• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Media Sosial terhadap Gaya Hidup Konsumtif Remaja di Salatiga: Studi Kasus terhadap siswa SMA N 2 Salatiga T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Media Sosial terhadap Gaya Hidup Konsumtif Remaja di Salatiga: Studi Kasus terhadap siswa SMA N 2 Salatiga T1 BAB IV"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam Bab 4 ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian dan

pembahasan setelah peneliti melakukan uji lapangan mengenai Pengaruh Sosial

Media Terhadap Gaya Hidup Remaja di Salatiga. Dari hasil penelitian ini akan

dijelaskan mengenai karakteristik responden, variabel dan uji hipotesis dalam

menjawab rumusan masalah.

4.1. Gambaran Umum SMA N 2 Salatiga

4.1.1. Sejarah

Berdiri sejak tahun 1983, SMA Negeri 2 Salatiga yang terletak di

jalan Tegalrejo Raya No. 79 Desa Tegalrejo, Kecamatan

Argomulyo, Kota Salatiga, Menempati tanah seluas 28.950 m2. Pada

awal pembangunannya yaitu tahun 1984 (sebelumnya menempati

Gedung SMA Negeri 1 Salatiga) wilayah ini masih sepi karena

belum banyak rumah penduduk. Setelah menempati gedung sekolah

sendiri walaupun baru 3 kelas, SMANDA (sebutan untuk SMA

Negeri 2 Salatiga) terus mengalami perkembangan baik mengenai

jumlah siswa, guru maupun prestasinya.

Kurikulum yang diberlakukan terus mengalami

perkembangan dimulai dari Kurikulum 1975, dilanjutkan

Kurikulum baru tahun 1994 dan berkembang menjadi Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dan disempurnakan lagi menjadi Kurikulum

2013 yang berlaku sekarang.

Didukung oleh pendidik dan Tenaga Kependidikan yang

(2)

43

meraih banyak prestasi baik siswa, guru maupun Sekolah sendiri.

Kerjasama yang baik dengan berbagai media baik cetak maupun

elektronik serta WEB yang bisa dikunjungi oleh masyarakat

menjadikan SMA Negeri 2 Salatiga banyak dikenal masyarakat luas

di Kota Salatiga.

4.1.2. Visi dan Misi

4.1.2.1. Visi

”Bertakwa, Berkarakter, Berwawasan Lingkungan, dan

Berdaya Saing di Era Global”.

4.1.2.2. Misi

1. Mewujudkan insan yang beriman dan bertakwa 2. Menerapkan peraturan sekolah secara kosisten 3. Menciptakan sekolah yang berbudaya Literasi 4. Meningkatkan rasa cinta tanah air

5. Melibatkan orang tua/ wali untuk menciptakan peserta didik yang berkarakter

6. Melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat menumbuhkan rasa kepedulian sosial para peserta didik.

7. Menciptakan budaya sekolah yang mencintai lingkungan

8. Melaksanakan kegiatan akademik dan non akademik sebagai wadah bagi peserta didik untuk

mengembangkan potensi diri secara optimal

9. Mengadakan koordinasi dengan orang tua, masyarakat, perguruan tinggi dan instansi pemerintahan maupun swasta

10.Mampu bersaing di era global

4.1.3. Tujuan

1. Menjaga kerukunan antar umat beragama di lingkungan sekolah

(3)

44

3. Membudayakan 7S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, Silaturahim, Sedekah)

4. Menjalin kerjasama sekolah dengan stakeholder

5. Mewujudkan kepedulian lingkungan bagi warga sekolah

6. Mewujudkan kegiatan belajar mengajar efektif dan efisien

7. Mencetak lulusan yang memiliki kecakapan hidup

8. Membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing di era global

9. Mewujudkan stakeholder yang mampu bersaing secara nasional dan internasional

4.1.4. Keadaan Umum Sekolah

SMA Negeri 2 Salatiga dengan jumlah guru 56 orang dan

jumlah siswa 933 anak, dikepalai oleh Dra. Wahyu Tri Astuti, M.Pd.

Sekolah yang terletak di Tegalrejo ini memiliki suasana yang sejuk

karena masih banyak pepohonan yang tumbuh disekitar lingkungan

sekolah bisa membuat siswa merasa nyaman saat berada di sekolah.

Di SMA ini, siswa kelas 11 lebih menonjol diantara kelas 10 dan 12

karena kelas 11 adalah masalah peralihan remaja. Saat masa inilah

siswa masih dalam masa pencarian jati diri. Oleh sebab itu, siswa

kelas 11 lebih banyak melakukan pelanggaran seperti membolos

sekolah, merokok, dan lain-lain. Ada juga beberapa siswa yang

bermain handphone di kelas saat guru menerangkan meskipun pihak

sekolah tidak mengijinkan siswanya memainkan handphone saat

kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sehingga pernah terjadi

kasus penyitaan handphone siswa agar mereka jera dan dapat fokus

dalam pelajaran. Namun demikian, masih banyak juga siswa SMA

Negeri 2 Salatiga yang berprestasi meraih juara dalam beberapa

ajang perlombaan. Beberapa prestasi yang diraih yaitu Juara I

Nasional Olimpiade Bahasa Jerman, Adiwiyata Nasional, Juara I

(4)

45

4.2. Karakteristik Responden

Sebelum peneliti melakukan analisis data, pertama akan dipaparkan

mengenai karakteristik responden untuk mengetahui gambaran umum tentang

responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Karakteristik responden

ini meliputi jenis kelamin, uang saku, latar belakang pekerjaan orang tua, dan

perangkat media yang digunakan.

4.2.1. Jenis Kelamin Responden

Ketua Umum APJII, Samuel A Pengerapan, menjelaskan

bahwa di sektor gender pengguna internet di Indonesia lebih

didominasi oleh wanita. Tercatat pengguna perempuan mencapai

51% dibanding pengguna laki-laki yang 'hanya' 49%1.

Gambar 3

Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Data Primer 2017

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan Samuel A

Pengerapan benar, dibuktikan dengan jumlah responden yang

mengakses media sosial sebagian besar adalah perempuan (53,3%),

sedangkan laki-laki (46,7%). Dalam penelitian ini peneliti

melibatkan 169 responden dimana responden perempuan lebih

banyak daripadan laki-laki.

1 Dilansir dari

(5)

46

4.2.2. Uang Saku

Gambar 4

Grafik distribusi responden berdasarkan uang saku Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan diagram diatas ada tiga tingkatan yang

menunjukkan responden terbanyak yang memiliki uang saku per

hari. Yang pertama jumlah responden paling banyak adalah

responden yang memiliki uang saku Rp. 10.000 yaitu ada 73

responden. Kemudian disusul dengan responden yang memiliki

uang saku Rp. 15.000 sebanyak 39 responden. Ketiga ada 27

responden yang memiliki uang saku Rp. 20.000. Sedangkan sisanya

(6)

47

4.2.3. Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua

Gambar 5

Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan diagram diatas dapat kita ketahui bahwa latar

pekerjaan orang tua responden yang paling banyak adalah

wiraswasta yaitu ada 56 responden dengan prosentase 33,1%.

Diurutan kedua latar belakang pekerjaan orang tua responden adalah

swasta berjumlah 21 responden dengan prosentase 12,4%.

Kemudian diurutan ketiga adalah karyawan berjumlah 17 responden

dengan prosentase 10,1%. Diurutan keempat adalah Guru dan PNS

dengan jumlah responden masing-masing 16 (9,5%). Sisanya diikuti

Buruh dan TNI masing-masing berjumlah 10 responden (5,9%),

pedagang ada 5 responden (3%), ibu rumah tangga ada 4 responden

(2,4%), dan pekerjaan lainnya seperti petani, pendeta, polri, sopir,

(7)

48

4.2.4. Perangkat Media Yang Digunakan

Tabel 4.1

Tabel diatas menunjukkan bahwa gadget merupakan media

yang paling banyak digunakan untuk mengakses media sosial yaitu

ada 166 responden (98,2%). Hal ini semakin dikuatkan dari hasil

survey Data Statistik Pengguna Internet Indonesia tahun 2016 oleh

APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). Paling

banyak pengguna internet menggunakan perangkat mobile

(smartphone) sebesar 63,1 juta atau sekitar 47,6%2.

4.3. Karakteristik Variabel

Pada penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian, yaitu penggunaan media

sosial dan gaya hidup konsumtif

4.3.1. Penggunaan Media Sosial (X)

1. Frekuensi (X1)

Indikator pertama penggunaan media sosial adalah

frekuensi (X1) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini

adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

2 Dilansir dari

http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016/

Perangkat Media Yang Digunakan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PC 1 ,6 ,6 ,6

Laptop 2 1,2 1,2 1,8

Gadget 166 98,2 98,2 100,0

(8)

49

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.2

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Frekuensi

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 55 32,5%

8 – 11 TS 78 46,2%

12 – 15 S 33 19,5%

16 – 19 SS 3 1,8%

TOTAL 169 100%

(9)

50

Tabel 4.2 merupakan gambaran frekuensi membuka

online shop pada akun media sosial. Dari 169 responden,

sebanyak 133 responden (78,7%) hampir setengah lebih

mengaku bahwa mereka tidak terlalu sering membuka online

shop pada akun media sosial. Hal tersebut dapat diketahui dari

jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka jarang

membuka online shop pada akun media sosial.

2. Durasi (X2)

Gambar 6

Diagram distribusi Responden Berdasarkan Durasi Menggunakan Media Sosial

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui distribusi

responden berdasarkan durasi menggunakan media sosial.

Dimana sebanyak 65 responden atau (38,5%) menggunakan

media sosial lebih dari lima jam per hari, disusul sebanyak 61

responden atau (36,1%) menggunakan media sosial antara tiga

sampai lima jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna

media sosial dengan durasi lebih dari lima jam per hari adalah

(10)

51 3. Attention (X3)

Indikator ketiga penggunaan media sosial adalah

attention (X3) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini

adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.3

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Attention

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 45 26,6%

8 – 11 TS 97 57,4%

12 – 15 S 25 14,8%

16 – 19 SS 2 1,2%

TOTAL 169 100%

(11)

52

Berdasarkan tabel 4.3, 142 responden (84%) tidak

setuju dengan attention (hal-hal yang dilihat) pada akun sosial

media yang menawarkan suatu produk.. Hal tersebut dapat

diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka

jarang mengikutiakun yang menawarkan suatu produk di media

sosial.

Tabel 4.4

Rangkuman Intensitas Responden Menggunakan Media Sosial

Variabel

Tidak

Pernah Jarang Sering

N % N % N %

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden terlihat

jarang untuk melakukan kegiatan di media sosial. Terbukti

dengan variabel mencari tahu lebih banyak tentang seseorang

pada pilihan jarang dipilih oleh 107 respoden dengan prosentase

63,3%, kemudian variabel update tentang keseharian pada

pilihan jarang mendapatkan responden sebanyak 118 dengan

prosentase 69,8%, lalu variabel update status pada pilihan jarang

mendapatkan 134 responden dengan prosentase 79,3%, dan

pada variabel stalking media sosial milik orang lain terdapat 103

(12)

53

4.3.2. Gaya Hidup Konsumtif (Y)

1. Membeli Produk Karena Mendapat Suatu Hadiah (Y1) Indikator pertama gaya hidup konsumtif adalah membeli

produk karena mendapat suatu hadiah (Y1) terdiri dari 3

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk

menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 3x4=12. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 3 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 3x1=3. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

3 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 12 – 3 = 9 = 2,25

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 2,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

(13)

54 Tabel 4.5

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli Produk Karena Mendapat Suatu Hadiah

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

3 – 5,25 STS 38 22,5%

5,26 – 7,5 TS 68 40,2%

7,6 – 9,85 S 52 30,8%

9,86 – 12,1 SS 11 6,5%

TOTAL 169 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden

tidak terlalu tertarik membeli produk karena mendapat suatu

hadiah. Dari 169 responden, sebanyak 106 responden (62,7%)

tidak setuju bahwa mereka membeli produk di online shop pada

akun media sosial karena mendapat suatu hadiah.

2. Membeli Produk Karena Kemasan Menarik (Y2)

Indikator kedua gaya hidup konsumtif adalah membeli

produk karena kemasan menarik (Y2) terdiri dari 3 pertanyaan

yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval

skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 3x4=12. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 3 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

(14)

55

3 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 12 – 3 = 9 = 2,25

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 2,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.6

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli Produk Karena Kemasan Menarik

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

3 – 5,25 STS 74 43,8%

5,26 – 7,5 TS 57 33,7%

7,6 – 9,85 S 24 14,2%

9,86 – 12,1 SS 14 8,3%

TOTAL 169 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.6 dari 169 responden 131 responden

(77,5%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk karena

kemasan menarik. Responden merasa kemasan yang menarik

tidak memengaruhi dalam membeli produk yang ditawarkan

oleh akun media sosial yang mereka ikuti.

3. Membeli Produk Demi Menjaga Penampilan Diri Dan Gengsi (Y3)

Indikator ketiga gaya hidup konsumtif adalah membeli

(15)

56

dari 2 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk

menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 2x4=8. Nilai 4

diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 2 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 2x1=2. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

2 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 8 – 2 = 6 = 1,5

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 1,5 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.7

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli Produk Demi Menjaga Penampilan Diri Dan Gengsi

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

2 – 3,5 STS 68 40,2%

3,6 – 5,1 TS 69 40,8%

5,2 – 6,7 S 21 12,4%

6,8 – 8,3 SS 11 6,5%

TOTAL 169 100%

(16)

57

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa 137 responden (81%)

tidak setuju dengan pernyataan membeli produk demi menjaga

penampilan diri dan gengsi. Responden mengaku membeli

produk di media sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan

gengsi. Disini responden lebih memilih membeli produk yang

nyaman dan sesuai kebutuhan mereka.

4. Membeli Produk Atas Pertimbangan Harga (Y4)

Indikator keempat gaya hidup konsumtif adalah

membeli produk atas pertimbangan harga (Y4) terdiri dari 4

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk

menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

(17)

58

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.8

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli Produk Atas Pertimbangan Harga

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 69 40,8%

8 – 11 TS 76 45,0%

12 – 15 S 22 13,0%

16 – 19 SS 2 1,2%

TOTAL 169 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.8, membuktikan bahwa responden

tidak mempertimbangkan harga dalam membeli produk yang

ditawarkan oleh akun media sosial yang diikuti. Sebanyak 145

responden (85,8%) membeli produk tanpa mempertimbangkan

harga terlebih dahulu. Jadi bisa dikatakan bahwa responden

akan tertarik pada suatu produk yang ditawarkan pada akun

media sosial yang dirasa sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa

mempertimbangkan harga dari produk tersebut.

5. Membeli Produk Hanya Sekedar Menjaga Simbol Status (Y5)

Indikator kelima gaya hidup konsumtif adalah membeli

produk hanya sekedar menjaga symbol dan status (Y5) terdiri

dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk

menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

(18)

59

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.9

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli Produk Hanya Sekedar Menjaga Symbol Dan Status

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 97 57,4%

8 – 11 TS 54 32,0%

12 – 15 S 17 10,1%

16 – 19 SS 1 0,6%

TOTAL 169 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Tabel 4.9 menunjukan bahwa membeli produk hanya

sekedar menjaga symbol dan status cukup rendah. Dari 169

responden 151 responden (89,4%) tidak setuju dengan

pernyataan membeli produk hanya sekedar menjaga sybol dan

status. Responden tidak mementingkan status sosial dalam

membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang

(19)

60 6. Memakai Produk Karena Unsur Konformitas Terhadap

Model Yang Mengiklankan (Y6)

Indikator keenam gaya hidup konsumtif adalah membeli

produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan (Y6) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid.

Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau

kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4=16. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 4x1=4. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

4 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

(20)

61 Tabel 4.10

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Membeli Produk Karena Unsur Konformitas Terhadap Model Yang

Mengiklankan

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.10, dari 169 responden 145

responden (85,8%) tidak setuju dengan pernyataan membeli

produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan. Responden tidak terlalu tertarik membeli produk

yang ditawar oleh akun media sosial yang menggunakan model

yang mengiklankan produk mereka.

7. Munculnya Penilaian Bahwa Membeli Produk Dengan Harga Mahal Akan Menimbulkan Rasa Percaya Diri Yang Tinggi (Y7)

Indikator ketujuh gaya hidup konsumtif adalah

munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga

mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi (Y7)

terdiri dari 5 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara

untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil

M = banyaknya kategori bobot

Rs = Rentang skala

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 73 43,2%

8 – 11 TS 72 42,6%

12 – 15 S 24 14,2%

16 – 19 SS 0 0%

(21)

62

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 5x4=20. Nilai

4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 5 diperoleh dari

jumlah pertanyaan dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil

adalah 5x1=5. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan

5 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi.

Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 20 – 4 = 16 = 4

M 4 4

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh interval tiap

kategori adalah 4 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4

gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju),

rendah (Tidak Setuju), tinggi (setuju), sangat tinggi (Sangat

Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4.11

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Munculnya Penilaian Bahwa Membeli Produk Dengan Harga Mahal

Akan Menimbulkan Rasa Percaya Diri Yang Tinggi

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

5 – 9 STS 50 29,6%

10 – 14 TS 103 60,9%

15 – 19 S 15 8,9%

20 – 24 SS 1 0,6%

TOTAL 169 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa membeli produk

dengan harga mahal tidak akan menimbulkan rasa percaya diri

yang tinggi. Dari 169 responden 153 responden (90,5%) tidak

setuju dengan pernyataan membeli produk dengan harga yang

mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

(22)

63

oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak memengaruhi

dalam membeli produk tersebut.

4.4. Analisis Tabulasi Silang

Tabel 4.12

(23)

64

% within

B2 0,6% 1,2% 98,2% 100,0%

% within

B3 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 0,6% 1,2% 98,2% 100,0%

Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 127 responden dengan

prosentase 75,1% yang paling banyak mengakses internet di rumah dengan

menggunakan gadget. Responden yang notabene adalah siswa SMA

mempunyai lebih banyak waktu dirumah untuk mengakses internet dan

semua responden mempunyai gadget untuk mengakses media sosial karena

lebih pratis dan mudah dibawa kemana-mana dibandingkan dengan

menggunakan PC atau laptop. Maka dari itu, warnet menjadi jarang di

kunjungi oleh pelajar karena kehadiran gadget sekarang ini menjadi

digemari oleh para pelajar.

4.5. Pengujian Hipotesis

Sebelum peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan

aplikasi pengolah data SPSS 22, peneliti membuat hipotesis yang telah

dicantumkan dibab sebelumnya. Hipotesis tersebut adalah:

H0: Tidak terdapat pengaruh media sosial terhadap gaya hidup konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga

H1: Terdapat pengaruh media sosial terhadap gaya hidup konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga

Kemudian untuk mengetahui adanya pengaruh media sosial terhadap

gaya hidup konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga sebelumnya peneliti akan

melakukan uji asumsi klasik terhadap data yang didapat melalui kuisioner

yang meliputi 4 tahap, yaitu (1.) Uji Normalitas; (2.) Uji Heteroskedastisitas;

(3.) Uji multikolineritas, dan (4.) Uji Autokorelasi. Apabila pengujian

(24)

65

menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan

aplikasi statistik SPSS 22 untuk mengetahui hasil penelitian ini.

4.5.1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan grafik (histogram dan P-P Plot). Dasar pengambilan

keputusan dalam uji normalitas dengan menggunakan grafik

(histogram dan P-P Plot)adalah:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi

Normalitas

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak

mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak

memenuhi asumsi Normalitas

Gambar 7

Grafik Histogram dan P-P Plot

(25)

66

Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa model regresi

memenuhi asumsi normalitas karena data menyebar di sekitar garis

diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa data yang diteliti berdistribusi normal

dan tidak terkena masalah normalitas.

4.5.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah

sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari

satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual

itu tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan apabila varians dari

residual itu berbeda, disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang

baik adalah tidak terjadi Heteroskedastisitas dan dasar pengambilan

keputusan pada uji Heteroskedastisitas yaitu:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka berarti telah terajadi heteroskedastisitas.

(26)

67 Gambar 8

Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan output diatas diketahui bahwa titik-titik

menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Artinya

dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak terjadi

Heteroskedastisitas.

4.5.3. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara

variabel bebas (tidak terjadi Multikolinieritas). Jika variabel bebas

saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal.

Dasar pengambilan keputusan pada uji Multikolinieritas

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Melihat nilai Tolerance

- Jika nilai Tolerance > 0,10 = tidak terjadi

Multikolinieritas pada data yang diuji.

- Jika nilai Tolerance < 0,10 = terjadi Multikolinieritas

(27)

68

2. Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)

- Jika nilai VIF < 10,00 = tidak terjadi Multikolinieritas

pada data yang diuji

- Jika nilai VIF > 10,00 = terjadi Multikolinieritas pada

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai tolerance

variabel X atau media sosial 1,000 lebih besar dari 0,10; dan nilai

VIF menunjukkan pada angka 1,000 lebih kecil dari 10,00. Jadi

dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak terjadi Multikolinieritas.

4.5.4. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui gangguan data

yang bersifat time series (data berdasarkan waktu). Model regresi

(28)

69

(selisih data asli dengan data hasil regresi) bersifat bebas untuk tiap

nilai X (variabel independen).

Dalam pengolahan dengan SPSS, deteksi adanya

autokorelasi dapat dilihat dari besarnya angka DURBIN-WATSON

(D-W). Secara umum pedoman besaran D-W adalah:

1. Jika angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

2. Jika angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada

korelasi.

3. Jika angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Setelah melakukan uji autokorelasi pada SPSS 17, hasil

outputnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.14 Hasil Uji Autokorelasi

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui bahwa besarnya

angka D-W adalah sebesar 2,093 dan berada diatas +2. Hal ini berarti

menunjukkan bahwa penelitian ini terjadi adanya autokorelasi

negatif. Namun nilai 2,093 bisa termasuk dalam kategori tidak

terjadi autokorelasi.

4.5.5. Analisis Regresi

HIPOTESIS:

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara media sosial dengan gaya hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.

Model Summaryb

(29)

70

H1 : ada pengaruh yang signifikan antara media sosial dengan gaya

hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.

Untuk menguji hipotesis ini, menggunakan regresi linear

sederhana, dan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.15

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga

Model Summaryb

a. Predictors: (Constant), SOSMED b. Dependent Variable: KONSUMTIF

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan hasil analisis seperti yang ditampilkan Tabel 4.15

di atas (tabel model summary) diketahui bahwa korelasi parsial antara

sosial media dan gaya hidup konsumtif dengan korelasi product

moment by Pearson. Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar

0,696. Nilai korelasi ini tergolong kuat (> 0,600) dan memiliki nilai

positif (arah korelasi positif) sehingga dapat dikatakan pola hubungan

antara sosial media dan gaya hidup konsumtif adalah searah. Artinya,

semakin sering menggunakan sosial media maka gaya hidup konsumtif

juga akan meningkat akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya,

semakin rendah tingkat penggunaan sosial media, semakin rendah pula

gaya hidup konsumtifnya.

Berdasarkan uji tabel korelasi tersebut, koefisien

determinasinya (R square) menunjukkan nilai sebesar 0,484 atau

sebesar 48,40%. Nilai ini diperoleh dari hasil (R2 x 100%). Artinya

variasi gaya hidup konsumtif di pengaruhi oleh sosial media sebesar

(30)

71

Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh media

sosial terhadap gaya hidup konsumtif siswa SMA N 2 Salatiga, maka

dapat dilihat pada tabel ANOVA sebagai berikut:

Tabel 4.16

ANOVAa

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 14067,016 1 14067,016 156,899 ,000b

Residual 14972,652 167 89,657

Total 29039,669 168

a. Dependent Variable: KONSUMTIF b. Predictors: (Constant), SOSMED

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Dalam analisis ANOVA ini dasar pengambilan keputusan

dilihat berdasarkan:

- Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan H1

ditolak

- Jika probabilitas < 0,05, maka H1 diterima dan H0

ditolak

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0: Tidak ada pengaruh antara media sosial dengan gaya hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.

H1: Terdapat pengaruh antara media sosial dengan gaya hidup konsumtif siswa SMA Negeri 2 Salatiga.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat probabilitas

sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil dari alpha 0,05. Dengan

demikian maka Model Regresi dapat dipakai untuk memprediksi

(31)

72

sosial berpengaruh terhadap gaya hidup konsumtif siswa SMA

Negeri 2 Salatiga. Jadi H1 diterima dan Ho ditolak.

Tabel 4.17

a. Dependent Variable: KONSUMTIF

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

1) Persamaan Regresi Linier yang diperoleh berdasarkan tabel perhitungan diatas adalah sebagai berikut:

Y = a +bX1 + cX2

YGaya hidup konsumtif = 19,924 + 1,788sosial media

 Konstanta sebesar 19,924, artinya bahwa jika tidak ada variabel media sosial, maka besarnya konstanta gaya hidup konsumtif

adalah 19,924.

 Koefisien regresi sebesar 1,788 pada variabel media sosial, artinya bahwa setiap penambahan (karena tanda +) variabel

penggunaan sosial media, maka akan meningkatkan gaya hidup

konsumtif sebesar 21,712.

2) Uji t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel independen yang bertujuan untuk mengetahui apakan ada pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap variabel Y.

(32)

73

- Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak

- Jika probabilitas < 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak

Berdasarkan probabilitasnya menunjukkan bahwa variabel media

sosial (X1) secara signifikan mempengaruhi terhadap gaya hidup

konsumtif (0,000 < 0,05).

4.5.6. Analisis Korelasi Parsial

Pada penelitian ini terdapat 4 variabel kontrol, yaitu jenis

kelamin, uang saku, latar belakang pekerjaan orang tua, dan

perangkat media yang digunakan.

1. Jenis Kelamin

Tabel 4.18

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Jenis Kelamin

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,

menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa

memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup

konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi

hasil korelasi).

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

SEX MEDSOS Correlation 1,000 ,695

Significance (2-tailed) . ,000

Df 0 166

KONSUMTI

F

Correlation ,695 1,000

Significance (2-tailed) ,000 .

(33)

74

Dengan memasukkan jenis kelamin sebagai variabel kontrol,

maka besarnya angka korelasi cenderung lebih kecil sedikit

(0,695)  masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel

kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696  masuk kategori

kuat.

2. Uang Saku

Tabel 4.19

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Uang Saku

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,

menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa

memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup

konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi

hasil korelasi).

Dengan memasukkan uang saku sebagai variabel kontrol,

maka besarnya angka korelasi cenderung lebih kecil sedikit

(0,693)  masuk kategori kuat. Sedangkan tanpa variabel

kontrol besarnya angka korelasi adalah 0,696  masuk kategori

kuat.

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

UANGSAKU MEDSOS Correlation 1,000 ,693

Significance (2-tailed) . ,000

Df 0 166

KONSUMTI

F

Correlation ,693 1,000

Significance (2-tailed) ,000 .

(34)

75 3. Latar Belakang Pekerjaan Orang tua

Tabel 4.20

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,

menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa

memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup

konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi

hasil korelasi).

Dengan memasukkan latar belakang pekerjaan orang tua

sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi

cenderung lebih besar (0,702)  masuk kategori kuat.

Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi

adalah 0,696  masuk kategori kuat.

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

KERJAORTU MEDSOS Correlation 1,000 ,702

Significance (2-tailed) . ,000

Df 0 166

KONSUMTI

F

Correlation ,702 1,000

Significance (2-tailed) ,000 .

(35)

76 4. Perangkat Media Yang Digunakan

Tabel 4.21

Korelasi Membuka Akun Media Sosial Dan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA N 2 Salatiga Dengan Variabel

Kontrol Perangkat Media Yang Digunakan

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Analisis:

Berdasarkan tabel perhitungan korelasi parsial,

menunjukkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan tanpa

memasukkan variabel kontrol pada media sosial dan gaya hidup

konsumtif (arah korelasi, kuat-tidaknya korelasi dan signifikansi

hasil korelasi).

Dengan memasukkan perangkat media yang digunakan

sebagai variabel kontrol, maka besarnya angka korelasi

cenderung lebih kecil sedikit (0,703)  masuk kategori kuat.

Sedangkan tanpa variabel kontrol besarnya angka korelasi

adalah 0,696  masuk kategori kuat.

4.6. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, responden perempuan menjadi responden

terbanyak dengan prosentase sebesar 53,3%. Hal ini membuktikan bahwa

perempuan lebih aktif menggunakan media sosial dibandingkan dengan laki

Correlations

Control Variables MEDSOS GHK

MEDIA MEDSOS Correlation 1,000 ,703

Significance (2-tailed) . ,000

Df 0 166

KONSUMTI

F

Correlation ,703 1,000

Significance (2-tailed) ,000 .

(36)

77

– laki. Penelitian ini juga membuktikan bahwa data tersebut sesuai dengan data yang ditunjukkan oleh APJII mengenai pengguna internet di Indonesia

lebih didominasi oleh perempuan. Selain itu, Penelitian Nielsen juga turut

mendukung pernyataan diatas bahwa ternyata 6% perempuan punya

kecenderungan membuat setidaknya satu akun jejaring sosial, sementara 7%

laki – laki justru malas melakukannya. Hal ini dikarenakanperempuan punya

kecenderungan menampilkan diri mereka sebagai pribadi digital. Dimana di

media sosial perempuan bisa berbagi cerita, berbelanja online, mencari

eksistensi dan popularitas karena perempuan menyisihkan waktunya untuk

bisa berselancar di media sosial. Artinya dalam penggunaan teknologi,

perempuan lebih berfokus pada kemampuan untuk meningkatkan kualitas

hidup, berbeda halnya dengan laki –laki yang melihat spesifikasi teknis dari

teknologi tersebut.

Pada penelitian ini terdapat dua variabel. Yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel terikat pada penelitian ini adalah gaya hidup

konsumtif (Y), variabel bebas pada penelitian ini adalah media sosial (X).

Terdapat tiga indikator pada media sosial, sedangkan gaya hidup konsumtif

memiliki tujuh indikator.

Indikator pertama pada media sosial adalah frekuensi (X1). Sebanyak

133 responden (78,7%) hampir setengah lebih mengaku bahwa mereka tidak

terlalu sering membuka online shop pada akun media sosial. Hal tersebut

dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka jarang

membuka online shop pada akun media sosial.

Indikator kedua pada media sosial adalah durasi (X2). Sebanyak 65

responden (38,5%) menggunakan media sosial lebih dari lima jam per hari.

Dengan lamanya durasi responden membuka akun media sosial, maka secara

tidak langsung mereka melihat akun yang menawarkan suatu produk. Hal ini

bisa mempengaruhi responden untuk membeli produk yang ditawarkan oleh

(37)

78

Indikator ketiga pada media sosial adalah attention (X3). Sebanyak

142 responden (84%) tidak setuju dengan attention (hal-hal yang dilihat)

pada akun sosial media yang menawarkan suatu produk. Walaupun responden

banyak yang membuka akun media sosial lebih dari lima jam per hari, namun

responden jarang untuk memperhatikan akun media sosial yang menawarkan

suatu produk. Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan

peneliti bahwa mereka jarang mengikuti akun yang menawarkan suatu

produk di media sosial.

Indikator pertama pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk

karena mendapat suatu hadiah (Y1). Sebanyak 106 responden (62,7%) tidak

setuju bahwa mereka membeli produk di online shop pada akun media sosial

karena mendapat suatu hadiah. Artinya adalah responden tidak

mementingkan mendapat hadiah saat membeli produk di akun media sosial

yang menawarkan suatu produk. Mereka lebih mementingkan hal – hal yang

lain yang membuat mereka tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan

oleh akun media sosial tersebut.

Indikator kedua pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk

karena kemasan menarik (Y2). Sebanyak 131 responden (77,5%) tidak setuju

dengan pernyataan membeli produk karena kemasan menarik. Responden

merasa kemasan yang menarik tidak memengaruhi dalam membeli produk

yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti. Hal ini berbeda

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2016), dimana

responden yang ditelitinya menyatakan lebih memilih untuk membeli produk

yang kemasannya menarik dan unik dibandingkan dengan model lainnya

yang menurut mereka biasa saja dari akun online shop yang mereka ikuti.

Indikator ketiga pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk

demi menjaga penampilan diri dan gensi (Y3). Sebanyak 137 responden

(81%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk demi menjaga

penampilan diri dan gengsi. Responden mengaku membeli produk di media

(38)

79

sosial menawarkan produk terbaru dan mengikuti perkembangan jaman,

namun responden lebih memilih membeli produk yang nyaman dan sesuai

kebutuhan mereka.

Indikator keempat pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk

atas pertimbangan harga (Y4). Sebanyak 145 responden (85,8%) membeli

produk tanpa mempertimbangkan harga terlebih dahulu. Jadi bisa dikatakan

bahwa responden akan tertarik pada suatu produk yang ditawarkan pada akun

media sosial yang dirasa sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa

mempertimbangkan harga dari produk tersebut. Harga menjadi tidak masalah

jika memang kualitas dari produk tersebut bagus. Sebelum membeli suatu

produk responden memperhatikan secara detail produk yang akan dibelinya

untuk menunjang penampilan diri tidak peduli dengan harga produk tersebut.

Namun, ada beberapa responden yang membeli suatu produk di akun media

sosial yang menawarkan produk ketika sedang promo mendapatkan potongan

harga atau diskon.

Indikator kelima pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk

hanya sekedar menjaga symbol dan status (Y5). Sebanyak 151 responden

(89,4%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk hanya sekedar

menjaga symbol dan status. Responden tidak mementingkan status sosial

dalam membeli produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka

ikuti.

Indikator keenam pada gaya hidup konsumtif adalah membeli produk

karena konformitas terhadap model yang mengiklankan (Y6). Sebanyak 145

responden (85,8%) tidak setuju dengan pernyataan membeli produk karena

unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Responden tidak

terlalu tertarik membeli produk yang ditawar oleh akun media sosial yang

menggunakan model yang mengiklankan produk mereka.

Indikator ketujuh pada gaya hidup konsumtif adalah munculnya

(39)

80

rasa percaya diri yang tinggi (Y7). Sebanyak 153 responden (90,5%) tidak

setuju dengan pernyataan membeli produk dengan harga yang mahal akan

menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Responden merasa mahalnya

harga produk yang ditawarkan oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak

memengaruhi dalam membeli produk tersebut. Hal yang paling diminati

responden adalah produk dengan harga terjangkau, berkualitas, dan mode

keluaran terbaru atau yang sedang trend.

Dilihat dari karakteristik variabel, pada indikator media sosial,

attention (X3) memiliki nilai ketidaksetujuan paling tinggi sebesar (84%)

dibandingkan dengan indikator lainnya. Responden mengaku membeli

produk di media sosial tidak untuk menjaga penampilan diri dan gengsi.

Disini responden lebih memilih membeli produk yang nyaman dan sesuai

kebutuhan mereka. Sedangkan pada indikator gaya hidup konsumtif,

indikator yang memiliki nilai yang tinggi yaitu munculnya penilaian bahwa

membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri

yang tinggi (Y7). Responden merasa mahalnya harga produk yang ditawarkan

oleh akun media sosial yang mereka ikuti tidak memengaruhi mereka

membeli produk tersebut.

Berdasarkan uji hipotesis, nilai korelasi r hasil adalah 0,696 dan nilai

korelasi ini tergolong kuat serta memiliki nilai positif (arah korelasi positif)

sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara sosial media dan gaya hidup

konsumtif adalah searah. Artinya, semakin sering menggunakan sosial media

maka gaya hidup konsumtif juga akan meningkat akan semakin tinggi, begitu

pula sebaliknya, semakin rendah tingkat penggunaan sosial media, semakin

rendah pula gaya hidup konsumtifnya. Ini berarti responden yang membuka

akun media sosial lebih dari 5 jam dalam sehari cenderung mempunyai

pengaruh gaya hidup konsumtif yang lebih besar dibandingkan dengan

responden yang membuka akun media sosial kurang dari 5 jam dalam sehari

(40)

81

secara nyata antara membuka akun media sosial terhadap gaya hidup

konsumtif.

Besarnya pengaruh membuka akun media sosial terhadap gaya hidup

konsumtif adalah sebesar 48,40% dan sisanya 51,60% dipengaruhi oleh

faktor lain diluar media sosial yang tidak diteliti oleh peneliti. Ini artinya

dengan membuka akun media sosial dapat mempengaruhi gaya hidup

konsumtif responden sebesar 48,40%. Sedangkan 51,60% nya dipengaruhi

oleh faktor lain diluar membuka akun media sosial.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian-penelitian

sebelumnya yang meneliti tentang media sosial terhadap gaya hidup

konsumtif. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Anissa Fitrah

Nurrizka (2016), Pengaruh Sosial Media Terhadap Gaya Hidup Pelajar

SMAN 04 Pontianak yang menyatakan adanya pengaruh dari penggunaan

media sosial terhadap gaya hidup para siswa. Semakin sering membuka

media sosial, maka akan semakin tinggi tingkat gaya hidup siswa.

Hadirnya new media (internet) merupakan salah satu yang menjadi

sebuah revolusi media saat ini. Media sosial melalui new media sangat

mempengaruhi khalayak guna memenuhi kebutuhan akan kehidupannya

khusunya dalam bentuk perilaku atau tindakan konsumtif. Seperti yang

dikemukakan oleh Katz, Blumler dan Gurevitch dalam teori uses and

gratifications bahwa pengguna mengambil bagian aktif dalam proses

komunikasi dan berorientasi pada penggunaan media mereka. Menggunakan

media sosial merupakan pilihan setiap responden. Jika mereka sering

membuka akun media sosial yang menawarkan suatu produk maka akan

semakin besar pengaruh untuk membeli produk tersebut. Selain itu, gaya

hidup konsumtif responden dipengaruhi oleh emosional responden dengan

tidak mempertimbangkan barang yang dibelinya apakah sesuai kebutuhannya

Gambar

Gambar 3 Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 4 Grafik distribusi responden berdasarkan uang saku
Gambar 5 Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang
 Tabel 4.1 Perangkat Media Yang Digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis wacana kritis terhadap teks berita dalam tabloid Al Islam yang dimuat dalam laman terdapat temuan terkait upaya pembentukan stereotip negatif

Biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar nabati (BBN) yang diperoleh melalui proses transesterifikasi minyak kelapa dengan bantuan metanol dan natrium hidroksida (NaOH)

Pengaturan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik telah dijelaskan didalam Per- 26/Pj/2014 yakni melakukan registrasi melalui situs E- Billing , PPh Pasal 21 telah

This study reveals an unexpected gender-related difference in the protective effects of breast milk; suggests that severity of respiratory diseases in infancy may be amenable

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 yang sering disebut land reform mengatur aneka ragam hak-hak tanah setelah UU Hindia Belanda Berdasarkan UUPA tahun 1960 hak atas

In addition, we demonstrated very simi- lar REE values immediately after feeding for our 20 preterm study infants fed breast milk directly at the breast or ex- pressed into a

[r]

Sehubungan dengan pelelangan yang dilakukan oleh Pokja V Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2015 pada Kantor layanan Pengadaan lGbupaten Musi Banyuasin untuk kegiatan