HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tumbuhan
4.2 Uji Aktivitas Antimikroba
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan objek isolat MRSA yang dimurnikan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan untuk melihat efek ekstrak umbi bawang batak terhadap bakteri MRSA. Bawang batak merupakan tumbuhan yang berasal dari genus allium. Tumbuhan dari genus allium merupakan tumbuhan yang telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu masakan dan obat tradisional. Berbagai senyawa antimikroba dari tumbuhan genus allium telah lama dikenal dengan alisin, tiosulfinat lain, dan hasil tranformasinya (Gazzani dan Grusak, 2012). Salah satu tanaman genus Allium yang telah banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia khususnya suku batak adalah bawang batak. Bawang batak (Gambar 4.1) mengandung alisin, saponin dan flavonoid yang memiliki aktivitas antimikrobial (Gazzani dan Grusak, 2012).
Senyawa antimikroba dari bawang batak diyakini dapat menghambat pertumbuhan MRSA.
Gambar 4.1 Bawang batak
Ekstrak umbi bawang batak dibuat di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (Lampiran 4). Ekstrak kemudian diencerkan dengan DMSO dan dibuat dalam berbagai konsentrasi yakni 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100% (Gambar 4.2). Hal ini bertujuan untuk melihat kadar minimum larutan uji yang masih efektif menghambat pertumbuhan bakteri.
Gambar 4.2 Ekstrak bawang batak dalam berbagai konsentrasi
34
Hasil pengukuran pada 24 jam setelah inkubasi menunjukkan bahwa ekstrak umbi bawang batak menghambat pertumbuhan MRSA dengan terlihat adanya zona hambat di sekitar cakram yang sudah direndam dalam ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 50% dan 100%. Eksperimen dengan ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 25%, 12,5% dan 6,25% tidak menunjukkan
penghambatan pertumbuhan MRSA (Gambar 4.3).
Gambar 4.3 Uji antimikroba terhadap MRSA dengan ekstrak konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%
Hasil penelitian mengenai efek antimikroba ekstrak umbi bawang batak (Allium chinense G. Don) terhadap MRSA disajikan dalam tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1 Hasil uji daya hambat ekstrak umbi bawang batak (Allium chinense G. Don.) terhadap pertumbuhan MRSA inkubasi menunjukkan bahwa ekstrak umbi bawang batak menghambat pertumbuhan MRSA. Penghambatan pertumbuhan MRSA terlihat dengan terlihat adanya zona bening di sekitar cakram uji. Pada keempat percobaan, penghambatan pertumbuhan MRSA dimulai pada eksperimen dengan ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 50%. Penghambatan juga tampak pada eksperimen dengan ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 100%. Ekstrak dengan konsentrasi 25%, 12,5% dan 6,25% tidak menunjukkan adanya penghambatan terhadap pertumbuhan MRSA. DMSO yang digunakan sebagai kontrol negatif dari penelitian ini tidak memperlihatkan adanya zona hambat yang terbentuk. Berdasarkan teori, DMSO (dimetilsulfoksida) merupakan salah satu pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa baik polar maupun nonpolar yang tidak memberikan daya hambat pertumbuhan mikroba (Assidqi, 2012).
36
Tabel 4.2 Diameter zona hambat pertumbuhan MRSA yang terbentuk pada eksperimen dengan ekstrak umbi bawang batak (Allium chinense G. Don)
Percobaan Diameter Zona Hambat (mm) percobaan dengan ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 50% dan 100%.
Diameter zona hambat terkecil ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 50% terhadap MRSA adalah 8,05 mm dan diameter zona hambat terbesar adalah 9,625 mm. Rata-rata diameter zona hambat dari percobaan dengan ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 50% adalah 8,695 mm. Diameter zona hambat terkecil ekstrak bawang batak dengan konsentrasi 100% terhadap MRSA adalah 8,175 mm dan terbesar adalah 12,35 mm. Rata-rata diameter zona hambat dari percobaan dengan ekstrak umbi bawang batak dengan konsentrasi 100% adalah 10,545 mm. Tabel 4.2 juga memperlihatkan bahwa efek antimikroba ekstrak umbi bawang batak ternyata makin meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi larutan uji. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi dengan efek antimikroba ekstrak umbi bawang batak terhadap MRSA.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak umbi bawang batak memiliki efek antimikroba. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Naibaho (2015) di Institut Pertanian Bogor, yang menyatakan bahwa
bawang batak mengandung senyawa bioaktif sebagai agen antimikroba. Pada penelitian yang dilakukan Naibaho, ekstrak bawang batak menunjukkan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Salmonella typhi, Bacillus subtilis dan khamir Candida albicans. Penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa seluruh tumbuhan dari genus allium memiliki efek penghambatan terhadap petumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Tumbuhan dari genus allium juga dinyatakan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat multi-drug-resistant (Kyung, 2012).
Penelitian aktivitas antimikroba terhadap bakteri MRSA sebelumnya telah dilakukan oleh Lestari (2016) di Universitas Indonesia dengan menggunakan bahan percobaan ekstrak daun kayu ulin. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat aktivitas antimikroba ekstrak daun kayu ulin terhadap bakteri MRSA.
Penelitian aktivitas antimikroba esktrak daun putri malu terhadap bakteri MRSA dilakukan oleh Sari (2015) di Universitas Udayana, yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri pada ekstrak dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%.
Aktivitas antimikrobial dari ekstrak bawang batak berasal dari adanya senyawa alisin, flavonoid, saponin pada ekstrak bawang batak. Alisin memiliki efek bakterisidal terhadap MRSA dikarenakan alisin dapat menginhibisi biosintesa RNA. Selain itu, alisin juga memiliki aktivitas inhibisi parsial terhadap DNA dan sintesa protein (Patra, 2012). Flavonoid, yang merupakan kelompok senyawa yang mengandung inti aromatik tertentu dan secara luas tersebar pada tanaman tingkat tinggi, berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks protein di luar sel yang mengganggu kekuatan membran sel bakteri. Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran. Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri, maka bakteri itu akan rusak atau lisis (Utami, 2013).
Bakteri MRSA yang menjadi objek dari penelitian ini merupakan galur dari bakteri S. aureus yang resisten terhadap metisilin dan penisilin. Methicillin-resistant S. aureus (MRSA) adalah organisme yang multi resisten walaupun
38
methicillin-resistant sebenarnya berarti resisten terhadap antibiotik golongan ß-laktam (Travers et al., 2008). Infeksi dari bakteri ini dapat menyebabkan pioderma. Pioderma adalah infeksi pada epidermis, tepat di bawah stratum korneum atau pada folikel rambut (Budiani dan Adiguna, 2014). Manifestasi klinis pioderma antara lain folikulitis, furunkulosis, karbunkel, impetigo dan staphylococcal scalded skin syndrome (Brown dan Burns, 2011).
Pada percobaan ini masih terdapat keterbatasan, yakni adanya pertumbuhan mikroba kontaminan yang mungkin disebabkan human error, seperti peralatan yang kurang steril ataupun waktu inkubasi yang terlalu lama.
BAB V