• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Uji Kesukaan Minyak Goreng Curah di Rumah Tangga

Selain merasakan ada atau tidaknya perbedaan diantara kedua minyak yang diujikan dengan minyak goreng curah yang biasa digunakan, responden juga diminta untuk memberikan penilaian mengenai kesukaan terhadap minyak yang diuji setelah digunakan dalam beberapa kali penggorengan. Menurut Pantzaris (1999), minyak goreng terutama yang digunakan pada proses penggorengan deep frying sering kali digunakan dalam waktu lama bahkan sampai beberapa kali sehingga terjadi degradasi yang sangat intensif. Lemak yang terkandung dalam pangan yang digoreng pun ikut mengalami oksidasi, walaupun tidak terekspos dalam waktu lama dan hanya pada bagian permukaanya saja. Perubahan-perubahan yang terjadi karena proses oksidasi tergantung pada kandungan asam lemak tak jenuh ganda pada minyak.

Selain kerusakan secara kimia, pemakaian minyak goreng secara berulang-ulang sangat beresiko menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan (Winarno 1999). Namun begitu, tren yang terjadi di masyarakat ditunjang dengan harga minyak goreng yang tidak murah semakin mendorong konsumen untuk menggunakan minyak goreng secara berulang-ulang. Atas dasar ini, maka uji kesukaan dan penerimaan terhadap minyak dan makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A penting untuk dilakukan. Ulangan pemakaian minyak goreng curah yang diuji secara organoleptik adalah setelah satu kali pemakaian, dua kali pemakaian, dan tiga kali pemakaian. Berikut adalah hasil uji pada minyak goreng curah pemakaian pertama, kedua dan ketiga.

Pemakaian Pertama

Jenis dan jumlah bahan makanan yang digoreng tidak dibatasi, tetapi umumnya responden menggunakan kedua jenis minyak goreng yang diujikan untuk mengolah jenis bahan makanan seperti jenis bahan makanan pada uji kesukaan yang dilakukan di laboratorium. Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan terhadap minyak goreng curah pemakaian pertama disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian pertama

Jenis Minyak

Fortifikasi Non Fortifikasi

Parameter Uji

Modus Penerimaan (%) Modus Penerimaan (%)

Nilai p (α = 0,05)

Warna 3 dan 4 89,3 3 dan 4 100 0,292

Aroma 4 96,4 5 92,9 0,104

Rasa Makanan 3 96,4 5 92,9 0,010

Berdasarkan Tabel 11, skor modus tingkat kesukaan warna pada kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan adalah agak suka (4) dan biasa (3). Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada pemakaian pertama lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase penerimaan terhadap warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tingkat kesukaan responden terhadap warna kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan tidak berbeda nyata (p=0,292, Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah satu kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sebesar 96,4 persen, sebanding dengan persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng yang tidak difortifikasi vitamin A sebesar 92,9 persen (lihat Tabel 11). Skor modus tingkat kesukaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5).

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p=0,104, Lampiran 9) pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan. Hal ini menunjukkan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah satu kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Skor modus tingkat kesukaan terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A adalah biasa (3), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penerimaan responden terhadap rasa

makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi (lihat Tabel 11).

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p=0,010, Lampiran 9) pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diuji. Perbedaan ini diduga lebih disebabkan karena jenis bahan makanan yang diolah sangat beragam diantara para responden. Meskipun terdapat perbedaan yang nyata, persentase penerimaan dan skor modus menunjukkan bahwa rasa makanan yang diolah pada satu kali penggunaan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen.

Pemakaian Kedua

Umumnya konsumen menggunakan minyak goreng untuk mengoreng bahan makanan tidak sekali pakai tetapi masih digunakan hingga pemakaian kedua, ketiga, dan seterusnya selama penampakan atau sifat organoleptik (warna, aroma, dan rasa) minyak goreng masih dianggap baik. Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan terhadap minyak goreng curah pemakaian kedua disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan minyak goreng curah pemakaian kedua

Jenis Minyak

Fortifikasi Non Fortifikasi

Parameter Uji

Modus Penerimaan (%) Modus Penerimaan (%)

Nilai p (α = 0,05)

Warna 4 89,3 4 100 0,063

Aroma 4 92,9 4 dan 5 92,9 0,026

Rasa Makanan 3 92,9 4 92,9 0,013

Berdasarkan Tabel 12, persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibandingkan terhadap tingkat kesukaan warna minyak goreng yang tidak difortifikasi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna kedua jenis minyak goreng curah yang diuji (p=0,063, Lampiran 10).

Skor modus tingkat kesukaan warna pada kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan adalah agak suka (4). Hal ini menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah dua kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Berdasarkan Tabel 12, tingkat kesukaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih tinggi dibanding tingkat

kesukaan aroma minyak goreng yang tidak difortifikasi. Skor modus tingkat kesukaan aroma pada minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5) dan agak suka (4).

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap aroma kedua jenis minyak goreng curah yang diuji (p=0,026, Lampiran 10). Persentase penerimaan dan skor modus menunjukkan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah dua kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Berdasarkan Tabel 12, skor modus tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah biasa (3), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah agak suka (4). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sama dengan persentase tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi sebesar 46,4 persen. Persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada pemakaian kedua sama dengan persentase penerimaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang diujikan (p=0,013, Lampiran 10). Persentase penerimaan dan skor modus menunjukkan bahwa rasa makanan yang diolah pada dua kali penggunaan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen.

Pemakaian Ketiga

Penggunaan minyak goreng dalam suhu tinggi dan waktu yang cukup lama akan menyebabkan kerusakan pada minyak goreng. Timbulnya asap biru dan terbentuknya akrolein menyebabkan minyak goreng tidak lagi laik pakai (Winarmo 1999). Proses penggorengan secara deep frying menimbulkan kerusakan karoten dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan kerusakan karoten pada proses menumis (Pokornў 1999). Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan responden terhadap minyak goreng curah pemakaian ketiga disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil uji kesukaan berupa skor modus dan persentase penerimaan responden terhadap minyak goreng curah pemakaian ketiga

Jenis Minyak

Fortifikasi Non Fortifikasi

Parameter Uji

Modus Penerimaan (%) Modus Penerimaan (%)

Nilai p (α = 0,05)

Warna 4 71,4 5 82,1 0,045

Aroma 4 75,0 5 92,9 0,027

Rasa Makanan 4 71,4 5 92,9 0,026

Berdasarkan Tabel 13, skor modus tingkat kesukaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah jika dibandingkan terhadap persentase tingkat kesukaan warna minyak goreng yang tidak difortifikasi. Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali pemakaian lebih rendah jika dibandingkan terhadap persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang tidak difortifikasi.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden terhadap warna kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan (p=0,045, Lampiran 11). Skor modus dan persentase penerimaan menunjukkan bahwa warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Skor modus tingkat kesukaan aroma minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A sama dengan persentase tingkat kesukaan aroma minyak goreng yang tidak difortifikasi (lihat Tabel 13). Persentase penerimaan responden terhadap warna minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali pemakaian lebih rendah jika dibandingkan terhadap persentase penerimaan responden terhadap aroma minyak goreng curah yang tidak difortifikasi.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan aroma terhadap kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan (p=0,027, Lampiran 11). Skor modus dan persentase penerimaan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Berdasarkan Tabel 13, skor modus tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi A adalah agak suka (4), sedangkan pada minyak goreng yang tidak difortifikasi adalah suka (5). Persentase tingkat kesukaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding persentase tingkat kesukaan rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng yang tidak difortifikasi. Persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A pada pemakaian ketiga lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase penerimaan responden terhadap rasa makanan yang diolah menggunakan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan aroma terhadap kedua jenis minyak goreng curah yang diujikan (p=0,026, Lampiran 11). Skor modus dan persentase penerimaan bahwa aroma minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A setelah tiga kali penggunaan dapat diterima oleh konsumen.

Keluhan-keluhan terhadap Minyak Goreng Curah

Minyak goreng yang difortifikasi vitamin A dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen, namun beberapa responden menyampaikan keluhan mengenai pemakaian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Keluhan-keluhan mengenai minyak goreng curah

Persentase (%) Keluhan

Fortifikasi Non Fortifikasi

Minyak goreng cepat habis (menyerap ke makanan) 32,1 10,7

Minyak goreng berbuih saat dipakai 17,9 10,7

Minyak goreng cepat rusak (berwarna hitam) 21,4 3,6

Minyak goreng cepat mengendap setelah disimpan 10,7 0,0

Keluhan terbanyak yang disampaikan oleh responden mengenai minyak goreng yang difortifikasi vitamin A yaitu minyak goreng cepat habis atau meresap ke dalam makanan pada saat digunakan menggoreng sebesar 32,1 persen (lihat Tabel 14). Sebanyak 17,9 persen dari jumlah responden mengeluh bahwa minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A berbuih pada saat digunakan untuk menggoreng dan sebanyak 21,4 persen dari jumlah responden mengeluhkan minyak goreng yang difortifikasi cepat rusak (berwarna hitam) setelah dipakai menggoreng bahan makanan. Jumlah keluhan mengenai minyak

goreng curah yang tidak difortifikasi vitamin A lebih rendah dibanding jumlah keluhan mengenai minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Hal ini disebabkan pada saat pengujian minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A, responden lebih banyak menggoreng bahan pangan yang dapat merusak sifat fisik minyak goreng, misalnya minyak akan menjadi hitam saat menggoreng ikan yang berbumbu. Selain itu, minyak yang dipakai menggoreng secara berulang-ulang cenderung membentuk busa pada permukaan yang merupakan koloid dari bahan yang digoreng (Ketaren 1986).

Kerusakan minyak goreng banyak disebabkan oleh terjadinya reaksi oksidasi pada lemak atau minyak. Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi yang menyebabkan kerusakan minyak terdiri dari enam tahap, yaitu: (1) terbentuknya produk dekomposisi volatil (VDP) akibat pemecahan rantai karbon asam lemak; (2) terjadinya proses hidrolisa dari trigliserida yang mengalami kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak; (3) oksidasi asam lemak berantai panjang; (4) degradasi ester oleh panas; (5) oksidasi asam lemak posisi α- dalam trigliserida; dan (6) otooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.

Keluhan lainnya yang muncul adalah minyak goreng yang difortifikasi vitamin A lebih cepat mengendap setelah disimpan (lihat Tabel 14). Hal ini dikeluhkan oleh 10,7 persen dari jumlah responden pada uji penggunaan minyak di rumah tangga. Kemungkinan pengendapan terjadi karena pengaruh tempat penyimpanan minyak goreng di rumah tangga. Selain itu, pengendapan lebih disebabkan oleh sifat kimia minyak goreng curah itu sendiri.

Sebuah percobaan dilakukan untuk melihat secara langsung proses pengendapan minyak goreng curah. Baik minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A maupun yang tidak difortifikasi vitamin A, akan mengalami pengendapan setelah disimpan. Pengendapan minyak goreng dipengaruhi oleh jumlah asam lemak jenuh yang ditunjukkan oleh besarnya bilangan yodium (BI). Bilangan yodium minyak kelapa sawit berkisar 44 – 58 (lihat Tabel 1) Menurut Sumaryanto dan Pantetana (1996), semakin rendah bilangan yodium suatu jenis minyak goreng maka semakin tinggi kandungan asam lemak jenuh dan akan cenderung padat atau setengah padat pada suhu kamar.

Dokumen terkait