• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.4 Uji Asumsi Klasik

4.5.1 Uji Hipotesis 1

Korelasi parsial pada hipotesis 1 digunakan metode uji t-test dengan persamaan hubungan menggunakan analisis regresi sebagai berikut:

Tabel 4.12 Koefisien Uji 1

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 34,706 1,471 23,589 ,000

Kecemasan -,142 ,134 -,137 -1,055 ,296

a. Dependent Variable: Efektivitas komunikasi

50

Berdasarkan hasil pengujian regresi pada Tabel 4.12 diperoleh persamaan sebagai berikut:

Y = B + βX + e e = √1 − 𝑅2

e = √1 − 0,019 = √0,981 = 0,990 Y = 34,706 - 0,142X + 0,990

Persamaan regresi diperoleh konstanta sebesar 34,706 menyatakan bahwa, apabila variabel independen yaitu faktor kecemasan konstan (bernilai nol) maka nilai variabel dependen (efektivitas komunikasi) adalah sebesar 34,706. Variabel kecemasan (X) mempunyai koefisien regresi sebesar -0,142. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan nilai internal kecemasan (X), maka tingkat efektivitas komunikasi akan mengalami penurunan sebesar 14,2%. Arah koefisien yang negatif menunjukkan adanya pengaruh berlawanan. Ini berarti bahwa semakin besar nilai kecemasan, maka semakin rendah efektivitas komunikasi yang dihasilkan.

Uji hipotesis pengaruh variabel kecemasan terhadap efektivitas komunikasi dilakukan dengan membandingkan 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 yang diperoleh pada Tabel 4.10, pada kolom t dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 yang didapat dari

51

distribusi t. Apabila 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒, maka H0 ditolak.

Dengan tingkat alpha 0,025 dan derajat bebas sebesar 59, diperoleh nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 sebesar 2,009. Hasil perhitungan diperoleh nilai t pada variabel kecemasan (X) sebesar -1,055. Maka dapat disimpulkan bahwa 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒. Berdasarkan pada analisis tersebut H0

diterima dan H1 ditolak yang berarti koefisien regresi variabel kecemasan (X) secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas komunikasi (Y).

Tabel 4.13

Model Summary Hipotesis 1

Perhitungan Tabel 4.13 diperoleh nilai Adjusted R Square ketika penggunaan variabel laten kecemasan sebesar 0,002. Hal ini menunjukkan 2% faktor efektivitas komunikasi dapat dijelaskan oleh faktor kecemasan sedangkan 98% dipengaruhi oleh faktor lain.

52 4.6.1 Uji Hipotesis 2

Kontribusi variabel moderating cultural intelligence dinalaisis menggunakan uji hipotesis 2 sebagai berikut:

Uji hipotesis pengaruh variabel kecemasan terhadap efektivitas komunikasi dengan cultural intelligence sebagai variabel moderating dilakukan dengan membandingkan 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 yang diperoleh pada Tabel 4.13, pada kolom t dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 yang didapat dari distribusi t. Apabila 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒, maka H0 ditolak.

Dengan tingkat alpha 0,025 dan derajat bebas sebesar 49, diperoleh nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 sebesar 2,009. Hasil perhitungan diperoleh nilai t pada hasil analisis moderating sebesar 2,813. Maka dapat disimpulkan bahwa 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒. Berdasarkan pada analisis

53

tersebut H0 ditolak dan H2 diterima yang berarti koefisien regresi variabel kecemasan (X) dengan cultural intelligence sebagai variabel moderaing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas komunikasi (Y).

Tabel 4.15

Analisis Perbandingan Moderasi Cultural Intelligence

X -> Y X + Z -> Y

−𝒕𝒄𝒐𝒖𝒏𝒕 -1,055 -3,922

> <

−𝒕𝒕𝒂𝒃𝒍𝒆 -2,009 -2,009

Tidak signifikan

Signifikan

Korelasi determinasi dilakukan untuk menguji kontribusi cultural intelligence terhadap efektivitas komunikasi dengan membandingkan pada model summary persamaan 1.

R2 X -> Y 0,019

<

R2 X + Z -> Y 0,186

Berdasarkan hasil perbandingan korelasi determinasi, cultural intelligence memperkuat pengaruh kecemasan terhadap efektivitas

54

komunikasi. Kontribusi cultural intelligence menghasilkan dampak faktor 18,6% pada pengaruh efektivitas komunikasi dibandingkan sebelumnya 81,6%.

a. Dependent Variable: Efektivitas Komunikasi

Uji hipotesis pengaruh variabel cultural intelligence terhadap efektivitas komunikasi dilakukan dengan membandingkan 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 yang diperoleh pada Tabel 4.15, pada kolom t dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 yang didapat dari distribusi t. Apabila 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒, maka H0 ditolak.

Dengan tingkat alpha 0,025 dan derajat bebas sebesar 59, diperoleh nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒 sebesar 2,009. Hasil perhitungan diperoleh nilai t pada variabel cultural intelligence (Z) sebesar 2,340. Maka dapat disimpulkan bahwa 𝑡𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒. Berdasarkan pada analisis tersebut H0 ditolak yang berarti koefisien

55

regresi variabel cultural intelligence (Z) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas komunikasi (Y).

4.6 Pembahasan

Hasil dari persamaan regresi diperoleh koefisien kecemasan pada rentang negatif, sehingga hubungan antara kecemasan dengan efektivitas komunikasi berlawanan. Semakin rendah nilai kecemasan maka tingkat efektivitas komunikasi meningkat. Temuan hubungan kedua variabel sesuai dengan penelitian sebelumnya dari Safitri (2016) bahwa ketika dalam proses hubungan sosial di kampus kesulitan mahasiswa dalam berkomunikasi dapat diantisipasi jika taraf kecemasan mahasiswa turun.

Kecemasan mahasiswa tidak berpengaruh signifikan terhadap efektivitas komunikasi. Hal tersebut didukung oleh analisis korelasi determinasi yang rendah terhadap nilai R2. Faktor efektivitas komunikasi mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana dipengaruhi oleh determinasi faktor lainnya.

Hasil penelitian hipotesis pertama mengungkapkan kemajuan dari penelitian etnis dari Julianto (2002) yang menyatakan bahwa kecemasan sosial memiliki hubungan signifikan terhadap efektivitas komunikasi

56

jika menggunakan subjek satu jenis etnis. Penelitian ini menggunakan lima etnis yang berasal dari Indonesia bagian Timur.

Pada komunikasi antarbudaya antara mahasiswa yang berasal dari Indonesia Timur dengan mahasiswa yang berasal dari Indonesia Tengah (Kalimantan dan Sulawesi) maupun mahasiswa yang berasal dari Indonesia Barat termasuk Jawa terdapat tahapan pengenalan. Mahasiswa dari Indoesia Timur cenderung memiliki tingkat komunikasi yang tinggi namun dalam fungsi interaksi terdapat hambatan pada respon dari mahasiswa lainnya. Pada analisis empirik tersebut diperoleh gambaran bahwa tingkat kecemasan tidak berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi karena terdapat faktor determinan lainnya.

Cultural intelligence berhasil memperkuat hubungan dan pengaruh kecemasan terhadap efektivitas komunikasi mahasiswa. Dukungan bahwa Universitas Kristen Satya Wacana memiliki banyak mahasiswa dari berbagai etnis telah mendukung pengetahuan masing – masing untuk meningkatkan pemahaman tentang nilai – nilai kebudayaan. Ketika berinteraksi antar sesama maka cultural intelligence dapat memperkuat hubungan jika digunakan konsep

57

kecemasan untuk memprediksi tingkat efektivitas komunikasi mahasiswa. Hasil dari penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya dari Bucker (2012) menyatakan bahwa kecerdasan budaya memainkan peran penting dalam mengurangi kecemasan dan mempengaruhi efektifitas komunikasi secara positif.

Penelitian cultural intelligence yang diperoleh dari temuan hasil mendukung teori Early dan Ang (2003) tentang pengolahan kemampuan individu di dalam keragaman budaya lingkungan dalam lingkup global. Dimana dikemukakan bahwa kemampuan dari pengelolaan keragaman budaya dapat memprediksi keberhasilan stereotip dan pencegahan konflik antar individu. Tingkat kecemasan pada penelitian ini yang secara parsial tidak berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi menunjukkan bahwa prediktor cultural intelligence manjadi salah satu faktor utama dalam mengolah dampak dari efektivitas komunikasi di kalangan mahasiswa.

58

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hasil dari analisis statistik berdasarkan rancangan hipotesis yang telah disusun pada penelitian ini diperoleh kesimpulan: Pertama, kecemasan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap efektivitas komunikasi mahasiswa asal Indonesia Timur di Universitas Kristen Satya Wacana. Kedua, cultural intelligence sebagai variabel moderating berhasil memperkuat hubungan dan pengaruh antara kecemasan dengan efektivitas komunikasi secara signifikan.

Assessment kecemasan pada mahasiswa asal Indonesia Timur rendah dan efektivitas komunikasi cukup tinggi sehingga secara parsial tidak dapat mempengaruhi. Tantangan berada dalam lingkungan baru membuat mahasiswa asal Indonesia Timur memerlukan pemahaman cultural inteligence pada tahapan untuk mengatasi hambatan komunikasi.

Cultural inteligence berperan penting dalam memperkuat pengaruh kecemasan terhadap

59

komunikasi antar budaya yang terjadi di lingkungan pendidikan.

5.2. Implikasi

Dokumen terkait