• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Koefisien Determinasi ( Adj R Square)

2. Uji Hipotesis Kedua

). Dari koefisien determinasi (Adj R

2

) dapat diketahui derajat ketepatan dari analisis regresi linier berganda menunjukkan besarnya variasi sumbangan seluruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

Besarnya nilai pengaruh variabel bebas ditunjukkan oleh nilai (Adj R2) = 0,253 yaitu persentase pengaruh variabel adalah risiko sistematis, bid-ask spread, trading volume activity, dan stock split terhadap return saham di Bursa Efek Indonesia berpengaruh sebesar 25%. Sedangkan sisanya 75% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel bebas seperti perilaku pasar, makro ekonomi, situasi sosial – politik, dan kebijakan pemerintah.

Tabel 4.17 Koefisien Determinasi Model Summary(b) Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 ,568(a) ,322 ,253 ,00381 1,881

a Predictors: (Constant), STOCK SPLIT, BID-ASK SPREAD, TRADING VOLUME ACTIVITY, RISIKO SISTEMATIS

b Dependent Variable: RETURN SAHAM

2. Uji Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan yang signifikan return, risiko sistematis dan likuiditas pada saat sebelum dan sesudah stock split”.

Dalam membuktikan / melakukan pengujian hipotesis ketiga ini digunakan uji beda dua rata-rata yaitu menganalisis perbedaan return, risiko sistematis dan likuiditas pada saat sebelum dan sesudah stock split. Pengujian Hipotesis ketiga dilakukan dengan menggunakan metode uji beda dua rata-rata dari dua kelompok observasi berpasangan (paired sampel t test). Metode ini digunakan karena data-data yang dianalisis merupakan data-data yang saling berhubungan. Dalam pengujian hipotesis ini dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sebelum dan sesudah stock split

a. Return Saham

Tabel 4.24 Paired Sampel t Test

T df Sig (2-tailed)

Risk Sebelum-Risk Sesudah 2,045 21 0,054*

Ket: *Signifikan pada α = 10%

Tabel 4.24 diatas menunjukkan hasil pengujian uji beda dua rata-rata yang menguji perbedaan return saham sebelum dan sesudah stock split. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan return saham pada saat sebelum dan sesudah stock split. Hal ini dibuktikan dengan pengujian paired sample t test dengan tingkat signifikansi sebesar 0,054. Tingkat signifikansi 0,054 < 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan return saham sebelum dan sesudah stock split.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Francisca (2000) yang meneliti pengaruh abnormal return saham

secara individual maupun sebagai sebuah portofolio dan membuktikan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan untuk abnormal return yang berarti juga tidak adanya perubahan pada return saham.

b. Risiko Sistematis

Tabel 4.25 Paired Sampel t Test

T df Sig (2-tailed)

Risk Sistematis Sebelum-Risk Sistematis Sesudah

-0,847 21 0,406

Tabel 4.25 diatas menunjukkan hasil pengujian uji beda dua rata-rata yang menguji perbedaan risiko sistematis sebelum dan sesudah stock split. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko sistematis pada saat sebelum dan sesudah stock split. Hal ini dibuktikan dengan pengujian paired sample t test dengan tingkat signifikansi sebesar 0,406. Tingkat signifikansi 0,406 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan risiko sistematis sebelum dan sesudah stock split. Hal ini membuktikan bahwa peristiwa stock split tidak berpengaruh terhadap risiko sistematis saham.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Luciana dkk (2006) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan beta yang signifikan pada saat sebelum dan sesudah stock split. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Luciana dan E.Kristijadi (2005) yang menyatakan bahwa beta sebelum stock split tidak berbeda dengan beta sesudah stock split.

c. Bid-Ask Spread

Tabel 4.26 Paired Sampel t Test

T df Sig (2-tailed)

Bid-Ask Spread Sebelum-Bid-Ask Spread Sesudah

1,209 21 0,240

Tabel 4.26 diatas menunjukkan hasil pengujian uji beda dua rata-rata yang menguji perbedaan bid-ask spread sebelum dan sesudah stock split. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bid-ask spread pada saat sebelum dan sesudah stock split. Hal ini dibuktikan dengan pengujian paired sampel t test dengan tingkat signifikansi sebesar 0,240 Tingkat signifikansi 0,240 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bid-ask spread sebelum dan sesudah stock split. Secara teori faktor penentu dari likuiditas sehubungan dengan surat berharga sangat tercermin dalam data perdagangan dan faktor yang terpenting dari likuiditas itu adalah jumlah uang dari lembar saham yang diperdagangkan. Likuiditas, salah satunya dapat diukur dengan bid-ask spread, dimana semakin kecil bid-ask spread suatu saham maka semakin likuid saham tersebut dan sebaliknya.

Hasil dalam penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan bid-ask spread pada saat sebelum dan sesudah stock split, berarti pada peristiwa stock split ini tingkat kelikuiditasannya tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wang dan Francisca (2000). Wang

dan Franciska melihat apakah aktivitas stock split mempengaruhi persentase spread dan hasilnya menyatakan bahwa persentase spread sebelum dan sesudah stock split menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Perbedaan signifikan pada penelitian Wang dan Fransisca dibuktikan dengan hasil rata-rata spreadnya menjadi semakin besar pada saat sesudah stock split yang berarti bahwa likuiditas saham mengalami penurunan. Hal ini bertentangan dengan Trading range theory yang menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham.

d.Trading Volume Activity

Tabel 4.27 Paired Sampel t Test

T df Sig (2-tailed)

TVA Sebelum-TVA Sesudah 0,649 21 0,523

Tabel 4.27 diatas menunjukkan hasil pengujian uji beda dua rata-rata yang menguji perbedaan trading volume activity sebelum dan sesudah stock split. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan trading volume activity pada saat sebelum dan sesudah stock split. Hal ini dibuktikan dengan pengujian paired sampel t test dengan tingkat signifikansi sebesar 0,523. Tingkat signifikansi 0,523 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan trading volume activity sebelum dan sesudah stock split. Hal ini dapat disebabkan karena prefensi investor mengenai informasi perusahaan melalui kebijakan stock split dianggap tetap, baik sebelum

maupun sesudah pemecahan saham. Selain itu, penyebab tidak terdapat perbedaan trading volume activity sebelum dan sesudah stock split adalah karena periode pengamatan pada aktivitas sock split terlalu lama yaitu enam bulan sebelum dan enam bulan sesudah stock split. Dalam penentuan periode pengamatan ini memang tidak ada patokan atau standar yang pasti, baik dari buku-buku maupun jurnal-jurnal penelitian.

Menurut Jogiyanto (2003: 436), Lamanya periode jendela atau periode pengamatan tersebut tergantung dari jenis penelitiannya. Jika peristiwa yang nilai ekonomisnya dapat ditentukan dengan mudah oleh investor periode jendelanya dapat pendek, disebabkan oleh investor yang dapat bereaksi cepat. Sebaliknya untuk peristiwa yang nilai ekonomi sulit ditentukan oleh investor, maka periode jendelanya dapat panjang.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tiwi, dkk (2004) yang melakukan pengujian terhadap aktivitas volume perdagangan diseputar stock split bahwa tidak terdapat perbedaan pada aktivitas volume perdagangan saham yang mengindikasikan bahwa stock split tidak membawa pengaruh terhadap likuiditas saham perusahaan yang bersangkutan. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indah Retno Rahayu (2006) meneliti tentang reaksi pasar terhadap peristiwa stock splitdi Bursa Efek Jakarta, hasilnya menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan trading volume activity sebelum dan sesudah stock split.

Akan tetapi, hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Franciska (2000) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan volume perdagangan antara periode sebelum dengan periode sesudah stock split. Hasil penelitian Wang dan Franciska tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Agus Setiyanto (2006) yang meneliti tentang analisa likuiditas saham sebelum dan sesudah stock split di Bursa Efek Jakarta, hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume perdagangan saham setelah peristiwa stock split . Hal ini disebabkan karena transaksi saham menjadi lebih menarik, setelah harga menjadi lebih rendah yang ditunjukkan dengan nilai transaksi yang meningkat.

Trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai perusahaan dan sebaliknya. Namun jika harga saham dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi kemampuan para investor untuk membeli saham, sehingga menimbulkan efek seolah-olah harga saham sulit untuk meningkat lagi. Menurut Trading range Theory harga saham yang dinilai terlalu tinggi akan menyebabkan berkurangnya aktivitas saham untuk diperdagangkan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham akan dinilai tidak terlalu tinggi, sehingga akan meningkatkan kemampuan para investor untuk melakukan transaksi, terutama para investor kecil. Dengan kata lain saham akan semakin likuid (Marwata, 2001 dalam Indah Retno Rahayu, 2006).

BAB V

Dokumen terkait