• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

1. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian, data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan beberapa cara diantaranya, dengan iji Jarque-Bera atau Histogram Test. Suatu variabel dikatakan normal jika korelogram pada gambar menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal (Winarno, Wing Wahyu, 2007). hal ini ditunjukkan oleh:

a. Kurva yang mengikuti bentuk lonceng

b. Nilai statistik Jarque-Bera memiliki probabilitas yang jauh lebih besar dari pada 0,05 atau 5%.

Asumsi normalitas gangguan Ut adalah penting sekali mengingat uji validitas pengaruh variabel independen baik secara serempak (uji F) maupun sendiri-sendiri (uji t) dan estimasi nilai variabel dependen mensyaratkan hal ini. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka kedua uji ini dan estimasi nilai variabel dependen adalah tidak valid untuk sampel kecil atau tertentu (Gujarati:2006).

Uji normalitas Ut yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Jarque Bera. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Data yang dinilai normal maka baik untuk dilanjutkan sebagai bahan penelitian.

65

Hipotesis: Ho: Model tidak Normal Ha: Model Normal

Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, Ho ditolak

Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak signifikan, Ho diterima 2.Uji Linieritas

Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama Ramsey RESET Test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) dalam Insukindro (2003) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho: Model tidak Linear

Ha: Model Linear

Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, Ho ditolak

Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak signifikan, Ho diterima. 3. Uji Stasioneritas

Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu

66

hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tertentu (Agus Widarjono, 2005). Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu digunakan beberapa uji stasioner. Dalam melakukan uji stasioneritas, penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari :

a. Uji Akar Unit

Menurut (Nachrowi, 2006) sebagaimana diketahui bahwa data time series merupakan data sekumpulan nilai suatu variabel yang diambil pada waktu yang berbeda. Setiap data ditampilkan secara berkala pada interval waktu tertentu, misalnya harian, triwulan, tahunan, bulanan dan lainnya.

Uji Phillips-Perron memasukkan adanya autokorelasi di dalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Phillips-Perron (PP) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik nonperametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelas kelambanan diferensi. (Agus Widarjono, 2007)

Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu

67

distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.

b. Uji Derajat Integrasi

Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner. Untuk menghindari regresi lancung maka harus ditransformasikan data nonstasioner menjadi data stasioner. Menurut Nachrowi (2006) dalam berbagai studi ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data tersebut, ternyata data time series ‘menyimpan’ berbagai permasalahan, salah satunya yaitu otokorelasi. Otokorelasi ini merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan otokorelasi. Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi.

Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari

68

nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.

4. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuannya adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi kointegrasi. Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model dinamis, terutama ECM yang mengcakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terikat.

Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang sama, misalnya 1 maka dapat dilakukakn uji kointegrasi untuk melihat apakah terdapat adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis :

Ho = tidak terdapat hubungan jangka panjang antar variabel independen dengan variabel dependen.

Ha = terdapat hubungan jangka panjang antar variabel independen dengan variabel dependen.

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

Jika PP test statistik > PP tabel (critical value α = ... %) maka Ho ditolak Jika PP test statistik < PP tabel(critical value α = ... %) maka Ho diterima

69

Data time series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung terjadi jika koefisien determinasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independen trend dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang merupakan data time series hanya menunjukkan saja. Jadi tingginya koefisien determinasi karena trend bukan karena hubungan antar keduanya.

5. Uji Asumsi Klasik

Pengujian persyaratan analisis digunakan sebagai persyaratan dalam penggunaan model analisis regresi linier. Suatu model regresi harus memenuhi syarat-syarat bahwa data berdistribusi normal, tidak terjadi autokorelasi, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Jika tidak ditemukan permasalahan, maka diteruskan dengan pengujian hipotesis dengan analisis regresi. Dalam regresi linier, untuk memastika bahwa model tersebut BLUE ( Best Linier Unbiased Estimator) maka dilakukan pengujian sebagai berikut.

a. Uji Autokorelasi

Autokorelasi bisa didefinisikan sebagai “korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti deret berkala) atau ruang (seperti data lintas-sektoral) (Gujarati : 2006)

Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05 (Gujarati, 2006)

70

Hipotesis: Ho: Model tidak terdapat Autokorelasi Ha: Terdapat Autokorelasi

Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, Ho diterima

Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak signifikan, Ho ditolak

Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi

Selain itu, ada salah satu cara lagi yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin Watson (D-W). Deteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan Besaran Durbin-Watson (D-W). Berikut ini tabel yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (Gujarati, 2006) :

Tabel 3.1

Menentukan Ada Tidaknya Autokorelasi Dengan Uji Durbin-Watson

Tolak H0 Bukti Autokorelasi positif Daerah meragukan Terima H0 atau H0* atau keduanya Daerah meragukan Tolak H0* bukti Autokorelasi negatif 0 dL dU 2 4-du 4-dl 4 Keterangan :

H0 : Tidak ada aotokorelasi positif H0* : Tidak ada autokorelasi negatif

Secara umum peniliaian uji d Durbin Watson dapat diambil patokan sebagai aturan keputusan. Berikut ini tabel untuk menentukan mengambil keputusan dari dari nilai uji Durbin-Watson :

71

Tabel 3.2

Menentukan Keputusan Dari Nilai Uji Durbin-Watson

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif

Tolak Tak ada keputusan Tolak Tak ada keputusan Jangan tolak 0 < d < dL dL≤ d ≤ dU 4 - dL< d < 4 4 - dU≤ d ≤ 4 - dL dU < d < 4 - dU Sumber : Gujarati, 2006 b. Uji Heteroskedatisitas

Pengujian ini untuk melihat apakah setiap variabel pengganggu mempunyai variabel yang sama atau tidak. Heterokedastisitas terjadi apabila variabel Ut tidak konstan atau berubah-ubah seiring dengan berubahnya variabel. Untuk mengetahui ada tidaknya masalah ini akan dilakukan uji white heterokedasticity.

Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi Ut tidak konstan atau sering berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilaivariabel independen (Gujarati, 2006). Untuk melacak keberadaan heteroskedastisitas dalam penelitian ini digunakan uji White.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut denfan Heteroskedastisitas.

72

Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Nachrowi, 2006).

Langkah-langkah pegujian sebagai berikut:

Hipotesis: Ho: Model tidak terdapat Heteroskedastisitas Ha: Terdapat Heteroskedastisitas

Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima

Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak c. Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas artinya kondisi adanya hubungan linier antara variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka multikoliniearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen, (Winarno, Wing Wahyu, 2007).

Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolienieritas dengan menguji koefisien korelasi (r) berpasangan yang tinggi di antara variabel-variabel penjelas. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,8 ada kemungkinan terjadinya kolinearitas yang serius dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas. (Gujarati : 2006).

6. Uji Error Correction Term (ECT)

ECT adalah bagian dari pengujian model dinamis ECM. Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independen tahun sebelumnya dikurangi

73

variabel dependen tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Kemudian regres model ECM secara berurutan sesuai dengan model yang telah ditentukan. Hasil probabilitas ECT akan menentukan apakah model dapat dianalisis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika variabel ECT positif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% maka spesifikasi model sudah shohih (valid) dan dapat menjelaskan variabel dependen.

7. Uji Error Correction Model(ECM)

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Engel Granger Correction Model (EG-ECM). Model koreksi kesalahan mampu banyak meliputi variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsistensi model empiris dengan teori ekonomi.

Setelah model ECM terbebas atau lulus dari Uji Stasioner, Uji Drajat Integrasi, Uji Kointegrasi dan Uji Asumsi Klasik, maka model ECM layak digunakan sebagai alat analisis dan kemudian dilakukan analisis ECM. Analisis ini digunakan untuk melihat besarnya pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel independen (Nilai Tambah Industri, Ekspor, Impor, dan Investasi (PMDN)) terhadap variabel dependen Pertumbuhan Ekonomi.

Untuk mengetahui hubungan antara variabel Nilai Tambah Industri, Ekspor, Impor, dan Investasi (PMDN) terhadap Pertumbuhan Ekonomi, digunakan regresi Error Correction Model (ECM). Model ini memiliki

74

keunggulan dalam mengatasi masalah stasioneritas dan regresi lancung dalam time series data, serta mengukur hubungan jangka pendek dan jangka panjang (Thomas,1997).

Berikut ini merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini :

Model Dasar : Pertumbuhan Ekonomi =f(NTINDUSTRI,X,M,INVSTSI(PMDN)) Model Ekonometrika : Pertumbuhan Ekonomi t= β0 + β1 NTINDUSTRIt+ β2

Xt+ β3 Mt 4INV(PMDN)St

+e

Jika diuraikan dalam bentuk log (ln) akan berubah menjadi sebagai berikut : LNPDRBt= β0 + β1 LNNTINDt+ β2 LNXt + β3 LNMt +

β4 LNINVt+ e

Sehingga rumus yang terbentuk dalam penelitian ini adalah:

D(LNPDRB) t = β0+ β1 D(LNNT IND)t + β2 D(LNX) t + β3 D(LNM) t + β4 D(LNINV)t+β5B(LNNT IND) (t-1)+ β6 B(LNX)(t-1)+ β7 B(LNM) (t-1)+ β8 B(LNINV) (t-1)+ β9 ECT Dimana: D = Differenence, Xt – Xt-1 LN = Natural Log

NTIND = Nilai Tambah Industri

X = Ekspor

M = Impor

75 β0 = Konstanta (Constant)

β1….βt = Koefisien Regresi Variabel Bebas

e = Error Term

ECT = Error Correction term

t = Periode Waktu

t-1 = Periode Waktu Sebelumnya

Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu uji ECT (Error Corrrectioin Term).

E.Operasional Variabel Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi yang dipilih yaitu “Pengaruh Nilai Tambah Industri, Ekspor, Impor, dan Investasi (PMDN) terhadap Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta maka terdapat dua variabel dalam penelitian yaitu :

1. Variabel Independen

Yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lainnya, kaitannya dengan masalah yang diteliti adalah Nilai Tambah Industri, Ekspor, Impor, dan Investasi (PMDN ).

2. Varibel Dependen

Yaitu variabel yang dipengaruhi variabel lainnya, kaitannya dengan masalah yang diteliti maka yang menjadi variabel terikat adalah Pertumbuhan Ekonomi Kota DKI Jakarta.

Untuk mengukur kedua variabel di atas, penulis terlebih dahulu akan menentukan indikator untuk mengukur kedua variabel sebagai berikut.

76

Table 3.3 Operasional Variabel

No Variabel Definisi Satuan

1 Pertumbuhan Ekonomi Kota Jakarta ( PDRB )

Pertumbuhan atau kenaikan output dalam jangka panjang dalam kurun waktu 1 tahun. Data yang digunakan adalah PDRB menurut lapangan usaha atas harga konstan dengan tahun dasar tahun 2000. Dari tahun 1985-2010.

Juta Rupiah

2 Nilai Tambah Indusri

Menurut Sandy (1985:154) industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dari bahan baku atau bahan mentah melalui proses penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga satuan yang serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi mungkin.

Juta Rupiah

3 Ekspor Proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya

Juta Rupiah

77

membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

4 Impor Impor adalah pengiriman dagangan dari luar negri kepelabuhan diseluruh wilayah

Indonesia kecuali wilayah bebas yang dianggap luar negri, yang bersifat komersial maupun yang bukan komersial.

Juta Rupiah

5 Investasi (PMDN)

Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi

sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut

Juta Rupiah

78

daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga. (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

79

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian

Penelitian ini menganalisis pengaruh Nilai Tambah Industri, Ekspor, Impor, dan Investasi (PMDN) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Jakarta (PDRB). Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rentan waktu analisis mulai tahun 1986 sampai dengan tahun 2009. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Eviews 6.0 dengan metode analisis ECM. Maka dari itu perlu dilihat bagaimana gambaran perkembangan secara umum dari Pertumbuhan Ekonomi Kota Jakarta, Nilai Tambah Industri, Ekspor, Impor, dan Investasi (PMDN).

1. Keadaan Geografis DKI Jakarta

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.588.198 jiwa (2010). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.

80

Perannya sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta tidak hanya sekedar menjadi pusat pemerintah, pada perjalananya, Jakarta berkembang menjadi pusat segala kegiatan, antara lain kegiatan ekonomi, budaya, pendidikan, dan hiburan. Sebagai konsekuensiny sekitar 72 persen perekonomian Jakarta yang digerakan oleh sektor jasa-jasa terutama sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Perkembangan dan hasil pembangunan di DKI Jakarta secara umum dapat dilihat dari beberapa indikator makro. Yaitu indikator makro ekonomi dan indikator makro sosial budaya, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).

Indikator makro sosial yang dijadikan penilaian keberhasilan pembangunan terdiri atas indikator makro sosial yang berasal dari komponen kesehatan, pendidikan dan agama. Indikator makro sosial masyarakat DKI Jakarta sebagai berikut:

1. Sosial

 Laju pertumbuhan penduduk : 4 persen  Angka harapan hidup (AHH) : 74,00 tahun

 Angka kematian bayi : 13,7 per 100 ribu kelahiran hidup  Tingkat partisipasi angkatan kerja : 4,75 juta orang

 Angka melek huruf (AHM) : 98,84 persen 2. Budaya

 Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi

81

adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayu serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.

 Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.

3. Agama

a. Komposisi penduduk menurut agama dan sarana peribadatan:

1. Islam : 84,4% 2. Kristen Protestan : 6,2 % 3. Katolik : 5,7 % 4. Hindu : 1,2 % 5. Budha : 3,5 % 6. Konghuncu : 1,7%

82

2. Perkembangan Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian suatu negara. Terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi disuatu negara tersebut. Ekonomi dapat dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menunjukan sejauh mana aktifitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu.

Indikator agregat ekonomi makro yang lazim untuk mengukur kondisi perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat propinsi/kabupaten. Dalam penelitian ini PDRB dihitung atas dasar harga konstan, yaitu apabila semua produksi barang dan jasa yang dihasilkan dinilai berdasarkan harga konstan pada tahun yang berbeda dan peneliti mengambil tahun dasar 1983, 1993, 2000. PDRB atas dasar harga konsatn dimaksudkan untuk melihat perubahan pola struktur perekonomian suatu wilayah dan untuk menghitung PDRB perkapita. Berikut ini adalah perkembangan PDRB DKI Jakarta tahun 1986-2009:

83

Tabel 4.1

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kota Jakarta (PDRB) Tahun 1986-2009

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta TAHUN PDRB Menurut Harga

Kostan (Juta Rupiah)

Laju Pertumbuhan Ekonomi atas dasar harga

konstan(%) 1986 9444604 4.79 1987 9994604 6.54 1988 10824167 8.23 1989 12586088 9.74 1990 13664719 8.57 1991 14730349 7.80 1992 16001557 8.63 1993 51106459 8.44 1994 55505268 8.61 1995 60648690 9.27 1996 66164802 9.1 1997 69543446 5.11 1998 57380517 -17.49 1999 57215223 -0.29 2000 59694418 4.33 2001 61868256 3.64 2002 64338830 3.99 2003 76314201 4.62 2004 61868256 4.24 2005 29527054 6.01 2006 31282671 5.95 2007 33297125 6.44 2008 35369405 6.22 2009 371399320 5.01

84

Gambar 4.1

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Berdasarkan Harga Konstan

Tahun 1986-2009

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Perkembangan PDRB per kapita tentunya tidak terlepas dari angka-angka yang telah diuraikan sebelumnya, kalau PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 1986 hingga tahun 1997 mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 69543446 juta dan laju pertumbuhan sekitar 5.11 persen. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan yang dilaksanakan telah mampu menaikan tingkat pendapatan penduduk DKI Jakarta. Kondisi perekonomian DKI Jakarta dapat dikatakan berjalan dengan relatif stabil dengan laju pertumbuhan yang cenderung menunjukan percepatan disetiap tahunnya. Kondisi tersebut sedikit banyak turut mendorong kegiatan ekonomi DKI Jakarta, sehingga pada tahun 2001 perekonomian DKI Jakarta yang diukur dengan menggunakan PDRB atas harga konstan 2000 mecatatkan pertumbuhan sebesar 3,64 persen, dan

0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 70000000 80000000 90000000 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9

GPDRB

GPD…

85

pada akhirnya tahun 2005 pertumbuhannya meningkat sempai pada level 6,01 persen.

Perkembangan di tahun 2009 berjalan lebih lambat dati tahun sebelumnya. Penyebab utamanya adalah pengaruh krisis keuangan global yang melanda Amerika dan Eropa. Meskipun puncak krisis terjadi pada akhir tahun 2008 hingga awal 2009, namun efeknya dirasakan hingga akhir 2009, perekonomian Jakarta yang tumbuh 6,22 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2009 melambat menjadi 5,01 persen. Namun demikian pertumbuhan ini masih lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang sebesar 4,5 persen

3. Perkembangan Nilai Tambah Industri di DKI Jakarta

Sektor industri besar dan sedang menjadi sektor utama dalam pembentukan PDRB, perkembangan produksi industri ini akan mendorong meningkatnya nilai tambah industri itu sendiri. Untuk itu penulis tertarik untuk melihat seberapa besar peranan nilai tambah yang dihasilkan oleh

Dokumen terkait