• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. Uji progenitas antara F4 dengan F5

6,006 * V3 (Perkutut) 6,63 8,60 4,889 * V4 (Kenari) 6,96 9,60 6,552 * V5 (Sriti) 6,86 8,16 3,226 * V6 (Murai) 6,56 8,72 5,361 * 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan bobot 100 biji antara F3 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 30

Gambar 30. Diagram bobot 100 Biji antara F3 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

IV. Uji progenitas antara F4 dengan F5

Tinggi Tanaman saat Panen (8 MST)

Data perbandingan tinggi tanaman saat panen terdapat pada Lampiran 54. Dari data tersebut dapat diperoleh bahwa tinggi tanaman pada F4 berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada F5 kecuali pada varietas Betet dan Parkit. Uji

Tabel 47. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Tinggi Tanaman.

Varietas Tinggi tanaman

(F4) Tinggi tanaman (F5) S 2 SE Uji t V1 (Betet) 39,73 40,00 7,994 1,897 0,142 tn V2 (Parkit) 45,04 41,58 1,824 tn V3 (Perkutut) 49,58 41,96 4,017 * V4 (Kenari) 59,40 47,84 6,095 * V5 (Sriti) 47,16 39,14 4,228 * V6 (Murai) 55,88 38,78 9,016 * 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan tinggi tanaman antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 31

Gambar 31. Diagram Tinggi Tanaman F4 dan F5 pada Varietas Kacang Hijau.

Jumlah Cabang saat Panen ( 8 MST)

Data perbandingan jumlah cabang saat panen dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah cabang pada F4 tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang pada F5 untuk semua varietas. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 48.

Varietas Jumlah Cabang (F4) Jumlah Cabang (F5) S 2 SE Uji t V1 (Betet) 3,00 2,60 1,017 0,676 0,591 tn V2 (Parkit) 3,38 2,60 1,153 tn V3 (Perkutut) 3,63 1,80 2,706 tn V4 (Kenari) 4,00 2,60 2,070 tn V5 (Sriti) 3,50 2,80 1,035 tn V6 (Murai) 3,38 4,00 0,917 tn 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan jumlah cabang antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Diagram Jumlah Cabang F4 dan F5 pada Varietas Kacang Hijau.

Umur Berbunga (hari)

Data perbandingan umur berbunga dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa umur berbunga pada F4 tidak berbeda nyata dengan umur berbunga pada F5, kecuali pada varietas Sriti. Dimana umur

berbunga varietas sriti di F5 lebih cepat dari umur berbunga varietas sriti pada F4. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 49.

Tabel 49. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Umur Berbunga (hari)

Varietas Umur Berbunga

(F4) Umur Berbunga (F5) S 2 SE Uji t V1 (Betet) 36,38 36,40 1,56 0,838 0,024 tn V2 (Parkit) 36,63 37,20 0,680 tn V3 (Perkutut) 35,38 35,20 0,215 tn V4 (Kenari) 37,13 37,60 0,561 tn V5 (Sriti) 34,00 37,00 3,581 * V6 (Murai) 37,00 35,60 1,671 tn 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan umur berbunga antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 33.

Gambar 33. Diagram Umur Berbunga F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Umur Panen (hari)

Data perbandingan umur panen (hari) dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data dapat diketahui bahwa umur panen pada F4 tidak berbeda nyata dengan

umur panen pada F5 untuk semua varietas. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 50.

Tabel 50. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Umur Panen (hari)

Varietas Umur Panen

(F4) Umur Panen (F5) S 2 SE Uji t V1 (Betet) 56,38 54,20 4,627 1,443 1,511 tn V2 (Parkit) 55,88 55,40 0,333 tn V3 (Perkutut) 55,63 53,00 1,823 tn V4 (Kenari) 56,63 57,80 0,811 tn V5 (Sriti) 55,25 55,20 0,035 tn V6 (Murai) 55,60 53,80 1,247 tn 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan umur panen antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34. Diagram Umur Panen antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Jumlah Polong/Tangkai (buah)

berbeda nyata dengan jumlah polong/tangkai pada F5 untuk semua varietas. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 51.

Tabel 51. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Jumlah Polong/Tangkai (buah)

Varietas Jumlah polong/tangkai (F4) Jumlah polong/tangkai (F5) S2 SE Uji t V1 (Betet) 2,63 2,23 0,235 0,325 1,229 tn V2 (Parkit) 2,37 2,11 0,811 tn V3 (Perkutut) 2,96 2,61 1,070 tn V4 (Kenari) 2,44 1,84 1,856 tn V5 (Sriti) 3,19 2,01 3,639 tn V6 (Murai) 2,61 2,13 1,475 tn 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan jumlah polong antara F4 dengan F5 dapat dilihat Gambar 35.

Gambar 35. Diagram Jumlah Polong/ Tangkai antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Jumlah Polong yang Masak/Tanaman (buah)

Data perbandingan jumlah polong yang masak/tanaman dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah polong yang

masak/tanaman pada F4 berbeda nyata dengan jumlah polong yang masak/tanaman pada F5. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 52.

Tabel 52. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Jumlah Polong yang Masak/ Tanaman (buah). Varietas Jumlah Polong Yang Masak per tanaman (F4) Jumlah Polong Yang Masak per tanaman (F5) S2 SE Uji t V1 (Betet) 37,75 13,60 6,13 1,66 14,544 * V2 (Parkit) 28,75 16,00 7,679 * V3 (Perkutut) 44,25 14,60 17,857 * V4 (Kenari) 26,25 12,60 8,221 * V5 (Sriti) 52,50 14,40 22,946 * V6 (Murai) 25,75 14,60 6,715 * 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan jumlah polong yang masak/tanaman antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Diagram Jumlah Polong yang Masak/Tanaman antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Jumlah Polong Yang Belum Masak/Tanaman (buah)

Data perbandingan jumlah polong yang belum masak/tanaman dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah polong

yang masak/tanaman pada F4 tidak berbeda nyata pada F5 kecuali pada varietas Murai dimana jumlah polong yang belum masak/tanaman pada F5 lebih tinggi dari pada F4. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 53.

Tabel 53. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Jumlah Polong yang belum Masak/ Tanaman(buah). Varietas Jumlah Polong Yang Belum Masak/tanaman (F4) Jumlah Polong Yang Belum Masak/tanaman (F5) S2 SE Uji t V1 (Betet) 3,75 10,80 36,23 4,04 1,746 tn V2 (Parkit) 4,50 10,60 1,511 tn V3 (Perkutut) 14,50 13,80 0,173 tn V4 (Kenari) 17,75 6,00 2,910 tn V5 (Sriti) 7,75 10,80 0,755 tn V6 (Murai) 2,50 18,60 3,987 * 2.9 t.05/2(20) 2,086

Diagram beda rataan jumlah polong yang belum masak/tanaman antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 37

Gambar 37. Diagram Jumlah Polong yang belum Masak/Tanaman antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Panjang Polong (cm)

Data perbandingan panjang polong dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa panjang polong pada F4 tidak berbeda nyata

dengan panjang polong pada F5 untuk semua varietas. Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 54.

Tabel 54. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Panjang Polong (cm)

Varietas Panjang Polong

(F4) Panjang Polong (F5) S 2 SE Uji t V1 (Betet) 10,12 8,84 0,447 0,449 2,863 tn V2 (Parkit) 9,70 9,74 0,085 tn V3 (Perkutut) 10,42 8,80 3,603 tn V4 (Kenari) 9,36 10,55 2,662 tn V5 (Sriti) 9,79 9,13 1,480 tn V6 (Murai) 10,41 9,70 1,578 tn 2.9 t.05/2(20) 2,086

Diagram beda rataan panjang polong antara F1 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 38.

Gambar 38. Diagram Panjang Polong (cm) antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Jumlah Biji/ Polong (biji)

Data perbandinganjumlah biji/polong dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut diperoleh bahwa jumlah biji/polong pada F4 tidak berbeda

nyata dengan jumlah biji/polong pada F5 kecuali pada pada varietas Perkutut. Dimana jumlah biji/polong varietas Perkutut pada F5 lebih sedikit dari jumlah biji/polong varietas Perkutut pada F4. Uji progenitas disajikan pada Tabel 55. Tabel 55. Uji Progenitas F3 dan F5 pada Jumlah Biji/ Polong (buah)

Varietas Jumlah Biji/polong (F4) Jumlah Biji/polong (F5) S2 SE Uji t V1 (Betet) 11,68 10,02 1,545 0,834 1,991 tn V2 (Parkit) 11,73 10,42 1,573 tn V3 (Perkutut) 11,24 8,24 3,598 * V4 (Kenari) 11,04 11,08 0,048 tn V5 (Sriti) 11,95 9,90 2,458 tn V6 (Murai) 10,93 9,60 1,595 tn 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan jumlah biji/polong antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39. Diagram Jumlah Biji/ Polong antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Bobot 100 Biji (g)

Data perbandingan bobot 100 Biji dapat dilihat pada Lampiran 54. Dari data tersebut diperoleh bahwa bobot 100 biji pada F4 tidak berbeda nyata

dengan bobot 100 biji pada F5 kecuali pada varietas Parkit dan Kenari. Dimana bobot 100 biji varietas Parkit dan Kenari pada F5 lebih tinggi dari bobot 100 biji varietas Parkit dan Kenari pada F4. Uji progenitas disajikan pada Tabel 56.

Tabel 56. Uji Progenitas F4 dan F5 pada Bobot 100 Biji (g)

Varietas Bobot 100 biji

(F4) Bobot 100 biji (F5) S 2 SE Uji t V1 (Betet) 7,01 8,04 0,361 0,403 2,556 tn V2 (Parkit) 7,36 9,36 4,964 * V3 (Perkutut) 7,36 8,60 3,077 tn V4 (Kenari) 7,59 9,60 4,988 * V5 (Sriti) 8,33 8,16 0,422 tn V6 (Murai) 7,12 8,72 3,971 tn 2.9 t.05/2(20)= 2,086

Diagram beda rataan bobot 100 biji antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Gambar 40

Gambar 40. Diagram bobot 100 Biji antara F4 dan F5 pada Beberapa Varietas Kacang Hijau.

Pembahasan

Pengamatan Visual

Pada pengamatan secara visual untuk warna biji (lampiran 5) diperoleh bahwa terdapat perubahan warna biji pada varietas Betet dan Sriti, dimana warna biji pada varietas tersebut berubah dari warna hijau kusam pada keturunan sebelum F5 menjadi berwarna hijau kilat pada F5. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan keadaaan lingkungan dari tempat tumbuh tanaman F5 dengan tempat tumbuh dari tanaman keturunan sebelum F5, dalam hal ini genetik tanaman pada F1 sampai F5 dianggap sama namun perbedaan muncul dari fenotip tanaman tersebut. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan tanaman dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, ini berarti cara yang diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau keadaan lingkungan atau kedua-duanya dan Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut.

Pada pengamatan secara visual untuk waktu pembentukan polong (lampiran 8), yang tercepat adalah varietas Murai yaitu 39 hari, dan yang paling lama pada varietas Kenari dan Sriti yaitu 42 hari, sedangkan untuk varietas Parkit dan Perkutut yaitu 41 hari dan varietas Betet 40 hari. Waktu pembentukan polong dari keenam varietas pada F1 sampai dengan F5 tidak berbeda dan hampir sama yaitu berkisar antara 39 – 42 hari, diduga hal ini dipengaruhi oleh genetik

masing-masing varietas. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, timbul variasi yang sama maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan.

Untuk persentase serangan hama tertinggi adalah varietas Kenari yaitu 23,80 % dan persentase serangan hama yang terendah pada varietas Betet yaitu 11,76%, dimana jika persentase serangan hama ini dibuat dalam aturan skala maka untuk varietas Betet, Parkit, Perkutut, dan Murai tergolong dalam skala 1 yaitu serangan > 0% – 15%. Untuk varietas Sriti dan Kenari tergolong dalam skala 2 yaitu serangan > 15% – 25% (lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa pada tanaman kacang hijau serangan hama tidak begitu mendominasi atau relatif sedikit. Seperti dalam literatur Supeno dan Sujudi (2004) yang menyatakan bahwa jika dilihat dari segi agronomis dan ekonomi, kacang hijau mempunyai beberapa kelebihan, antara lain tahan kekeringan, hama dan penyakit yang menyerang kacang hijau ini relatif sedikit.

Komponen Hasil Berbagai Varietas

Hasil analisis data secara statistik (lampiran 10 - 43) menunjukkan bahwa dari keenam varietas tersebut terdapat perbedaan yang nyata terhadap parameter tinggi tanaman, umur mulai berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji/polong, bobot 100 biji, dan tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang, jumlah polong yang masak per tanaman, jumlah polong yang belum masak per tanaman, jumlah polong per tangkai, dan bobot biji per tanaman.

(lampiran 11), varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Dari rataan (lampiran 10) diperoleh bahwa rataan tertinggi terdapat pada varietas Kenari yaitu 47,84 cm dan terendah pada varietas Murai yaitu 38,78 cm. Diduga perbedaan tinggi tanaman ini dikarenakan dari keenam varietas tersebut memiliki keunggulan yang berbeda sesuai dengan genotip yang dimilikinya dalam kondisi lingkungan tertentu. Hal ini sesuai dengan literatur Darliah, dkk (2001) yang menyatakan bahwa pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan, dan salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya.

Varietas berbeda nyata terhadap umur mulai berbunga (lampiran 26). Dari rataan (lampiran 25) diperoleh bahwa varietas yang paling cepat berbunga adalah varietas Perkutut yaitu 35 hari dan varietas yang paling lama berbunga adalah varietas Kenari yaitu 38 hari. Namun secara keseluruhan waktu yang dibutuhkan keenam varietas pada keturunan kelima ini untuk dapat berbunga tidak jauh berbeda dengan keturunan-keturunan sebelumnya maupun deskripsi asalnya.

Diduga hal ini disebabkan oleh genetik tanaman bersangkutan seperti pendapat Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa jika ada dua jenis tanaman

yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda,dan dari kedua jenis tanaman tersebut muncul variasi yang sama maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan.

Dari hasil analisis sidik ragam pada pengamatan umur panen (lampiran 28), diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur panen. Dari

rataan (lampiran 27) diperoleh bahwa varietas paling lama panen adalah pada varietas Kenari yaitu 58 hari dan yang paling cepat panen adalah varietas Perkutut

yaitu 53 hari. Secara keseluruhan umur panen setiap varietas pada F5 berkisar antara 53 - 58 hari, dan tidak jauh berbeda dengan keturunan-keturunan sebelumnya.

Berdasarkan uji statistik untuk pengamatan panjang polong (lampiran 37) diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap panjang polong. Dari rataan (lampiran 36) diperoleh bahwa panjang polong tertinggi terdapat pada varietas Kenari yaitu 10,55 cm dan panjang polong yang terendah terdapat pada varietas Betet yaitu 8,84 cm. Dari hasil pengamatan data bahwa panjang polong berkisar antara 6 - 15 cm. Terjadinya perbedaaan panjang polong antara keenam varietas ini dapat disebabkan dari tanggap genotip terhadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan literatur dari Andrianto dan Indarto (2004) yang menyatakan bahwa polongnya berbentuk silindris dengan panjang antara 6 - 15 cm dan berbulu pendek. Dan Allard (2005) menyatakan bahwa Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada.

Pada pengamatan jumlah biji/polong diketahui varietas berbeda nyata terhadap jumlah biji/polong (lampiran 39). Jumlah biji/polong yang tertinggi terdapat pada varietas Kenari yaitu 11 biji dan jumlah biji/polong yang terendah pada varietas Perkutut yaitu 8 biji. Banyaknya jumlah biji/polong dipengaruhi oleh faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemaatmadja (1993) yang menyatakan

bahwa banyaknya polong dan biji/polong terbentuk ditentukan oleh faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong.

Dari hasil analisis sidik ragam pada pengamatan bobot 100 biji (lampiran 43), diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 biji.

Dari rataan (lampiran 42) dapat dilihat bahwa bobot 100 biji tertinggi terdapat pada varietas Kenari sebesar 9,6 gram sedangkan bobot 100 biji terendah pada varietas Betet yaitu sebesar 8,04 gram. Secara keseluruhan bobot 100 biji keenam varietas ini cukup menunjukkan perbedaan baik dengan keturunan-keturunan sebelumnya maupun dengan deskripsi asalnya, dimana bobot 100 biji pada F5 menjadi lebih tinggi dimana hal ini diduga dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda dan berkurangnya jumlah polong/tangkai dan jumlah biji/polong setiap tanaman di semua varietas pada F5 dibandingkan dengan keturunan sebelumnya, menyebabkan kompetisi hasil dari fotosintesis untuk ke setiap polong pada setiap tanaman lebih sedikit atau pembagian hasil fotosintesis ke biji/polongnya pada setiap tanaman semakin besar, sehingga bobot biji pada F5 semakin tinggi dibandingkan dengan bobot biji pada keturunan sebelumnya.

Parameter Genetik

Variabilitas Genetik

Nilai variabilitas genetik untuk masing-masing komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 14. Nilai variabilitas genetik yang diperoleh berkisar antara 1,91 – 16,00. Kriteria variabilitas genetik menurut Murdaningsih et all (1990) adalah rendah jika nilainya berkisar antara 0,25 % dari KVG tertinggi, sedang jika nilainya berkisar antara 25 – 50 % dari KVG tertinggi, tinggi jika nilainya

berkisar antara 50 – 75% dari KVG tertinggi dan sangat tinggi jika nilainya 75 – 100 % dari KVG tertinggi.

Berdasarkan hasil analisis data (lampiran 48) diperoleh bahwa dari komponen hasil yang diamati terdapat satu komponen hasil yang bervariabilitas genetik sangat tinggi pada parameter jumlah polong yang belum masak/tanaman yaitu sebesar 16,00, terdapat satu komponen hasil yang bervariabilitas genetik tinggi pada parameter jumlah cabang yaitu sebesar 8,95; enam komponen hasil yang bervariabilitas genetik sedang yaitu pada parameter tinggi tanaman (7,43); jumlah polong per tangkai(6,77); panjang polong (6,37); jumlah biji/polong (7,31); jumlah polong yang masak/tanaman (4,17); bobot 100 biji (6,49) dan tiga komponen hasil yang bervariabilitas genetik rendah yaitu pada parameter umur mulai berbunga (1,91), umur panen (2,50); dan bobot biji per tanaman (3,96).

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada Tabel 15. Dari hasil analisis diperoleh nilai heritabilitas yang rendah, sedang dan tinggi. Stansfield (1991) merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2.

Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh satu komponen yang mempunyai heritabilitas tinggi yaitu pada parameter tinggi tanaman sebesar 0,54, terdapat tujuh komponen hasil yang mempunyai heritabilitas sedang yaitu pada parameter jumlah cabang (0,24); umur mulai berbunga (0,22); umur panen (0,29); jumlah polong yang belum masak/tanaman (0,24); panjang polong (0,45); jumlah

biji/polong (0,25); bobot 100 biji (0,47) dan terdapat tiga komponen hasil yang mempunyai heritabilitas rendah yaitu pada parameter jumlah polong/tangkai(0,08) jumlah polong yang masak/tanaman (0,01); dan berat biji/tanaman (0,03). Dengan demikian dari hasil analisis data diperoleh nilai heritabilitas pada penelitian ini berkisar antara 0 – 1. Dan dari nilai heritabilitas ini kita dapat melihat sejauh mana sifat tanaman dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Welsh (1991) bahwa nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut. Dan menurut Alnopri (2004) menyatakan bahwa nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan dengan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya.

Kemajuan genetik

Nilai kemajuan genetik untuk masing-masing komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 15. Nilai kemajuan genetik sangat tinggi yaitu pada parameter jumlah polong yang belum masak/tanaman (16,04) kemajuan genetik tinggi terdapat pada parameter tinggi tanaman (11,28); jumlah cabang (8,94); panjang polong (8,79) dan bobot 100 biji (9,18), kemajuan genetik sedang yaitu pada parameter jumlah biji/polong (7,49) dan kemajuan genetik rendah terdapat pada parameter umur berbunga (1,83); umur panen (2,77); jumlah polong/tangkai (4,01),jumlah polong yang masak/tanaman (0,39); dan bobot biji/tanaman (1,37). Nilai kemajuan genetik yang sangat tinggi dan tinggi diperoleh karena didukung oleh

nilai KVG dan nilai heritabilitas yang tinggi, sedangkan nilai kemajuan genetik yang rendah dikarenakan tidak didukung oleh nilai KVG dan nilai heritabilitas yang tinggi. Nilai kemajuan genetik yang rendah merupakan sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif. Gen-gen bukan aditif tidak diwariskan kepada keturunannya. Hal ini didukung oleh Tempake dan Luntungan (2002) menyatakan bahwa bahwa kemajuan genetik (KG) merupakan produk dari nilai-nilai diferensial seleksi, heritabilitas yang menentukan efisiensi sistem seleksi sehingga seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik tinggi ditunjang oleh

salah satu nilai KVG atau heritabilitas tinggi. Hayward (1990) dalam Suprapto dan Kairuddin (2007) juga menyatakan bahwa sifat-sifat yang

dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif menyebabkan kemajuan genetik yang rendah. Hal ini disebabkan pengaruh tindak gen bukan aditif tidak diwariskan kepada keturunannya dan akan lenyap semasa seleksi.

Uji Progenitas

Hasil analisis uji progenitas antara F1 dengan F5 dapat dilihat pada Tabel 17 - 26. Secara umum F1 berbeda nyata terhadap F5 yaitu pada parameter

tinggi tanaman terhadap semua varietas, parameter jumlah cabang terhadap semua varietas, parameter umur mulai berbunga yaitu hanya pada varietas Parkit, parameter umur panen yaitu pada varietas Perkutut dan Murai, parameter jumlah polong/tangkai terhadap semua varietas, parameter jumlah polong yang masak/tanaman terhadap semua varietas, parameter panjang polong yaitu pada varietas Betet, Perkutut, Kenari, Sriti, parameter jumlah biji/polong yaitu pada Betet, Parkit, Perkutut, Sriti, dan parameter berat 100 biji terhadap semua varietas.

Secara umum F2 berbeda nyata dengan F5 pada parameter tinggi tanaman yaitu pada varietas Betet, Parkit, Perkutut, Sriti dan Murai; pada parameter jumlah cabang yaitu pada varietas Betet, Perkutut, dan Kenari; pada parameter umur mulai berbunga yaitu pada varietas Parkit, Kenari dan Murai; pada parameter jumlah polong/tangkai untuk seluruh varietas; pada parameter jumlah polong yang masak/tanaman untuk seluruh varietas; pada jumlah polong yang belum masak/tanaman untuk semua varietas; pada parameter panjang polong yaitu pada varietas Betet, Parkit, Perkutut, dan Sriti; pada parameter jumlah biji/polong yaitu pada varietas Betet, Parkit, Perkutut, Kenari, dan Murai; pada parameter bobot 100 biji yaitu pada varietas Betet, Parkit, Perkutut, Kenari dan Sriti.

Hasil analisis uji progenitas antara F3 dengan F5 dapat dilihat pada Tabel 37 - 46. Dari tabel tersebut diketahui bahwa F3 berbeda nyata dengan F5

yaitu pada parameter tinggi tanaman untuk varietas Betet, Parkit, Perkutut, Sriti, Murai; parameter jumlah cabang pada varietas Betet, Parkit, Perkutut, Kenari; parameter umur mulai berbunga pada varietas Parkit dan Kenari; parameter jumlah polong/tangkai untuk semua varietas, parameter jumlah polong yang masak/tanaman untuk semua varietas, parameter jumlah polong/tangkai yang belum masak/tanaman pada varietas Betet, Parkit, Kenari, Sriti, Murai; parameter panjang polong yaitu hanya pada varietas Kenari, parameter jumlah biji/polong hanya pada varietas Perkutut, parameter bobot 100 biji terhadap seluruh varietas.

Hasil analisis uji progenitas antara F4 dengan F5 dapat dilihat pada Tabel 47 - 56. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa F4 berbeda nyata dengan F5 yaitu pada parameter tinggi tanaman terhadap varietas Perkutut, Kenari, Sriti, Murai; pada parameter umur mulai berbunga hanya pada varietas Sriti, parameter

jumlah polong yang masak/tanaman untuk seluruh varietas, parameter jumlah polong yang belum masak/tanaman hanya pada varietas Murai, parameter jumlah biji/polong hanya pada varietas Perkutut, parameter bobot 100 biji pada varietas Parkit dan Kenari.

Dari hasil uji progenitas diatas dapat dilihat bahwa perbedaan karakter antara F5 dengan keturunan-keturunan sebelumnya dari 11 parameter yang diamati lebih banyak terlihat pada F1, F2 dan F3 yaitu sekitar 9 parameter sementara untuk F4 perbedaannya hanya 6 parameter. Menurut Widodo (2003) peran gen yang mengendalikan karakter menduduki peranan yang lebih penting dimana gen ini diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Peran dan jumlah gen yang menentukan arah dan kemajuan seleksi. Menurut Welsh (1991) bahwa uji keturunan dipergunakan sebagai sistem evaluasi untuk mengukur karakter terbaik setiap induk yang dapat dipergunakan pada persilangan berikutnya, dalam seleksi berulang. Setiap produksi sistem keturunan berguna dalam mengidentifikasi karakter induk yang dapat dipergunakan pada pemuliaan spesifik.

Dokumen terkait