• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Karbohidrat (Laktosa)

Prinsip

Laktosa bersifat reduktor akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+ ditetapkan dengan titrasi iodometri. Dengan menetapkan larutan blanko, maka volume natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi kelebihan Cu2+ dapat diketahui, dan setara dengan jumlah laktosa yang terdapat dalam sampel.

Tujuan

Untuk mengetahui kadar laktosa dalam suatu sampel dengan metode Luff Schoorl.

Peralatan

1. Alat reflux 2. Hot plate 3. Buret

4. Klem & statif 5. Erlemeyer 6. Beaker glass 7. Batang pengaduk 8. Pipet volume 9. Gelas ukur 10. Corong Bahan 1. Sampel

2. Larutan luff schorl 3. Larutan kalium iodat 4. Natrium Tiosulfat 0,1 N 5. Indikator amilum 1% 6. Al(OH)3

7. H2SO4 26,5%

8. Larutan natrium karbonat 9. HCl 10. NaOH 11. Aquades 12. Kertas saring 13. Indikator amilum 14. ZnSO4 15. KI 20% 16. Na2S2O3

45

1. 2,5 g CuSO4.5H2O sejauh mungkin bebas besi, dilarutkan dalam 10 mL air 2. 5 g asam sitrat dilarutkan dalam 5 mL air

3. 38,8 g soda murni (Na2CO3.10H2O) dilarutkan dalam 40 mL air mendidih

4. Larutan asam sitratnya dituangkan dalam larutan soda sambil digojog hati – hati, ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah air sampai 100 mL. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan kemudian disaring.

Pembuatan Larutan ZnSO4

ZnSO4.10H2O 375 gram dilarutkan dalam 2125 mL aquades.

Pembuatan Larutan Pati

1 g pati yang dapat larut dicampur dengan 1mg HgI dan 3mL aquades, ditambahkan pada 100mL aquades yang sedang mendidih.

Pembuatan Bubur Al(OH)3, Tawas

1. Larutkan tawas dalam air (1:20).

2. Masukkan dalam amoniak 10% (1 bagian tawas : 1,1 bagian amoniak 10%).

3. Endapan yang diperoleh dibiarkan mengendap, cairan yang terdapat di atasnya dituang.

4. Endapan ditambah air, diaduk, dibiarkan, kemudian cairan dibuang lagi. Pekerjaan ini diulang kembali sampai cairannya tidak bereaksi basis. Endapannya disimpan sebagai pasta.

Pembuatan Larutan 0,1 N Na2S2O3

1. Untuk menyiapkan larutan 0,1 N Na2S2O3, timbanglah 6,25 g Na2S2O3.5H2O. 1. Pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL.

2. Tambahkan 0,075 g Na2CO3 dan encerkan dengan aquades sampai tanda. 3. Larutan ini disimpan tertutup untuk di standarisasi dan dipakai.

Pembuatan Larutan KIO3

1. Timbanglah 25 mg kalium iodat (KIO3), (BM=214,016, berat ekuivalen = 35,67) dan pindahkan ke dalam labu erlenmeyer 50 mL.

2. Larutkan dengan aquades secukupnya. Tambahkan Β±2 g KI (padat atau sebagai larutan 10 – 20%). Buatlah 3 kali ulangan.

3. Tambahkan 10 mL 2N HCl. Peringatan: titrasi harus segera dijalankan setelah penambahan HCl ini.

4. Titrasilah larutan iodat ini dengan larutan Na2S2O3 (dalam buret) yang akan di standarisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.

5. Kemudian tambahkan 1-2 mL larutan pati dan lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.

Hitunglah normalitas larutan Na2S2O3 dari hasil rata-rata 3 kali ulangan.

π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3 = 𝑔 𝐾𝐼𝑂3

46

Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Dimasukkan 10 mL sampel ke dalam Erlenmeyer. 3. Ditambah ZnSO4 sebanyak 5 mL.

4. Ditambah NaOH 0,1 N sebanyak 5 mL. 5. Ditambah aquadest hingga volume 50 mL. 6. Ditunggu selama 10 menit hingga mengendap. 7. Difiltrasi dengan corong dan kertas saring.

8. Diambil filtrate 10 mL di bagian paling bawah lalu dibuang.

9. Diambil filtrate 1 mL di bagian atas, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 10. Ditambah Luff Schoorl sebanyak 10 mL.

11. Dihomogenkan.

12. Direfluks sampai mendidih selama 2 menit dipertahankan suhunya selama 10 menit. 13. Didinginkan di atas nampan berisi air hingga mencapai suhu ruangan.

14. Ditambah KI 20% sebanyak 10 mL. 15. Ditambah H2SO4 26,5% sebanyak 15 mL. 16. Dihomogenkan.

17. Ditambah amilum 1 mL (10 tetes).

17. Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna berubah menjadi putih susu.

18. Dibuat larutan blanko dengan mengganti 10 mL sampel dengan 10 mL aquades. 19. Dihitung kadar laktosa, dengan menggunakan Tabel I.

mL Na2S2O3 (0,1 N) mg Laktosa mL Na2S2O3 (0,1 N) mg Laktosa

1 3,6 11 40,8 2 7,3 12 44,6 3 11,0 13 48,4 4 14,7 14 52,2 5 18,4 15 56,0 6 22,1 16 59,9 7 25,8 17 63,8 8 29,5 18 67,7 9 33,2 19 71,7 10 37,0 20 75,7 Perhitungan Volume X = |π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘π‘™π‘Žπ‘›π‘˜π‘œ βˆ’ π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™| π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3 (0,1 𝑁) π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ 𝑋 π‘šπ‘” π‘™π‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘ π‘Ž (π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™) π‘šπ‘” π‘™π‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘ π‘Ž (𝑋) Contoh Soal

Hasil uji karbohidrat

Sampel Vo V1 Ξ”V

Susu bubuk 1,5 19 17,5

47 Yoghurt 7 26,5 19,5 Blanko 15 36 21 Susu bubuk: Volume X = |π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘π‘™π‘Žπ‘›π‘˜π‘œ βˆ’ π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™| = |21 βˆ’ 17,5| = 3,5 π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3 (0,1 𝑁) π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™ π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ 𝑋 π‘šπ‘” π‘™π‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘ π‘Ž (π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™) π‘šπ‘” π‘™π‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘ π‘Ž (𝑋) 4 3,5 14,7 π‘šπ‘” π‘™π‘Žπ‘˜π‘‘π‘œπ‘ π‘Ž (𝑋) 4 mg laktosa (X) = 51,45 mg laktosa (X) = 51,45 4 = 12,86 mg

b. Karbohidrat Dengan Metode Luff Schoorl

Cara yang digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi, dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu. Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat dengan cara sebagai berikut: Prinsip analisa ini adalah gula direaksikan dengan luff schoorl berlebih. Kelebihan luff dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat. Metode ini prinsip kerjanya adalah titrasi iodium bebas dalam larutan, dengan Na2S2O3 dan natrium sitrat bereaksi membentuk CuO yang berada dalam suasana basa Na2CO3 seperti reaksi berikut ini.

CuSO4 (aq) + Na2CO3 (aq) β†’ CuCO3 (aq) + Na2SO4 (aq)

CuCO3 (aq) β†’ CuO (aq) + CO2 (aq)

Pada penentuan karbohidrat dengan cara Luff-Schrool yang ditentukan bukannya kupro oksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kupri oksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih

48

dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikoreksi dengan tabel yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Natrium tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi (Sudarmadji, S.1997).

Kemudian CuO ini bereaksi dengan monosakarida untuk membentuk endapan Cu2O. Endapan Cu2O bereaksi dengan asam kuat menjadi CuSO4 direaksikan dengan KI menjadi CuI2. karena CuI2 β‰ˆ I2, maka I2 bebas ini kemudian bereaksi dengan Na2S2O3

sampai warna berubah menjadi kuning pucat. Pada saat warna telah menjadi kuning pucat, segera ditambahkan amilum sehingga terbentuk kompleks iod-amilum yang berwarna biru tua.

Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

R-COH(aq) + CuO(aq) β†’ Cu2O(s) + R-COOH

H2SO4(aq) + Cu2O(aq) β†’ CuSO4(aq) + H2O(aq)

CuSO4(aq) + 2KI(aq) β†’ CuI2(aq) + K2SO4(aq)

2CuI2(aq) β†’ Cu2I2(aq) + I2(aq)

I2(aq) + Na2S2O3(aq) β†’ Na2S2O6(aq) + I2(aq)

I2(aq) + amilum β†’ warna biru tua

I2 dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang.

Penentuan Kadar Gula Sebelum Inversi

1. Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2 g tergantung kadar gula reduksinya, dan pindahkan ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan 50 mL aquades.

2. Tambahkan bubur Al(OH)3. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian tambahkan aquades sampai tanda dan disaring.

3. Filtrat ditampung dalam labu takar 250 mL. Kemudian ditambah aquades sampai tanda, di gojog dan disaring.

4. Ambil 5 mL filtrat yang diperkirakan mengandung 15- 60 mg gula reduksi, masukkan dalam erlenmeyer dan tambahkan 15 mL larutan luff schoorl.

5. Dibuat pula perlakuan blanko yaitu 15mL larutan luff schoorl dengan 15 mL aquades. 6. Setelah ditambahkan beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik (refluks), kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.

7. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan tambahkan 15 mL KI 20% dan dengan hati- hati ditambahkan 25 mL H2SO4 26,5%.

8. Tambahkan indikator pati sebanyak 2-3 mL.

9. Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1 N sampai warna berubah dari coklat menjadi putih susu (untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir).

Perhitungan kadar gula reduksi (sebelum inversi)

a. π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3 =π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘‘π‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘π‘™π‘Žπ‘›π‘˜π‘œβˆ’π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘‘π‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™

0,1 π‘₯ 𝑁 π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3

b. % π‘”π‘’π‘™π‘Ž π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘’π‘˜π‘ π‘– π‘ π‘’π‘π‘’π‘™π‘’π‘š π‘–π‘›π‘£π‘’π‘Ÿπ‘ π‘– =π‘Š1

49 Keterangan:

W1= glukosa, mg (yang dihasilkan dari Tabel Luff Schoorl) Fp = faktor pengenceran

W = berat sampel (mg)

Penentuan Kadar Gula Setelah Inversi

1. Ambil 50 mL filtrat dari larutan (dapat diambil dari preparasi sampel yang sebelum inversi), masukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah dengan 25 mL aquades dan 10 mL HCl 30% (berat jenis 1,15). Panaskan diatas penangas air pada suhu 60- 700 oC selama 10 menit. Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai suhu 20 oC. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu, sehingga 25 mL larutan mengandung 15-60 mg gula reduksi.

2. Diambil 5 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambah 15 mL larutan Luff Schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 15 mL larutan Luff Schoorl ditambah 15 mL aquades.

3. Tambahkan beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.

4. Kemudian cepat-cepat didinginkan. Tambahkan 15 mL KI 20% dan dengan hati-hati ditambahkan 25 mL H2SO4 26,4%.

5. Tambahkan indikator pati sebanyak 2-3 mL.

6. Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1 N sampai warna berubah dari coklat menjadi putih susu (untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir).

Perhitungan kadar gula reduksi (setelah inversi)

a. π‘‰π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3 =π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘‘π‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘π‘™π‘Žπ‘›π‘˜π‘œβˆ’π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘‘π‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™

0,1 π‘₯ 𝑁 π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3

b. % π‘”π‘’π‘™π‘Ž π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘’π‘˜π‘ π‘– π‘ π‘’π‘‘π‘’π‘™π‘Žβ„Ž π‘–π‘›π‘£π‘’π‘Ÿπ‘ π‘– =π‘Š1

π‘Š π‘₯ 𝐹𝑃 π‘₯ 100% Keterangan:

W1= glukosa, mg (yang dihasilkan dari Tabel Luff Schoorl) Fp = faktor pengenceran

W = berat sampel (mg)

% Kadar sakarosa = (% kadar gula setelah inversi - % kadar gula sebelum inversi) x 0,95

Angka Tabel Penetapan Kadar Sakarosa Menurut Luff-Schoorl

mL Na2S2O3 Glukosa Galaktosa Laktosa Maltosa

1 2,4 2,7 3,6 3,9 2 4,8 5,5 7,3 7,8 3 7,2 8,3 11,0 11,7 4 9,7 11,2 14,7 15,6 5 12,2 14,1 18,4 19,6 6 14,7 17,0 22,1 23,5

50 7 17,2 20,0 25,8 27,5 8 19,8 23,0 29,5 31,5 9 22,4 26,0 33,2 35,5 10 25,0 29,0 37,0 39,5 11 27,6 32,0 40,8 43,5 12 30,0 35,0 44,6 47,5 13 33,0 38,1 48,4 51,6 14 35,7 41,2 52,2 55,7 15 38,5 44,4 56,0 59,8 16 41,3 47,6 59,9 63,9 17 44,2 50,8 63,8 68,0 18 47,1 54,0 67,7 72,2 19 50,0 57,3 71,7 76,5 20 52,1 60,7 75,7 80,9 21 56,1 64,2 79,8 85,4 22 59,1 67,7 83,9 90,0 23 62,2 71,3 88,0 94,6

Sumber: Standar Industri Indonesia, Departemen Perindustrian Republik Indonesia (1975)

c. Kandungan Karbohidrat (Metode by Difference)

Penentuan karbohidrat paling sederhana adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau yang dikenal carbohydrate by difference. Pengertian proximate analysis adalah suatu analis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi perhitungan.

By difference merupakan perhitungan dengan cara mengurangkan 100 % dengan nilai total dari kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference memiliki kelemahan hasil yang kurang akurat. metode by difference memiliki kesalahan positif karena tidak dapat membedakan komponen non karbohidrat, diantaranya asam organik, tanin, dan lignin sehingga komponen tersebut ikut terhitung sebagai karbohidrat. Berikut ini rumus perhitungan karbohidrat menurut (Winarno 1986):

51

Hasil Pengamatan

Sampel Volume titrasi Na2S2O3 awal Volume titrasi Na2S2O3 akhir Volume titrasi sampel Blanko

Sampel Volume X mg Laktosa X

53

54

BAB I PENDAHULUAN

55

BAB II

56

BAB III PEMBAHASAN

58

BAB IV PENUTUP

59

60

61

Dokumen terkait