BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Kesesuaian Sistem GC-ECD
Optimasi Instrumen ini dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan
kondisi optimum dari instrumen GC-ECD yang akan digunakan, sehingga
instrumen mampu memisahkan analit target dari koekstraktan matriks yang
menggganggu. Parameter yang dioptimasi meliputi penetapan tipe kolom yang
detektor, inlet kolom, suhu injektor, kolom, oven dan detektor. Pada penelitian ini
gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen dengan kualitas Ultra High Pure
(UHP) dengan tipe kolom C18. Berdasarkan optimasi yang dilakukan, didapatkan kondisi GC-ECD yang optimal sebagai berikut :
Tabel III. Hasil optimasi kondisi GC-ECD
Parameter Kondisi optimum
1. Injector (split)
Suhu injector 230ºC
Volume injector 2uL 2. Oven
Panjang kolom 12-50 m
Fase diam 5%-phenyl-methylpolysiloxane Temperature Terprogram 100 C (3 menit)
30ºC/menit, 245ºC (30 menit) 30ºC/menit, 260ºC(15 menit) 3. Detektor Detektor ECD63Ni Suhu detektor 295ºC 4. Gas Gas N2 UHP
Flowrate gas 1mL/menit
2. Kinerja instrumen GC-ECD
Instrumen GC-ECD yang telah optimal akan menghasilkan kinerja yang
optimum. Penentuan kinerja GC-ECD baik secara kualitatif maupun kuantitatif
ditunjukkan melalui kromatogram yang dihasilkan. Kromatogram memberikan
informasi berupa puncak-puncak senyawa-senyawa yang ada dalam matriks, dari
difenokonazol dengan koekstraktan matriks. Berikut kromatogram hasil kinerja
GC-ECD yang diperoleh pada penelitian ini:
a. Kinerja Pemisahan dengan GC-ECD
Gambar 5. Kromatogram kurva baku difenokonazol dalam pelarut heksan
Gambar 5 menunjukan bahwa instrumen mampu memisahkan
difenokonazol dari senyawa lainnya. Kinerja pemisahan dengan
GC-ECD dapat dievaluasi berdasarkan nilai N, Rs, dan TF yang
dihasilkan. Berikut tabel nilai rata-rata yang didapat dari hasil 6 kali
penginjekan standar dengan konsentrasi yang sama:
DCB D if enokon azo l A zoxys trobi n
Tabel IV. Nilai rata-rata N, Rs, dan TF puncak baku difenokonazol
Parameter Nilai rata-rata
N 42500,088
Rs awal 11,423
Rs akhir 6,809
TF 0,833
Nilai rata-rata N dalam Tabel IV diperoleh dengan
menginjeksikan sebanyak enam kali standar difenokonazol dalam
pelarut heksan dengan konsentrasi 0,526 µg/mL ke sistem GC-ECD.
Jumlah lempeng teoritis (N) menggambarkan jumlah kesetimbangan
yang terjadi dalam sebuah kolom. Semakin tinggi nilai N, semakin
banyak kesetimbangan yang terjadi di dalam kolom. Menurut Grob,
nilai jumlah plat teoritik (N) yang dipersyaratkan adalah lebih dari
7000. Nilai rata-rata yang didapat pada penelitian ini lebih dari 7000
yaitu sebesar 42500,088 sehingga diharapkan frekuensi terjadinya
kesetimbangan analit dalam fase diam dan fase gerak dapat
memungkinkan tercapainya pemisahan difenokonazol secara
sempurna.
Resolusi (Rs) merupakan perbedaan antara waktu retensi 2
puncak yang saling berdekatan dibagi dengan rata-rata lebar puncak.
Sistem GC-ECD dapat dikatakan memiliki kinerja pemisahan yang
, GC-ECD mampu memberikan pemisahan puncak yang baik. Nilai
Rs yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 11,423 untuk
resolusi awal dan 6,809 untuk resolusi akhir. Resolusi awal ialah
rasio puncak difenokonazol dengan puncak terdekat yang memiliki
tR sebelum puncak difenokonzole (puncak DCB), sedangkan
resolusi akhir ialah rasio puncak difenokonazol dengan puncak
terdekat yang memiliki tR setelah puncak difenokonazol (puncak
azoxystrobin). Berdasarkan hasil resolusi awal dan akhir seperti
yang telah ditunjukan pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa
sistem GC-ECD dalam penelitian memiliki kinerja pemisahan yang
baik.
Puncak yang memberikan nilai TF>1 menunjukan bahwa
puncak tersebut mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar
harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Pada
penelitian ini diperoleh nilai TF rata-rata sebesar 0.833 sehingga
dapat dikatakan bahwa efisiensi kolom sistem GC-ECD untuk
analisis senyawa difenokonazol cukup baik.
Pada kromatogram di atas senyawa difenokonazol
muncul sebagai puncak pada tR 25,88 dan 25,708. Hal ini karena
difenokonazol memiliki sifat diastereoisomer cis dan trans dengan
isomer yang memiliki cincin C kiral ini menyebabkan struktur
difenokonazol dapat berputar untuk mencapai posisi stabil. Dua
isomer yang berbeda ini memiliki sifat fisika kimia yang berbeda
dan akan terdeteksi oleh ECD pada tR yang berbeda
(Fessenden,1986).
Pada analisis residu pestisida tidak jarang ditemukan suatu
senyawa yang memiliki peak. Kuantifikasi senyawa
multi-peak seperti difenokonazol dapat dilakukan dengan menggunakan
AUC peak terbesar atau dengan menjumlahkan AUC kedua peak
(USDA,2015). Pendekatan yang lebih sering dilakukan ialah dengan
menjumlahkan AUC peak difenokonazol yang muncul untuk
memperoleh residu keseluruhan. Pendekatan ini lebih sering
diterapkan untuk meminimalkan kesalahan kuantifikasi (Cajka,
2007). Pada penelitian ini kuantifikasi dilakukan dengan
menjumlahkan AUC dua peak difenokonazol yang muncul.
b. Kinerja instrumen GC-ECD secara Kualitatif
Kinerja instrumen GC-ECD secara kualitatif dapat dilihat dari
parameter %RSD dan keajegan tR serta luas area difenokonazol.
CCPR menyatakan bahwa spesifikasi persyaratan untuk %RSD>20%.
Tabel V. Nilai %RSD Kadar (ng) Rasio difenokonazol/DCB Rasio AUC difenokonazol/DCB 0.789 1,208 1,538 1,219 1,317 1,218 1,575 1,224 1,821 1,208 1,538 Rata-rata 1,215 1,558 SD 0,007 0,179 %RSD 0,591 11,514
c. Kinerja instrumen GC-ECD secara Kuantitatif
Pada penelitian ini evaluasi optimasi uji kesesuaian sistem juga
dilakukan untuk kinerja instrumen GC-ECD secara kuantitatif.
Evaluasi ini dilakukan dengan menghitung nilai koefisien korelasi
untuk linearitas, kisaran linearitas, slope, IDL untuk sensitivitas,
presisi area standar/standar internal dan %CV untuk akurasi.
Parameter-parameter tersebut diperoleh dari seri kurva baku solven.
1) Linearitas
Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi
(x). Kurva baku untuk mencari linearitas dalam penelitian ini
menggunakan kurva baku solven yang menghubungkan antara respon
(y) dengan konsentrasi difenokonazol yang diinjeksikan (x). Besarnya
konsentrasi yang akan diukur berbeda-beda yaitu dimulai dari
0,105-1,052 ng sesuai kisaran sampel yang akan ditetapkan dan ditambah
standar internal dekaklorobifenil (DCB) dengan konsentrasi 0,0001
mg/mL. Penambahan standar internal dekaklorofenil (DCB) dilakukan
secara konstan yaitu 1 µL dalam 100 µL. Dekaklorofenil (DCB)
berperan sebagai faktor koreksi kesalahan yang terjadi dalam sistem
GC-ECD. Data yang diperoleh kemudian diolah sehingga didapatkan
hasil akhir berupa persamaan regresi linear dengan R2 sebesar 0,999 seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 6. Kurva baku solvent antara rasio luas puncak difenokonazol/DCB vs kadar difenokonazol
Batas nilai R2 yang dipersyaratkan dalam uji kategori impurities, yaitu ≥0.9900 pada kadar maksimum 1 ppb (AOAC, 2005).
y = 2.1034x + 0.0135 R² = 0.9995 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 ra si o l u as p u n cak d if e n o co n az o le /s ta n d ar i n te rn al
kadar yang ditambahkan (ng)
Berdasarkan pada hasil penelitian diatas metode hasil modifikasi
QuEChERS ini memiliki linearitas yang cukup baik.
2) Sensitivitas
Sensitivitas suatu sistem GC-ECD dinyatakan dalam nilai
sebuah Instrument Detection Limit (IDL). IDL didefinisikan sebagai
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi,
meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sinyal yang berbeda
signifikan dari blanko adalah intersep+3s intersep, oleh karena itu
nilai IDL difenokonazol dalam penelitian ini adalah konsentrasi
difenokonazol yang memberikan sinyal sebesar intersep + 3s intersep.
Pada penelitian ini nilai IDL diperoleh dari 3 kurva baku dengan 7
konsentrasi terendah. Kurva baku pada kisaran linearitas 0,053-0,526
ng memiliki nilai IDL sebesar 0,01 g/g.
Tabel VI. Uji sensitivitas
Replikasi Persamaan Linearitas Sa0 Slope
(b) IDL (ng/µL) I F(x) = 0,15707 + 3,03655 x 0,997 0,0297 3,037 0,015 II F(x) = 0,02169 + 2,06485 x 0,999 0,0132 2,065 0,010 III F(x) = -0,07459 + 3,78718 x 0,890 0,183 3,787 0,072
Instrument Quantitation Limit merupakan konssentrasi terkecil
%RSD<20%. GC-ECD pada penelitian ini memiliki kemampuan
mendeteksi nilai IQL sebesar 0,053 ng.
3) Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang
diekspresikan sebagai simpangan baku relative dari sejumlah sampel
yang berbeda signifikan secara statistik. Nilai presisi secara kuantitatif
dinyatakan dalam suatu nilai Respon Faktor, dalam penelitian ini
antara rasio jumlah luas area puncak difenokonazol/standar internal
(DCB) dengan konsentrasi standar difenokonazol. Berikut ini adalah
hasil presisi dari masing-masing dalam penelitian ini :
Tabel VII. Nilai Response factor Kadar (ng) Nilai RF R1 R2 0,053 5,236 2,156 0,105 4,763 2,214 0,158 3,861 2,393 0,210 3,936 2,185 0,263 3,849 2,097 0,368 3,369 2,155 0,526 3,317 2,088 0,789 3,527 2,123 1,052 3,656 2,122 Rata-rata 3,946 2,170 SD 0,646 0,093 %RSD 16,367 4,273
Suatu metode dapat dikatakan baik jika memiliki presisi % RF
<20% pada konsentrasi maksimum 1ppb (CCPR,2003). Berdasarkan
literatur tersebut, presisi penelitian ini dapat diterima dan dikatakan
cukup baik.
4) Akurasi
Kedekatan hasil injeksi antara larutan standar kurva baku
dengan nilai sebenarnya yang digunakan untuk melihat akurasi dalam
penelitian ini dinyatakan dalam percent difference (%D). Syarat
Percent Difference dapat dinyatakan baik apabila nilainya ≤20%
(United State Departement of Agriculture Agricultural Marketing
Service, Sciene & Technology Pesticide Data Program,) Nilai %D
menggambarkan perbedaan antara % analit terukur dengan analit yang
Tabel VIII. Nilai %D Kadar (ng) Kadar yang ditemukan (ng) % D 0,053 0,044 15,568 0,105 0,102 2,757 0,158 0,172 9,216 0,210 0,212 0,808 0,263 0,257 2,461 0,368 0,374 1,532 0,526 0,521 0,896 0,789 0,801 1,495 1,052 1,071 1,788 Rata-rata 1,497 SD 0,608 %RSD 0,407
Berdasarkan pada tabel VI di atas, nilai %D difenokonazol masuk
kriteria persyaratan yaitu %D < 20% .
Kesimpulan : Berdasarkan pada nilai presisi, akurasi, kisaran dan
linearitas kurva baku serta IDL dan IQL yang dicapai, GC-ECD dapat
digunakan dalam penetapan kadar residu fungisida difenokonazol.