• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI METODE PENELITIAN

4 Mengevaluasi penetapan tarif air pada PT

4.5 Uji Kesesuaian Model

Evaluasi parameter terutama dilakukan berdasarkan kriteria ekonomi yaitu apakah tanda dan besaran estimator sesuai dengan yang diprediksi teori (theoretically meaningful). Seperti yang dikatakan Koutsoyiannis (1977) jika parameter yang dihasilkan memiliki tanda dan besaran yang tidak sesuai dengan yang diprediksi teori ekonomi maka hasil yang diperoleh harus ditolak kecuali terdapat alasan yang kuat untuk membuktikannya dan penjelasan itu harus dinyatakan secara eksplisit.

Kriteria berikutnya adalah kriteria statistik yaitu parameter yang dihasilkan memuaskan secara statistik, memiliki koefisien determinasi (R2) tinggi dan standard error yang kecil (statistically satisfactory). R2 yang tinggi menunjukkan explanatory variable yang digunakan dapat menjelaskan sebagian besar variasi dari nilai variabel endogenous dan standard error parameter yang kecil

menunjukkan tingginya reliabilitas model. Menurut Utama (2006), pengujian statisatik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel dependennya.

Kriteria terakhir yang digunakan adalah kriteria ekonometrika yaitu apakah asumsi yang diperlukan (terutama asumsi yang paling kritis) telah terpenuhi atau tidak. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka parameter estimasi tersebut boleh jadi bersifat bias atau bahkan tidak valid untuk digunakan dalam prediksi. Pengujian ekonometrik tersebut meliputi uji normalitas, autokorelasi, uji multikolinearitas serta uji heteroskedatisitas.

4.5.1 Goodness of Fit (R- Square)

R-Square adalah proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. R-Square memiliki range 0≤R-Square≤1. Jika R-Square bernilai 1 maka 100 variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model. Sedangkan jika R-Square bernilai 0 maka variasi dalam variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Nilai R-Square dirumuskan sebagai berikut:

keterangan:

RSS = Jumlah kuadrat regresi; TSS = Jumlah kuadrat total.

4.5.2 Uji Statistik F

Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel eksogen secara bersama-sama memberikan pengaruh kepada variabel endogen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan distribusi F yang memiliki derajat kebebasan pembilang k-1 dan penyebut n-k. Nilai uji statistik untuk pengujian regresi k variabel dirumuskan sebagai berikut:

keterangan: F− tabel = Fα (k-1, n-k) n : Jumlah pengamatan k : Jumlah variabel α : Selang kepercayaan Hipotesis : H0 : β1 = β2  β1 = 0 H1 : β1 ≠ β2  β1 ≠ 0 F hitung > F tabel : Tolak H0

F hitung ≤ F tabel : Tidak cukup alasan untuk menolak H0.

Jika F-hitung lebih besar dari f tabel pada selang kepercayan tertentu dengan derajat bebas k-1, n-k maka tolak H0, artinya variabel-variabel eksogen secara bersama-sama mampu memberikan pengaruh kepada variabel endogen. Sebaliknya jika nilai F-hitung lebih kecil, artinya parameter estimasi tidak berbeda dengan nol sehingga tidak akan memberikan pengaruh kepada variabel endogen.

4.5.3 Uji Statistik T

Pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen dapat diketahui melalui uju statistik t yang dirumuskan sebagai berikut:

keterangan:

i = 0,1,2,3 .... n t tabel = tα/2, (n-k)

𝛼𝑖 = Nilai koefisien regresi atau parameter se (𝛼𝑖) = Standar error dugan parameter

n = Jumlah pengamatan k = Jumlah variabel α = Selang kepercayaan Hipotesis:

H0 : β1 = 0 H1 : β1 ≠ 0 t-hitung > t-tabel : Tolak H0

t-hitung ≤ t-tabel : Tidak cukup alasan untuk menolak H0

Apabila t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel pada selang kepercayaan tertentu dengan derajat kebebasan n-k maka tolak H0, berarti variabel eksogen tersebut berpengaruh nyata secara statistik terhadap variabel endogen. Semakin besar nilai t-hitung, semakin menyatakan bahwa variabel tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya jika nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel maka artinya variabel tersebut tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogen.

4.5.4 Uji Multikolinearitas

Model yang melibatkan banyak variabel bebas seringkali mengalami masalah multikolinearitas. Menurut Gujarati (1995), multikolinearitas adalah adanya hubungan linear antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi sehingga nilai koefisien sulit untuk ditentukan. Jika dalam suatu persamaan regresi terdapat perfect multicolinearity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tidak terhingga (infinite). Metode OLS (Ordinary Least Square) yang digunakan untuk menduga persamaan yang mengandung near multicolinearity akan tetap menghasilkan parameter yang tidak bias dan tetap mempunyai varians yang minimum.

Salah satu cara mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) > 10 maka terdapat multikolinearitas.

4.5.5 Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan salah satu pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Autokorelasi menyebabkan error term memiliki korelasi satu sama lain, sehingga nilai covarians antar keduanya tidak lagi bernilai nol (𝐶𝑜𝑣 (𝜀𝑖,𝜀𝑗) ≠

0, 𝑖 ≠ 𝑗). Error yang berkorelasi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, dan sering kali terjadi pada time series. Data yang dikumpulkan berdasar urutan waktu tertentu seringkali memiliki sisaan yang saling berkorelasi. Sisaan dari pengamatan pada waktu tertentu cenderung untuk berkorelasi dengan sisaan yang berdekatan. Akibat adanya autokorelasi, metode OLS (Ordinary Least Square) tidak menghasilkan nilai estimasi BLUE (Best Linear Unbiased Estimations). Hasil estimasi parameter masih tetap linear dan unbiased tetapi tidak efisien (varians under estimate). Nilai standar eror hasil estimasi OLS akan lebih kecil dibandingkan dengan standar eror yang sebenarnya, sehingga nilai t-statistik akan lebih besar (overestimate).

Uji yang paling sering dilakukan dalam mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin-Watson test). Nilai statistik DW berada pada kisaran 0 sampai 4, dan jika hasilnya mendekati 2 makan menunjukkan tidak ada autokorelasi ordo kesatu (Juanda, 2009). Hipotesis mengenai daerah keputusan H0 dan H1 adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada autokorelasi H1 : terdapat autokorelasi

Tolak H0 jika 4 – 𝑑𝐿 < 𝐷𝑊 < 4 atau 0 < 𝐷𝑊 < 𝑑𝐿 dan sebaliknya, tidak tolak H0 jika 𝑑𝑢 < 𝐷𝑊 < 4−𝑑𝑢.

4.5.6 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varian eror tidak konstan untuk setiap observasi, dimana var(εi) = E(εi² ) = σi² (Gujarati, 1995). Akibat adanya heteroskedastisitas, estimasi dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) akan tetap menghasilkan estimator yang unbiased dan konsisten tetapi tidak efisien. Hal ini disebabkan karena tidak memiliki varian yang minimum sehingga nilai t-statistik dan f-stastistik yang didapatkan terlalu kecil (tidak signifikan) dan interval dari nilai β terlalu lebar. Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas dengan uji White heteroskedasticity dapat dilakukan sebagai berikut:

H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada masalah heteroskedastisitas Tolak H0 jika obs* R2 > atau probability obs* R2 < α

Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari plot grafik hubungan antara residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

Dokumen terkait