• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji tau kendal variabel karakteristik individu dengan praktek usaha tani organik

Institut Pertanian Bogor

Lampiran 4. Uji tau kendal variabel karakteristik individu dengan praktek usaha tani organik

Adopsipupuk AdopsiPHT Kendall's tau_b Pengalaman Correlation Coefficient .389* -.008

Sig. (2-tailed) .020 .963

N 30 30

Pendidikan Correlation Coefficient .554** .025 Sig. (2-tailed) .001 .884

N 30 30

Pendapatan Correlation Coefficient .358* .327 Sig. (2-tailed) .036 .060

N 30 30

LuasLahan Correlation Coefficient .577** .293 Sig. (2-tailed) .001 .091

N 30 30

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Uji tau kendal variabel karakteristik inovasi dengan praktek usaha tani organik

pupukorganik pestisidanabati Kendall's

tau_b

keuntunganrelatif Correlation Coefficient .251 .045

Sig. (2-tailed) .101 .774

N 30 30

kompatibilitas Correlation Coefficient .243 .216

Sig. (2-tailed) .108 .160

N 30 30

kompleksitas Correlation Coefficient -.003 -.029

Sig. (2-tailed) .984 .854

N 30 30

trialabilitas Correlation Coefficient .236 .149

Sig. (2-tailed) .117 .329

N 30 30

observabilitas Correlation Coefficient -.091 .102

Sig. (2-tailed) .554 .512

N 30 30

Uji Tau Kendal Perilaku Komunikasi Dengan Praktek Usaha Tani Organik

Adopsipupukorganik adopsipestidahayati Kendall's

tau_b

keterdedahanmedia Correlation Coefficient .283 .164

Sig. (2-tailed) .064 .293

N 30 30

kontakinterpersonal Correlation Coefficient .361* .281

Sig. (2-tailed) .016 .065

N 30 30

interaksikelompok Correlation Coefficient .173 .274

Sig. (2-tailed) .254 .076

N 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Uji tau kendal variabel praktek usaha pertanian organik dengan kemandirian petani

kemandirianpupuk kemandirianPHT pupukorganik Correlation Coefficient .201 .140

Sig. (2-tailed) .223 .418

N 30 30

pestisidahayati Correlation Coefficient .148 .682**

Sig. (2-tailed) .379 .000

N 30 30

Agriculture Cultivation Practices (Case: Red Onion Farmers in Srigading Village Subdistrict of Saden, Distric of Bantul)1 Under the supervision of DJUARA P. LUBIS and RICHARD W E LUMINTANG.

Sustainable agriculture development holds an important issue now days. Famers’ Communication behaviors in information seeking constitute a pivotal position in order to increase the farmers’ autonomy. The objectives of this research were: (1) to describe the practices of organic agriculture cultivation in red-onion farmers, (2) to analyze the correlation between farmers’ characteristics and the red-onion organic agriculture practices, (3) to analyze the correlation between farmers’ communication behavior and red-onion organic agriculture practices, (4) To analyze the correlation between farmers’ assessment towards agricultural technology, (5) to analyze the correlation between the red-onion organic agriculture practices and the degree of farmers’ autonomy in getting the production tools. This research was designed qualitatively using survey method. The data was analyzed using Tau-Kendall Test. This research produced several results such as: an Organic practice that has been conducted by the farmers was not utterly organic. The organic performer’s behavior was influenced by communication behavior variable and individual characteristics’. The farmers’ Autonomy was much correlated with farming activities’ behavior.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk yang cepat perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas jumlah makanan. Tuntutan ini mendorong munculnya sistem pertanian modern yang memiliki ciri-ciri ketergantungan pada: (1) pupuk sintetis, (2) bahan kimia sintesis untuk pengendalaian hama penyakit, dan gulma, (3) varietas unggul untuk tanaman monokultur. (Rukka 2003).

Pada permulaan tahun 1970-an, dalam rangka peningkatan produksi pangan nasional dan swasembada pangan, pemerintah meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program revolusi hijau, yang dimasyarakat dikenal dengan program Bimas. Tujuan utama dari revolusi hijau adalah untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan melalui penerapan paket teknologi pertanian modern. Paket tersebut terdiri dari pupuk non-organik, obat-obatan pelindung tanaman dan bibit unggul. Peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman pangan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam membangun sektor pertanian, karena sektor pertanian ini memegang peranan penting dan strategis dalam memantapkan swasembada pangan nasional (Soetrisno 2006).

Program yang diterapkan saat itu memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Namun akhir-akhir ini muncul berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian seperti pencemaran lingkungan oleh pupuk kimia dan pestisida, serta timbulnya resistensi dan resurgensi hama sebagai akibat pemakaian bahan-bahan sintesis tersebut. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas hasil panen, lingkungan, dan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan manusia (Soetrisno 2006).

Revolusi hijau yang telah dilaksanakan pemerintah juga telah menyebabkan petani Indonesia menjadi bodoh. Banyak pengetahuan lokal yang menyangkut pertanian telah banyak dilupakan oleh petani. Para petani lebih menggantungkan diri pada paket-paket teknologi pertanian produk industri. Ketergantungan tersebut menimbulkan kerentanan baru, yaitu petani menjadi objek permainan harga produk-produk tersebut (Soetrisno 2006).

Paradigma pembangunan pertanian telah mengalami perubahan. Dua Peristiwa penting yang menandai kelahiran paradigma baru sistem pertanian berkelanjutan. Peristiwa pertama adalah laporan dari komisi dunia tentang lingkungan hidup dan pembangunan (World Commission on Environment and Development) pada tahun 1987, yang mendifinisikan dan mempromosikan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Peristiwa kedua adalah konferensi Dunia di Rio de Janeiro pada tahun 1992, yang membahas Agenda 21 dengan mempromosikan program Sustainable Agriculture an Rural Development (Manguiat 1995).

Salah satunya model dari sistem pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian organik. Food and Agriculture Organizaton (2002), mendefinisikan pertanian organik sebagai sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan ekosistem, termasuk siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan pada meminimalkan input eksternal seperti menghindari penggunaan pupuk dan pestisada sintesis. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kesuburan tanah dijaga dan ditingkatkan dengan cara mengoptimalkan aktivitas biologi tanah, hama, dan penyakit tanaman dikendalikan dengan merangsang adanya hubungan seimbang antara inang dan predator, meningkatkan populasi serangga yang menguntungkan dan penggunaan pestisida organik.

Di Indonesia, pertanian organik belum dapat berkembang dengan baik karena petani pada umumnya masih terbiasa menggunakan pupuk kimia dan pertisida secara berlebihan (Adiyoga 2002).

Di Indonesia sendiri, gaung pertanian organik sudah berkembang lebih dari 10 tahun yang lalu, akan tetapi pemainnya dapat dihitung dengan jari Kemudian meningkat pesat sejak terjadi krisis moneter, dimana sebagian besar saprodi yang digunakan petani melonjak harganya berkali-kali lipat. Petani mulai melirik alternatif lain dengan model pertanian organik. Melalui proses adaptasi, pertanian organik mulai digeluti dan mendapat respon yang cukup baik, dengan ditandai oleh bermunculnya kelompok petani organik di berbagai daerah. Di Jawa

Tengah, sentra pertanian organik terletak di Klaten, Yogyakarta, Karanganyar, Magelang, dan Kulonprogo. Di Jawa Barat; Bogor, Bandung dan Kuningan. Di Jawa Timur; Malang, serta beberapa daerah di Bali (Sudirja 2008).

Permintaan akan produk-produk organik merupakan peluang dunia usaha baru baik untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan domestik. Beberapa negara berkembangpun mulai memanfaatkan peluang pasar ekspor produk organik ini terhadap negara maju, diantaranya buah-buah daerah tropik untuk industri makanan bayi ke Eropa, herbas Zimbabwe ke Afrika Selatan, kapas Afrika ke Uni Eropa, dan teh Cina ke Belanda dan kentang ke Jepang. Umumnya, ekspor produk organik dijual dengan harga cukup tinggi, biasanya 20 persen lebih tinggi dari produk pertanian non-organik. Keuntungan pokok pertanian organik sangat bervariasi, dalam beberapa kajian ekonomi menyatakan bahwa pertanian organik memiliki akses nyata terhadap prospek jangka panjang (Sudirja 2008).

Beberapa studi menunjukkan bahwa pertanian organik berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan pertanian konvensional. Terutama pada sistem pertanian organik melalui diversifikasi tanaman, perbedaan pola tanam dan jadwal tanam dapat mendistribusikan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan waktunya (Sudirja 2008).

Perubahan dari sistem usaha tani konvensional ke sistem usaha tani yang seimbang secara ekonomis, ekologis dan sosial memerlukan suatu proses transisi, yaitu penyesuaian terhadap perubahan yang dilakukan secara sadar untuk membuat sistem usaha tani yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Tansisi berhubungan dengan tenaga kerja, lahan atau uang dan pengambilan resiko, sehingga dibutuhkan strategi yang sesuai dengan kondisi lahan pertaniannya. Dukungan, kepercayaan diri, dan imaginasi, serta perbaikan pemasaran dan kebijakan harga yang cocok sangat diperlukan petani dalam proses transisi (Reijntjes et al, 1994).

Selain itu rendahnya pemahaman petani tentang teknik budidaya pertanian organik juga disebabkan oleh kekurangan informasi yang disebabkan karena terbatasnya akses yang di dapat oleh petani. Gerakan pertanian organik masih perlu perhatian semua pihak agar lebih maju pada masa yang akan datang dan dapat berkembang.

Rendahnya pemahaman petani tentang bagaimana melakukan praktek usaha budidaya bawang merah secara organik, disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor rendahnya pengetahuan petani adalah kurangnya sosialisasi dan juga keterlibatan petani di dalam proses pencarian informasi tentang inovasi. Menurut Slamet (2000), kegiatan pembangunan selama ini umumnya belum secara nyata memberdayakan masyarakat. Masyarakat pada umumnya kurang memiliki informasi yang berguna untuk dapat memilih alternatif perilaku yang menguntungkan bagi kehidupannya. Salah satu strategi pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun dan memperbaiki kehidupan sendiri dalam arti: mampu (berdaya), tahu (mengerti), termotivasi, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari, dan menangkap informasi, serta bertindak sesuai kondisi.

Pemberdayakan petani dalam budidaya pertanian yang berkelanjutan, melalui peningkatan partisipasi komunikasi petani, perlu terlebih dahulu dikaji dan diidentifikasi pola dan perilaku komunikasi yang terdapat pada petani di dalam pemenuhan kebutuhan informasi usaha taninya.

Perumusan masalah

Dinamika arus informasi yang terjadi dewasa ini menuntut setiap orang untuk mampu mengikuti setiap perkembangan yang ada. Setiap orang pada tatanan masyarakat ini, harus menjalani suatu siklus kehidupan yang bisa dikatakan tidak terhindarkan. Siklus kehidupan yang dipahami oleh masyarakat seakan menuntut keseragaman dalam setiap pola kehidupan, tidak terkecuali di dalam pola pertanian organik. Proses pembelajaran di dalam pertanian organik ini sangat erat kaitannya dengan perilaku komunikasi yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri.

Proses mempercepat pergeseran paradigma pertanian menuju pertanian yang ramah lingkungan perlu peningkatan sosialisasi dan partisipasi petani tentang arti penting pertanian yang berkelanjutan tersebut. Percepatan pergeseran paradigma ini perlu terlebih dahulu dilakukan identifikasi perilaku komunikasi yang terdapat pada masyarakat lokal setempat, sehingga didapat gambaran yang

tepat tentang kebiasaan dari perilaku komunikasi petani tersebut. Kondisi sosial lokal seperti perilaku komunikasi masyarakat dalam berinteraksi sosial memiliki sifat dan ciri yang khas. Perilaku komunikasi merupakan hal yang penting di dalam mengenali suatu masyarakat karena perilaku komunikasi merupakan salah satu petunjuk dari sifat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam berkomunkasi di lingkungannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada dan survei di lapangan, ada beberapa hal yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran petani akan perlu dan pentingnya informasi tentang pertanian organik;

a. Kesadaran petani terhadap kebutuhan akan pentingnya informasi masih kurang, seperti; kurangnya keaktifan mencari informasi, kurangnya intensitas mengikuti pertemuan dan interaksi dengan sumber informasi.

b. Ketersediaan informasi lokal dinilai masih sangat kurang dan belum sesuai dengan kebutuhan petani, serta kurang mampu menjawab permasalahan usaha taninya.

c. Sumber informasi yang tersedia masih sangat terbatas, seperti hanya sesama petani, pedagang saprodi.

d. Masih rendahnya tingkat kemampuan petani untuk memperoleh informasi, baik dari aspek jarak, lokasi maupun waktu dan biaya.

Model pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan merupakan suatu hal yang harus digalakkan dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan. Sosialisasi dari berbagai pihak merupakan salah satu cara untuk menginformasikan kepada masyarakat yang belum memahami dan melakukannya. Perilaku komunikasi yang terjadi pada petani bawang merah ini, di dalam pencarian dan penyebaran serta adopsi budidaya pertanian organik merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji.

Berangkat dari latar belakang yang ada, maka permasalahan-permasalahan yang dapat diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimana praktek budidaya pertanian organik pada petani bawang merah? 2) Bagaimana hubungan antara karakteristik petani dengan praktek budidaya

3) Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi petani dengan praktek budidaya pertanian bawang organik?

4) Bagaimana hubungan antara penilaian petani terhadap teknologi pertanian organik dengan praktek budidaya bawang petani?

5) Bagaimana hubungan praktek budidaya pertanian bawang organik dengan tingkat kemandirian petani dalam mendapatkan sarana produksi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan bermasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan praktek budidaya pertanian organik pada petani bawang

merah.

2) Menganalisis hubungan antara karakteristik petani dengan praktek budidaya pertanian bawang organik.

3) Menganalisis hubungan antara perilaku komunikasi petani dengan praktek budidaya pertanian bawang organik.

4) Menganalisis hubungan antara penilaian petani terhadap teknologi pertanian organik dengan praktek budidaya petani.

5) Menganalisis hubungan praktek budidaya pertanian organik dengan tingkat kemandirian petani dalam mendapatkan sarana produksi.

Kegunaan Penelitian

Hasil yang diperoleh diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan oleh pihak terkait dalam

merumuskan kebijakan maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah setempat untuk mempercepat proses sosialisasi inovasi-inovasi yang akan didesiminasikan kepada masyarakat setempat.