• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk Menekan Infeksi G.boninense di Pre Nurseri

Percobaan disusun menggunakan rancangan RAK dengan tiga ulangan. Tiga jenis bahan pelapis dari percobaan Ib digunakan pada percobaan II. Perlakuan benih terdiri atas: benih tanpa pelapisan dan tanpa perendaman T. asperellum (P1), pelapisan benih dengan CMC 1% (P2), CMC 1.5% (P3), Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5% (P4), perlakuan lainnya benih direndam dalam suspensi T. asperellum (P5), + pelapisan CMC 1% (P6), + pelapisan CMC 1.5% (P7), + Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5% (P8) dan tanpa pelapisan, tanpa perendaman T. asperellum dan media tanam tanpa G. boninense (P9). Perlakuan P1 s.d P8 media tanam diinokulasi dengan G. boninense.

Rumus rancangan yang digunakan adalah:

Keterangan:

ij : nilai pengamatan perlakuan A ulangan ke-j µ : rataan umum

αi : pengaruh faktor perlakuan A βj : pengaruh ulangan ke-j

ij : pengaruh acak yang menyebar normal

Persiapan benih, suspensi larutan dan pelapisan benih sama dengan prosedur pada percobaan pertama. Setelah diberi perlakuan, perkecambahan diuji pada media tanah dalam polibag di pre nurseri. Jumlah benih untuk masing-masing satuan percobaan adalah 10 buah.

Pengamatan pada percobaan ini meliputi daya tumbuh, insidensi penyakit dan indeks keparahan penyakit.

Insidensi penyakit (IP) dihitung dengan rumus: Keterangan :

IP : insidensi penyakit (%)

n : jumlah tanaman yang terserang G. boninense N : jumlah seluruh tanaman

Indeks keparahan penyakit (Desease Severity Indeks/DSI) diamati secara destruktif dan dihitung dengan pengamatan gejala akar dengan metode Abdullah et al. (2003) modifikasi pembagian akar dalam empat kuadran.

14

Keterangan: A : kelas penyakit (0, 1, 2, 3 atau 4) B : jumlah tanaman yang menunjukkan gejala per perlakuan. Kelas penyakit: 0 : tanpa ada gejala penyakit (G. boninense) 1 : terdapat cendawan G. boninense pada akar dan atau penyebaran nekrotik akar pada satu kuadran (5< x ≤25%) 2 : terdapat cendawan G. boninense pada akar dan atau penyebaran nekrotik akar pada dua kuadran (25< x ≤ 50%) 3 : terdapat cendawan G. boninense pada akar dan atau penyebaran nekrotik akar pada tiga kuadran 50< x ≤ 75% 4 : terdapat cendawan G. boninense pada akar dan atau penyebaran nekrotik akar pada empat kuadran (> 75%) atau tanaman mati Penyiapan cendawan T. asperellum dan G. boninense Cendawan T. asperellum koleksi terlebih dahulu diperbanyak dengan membiakannya dalam cawan Petri. Sebanyak 10 µ L suspensi koleksi dipipet ke dalam cawan Petri berisi 15 mL media PDA. Kemudian disimpan dalam inkubator suhu 28±1 0C selama 7 hari. Cendawan yang digunakan untuk perlakuan sudah menghasilkan spora dan berwarna hijau tua. Sebanyak dua cawan Petri T. asperellum yang telah tumbuh dan menghasilkan spora dilarutkan dalam 100 mL akuades steril. Kemudian dikocok selama 1 jam menggunakan mesin pengocok. Suspensi disaring dengan kain kasa agar sisa-sisa media PDA tidak tercampur kedalam larutan. Sebelum digunakan dilakukan penghitungan populasi spora cendawan dengan melakukan pengenceran sampai dengan 10-2. Populasi cendawan dihitung dengan membuat preparat hemasitometer. Jumlah spora yang dihasilkan dalam larutan untuk digunakan adalah 107. Preparat kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya dan jumlah spora dihitung dengan rumus: Keterangan:

: rata-rata jumlah spora FP : faktor pengenceran

Isolat Ganoderma koleksi diperbanyak dalam cawan Petri dengan media PDA dan diinkubasi dalam inkubator selama tujuh hari dengan suhu 28±2 0C. Spora Ganoderma dipanen dan dibiakkan dalam media patato sukrosa agar (PSA). Sebanyak 100 mL media PSA yang mengandung spora Ganoderma diinokulasi pada rakis kelapa sawit berukuran 3 x 3 x 12 cm yang sudah terlebih dahulu dimasukkan dalam plastik polietilen (PE) dan disterilisasi dengan otoklaf

15 1210C, selama 1 jam. Rakis yang telah diinokulasi dengan isolat Ganoderma kemudian diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 28±2 0C selama 10 minggu (Sinarmas Agibisnis and Food 2007).

Pelapisan benih

Sebelum pelapisan dilakukan, kecambah terlebih dahulu diseleksi untuk membuang yang rusak, abnormal, poliembrioni dan yang terbaik dipertahankan. Kecambah hasil seleksi kemudian dicuci bersih di bawah air mengalir dan dikering-anginkan selama 2 jam. Kecambah dikemas dalam plastik PE dan disimpan dalam ruang berpendingin (20 ± 2 0C) sebelum digunakan.

Pelapisan kecambah dilakukan sesuai dengan taraf perlakuan dengan pelarut bahan pelapis menggunakan suspensi cendawan. Pelapisan kecambah dilakukan secara manual. Setelah pelapisan kecambah dikering-anginkan selama 3-6 jam tergantung jenis bahan pelapis yang digunakan. Kecambah yang telah kering ditanam langsung di pre nurseri.

Penanaman dan pemeliharaan

Penanaman dilakukan dengan mengacu pada Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Sinarmas Agribusiness and Food 2007). Polibag hitam dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 17.5 cm diisi dengan media tanam. Syarat media tanam yang digunakan adalah top soil tanah mineral dengan tekstur lempung dan tidak terserang Ganoderma (diperoleh dari desa Cijayanti, Bogor).

Media tanam terlebih dahulu diayak dengan saringan 1 cm x 1 cm dan dicampur dengan 50 kg pupuk rockphospate per ± 2 m3 tanah. Media tanam dalam polibag dipadatkan dengan cara diguncang-guncangkan sampai dengan 1 cm dari bibir polibag. Polibag yang telah diisi media ditempatkan dan disusun pada bedengan dengan lebar 120 cm dan panjang 12 m. Tinggi bedengan ± 5 cm dan jarak antar bedengan 70 cm.

Media dalam polibag disiram sampai jenuh air sebelum penanaman dilakukan. Kecambah ditanam dengan kedalaman 2 cm dari permukaan tanah dengan posisi radikula mengarah ke bawah dan plumula mengarah ke atas. Setelah penanaman polibag disiram kembali sampai dengan jenuh dan ditempatkan dalam pre nurseri dengan naungan paranet 60%. Penyiraman dilakukan hingga media dalam polibag basah. Pemupukan kelapa sawit yang telah ditanam dilakukan saat tanaman mulai berumur 5 minggu setelah tanam (MST) (Tabel 1).

Tabel 1 Pemupukan bibit kelapa sawit di pre nurseri No. Umur tanaman

(MST)

Cara

aplikasi Dosis dan jenis pupuk yang digunakan 1 5 siram 0.5 g NPK15.15.6.4 TE (dilarutkan dalam 150

mL air ) 2 6 siram 1.0 g NPK15.15.6.4 TE 3 7 siram 1.5 g NPK15.15.6.4 TE 4 8 siram 1.5 g NPK15.15.6.4 TE 5 9 sebar 3 g NPK15.15.6.4 TE 6 11 sebar 3 g NPK15.15.6.4 TE Sumber : Sinarmas Agribusiness and Food (2007)

16

Pemeliharaan tanaman berupa pengendalian gulma dilakukan secara manual pada setiap pengamatan. Pengendalian hama penyakit dilakukan apabila ada serangan.

Isolasi Trichoderma sp. dari sampel akar tanaman

Sebanyak dua tanaman contoh dipanen pada akhir pengamatan. Akar tanaman dibersihkan terlebih dahulu dibawah air mengalir hingga bersih, kemudian dikering-anginkan. Kemudian rambut akar tanaman contoh dipotong-potong dan dicampur merata, kemudian ditimbang sebanyak 1 g untuk pour plate. Sampel akar disterilisasi permukaannya secara bertahap dengan kloroks 3% selama 3 menit, alkohol 90% selama 2 menit, alkohol 70% selama 2 menit, alkohol 50% selama 2 menit, akuades steril sebanyak tiga kali masing-masing 1 menit.

Akar yang sudah steril digerus dengan mortar dan ditambahkan 9 mL akuades steril, kemudian dikocok selama ± 1 jam. Suspensi yang telah dikocok diencerkan secara berseri (10-2, 10-3, 10-4). Setiap pengenceran berseri diambil 1 mL untuk dituang dalam cawan Petri dengan menambahkan 15 mL media PDA. Hasil tuangan (pour plate) kemudian ditempatkan dalam inkubator (28±1 0C) selama 7 hari. Pada hari ke-7 dilakukan pengamatan terhadap jumlah koloni cendawan T. asperellum yang dapat tumbuh. Data koloni yang tumbuh diambil pada pengenceran 10-2.

Analisis Data

Semua data pada setiap percobaan dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA). Bila perlakuan menunjukan perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I Viabilitas dan Efektivitas T. asperellum pada Berbagai Bahan Pelapis

a. Teknik Pencampuran T. asperellum dengan Bahan Pelapis

T. asperellum tidak ada yang masuk kedalam jaringan akar pada 13 MST setelah perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa T. asperellum tidak viabel pada bahan pelapis yang digunakan. Tidak viabelnya T. asperellum dengan bahan pelapis diduga akibat adanya pengeringan setelah proses pelapisan yang menyebabkan spora sulit tumbuh dan berkembang. Ketiadaan T. asperellum dalam jaringan akar diduga menyebabkan peran T. asperellum sebagai pemacu pertumbuhan tanaman menjadi kurang efektif.

Daya tumbuh seluruh perlakuan mencapai 100%. Tingginya daya tumbuh menunjukkan bahwa sifat fisik dan kimia bahan pelapis yang digunakan tidak meracuni benih dan menggangu proses perkembangan benih. Palupi et al. (2013)

17 melaporkan bahwa Arabic gum, CMC dan gipsum dapat digunakan sabagai pelapis benih karena tidak bersifat racun dan tidak berpengaruh buruk terhadap mutu fisiologis benih.

Sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh CMC, Arabic gum dan gipsum diduga menjadikan bahan-bahan ini dapat berperan sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit di lapang. Hal ini dapat dilihat dari bobot kering, panjang akar dan tinggi tajuk yang tidak berbeda nyata dengan kontrol walaupun benih yang digunakan telah mengalami cekaman pada proses pengeringan (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis terhadap vigor bibit kelapa sawit pada 13 MST

Pencampuran T. asperellum dengan bahan

pelapis Tolok ukur Bobot kering total (g) Panjang akar (cm) Tinggi tajuk (cm) Talk 1% 9.13cd 18.39 20.09 CMC 1% 10.95abc 16.91 19.38 Tapioka 5% 9.49cd 18.23 19.83

Arabic gum 25% 11.89abc 19.09 22.31

Na. alginat 8.3% 9.89bcd 18.26 21.30

A. gum 3% + gipsum 1% 11.97ab 19.20 21.28 CMC 1.5% + gipsum 1% 7.94d 17.38 18.84 CMC 1.5% + Talk 1% 9.53bcd 19.21 21.58

Kontrol 13.09a 17.48 23.00

Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α=5% (*)

Dauqan dan Abdullah (2013) menyatakan bahwa Arabic gum mengandung ion kalsium, magnesium, dan kalium dan bersifat mudah larut dalam air. Boruvkova dan Wiener (2011) menyatakan bahwa CMC merupakan gum selulosa yang mudah larut dalam air dan mengandung selulosa yang dibutuhkan oleh tanaman dalam fotosintesis. CMC dan Arabic gum memiliki daya rekat yang tinggi dan sangat baik digunakan untuk melapisi benih. Walworth (2006) menyatakan bahwa gipsum mengandung kalsium yang dapat menjadi sumber hara organik pada tanaman. Pengaplikasian gipsum tunggal tanpa bahan perekat sebagai bahan pelapis benih sulit dilakukan karena gipsum pada konsentrai rendah sangat mudah tercuci oleh air sehingga sulit menempel pada benih. Menurut Fleche (1985) granula tapioka tidak dapat larut dalam air dibawah 50 0

C. Hal ini menyebabkan tapioka sulit menempel pada benih yang dilapisi dan mudah tercuci oleh air. Talk mengandung mineral dan mudah tercuci sehingga kurang efektif digunakan sebagai bahan pelapis benih tanpa menambahkan perekat.

Bobot kering tanaman nyata berkorelasi dengan tinggi tajuk (r = 0.75) dan berkorelasi dengan panjang akar (r = 0.1). Panjang akar berkorelasi positif dengan tinggi tanaman (r = 0.46). Hal ini menunjukkan semakin panjang akar tanaman maka tinggi tajuk juga akan bertambah. Panjang akar berhubungan dengan laju serapan hara. Pertambahan panjang akar dapat meningkatkan laju

18

serapan unsur hara sehingga hara menjadi tersedia pada fotosintesis. Hasil fotosintat yang tinggi diduga akan ditranslokasikan pada organ tanaman. Sehingga secara tidak langsung pertambahan panjang akar dan tinggi tajuk dapat meningkatkan bobot kering total.

Hasanah dan Setiari (2007) menyatakan bahwa biomassa tanaman mengindikasikan banyaknya senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman, semakin tinggi biomassa maka senyawa kimia yang terkandung di dalamnya lebih banyak sehingga meningkatkan bobot kering tanaman. Bobot kering tertinggi diperoleh dari perlakuan CMC 1%, Arabic gum 25% dan Arabic gum 3% + gipsum 1% walaupun lebih rendah dan tidak nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2).

Pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis hanya berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada 2 dan 6 MST (Tabel 3). Pertambahan tinggi tanaman tertinggi pada semua perlakuan pelapisan terjadi pada 8 MST.

Tabel 3 Pengaruh pencampuran T. asperellum dengan bahan pelapis terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada 2-12 MST

Perlakuan pelapisan Pertambahan tinggi tanaman (cm ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Talk 1% 2.78ab 3.42 3.08bc 4.69 2.35 2.74 CMC 1% 2.53abc 3.63 3.09bc 5.10 2.06 3.53 Tapioka 5% 1.81c 3.78 2.91bcd 5.13 2.21 3.18 Arabic gum 25% 1.97bc 3.76 2.30bcd 5.63 2.51 3.99 Na. alginat 8.3% 2.03bc 3.79 2.26d 5.35 3.14 2.73 A. gum 3% + gipsum 1% 2.19bc 3.49 2.58cd 5.39 2.20 3.77 CMC 1.5% + gipsum 1% 1.93bc 3.08 2.73cd 3.95 3.00 2.83 CMC 1.5% + Talk 1% 2.04bc 3.29 3.66b 4.88 2.02 4.18 Kontrol 3.13a 3.53 5.03a 4.21 1.90 4.65

Keterangan: angka yang menunjukkan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT taraf α=5%

Pertambahan tinggi yang berbeda nyata diduga karena pengeringan setelah pelapisan menyebabkan cekaman pada benih yang menggangu laju pertumbuhan. Selain itu pemupukan pada 5 MST dapat menimbulkan respon yang berbeda terhadap pertambahan tinggi tanaman pada 6 MST. Berdasarkan bobot kering yang dihasilkan dan sifat bahan pelapis yang digunakan maka dipilih CMC 1%, Arabic gum 25%, dan Arabic gum 3% + gipsum 1% sebagai bahan pelapis untuk percobaan 1b.

b. Teknik Pelapisan Benih dengan Perendaman T. asperellum

T. asperellum berhasil berkembang biak di akar tanaman yang tumbuh dari perlakuan perendaman + pelapisan (Tabel 4). T. asperellum dapat melakukan penetrasi ke dalam jaringan benih melalui teknik perendaman benih dalam suspensi T. asperellum. Pelapisan benih dengan Arabic gum 25%, Arabic gum 40%, CMC 0.5%, CMC 1%, CMC 1.5%, Arabic gum 3% + gibsum 1%, dan Arabic gum 4.5% + gibsum 1.5% akan melindungi spora cendawan yang ada

19 pada permukaan benih selama proses pengeringan. Gambar 3 menunjukkan koloni T. asperellum yang dapat berkembang biak dalam jaringan akar setelah perendaman.

Tabel 4 Pengaruh periode simpan dan perendaman + pelapisan terhadap vigor bibit kelapa sawit dan jumlah T. asperellum (T13) (colony form unit (cfu)) dalam akar tanaman pada 12 MST

Perlakuan Tolok ukur Daya tumbuh (40 HST, %) Bobot kering total (g) Panjang akar (cm) Tinggi tajuk (cm) Rerata jumlah T .asperellum (cfu g-1) Periode simpan 0 hari 97.57 8.56b 15.85 17.72b 93.31 3 hari 99.09 10.47a 15.49 17.73b 6 hari 98.18 8.48b 15.86 18.49b 20.51 9 hari 97.27 11.18a 15.79 19.29a 12 hari 97.57 11.10a 16.04 19.20a 10.30 Perendaman dan pelapisan

- perendaman - pelapisan 98.67 10.27 16.43bc 19.34ab 0.00 + perendaman - pelapisan 99.33 9.80 18.18a 20.34a 11.10

A. gum 10% 98.00 10.03 15.43bc 17.94bc d 0.00 A. gum 25% 98.67 9.63 14.76c 17.13d 16.70 A. gum 40% 96.67 9.93 14.91bc 17.71cd 33.30 CMC 0.5% 97.33 10.53 15.82bc 18.79bc 366.7 CMC 1 % 98.00 10.52 15.88bc 18.61bc 44.40 CMC 1.5% 97.33 10.50 15.51bc 18.50bc d 27.80 A. gum 1.5% + gipsum 0.5% 98.00 9.96 15.04bc 18.42bc d 0.00 A. gum 3% + gipsum 1% 98.67 8.43 15.16bc 18.24bc d 27.80

A. gum 4.5% + gipsum 1.5% 96.67 7.72 16.74ab 18.37bc

d 5.60

Interaksi tn tn tn tn tn

Keterangan: angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α=5%. tn: tidak nyata pada taraf α=5%

Naher et al. (2014) dan Guigon-Lopez et al. (2014) menyatakan bahwa sifat endofit memungkinkan T. asperellum berperan sebagai agen biokontrol melalui mekanisme mikoparasit, produksi antibiotik, kompetisi ruang dan nutrisi, kolonisasi akar, dan induksi resistensi sistemik dan memacu pertumbuhan. T. asperellum yang endofit dalam akar dapat meningkatkan efisiensi penyerapan hara bagi pertumbuhan tanaman sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan tinggi tanaman, panjang akar, biomassa dan fotosintesis tanaman.

Interaksi periode simpan dan perendaman + pelapisan benih tidak berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh, bobot kering akar, panjang akar,

20

tinggi tajuk, jumlah T. asperellum dalam akar. Periode simpan hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman dan tinggi tajuk (Tabel 4).

Periode simpan 12 hari nyata meningkatkan bobot kering tanaman dan tinggi tajuk dibandingkan dengan tanpa simpan. Semakin lama periode simpan bobot kering tanaman, tinggi tajuk dan panjang akar semakin meningkat. Hal ini karena benih berupa kecambah mengalami pertumbuhan selama di penyimpanan sehingga saat di tanaman di lapang dapat tumbuh lebih baik. Selain itu perendaman + pelapisan memungkinkan T. asperellum untuk tumbuh dan berkembang selama penyimpanan benih dan bahan pelapis yang digunakan memiliki daya rekat dan antioksidan yang tinggi sehingga kecambah tidak rusak (browning) dan tetap hidup. CMC dan Arabic gum yang digunakan tidak meracuni kecambah selama penyimpanan. Hal ini sejalan dengan Ali et al. (2009) yang menyatakan bahwa Arabic gum mengandung antioksidan dan dapat mempertahankan kesegaran buah yang dilapisi Arabic gum.

Gambar 3 Koloni T. asperellum hasil pour plate sampel akar, a) –perendaman -pelapisan, b) +perendaman --pelapisan, c - k: dengan perendaman T. asperellum + pelapisan, c) +Arabic gum 10%, d) +Arabic gum 25%, e) +Arabic gum 40%, f) +CMC 0.5%, g) +CMC 1%, h) +CMC 1.5%, i) +Arabic gum 1.5% + gipsum 0.5%, j) +Arabic gum 3% + gipsum 1%, k) +Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%, l) aquades steril. : koloni T. asperellum

Perendaman + pelapisan hanya berpengaruh nyata pada panjang akar dan tinggi tajuk. Tinggi tajuk dan panjang akar tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman tanpa pelapisan. Bekembangnya T. asperellum dalam jaringan akar seharusnya dapat meningkatkan bobot kering tanaman, dimana menurut de Santiago et al. (2013) T. asperellum memiliki kemampuan melarutkan nutrisi anorganik sehingga Fe dan Cu menjadi tersedia bagi pertumbuhan tanaman.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma spp. tidak memberikan respon yang baik terhadap tanaman tahunan. Perazzolli et al. (2011) melaporkan bahwa perlakuan T. harzianum tidak berpengaruh terhadap bobot basah dan kering tajuk dan akar tanaman anggur dan kontrol memiliki bobot basah dan kering tajuk/akar lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan T. harzianum. Tchameni et al. (2011) menyatakan bahwa perlakuan T. asperellum pada media tanam cokelat menghasilkan bobot basah tajuk dan rasio tajuk/akar yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol.

a b c d e f

21 Interaksi periode simpan dan perendaman + pelapisan benih pertambahan tinggi tanaman (Tabel 5). Periode simpan nyata meningkatkan pertambahan tinggi tanaman pada 4, 6, 10, dan 12 MST. Perendaman + pelapisan benih berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman hanya pada 2, 10, dan 12 MST (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh periode simpan dan perendaman + pelapisan benih terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit pada 2-12 MST

Perlakuan Pertambahan tinggi tanaman (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Periode simpan

0 hari 2.13 2.58b 2.89b 4.68 2.78a 2.41b 3 hari 2.29 2.82a 3.02b 4.52 2.33b 3.08a 6 hari 2.00 2.91a 3.43a 4.71 2.35b 2.62b 9 hari 2.05 2.94a 3.50a 4.80 2.34b 3.16a 12 hari 2.06 2.93a 3.51a 4.73 2.60ab 3.24a Perendaman + pelapisan

-perendaman -pelapisan 3.11a 2.86 3.19 4.86 2.31b 3.48a +perendaman-pelapisan 2.32b 2.77 3.38 4.72 2.38b 3.06ab A. gum 10% 2.12bcd 2.69 3.32 4.53 2.44b 2.99ab A. gum 25% 1.82de 2.92 3.06 4.40 2.70ab 2.70bc A. gum 40% 1.80de 2.94 2.82 4.65 3.01a 2.27c CMC 0.5% 1.85cde 2.82 3.60 4.82 2.39b 2.85abc CMC 1 % 1.69e 2.82 3.30 4.70 2.68ab 2.84abc CMC 1.5% 2.01b-e 2.80 3.40 4.93 2.14b 3.15ab A. gum 1.5% + gipsum 0.5% 2.24b 2.98 3.30 4.64 2.59ab 2.58bc A. gum 3% + gipsum 1% 2.20bc 2.65 3.30 4.61 2.46b 2.96ab A. gum 4.5% + gipsum 1.5% 2.01b-e 2.93 3.32 4.70 2.20b 3.03ab

Interaksi tn tn tn tn tn tn

Keterangan: angka yang menunjukkan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT taraf α=5%, tn : tidak berbeda nyata pada taraf α=5%

Selama periode simpan kecambah umumnya dalam kondisi baik walaupun terjadi sedikit perubahan warna dari putih menjadi kecoklatan (browning) (Gambar 4). Perubahan warna terutama terjadi pada pelapisan dengan Arabic gum.

Gambar 4 Morfologi kecambah setelah pelapisan dan penyimpanan 12 hari, a) -perendaman –pelapisan, b) Arabic gum 40%, c) CMC 1.5%, d) Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%

d c

b a

22

Perubahan warna kecambah yang terjadi umumnya karena proses pelapisan menyebabkan terjadinya gesekan antara alat pelapis yang digunakan dengan kecambah yang sangat sensitif kerusakan terutama bila dilakukan secara manual. Browning pada kecambah tidak mengganggu pertumbuhan benih dimana pada saat ditanam benih masih memiliki daya tumbuh yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Percobaan II Uji Efektitivitas Formula Bahan Pelapis dengan T. asperellum

untuk Menekan Infeksi G.boninense di Pre Nurseri

Inokulasi G. boninense pada media tanam menurunkan daya tumbuh bila dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi G. boninense. Pada media yang diinokulasi Ganoderma, perendaman T. asperellum + pelapisan benih dapat meningkatkan daya tumbuh dan mempertahankan bibit tetap hidup dibandingkan dengan yang tidak direndam T. asperellum (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh perendaman T. asperellum + pelapisan benih terhadap bibit kelapa sawit pada media tanam yang diinokulasi Ganoderma pada 12 MST Perlakuan Daya tumbuh (40 HST, %) IP (%) DSI (%) - perendaman - pelapisan * 30.00 bc 100.00 a 91.67abc - perendaman + CMC 1%* 13.33 c 96.67 a 95.83ab - perendaman + CMC 1.5%* 26.67 bc 100.00 a 100.00a - perendaman + A. gum 4.5% + gipsum 1.5%* 33.33 bc 96.67 a 89.17bc + perendaman - pelapisan* 40.00 bc 100.00 a 93.33abc + perendaman + CMC 1%* 40.00 bc 100.00 a 94.17abc + perendaman + CMC 1.5%* 46.67 b 93.33 a 84.17c + perendaman + A. gum 4.5% + gipsum 1.5%* 46.67 b 93.33 a 90.00abc - perendaman - pelapisan** 96.67 a 0.00 b 0.00d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf α=5% *: media tanam diinokulasi G.boninense; **: media

tanam tidak diinokulasi G. boninense, IP: Insidensi Penyakit, DSI: Desease

Severity Indeks

Insidensi penyakit pada semua perlakuan yang diinokulasi G. boninense

sangat tinggi (>93.33%) dan berbeda sangat nyata dengan yang tanpa inokulasi G. boninense (Tabel 6). Indeks keparahan penyakit berbeda nyata untuk semua

perlakuan. Perlakuan perendaman T. asperellum + CMC 1% merupakan perlakuan yang paling efektif menekan Ganoderma dengan tingkat keparahan 84.17% (Tabel 6). Namun tingkat keparahan ini masih tergolong tinggi menurut Kok et al. (2013) yang menyatakan tingkat keparahan penyakit > 80% tergolong dalam tingkat serangan tinggi (high virulance).

Daya tumbuh kecambah yang rendah, insidensi penyakit dan indeks keparahan penyakit yang tinggi pada perlakuan perendaman + pelapisan diduga karena T. asperellum belum berkembang dan masuk kedalam jaringan dan harus berkompetisi langsung dengan G. boninense. Ganoderma yang telah

23 berkembang pada rakis akan menekan pertumbuhan dan perkembangan T. asperellum yang menyebabkan kecambah mati pada minggu pertama penanaman (Gambar 5a) dan akar tanaman terinfeksi walaupun dapat tumbuh dan bertahan hingga 12 MST (Gambar 5b).

Gambar 5 Infeksi Ganoderma pada kelapa sawit, a) kecambah, b) akar tanaman Infeksi Ganoderma pada kecambah dapat diamati dengan adanya massa Ganoderma pada kecambah dalam waktu satu minggu. Hal ini lebih cepat bila dibandingkan dengan hasil penelitian Kok et al. (2013) yang menyatakan bahwa massa Ganoderma dapat dilihat tanpa menunjukkan gejala pada kecambah 10 minggu setelah inokulasi dengan persentase kejadian penyakit 100% dan tingkat keparahan penyakit 36.7% (less virulance).

Pada penelitian ini, penggunaan T. asperellum endofit belum mampu meningkatkan resistensi terhadap Ganoderma. Kelebihan sifat T. asperellum endofit menurut Bailey et al. (2009) adalah dapat meningkatkan sistem resistensi tanaman. Selain itu Lopes et al. (2012) menyatakan bahwa Glukanase dan β-1,3 glukanase yang dihasilkan T. asperellum mampu mendegradasi dinding sel fungi dan meningkatkan pelepasan dinding sel dari elisitor fungi patogen. Bailey et al. (2008) menyatakan bahwa T. asperellum yang disemprotkan pada buah kakao secara nyata menurunkan persentase penyakit busuk hitam pada buah.

Perlakuan perendaman T. asperellum + CMC 1.5% merupakan perlakuan terbaik dengan tingkat keparahan penyakit dan insidensi penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang diinokulasi Ganoderma (Tabel 5). Formula ini berpotensi sebagai bahan pelapis yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap tingkat infeksi Ganoderma di pre nurseri. Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa perlakuan perendaman T. asperellum nyata meningkatkan daya tumbuh bibit kelapa sawit (P-value = 0.01) namun tidak berpengaruh nyata pada kejadian penyakit (P-value = 0.44) dan tingkat keparahan penyakit (P-value = 0.09) dibandingkan dengan tanpa perendaman.

5 KESIMPULAN

Aplikasi T. asperellum yang efektif pada benih kelapa sawit adalah dengan perendaman dilanjutkan dengan pelapisan CMC 1%, CMC 1.5% dan Arabic gum 4.5% + gipsum 1.5%. Aplikasi perendaman T. asperellum + pelapisan dengan CMC 1.5% efektif meningkatkan daya tumbuh tetapi belum efektif untuk menekan infeksi Ganoderma di pre nurseri.

b a

24

6 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah F, Ilias GNM, Nelson M, Nur Ain Izzati MZ, Yusuf UK. 2003. Disease assessment and the efficacy of Trichoderma as biocontrol agent of basal stem rot of oil palms. Research Bulletin Science Putra. 1:31-33. Alexopoulos CJ, Mims CW. Blackwell M. 1979. Introductory Mycology. New

York (US): John Wiley & Sons. Inc.

Ali BH, Ziada A, Blunden G. 2009. Biological Effect of gum arabic: a review of some recent research. Food Chem Toxicol. 47:1-8.

Asaduzzaman M, Alam MJ, Islami MM. 2010. Effect of Trichoderma on seed

Dokumen terkait