• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Statistik

1. Uji Asumsi Klasik

Adapun syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel independen, variabel dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang paling baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji ini dilakukan melalui analisis Kolmogorov Smirnov. b. Uji Heterokedastisitas

Salah satu asumsi penting model regresi linear klasik adalah homoskedastisitas, atau penyebaran (scedasticity) sama (homo). Maksudnya adalah tiap unsur disturbance µi, tergantung (conditional) pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan, adalah suatu angka konstan yang sama dengan σ2. Uji ini digunakan untuk menguji apakah gangguan (disturbance) µi yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastisitas atau sebaliknya. Apabila gangguan (disturbance) yang muncul mempunyai varians yang tidak sama, maka dapat dikatakan terdapat heteroskedastisitas.

c. Uji Multikolinearitas

Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model sebuah regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat korelasi antar variabel independen maka dapat dikatakan terdapat masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Uji multikolinearitas menggunakan kriteria Variance Inflation Factor

(VIF) dengan ketentuan:

1) Bila VIF > 5 terdapat masalah multikolinearitas yang serius, 2) Bila VIF < 5 tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius. d. Uji Autokorelasi

Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi-regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi ini menggunakan Durbin Watson (DW) Test.

2. Metode Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dari kepemilikan manajerial, arus kas bebas, penjaminan aktiva tetap dan pertumbuhan terhadap Kebijakan Deviden. Untuk memperoleh hasil yang lebih terarah, maka peneliti menggunakan bantuan program Software SPSS 16.0 for window (Statistic

Product and Social Sciences). Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Yi = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 +b5x5 + b6X6 +b7X7+ e

Keterangan :

a = Konstanta

X1 = Kepemilikan manajerial X2 = Arus kas bebas

X3 = Penjaminan aktiva tetap X4 = Pertumbuhan

X5 = Ukuran Perusahaan X6 = ROA

X7 = ROE

b1234567 = Koefisien regresi variabel e = Error

3. Koefisien Determinasi

Pengujian koefisien determinasi (R2) akan menunjukkan besarnya persentase sumbangan kepemilikan manajerial, arus kas bebas, penjaminan aktiva tetap dan pertumbuhan terhadap variabel kebijakan dividen, dimana 0< R2 <1. hal ini berarti bahwa nilai R2 yang semakin mendekati 1 merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

4. Pengujian Hipotesis

Model regresi yang sudah memenuhi asumsi-asumsi klasik tersebut akan digunakan untuk menganalisis, melalui pengujian hipotesis sebagai berikut:

a. Uji Signifikansi Simultan (Uji -F)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.Bentuk pengujiannya adalah:

Ho : b1, b2, b3, b4, b5, b6 = 0, artinya variabel kepemilikan manajerial, arus kas bebas,penjaminan aktiva tetap, pertumbuhan, ukuran perusahaan, RoA dan RoE tidak berpengaruh terhadap variabel kebijakan dividen.

Ha : b1, b2, b3, b4, b5, b6 = 0, artinya variabel kepemilikan manajerial, arus kas bebas,penjaminan aktiva tetap, pertumbuhan, ukuran perusahaan, RoA dan RoE berpengaruh terhadap variabel kebijakan dividen

Kriteria Pengambilan Keputusan: Ho diterima jika F hitung≤ F tabel pada α = 5 % Ha diterima jika F hitung > F tabel pada α = 5 %

b. Uji Signifikansi Parsial (Uji -t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.

Bentuk pengujiannya adalah:

Ho : βI = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel kepemilikan manajerial, arus kas bebas,penjaminan aktiva tetap, pertumbuhan, ukuran perusahaan, RoA dan RoE terhadap variabel kebijakan dividen.

Ha : βI ≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel dari variabel kepemilikan manajerial, arus kas bebas,penjaminan aktiva tetap, pertumbuhan, ukuran perusahaan, RoA dan RoE terhadap variabel kebijakan dividen.

Pengujian menggunakan Uji-t dengan tingkat pengujian (level of test) pada α = 5 % dan derajat kebebasan (n-k).

Ho diterima jika – t tabel≤ t hitung≤ t tabel

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dividend payout ratio atau kebijakan deviden telah banyak dilakukan. Sartono (2001), meneliti tentang hubungan antara kepemilikan manajerial, utang, dan kebijakan dividen: pengujian empirik teori keagenan (agency theory). Penelitian menggunakan 232 perusahaan dengan periode tahun 1995-1998. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa :

1. Kebijakan dividen tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepemilikan manajerial.

2. Kepemilikan manajerial memiliki pengaruh signifikan terhadap utang.

3. Kepemilikan manajerial dan utang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kebijakan dividen.

Hatta (2002), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden. Dengan menggunakan sampel 86 perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menemukan :

1. Terdapat hubungan antara rasio pembayaran dividen dengan fokus perusahaan, total aset, kepemilikan manajerial, jumlah pemegang saham biasa, arus kas bebas dan tingkat pertumbuhan.

2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah pemegang saham biasa, arus kas bebas, dan tingkat pertumbuhan terhadap rasio pembayaran dividen.

3. Terdapat hubungan yang positif antara besarnya perusahaan dengan rasio pembayaran dividen.

Taswan (2003), menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan utang dan dividen terhadap nilai perusahaan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan menggunakan 95 sampel perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Alat analisa yang digunakan adalah regresi, dengan evaluasi asumsi

structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian menemukan bahwa :

1. Kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen.

2. Profitabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap hutang. 3. Tingkat pertumbuhan, ukuran perusahaan, dan resiko perusahaan tidak

mempunyai hubungan yang signifikan.

Endang dan Minaya (2003), menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial, dispersion of ownership,, penjaminan aktiva tetap,arus kas bebas, dan tingkat pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan deviden. Dengan sampel 12 perusahaan manufaktur periode 2000-2002. Hasil penelitian menemukan bahwa :

1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dan tingkat pertumbuhan terhadap kebijakan dividen,

2. Dispersion of ownership,arus kas bebas, dan penjaminan aktiva tetap tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.

3. Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio).

Suherly dan Sofyan (2004), meneliti faktor-faktor penentu kebijakan dividen, dengan sampel 85 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 1998-2001. Hasil penelitian menemukan :

1. Arus kas bebas dan total asset berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen.

2. Tingkat leverage, pertumbuhan, dan pemegang saham, tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

Nuringsih (2005), menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, RoA dan ukuran perusahaan terhdap kebijakan dividen, dengan sampel 60 perusahaan sektor manufaktur tahun 1995-1996. hasil penelitian menemukan:

1. Terdapat pengaruh positif antar kepemilikan manjerial dengan kebijakan dividen.

2. Variabel hutang berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. 3. Variabel RoA berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. 4. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

B. Teori Keagenan (Agency Theory)

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan utilitas, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal ( Keown : 2000).

Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antar pemegang saham, kreditur dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency

relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan

memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah penyimpangan (hazard) dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost (Keown : 2000). Secara umum tidak mungkin bagi prinsipal atau agen, pada tingkat biaya sebesar nol, dapat menjamin bahwa agen akan membuat keputusan optimal dari sudut pandang prinsipal.

Pada suatu perusahaan, konflik kepentingan ini terjadi antara manajemen dan pemegang saham atau stockholders. Konflik kepentingan tersebut dapat timbul dari adanya kelebihan aliran kas atau excess cash flow. Kelebihan arus kas cenderung akan diinvestasikan melebihi tingkat yang optimum dan sering digunakan untuk konsumsi secara berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan atau excessive perquisites. Konflik tersebut juga dapat disebabkan perbedaan antara pemegang saham yang lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan resiko lebih rendah untuk melindungi posisinya (Keown, 2000: 609)

Ada beberapa alternatif untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan atau agency cost :

1. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham.

2. Meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih atau dividend payout

free cash flow sehingga manajemen harus mencari sumber dana eksternal

untuk pembiayaan investasi. Pengertia arus kas bebas itu sendiri adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang melebihi kebutuhan untuk pendanaan investasi yang menguntungkan. Apabila laba yang diperoleh dibagi sebagai deviden, maka kebutuhan investasi harus dicari dari sumber dana eksternal. Pembiayaan eksternal ini akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal seperti pengawas pasar modal, banker investasi, atau

investment banker dan investor.

3. Meningkatkan pendanaan dengan utang. Peningkatan utang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Disamping itu, utang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau excess cash flows yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

C. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini

akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory.

Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Keown, 2000). Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Untuk menajamin agar para manajer melakukan hal yang terbaik bagi para pemegang saham secara maksimal, perusahaan harus menanggung biaya keagenan (Agency

Cost), yang dapat berupa :

1. Pengeluaran untuk memantau tindakan manajemen,

2. Pengeluaran untuk menata struktur organisasi sehingga kemungkinan timbulnya perilaku manajer yang tidak dikehendaki semakin kecil,

3. Biaya kesempatan karena hilangnya kesempatan memperoleh laba sebagai akibat dibatasinya kewenangan manajemen sehingga tidak dapat mengambil keputusan secara tepat waktu, padahal seharusnya hal tersebut dapat dilakukan jika pemilik manajer juga menjadi pemilik perusahaan atau disebut juga kepemilikan manajerial (Insider ownership).

Begitu juga bila pemegang saham sekaligus pemegang kendali perusahaan (manajemen), sepanjang manajer mengharapkan efek kesejahteraan yang lebih pada keputusannya, maka semakin besar kepemilikan oleh insider akan semakin menurunkan agency cost.

D. Arus Kas Bebas

Nilai aktiva (atau keseluruhan perusahaan) ditentukan oleh arus kas yang dihasilkan aktiva tersebut. Laba bersih perusahaan adalah hal yang penting, tetapi arus kas lebih penting lagi karena dividen harus dibayar secara tunai dan karena kas diperlukan dalam membeli aktiva untuk melanjutkan operasi perusahaan. Arus kas yang dihasilkan perusahaan dibagi ke dalam 3 kelompok utama (Brigham,2001) yaitu:

1. Arus Kas dari Kegiatan Operasi

Arus kas perusahaan dari kegiatan operasi terdiri atas; (1) pengumpulan kas berasal dari konsumen, (2) pembayaran kepada pemasok untuk pembelian bahan baku,(3) arus kas keluar dari kegiatan operasi lainnya, seperti beban pemasaran dan administrasi, serta pembayaran bunga dan (4) pembayaran tunai untuk pajak.

2. Arus Kas dari Kegiatan Investasi

Arus kas dari penerimaan atau pembayaran investasi yang mencakup; penerimaan dari pengeluaran saham baru, peningkatan pinjaman, pembayaran kembali pokok pinjaman, pembayaran dividen saham biasa.

3. Arus Kas dari Kegiatan Pembiayaan

Arus kas dari kegiatan pembiyaan mencakup kas yang diperoleh selama tahun berjalan dengan menerbitkan utang jangka pendek, utang jangka panjang, atau saham. Selain itu, karena pembayaran dividen atau kas yang digunakan untuk membeli kembali saham atau obligasi menurunkan kas perusahaan, maka transaksi semacam itu dimasukkan di sini.

Konflik keagenan juga muncul karena perusahaan menghasilkan arus kas bebas ( free cash flow) yang sangat besar. Yang dimaksud dengan arus kas bebas adalah aliran kas bersih yang tidak dapat diinvestasikan kembali karena tidak tersedia kesempatan investasi yang profitable (Sartono : 2001). Arus kas bebas berasal dari arus kas yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan. Semakin kecil arus kas bebas menunjukkan semakin kecil laba perusahaan digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan. Oleh sebab itu arus kas bebas memiliki hubungan yang positif terhadap kebijakan dividen.

E. Penjaminan Aktiva Tetap

Penggunaan hutang diharapkan juga dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Selain itu perusahaan sebagai kreditur menggunakan aktiva tetap sebagai jaminan pinjamannya. Besarnya aktiva tetap yang digunakan kreditur sebagai jaminan disebut collaterizable assets. Penjaminan aktiva tetap adalah aktiva dalam bentuk properti, surat berharga, atau harta lain yang telah terikat sebagai jaminan untuk mendukung penerbitan obligasi, surat utang, atau pinjaman. Semakin besar

collaterizable assets, semakin besar dana perusahaan yang diinvestasikan pada

aktiva tetap, sehingga semakin kecil deviden yang dibagikan (Endang dan Minaya: 2003).

F. Pertumbuhan

Pertumbuhan perusahaan merupakan variable yang dipertimbangkan dalam keputusan dividen. Keputusan pembagian dividen merupakan suatu masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan. Manajemen sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan laba untuk diinvestasikan kembali kepada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan (growth) perusahaan.

Perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang pesat akan membutuhkan dana investasi yang lebih besar. Peluang-peluang pertumbuhan yang lebih besar akan mengurangi pembayaran deviden, karena earning yang dihasilkan digunakan untuk investasi guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, pertumbuhan perusahaan memiliki pengaruh kuat pada kebijakan penahanan laba, atau dengan semakin besar pertumbuhan perusahaan, semakin kecil jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham.

G. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan (Firm size) mencerminkan besar kecilnya perusahaan berdasarkan kapitalisasi pasarnya. Perusahaan besar yang sudah mantap, dengan mudah dapat masuk ke pasar modal atau memperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya sementara perusahaan kecil yang masih baru akan mengalami banyak kesulitan untuk masuk ke pasar modal dan kemampuannya untuk meningkatkan modal adalah terbatas, dan untuk membiayai operasinya perusahaan harus menahan laba lebih banyak. Perusahaan yang sudah mantap

akan mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kecil atau yang masih baru (Nuringsih :2005).

H. Return on Assets (RoA)

Return on Assets (RoA) yang sering disebut juga sebagai Return on Investment (RoI) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang lainnya. RoA atau RoI diperoleh dengan cara membandingkan antara laba bersih setelah pajak terhadap total aktiva. Semakin besar RoA atau RoI menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat kembalian akan semakin besar. Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih setelah pajak (Sartono, 2001:123).

I. Return on Equity (ROE)

Return on Equity (RoE) yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak

terhadap total modal sendiri (ekuitas) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi RoE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. RoE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan (Sartono,2001:124).

G. Kebijakan Dividen 1. Pengertian

Sartono (2000), mendefinisikan kebijakan deviden sebagai: “Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam retained earnings guna membiayai investasi di masa datang”.

Dari definisi diatas, dapat kita lihat bahwa kebijakan deviden dipengaruhi dua kepentingan yang saling bertolak belakang, yaitu kepentingan pemegang saham dengan dividennya, dan kepentingan perusahaan untuk melakukan reinvestasi dengan menahan laba. Dari sisi pemegang saham, dividen merupakan salah satu motivator untuk menanamkan dana di pasar modal. Pemegang saham lebih memilih dividen yang berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Perilaku ini diakui oleh Gordon-Lintner sebagai “the bird in the hand theory” bahwa satu burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Selain itu pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen yang dibagikan. Sedangkan dari sisi perusahaan, kebijakan dividen sangat penting, karena jika perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba yang ditahan perusahaan, dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal

financing. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang

2. Kebijakan Pembagian Dividen

Menurut (Sutrisno, 2001: 304) ada beberapa bentuk dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham antara lain:

1. Pembagian dividen secara tunai atau cash dividend. Pembagian dividen secara tunai terdiri dari beberapa bentuk yaitu:

a. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil

Kebijakan pemberian yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian deviden yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan, yaitu: (1) dapat meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko lebih kecil, (2) dapat memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, (3) dapat menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.

b. Kebijakan Dividen Meningkat

Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.

Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout raio.

d. Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang Rendah ditambah Ekstra

Kebijakan dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

2. Pembagian Stock Deviden

Salah satu kebijakan yang bisa diambil oleh perusahaan adalah dengan dengan memberikan dividen tidak dalam bentuk uang, tetapi dividen diberikan dalam bentuk saham. Artinya pemegang saham akan diberi tambahan saham sebagai pengganti cash dividen. Pemberian stock dividen tidak akan mengubah besarnya jumlah modal sendiri, tetapi akan mengubah komposisi modal sendiri perusahaan yang bersangkutan. Karena pada dasarnya pemberian stock dividen ini akan mengurangi pos laba ditahan di neraca dan akan ditambahkan ke pos modal saham.

3. Kebijakan Stock Split

Apabila harga pasar saham suatu perusahaan terlalu tinggi, mengakibatkan banyak investor kurang berminat terhadap saham perusahaan. oleh karena itu perusahaan bisa mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham melalui stock split yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan stock split ini jumlah lembar saham menjadi

lebih banyak, maka mengakibatkan harga saham turun. Oleh karena itu dengan

stock split harga saham menjadi lebih murah, sehingga harga pasar masih dalam trading range tertentu.

4. Kebijakan Repurchase Stock

Repurcahse stock adalah pembelian kembali saham-saham perusahaan

yang dimiliki oleh pemegang saham atau investor.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain adalah (Sutrisno, 2001: 304) :

1. Posisi Solvabilitas Perusahaan

Perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modal perusahaan.

2. Posisi likuiditas Perusahaan

Cash dividend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu

bila perusahaan membayarkan deviden berarti harus bisa menyediakan uang kas

Dokumen terkait