dengan indikator lainnya. Responden mengaku membeli produk di media sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan gengsi. Disini responden lebih memilih membeli produk yang nyaman dan sesuai kebutuhan mereka. Sedangkan pada indikator gaya hidup konsumtif, indikator yang memiliki nilai yang tinggi yaitu munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi (Y7). Responden merasa mahalnya harga produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak memengaruhi mereka membeli produk tersebut.

Berdasarkan uji hipotesis, nilai korelasi r hasil adalah 0,696 dan nilai korelasi ini tergolong kuat serta memiliki nilai positif (arah korelasi positif) sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara sosial media dan gaya hidup konsumtif adalah searah. Artinya, semakin sering menggunakan sosial media maka gaya hidup konsumtif juga akan meningkat akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat penggunaan sosial media, semakin rendah pula gaya hidup konsumtifnya. Ini berarti responden yang membuka akun media sosial lebih dari 5 jam dalam sehari cenderung mempunyai pengaruh gaya hidup konsumtif yang lebih besar dibandingkan dengan responden yang membuka akun media sosial kurang dari 5 jam dalam sehari dengan adanya hasil ini, semakin memperkuat dugaan bahwa ada pengaruh

81

secara nyata antara membuka akun media sosial terhadap gaya hidup konsumtif.

Besarnya pengaruh membuka akun media sosial terhadap gaya hidup konsumtif adalah sebesar 48,40% dan sisanya 51,60% dipengaruhi oleh faktor lain diluar media sosial yang tidak diteliti oleh peneliti. Ini artinya dengan membuka akun media sosial dapat mempengaruhi gaya hidup konsumtif responden sebesar 48,40%. Sedangkan 51,60% nya dipengaruhi oleh faktor lain diluar membuka akun media sosial.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti tentang media sosial terhadap gaya hidup konsumtif. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Anissa Fitrah Nurrizka (2016), Pengaruh Sosial Media Terhadap Gaya Hidup Pelajar SMAN 04 Pontianak yang menyatakan adanya pengaruh dari penggunaan media sosial terhadap gaya hidup para siswa. Semakin sering membuka media sosial, maka akan semakin tinggi tingkat gaya hidup siswa.

Hadirnya new media (internet) merupakan salah satu yang menjadi sebuah revolusi media saat ini. Media sosial melalui new media sangat mempengaruhi khalayak guna memenuhi kebutuhan akan kehidupannya khusunya dalam bentuk perilaku atau tindakan konsumtif. Seperti yang dikemukakan oleh Katz, Blumler dan Gurevitch dalam teori uses and gratifications bahwa pengguna mengambil bagian aktif dalam proses komunikasi dan berorientasi pada penggunaan media mereka. Menggunakan media sosial merupakan pilihan setiap responden. Jika mereka sering membuka akun media sosial yang menawarkan suatu produk maka akan semakin besar pengaruh untuk membeli produk tersebut. Selain itu, gaya hidup konsumtif responden dipengaruhi oleh emosional responden dengan tidak mempertimbangkan barang yang dibelinya apakah sesuai kebutuhannya atau tidak.

Dokumen terkait