• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Uji Bioaktifitas Trichoderma spp. Endofit pada Medium PDA (%)

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa uji antagonis jamur

Trichoderma spp. berpengaruh nyata terhadap F. moniliforme. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 3.

Tabel 1. Uji Bioaktifitas jamur Trichoderma spp. terhadap F. moniliforme (%)

Perlakuan Uji Antagonis (%)

AT1 59,7c

AT2 75,30ab

AT3 79,23a

AT4 44,8d

AT5 65,13b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %.

Tabel 1 menunjukkan bahwa F. moniliformemengalami hambatan

pertumbuhan karena kehadiran jamur Trichoderma spp. Persentase penghambatan tertinggi terdapat pada perlakuan AT3 (Trichoderma spp. asal Kuala Madu) yaitu

79,23% yang berbeda dengan perlakuan AT2 (Trichoderma spp. asal Tandem

Hulu) yaitu 75,30% yang berbeda dengan perlakuan AT5 (Trichoderma spp. asal Sei Semayang) yaitu 65,13% yang berbeda nyata dengan AT1 (Trichoderma spp. asal Tandem Hilir) 59,7% yang berbeda nyata dengan AT4 (Trichoderma spp. asal Bulu Cina) yaitu 44,8%. Hal ini dikarenakan jamur antagonis Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan dari jamur patogen F. moniliforme, jamur

Trichoderma spp. akan melakukan kompetisi nutrisi dengan jamur F. moniliforme

dan juga akan mengeluarkan senyawa kimia yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jamur F. moniliforme. Hal ini sesuai dengan literatur Nurliana (2012) yang menyatakan bahwa antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT), (b) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain olehmikroorganisme dan berbahaya bagi OPT.

Pengambilan data uji antagonisme dilakukan saat miselium F. moniliforme

dan jamur Trichoderma spp. bertemu. Pada Gambar 3 pertumbuhan jamur

Trichoderma spp. mendekati F. moniliforme yang menyebabkan pertumbuhan F.

moniliforme terhambat. Penghambatan ini terjadi karena adanya persaingan ruang

tumbuh, nutrisi. Menurut Gusnawaty et al (2014) mekanisme yang dilakukan oleh agens antagonis Trichoderma spp. terhadap patogen adalah mikroparasit dan

antibiosis, selain itu cendawan Trichoderma spp. juga memiliki beberapa

kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat.

A D

C

B E

Gambar 3. Uji Antagonis Trichoderma spp. Endofitik (A) AT1 (Tandem Hilir), (B) AT2 (Tandem Hulu), (C) AT3 (Kuala Madu), (D) AT4 (Bulu Cina), (E) AT5 (Sei Semayang).

2.Kejadian Penyakit (%)

Pengaruh F. moniliforme dengan jamur Trichoderma spp. terhadap

kejadian penyakit pokahbung dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Asal Trichoderma (AT) terhadap kejadian penyakit pokahbung sampai 8 msi (%).

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)

AT0 100,00a AT1 33,33b AT2 33,33b AT3 22,22b AT4 33,33b AT5 44,44b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %. Tabel 2 menunjukkan perlakuan asal Trichoderma menunjukkan bahwa persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan AT0 (kontrol)yaitu 100%, yang berbeda nyata dengan perlakuan AT5 (Trichoderma spp. asal Sei Semayang) yaitu 44,44%, diikuti oleh AT1 (Trichoderma spp. asal Tandem Hilir) yaitu 33,33%, AT2 (Trichoderma spp. asal Tandem Hulu) yaitu 33,33%, AT4

(Trichoderma spp. asal Bulu Cina) yaitu 33,33% dan terendah pada AT3

(Trichoderma spp. asal Kuala Madu) yaitu 22,22%. hal ini dikarenakan pada AT0

tidak adanya hambatan bagi patogen untuk menginfeksi tanaman, sementara pada AT1, AT2, AT3, AT4, AT5 diaplikasikan suspensi Trichoderma spp. endofit yang menyebabkan terhalang dan terhambatnya patogen untuk menginfeksi dan berinvasi di dalam jaringan tanaman selain itu Trichoderma spp. endofit juga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, hal ini sesuai dengan literatur Sudantha dan Abadi (2007) yang menyatakan bahwa jamur endofit menghasilkan alkoloid dan mikotoxin lainnya sehingga memungkinkan digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.

Tabel 3. Pengaruh Letak Aplikasi (A) terhadap kejadian penyakit pokahbung sampai 8 msi (%).

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)

A1 66,67a

A2 50,00a

A3 16,66b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan letak aplikasi suspensi menunjukkan bahwa persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat pada A1 (ketiak daun) yaitu 66,67% yang diikuti oleh A2 (akar) yaitu 50,00% dan berbeda nyata dengan A3 (akar + ketiak daun) yaitu 16,67%. Pada A3 persentase kejadian penyakit paling rendah dikarenakan pengaplikasian Trichoderma spp. di akar + ketiak daun akan lebih menghalangi patogen untuk masuk dibandingkan dengan pengaplikasian di akar saja dan ketiak daun saja. Gusnawaty et al (2014)

mengatakan mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas

Trichoderma sp. yaitu kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai

mikroparasit sehingga mampu menekan aktivitas patogen tular tanah, sementara pengaplikasian di ketiak daun juga memberikan pengaruh terhadap pengendalian

F. moniliforme dikarenakan konidium dapat terbawa ke bagian daun termuda yang

belum membuka, hal ini sesuai dengan literatur Semangun (1999) yang menyatakan bahwa konidium dapat mencapai tempat tersebut karena konidium yang jatuh pada ujung daun-daun tadi (yang masih berbentuk corong) terbawa oleh tetes-tetes air ke bawah melalui sisi daun pertama.

Persentase kejadian penyakit diamati dengan melihat jumlah tanaman yang terserang pada tiap perlakuan sampai 8 msi. Gejala penyakit pokahbung secara visual pada tanaman yang terinfeksi memperlihatkan daun menjadi klorosis yang

lama kelamaan akan menimbulkan warna merah, batang tanaman yang menjadi berwarna merah kecoklatan, serta serangan yang lebih lanjut akan menyebabkan tanaman mati dan menyebabkan bau yang tidak sedap. Gejala ini disebabkan patogen F. moniliforme yang terus masuk ke dalam jaringan tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Semangun (1999) yang menyatakan bahwa pada pb1 gejala hanya terdapat pada daun. Helaian daun yang baru saja membuka pangkalnya tampak klorotis, pada pb 2 jamur juga menyerang ujung batang yang masih muda, tetapi tidak menyebabkan pembusukan, pb 3 jamur menyerang titik tumbuh dan menyebabkan pembusukan.

3.Keparahan Penyakit (%)

Pengaruh F. moniliforme dengan jamur Trichoderma spp. terhadap

keparahan penyakit pokahbung dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Asal Trichoderma (AT) terhadap keparahan penyakit pokahbung sampai 8 msi (%).

Perlakuan Keparahan Penyakit (%)

AT0 50,00a AT1 16,67b AT2 16,67b AT3 11,11b AT4 16,67b AT5 22,22b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan asal Trichoderma (AT) persentase keparahan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan AT0 (kontrol)

yaitu 50,00% yang berbeda nyata dengan AT5 (Trichoderma spp. asal Sei

Semayang) yaitu 22,22% yang diikuti oleh AT1 (Trichoderma spp. asal Tandem Hilir) yaitu 16,67%, AT2 (Trichoderma spp. asal Tandem Hulu) 16,67%, AT4

Madu) yaitu 11,11%. Hal ini membuktikan bahwa dengan aplikasi agen hayati Trichoderma spp. endofit memberikan pengaruh baik untuk menekan perkembangan penyakit pokahbung, karena mikroba endofit dapat bersimbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya untuk menekan pertumbuhan patogen yang

dapat menyerang tanaman hal ini sesuai dengan literatur (Petrini et al., 1992 dalam Kumala, 2008) yang menyatakan bahwa mikroba

endofitik adalah mikroba yang hidup secara internal dan berasosiasi didalam jaringan tanaman. Asosiasi yang terjadi umumnya bersifat mutualistik yaitu jika mampu melindungi inang dari tekanan biotik dan abiotik.

Nilai keparahan penyakit pada perlakuan kontrol (AT0) sangat tinggi, sedangkan pada perlakuan diaplikasikan Trichoderma spp. dari berbagai kebun (AT1, AT2, AT3, AT4, AT5) nilai keparahan penyakit lebih rendah, hal tersebut dikarenakan aplikasi agen hayati Trichoderma spp. endofit pada tanaman tebu. Jamur endofit mengambil nutrisi yang tersedia pada tanaman inang lalu melindungi tanaman tersebut terhadap serangan penyakit hal ini sesuai dengan literatur Pal dan Gardener (2006) yang menyatakan bahwa setelah endofit mengkoloni jaringan tanaman, endofit akan mengambilnutrisi yang tersedia dari fragmen tanaman. Cendawan endofitik umumnyadianggap untuk melindungi tanaman dengan kolonisasi yang cepat danmengambil substrat yang terbatas, dengan demikian tidak ada yang tersisauntuk pertumbuhan patogen.

Tabel 5. Pengaruh Letak Aplikasi (A) terhadap keparahan penyakit pokahbung sampai 8 msi (%).

Perlakuan Keparahan Penyakit (%)

A1 33,33a

A2 25,00a

A3 8,33b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan letak aplikasi suspensi persentase keparahan penyakit tertinggi terdapat pada A1 (ketiak daun) yaitu 33,33% yang diikuti dengan A2 (akar) yaitu 25,00% yang berbeda nyata dengan A3 (akar + ketiak daun) yaitu 8,33%.

Perlakuan letak aplikasi pada ketiak daun (A1) memiliki nilai keparahan penyakit tertinggi yaitu 33,33% yang tidak berbeda nyata pada letak aplikasi di akar (A2) yaitu 25,00% hal ini dikarenakan terjadinya virulensi patogen dalam menginfeksi tanaman tebu, sementara keparahan penyakit terendah terdapat pada letak aplikasi di akar + ketiak daun (A3) yaitu sebesar 8,33%, hal ini dapat disebabkan oleh Trichoderma spp. yang terdapat di aplikasikan di akar dan ketiak daun mampu menahan perkembangan patogen yang dapat disebabkan oleh kesesuaian pada suhu tanah serta Trichoderma spp. mampu beradaptasi dengan baik pada permukaan daun sehingga perkembangan patogen yang terbawa pada daun termuda yang belum membuka dapat ditekan. Hal ini sesuai dengan literatur Permadi et al (2015) yang menyatakan bahwa karena Trichoderma spp.mampu beradaptasidengan baik pada permukaan daun sehingga perkembangan patogen dapat ditekan.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Trichoderma spp. yang diaplkasikan melalu akar + ketiak daun memberikan hasil yang terbaik dalam menekan keparahan penyakit pokahbung pada tanamn tebu. Diduga pengaruh kemampuan jamur dalam memproduksi bahan antibiotik. Penaplikasian secara langsung pada ketiak daun juga dapat mengakibatkan terjadinya kontak langsung antara antagonis dan patogen sehingga mampu memberikan efek langsung terhadap perkembangan patogen. Di sisi lain pengaplikasian pada akar akan memberi peluang terjadinya induksi resistensi pada tanaman lebih efektif hal ini sesuai dengan literatur Heil dan Bostock (2002) dalam Nurhayati et al (2012)

yang menyatakan bahwa penekanan Trichoderma sp.terhadap patogen

dapatdisebabkan karena adanya kemampuancendawan ini dalam memacu pembentukansenyawa-senyawa pada tanaman yangbersifat antipatogen seperti

pathogenesisrelated(PR) protein. PR-protein akanterbentuk pada ruang antar sel

setelahadanya penetrasi dari agens penginduksi.Hingga tanaman akan mengsintesis protein-PR seperti kitinase dan β-1,3- glukanase bilatanaman diinfeksi oleh patogen. Keduaenzim ini mampu mengaktalis hidrolisispolisakrida yang merupakan komponenutama dinding sel fungi yang akan kemudianmenyebabkan tanaman tahan dari serangancendawan patogen.

Berdasarkan gejala visualnya, pengamatan pada minggu ke tiga sampai dengan minggu ke delapan menunjukkan gejala serangan pokahbung pada skala pb1 yaitu daun klorotis dan terdapat garis-garis merah pada beberapa helaian daun, tetapi helaian daun masih dapat membuka dengan sempurna. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor sehingga patogen tidak menginfeksi lebih lanjut pada tanaman tebu, misalnya antara lain kelembaban, suhu tanah yang kurang

sesuai oleh perkembangan patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Cahyono (2008) dalam Sinaga (2011) yang menyatakan bahwa perkembangan infeksi dan

penyakit layu Fusarium, didukung oleh suhu tanah yang hangat (80ºF) dan

Dokumen terkait