• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

5.4.1. Uji R-Squared (R 2 )

Pada industri rokok kretek, nilai R2 yang didapat sebesar 0,813096. Hal ini menandakan bahwa variasi dari perubahan PCM mampu dijelaskan oleh variabel pertumbuhan nilai output (Growth), jumlah perusahaan (Usaha), dan X- eff, sebesar 81,30 persen. Adapun sisanya yaitu sebesar 18,70 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model (Lampiran 6.).

Adapun nilai R2 dari industri rokok putih sebesar 0.755746. Hal ini berarti, sebanyak 75,57 persen keragaman PCM pada industri rokok putih dapat dijelaskan oleh variabel independen pada model seperti pertumbuhan nilai output (Growth), jumlah perusahaan (Usaha), dan efisiensi internal (X-eff). Sisa nilai koefisiennya, yaitu sebesar 24,43 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Lampiran 7).

5.4.2. Uji F

Nilai probabilitas F-statistik pada model industri rokok kretek dan rokok putih ternyata lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Masing-masing dari kedua industri tersebut memiliki nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000023 (industri

61  

rokok kretek) dan 0,000144 (industri rokok putih). Hal tersebut menandakan bahwa minimal terdapat satu variabel independen yang signifikan terhadap variabel dependen, sehingga model penduga tersebut layak untuk dijadikan parameter dalam fungsi.

5.4.3. Uji t

Hasil uji t dapat diidentifikasi dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya. Variable Growth, Usaha, dan Xeff memiliki probabilitas masing-masing sebesar 0,0290; 0,0012; dan 0,0043. Koefisien tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa Growth, Usaha, dan X-eff pada industri rokok kretek signifikan terhadap PCM.

Adapun variabel Growth dan Usaha untuk industri rokok putih tidak signifikan terhadap PCM, karena probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Sementara itu variabel X-eff memiliki probabilitas sebesar 0,0000, yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa X-eff industri rokok putih signifikan terhadap PCM.

5.4.4. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas guna menentukan apakah error term pada model terdistribusi normal. Uji ini digunakan karena, jumlah data dalam penelitian kurang dari 30 atau hanya berjumlah 18 observasi. Adapun setelah dilaksanakan uji normalitas, didapatkan nilai probabilitas industri rokok kretek sebesar 0,408329. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata 5 persen, artinya error term pada model tersebut terdistribusi normal.

  0 1 2 3 4 5 6 -7.5 -5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 Series: Residuals Sample 1991 2008 Observations 18 Mean -4.44e-15 Median -1.791381 Maximum 9.363236 Minimum -6.352329 Std. Dev. 4.683647 Skewness 0.715437 Kurtosis 2.415980 Jarque-Bera 1.791362 Probability 0.408329

Gambar 5.1. Grafik Hasil Uji Normalitas pada Industri Rokok Kretek Sedangkan nilai probabilitas pada uji normalitas industri rokok putih sebesar 0,087414. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata 5 persen, artinya error term pada model tersebut terdistribusi normal.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 -1.00 -0.75 -0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50 Series: Residuals Sample 1991 2008 Observations 18 Mean 3.57e-16 Median 0.163487 Maximum 0.410477 Minimum -0.909908 Std. Dev. 0.331734 Skewness -1.170395 Kurtosis 4.009763 Jarque-Bera 4.874190 Probability 0.087414  

Gambar 5.2. Grafik Hasil Uji Normalitas pada Industri Rokok Putih

5.4.5. Uji Multikolinearitas

Pada uji kebaikan model, seringkali ditemui masalah multikolinearitas. Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan kausalitas pada variabel- variabel independennya. Gejala multikolinearitas dapat dianalisis dengan memperhatikan nilai korelasi parsial antar variabel independennya. Ketentuannya

63  

yaitu, jika nilai korelasi parsial antar variabel independennya lebih besar dari│0,8│, maka model mengalami masalah multikolinearitas.

Tabel 5.10. Matriks Korelasi pada Industri Rokok Kretek

GROWTH USAHA XEFF

GROWTH 1.000.000 0.166551 -0.145777 USAHA 0.166551 1.000.000 -0.547457

XEFF -0.145777 -0.547457 1.000.000

Pada industri rokok kretek tidak terdapat nilai korelasi parsial antar variabel independen yang lebih besar dari │0,8│. Hal ini berarti, model pada industri rokok kretek terbebas dari masalah multikolinearitas.

Tabel 5.11. Matriks Korelasi pada Industri Rokok Putih

GROWTH USAHA XEFF

GROWTH 1.000.000 0.034097 -0.250157 USAHA 0.034097 1.000.000 0.001081

XEFF -0.250157 0.001081 1.000.000

Pada industri rokok putih juga tidak ditemukan variabel independen yang nilainya lebih besar dari │0,8│, sehingga bebas dari masalah multikolinearitas. 5.4.6. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi yang digunakan dalam model ini adalah Uji Breusch- Godfrey Serial Correlation LM Test. Ketentuan yang harus dipenuhi untuk membuktikan tidak adanya autokorelasi dalam model adalah, nilai Probability Obs*R-Squarenya harus lebih besar dari taraf nyata yang digunakan.

Tabel 5.12. Hasil Uji Autokorelasi pada Industri Rokok Kretek

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.278906 Prob. F(2,12) 0.7614 Obs*R-squared 0.799551 Prob. Chi-Square(2) 0.6705

 

Berdasarkan Tabel 5.12., didapatkan nilai Probability Obs*R-Squarenya pada industri rokok kretek sebesar 0,6705. Hal ini berarti, pada model industri rokok kretek tidak terdapat masalah autokorelasi.

Tabel 5.13. Hasil Uji Autokorelasi pada Industri Rokok Putih

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.092144 Prob. F(2,12) 0.9126 Obs*R-squared 0.272252 Prob. Chi-Square(2) 0.8727

Adapun nilai Probability Obs*R-Squarenya pada industri rokok putih sebesar 0,8727. Hal ini berarti, pada model industri rokok putih juga tidak terdapat masalah autokorelasi.

5.4.7. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas yang digunakan dalam model ini adalah Uji White Heteroskedasticity. Masalah heteroskedastisitas merupakan masalah yang terkait dengan adanya variabel pengganggu yang memiliki varian sama pada model. Adapun ketentuan yang harus dipenuhi untuk membuktikan tidak adanya heteroskedastisitas dalam model adalah, nilai Probability Obs*R-Squarenya harus lebih besar dari taraf nyata yang digunakan.

Tabel 5.14. Hasil Uji Heteroskedastisitas pada Industri Rokok Kretek

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 2.858.274 Prob. F(9,8) 0.0770 Obs*R-squared 1.373.010 Prob. Chi-Square(9) 0.1323 Scaled explained SS 5.880.467 Prob. Chi-Square(9) 0.7518

Berdasarkan Tabel 5.14., dapat diketahui bahwa nilai Probability Obs*R- Square pada model sebesar 0,7518, lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa model tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

65  

Tabel 5.15. Hasil Uji Heteroskedastisitas pada Industri Rokok Putih

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 4.630.951 Prob. F(9,8) 0.0209 Obs*R-squared 1.510.137 Prob. Chi-Square(9) 0.0882 Scaled explained SS 1.374.769 Prob. Chi-Square(9) 0.1316

Adapun nilai Probability Obs*R-Square pada model di atas adalah 0,1316, lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa model tersebut juga terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

5.7.8. Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja dalam Industri Rokok di Indonesia

a. Industri Rokok Kretek

Hasil regresi pada model industri rokok kretek menunjukkan semua variabel independen signifikan terhadap PCM. Ketiga variabel tersebut adalah Growth, Usaha, dan X-Eff.

Variabel Growth berpengaruh positif terhadap PCM dengan nilai sebesar 0,197710. Artinya, setiap peningkatan jumlah nilai output rokok kretek sebesar 1 persen akan turut meningkatkan PCM sebesar 0,197710 persen. Peningkatan jumlah output dalam industri rokok akan meningkatkan penjualan. Penjualan yang terus meningkat seiring dengan permintaan rokok kretek yang juga terus meningkat akan berpengaruh positif terhadap pendapatan produsen. Pendapatan yang terus meningkat, dengan asumsi lebih besar dari biaya produksi tentu akan menciptakan keuntungan bagi produsen rokok kretek tersebut.

Variabel Usaha berpengaruh negatif terhadap PCM sebesar -0,067296. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah perusahaan sebesar 1 unit, akan menurunkan PCM sebesar 0,067296 persen. Bertambahnya jumlah perusahaan

 

dalam industri rokok kretek, akan meningkatkan biaya promosi bagi perusahaan baru maupun perusahaan lama. Peningkatan biaya promosi rokok seperti yang telah dijelaskan dalam analisis perilaku, tentu sangat mempengaruhi tingkat keuntungan yang didapat perusahaan. Perusahaan baru akan mengeluarkan banyak biaya promosi awal agar produknya dapat diterima pasar. Sementara itu, perusahaan lama tetap harus mengeluarkan biaya promosi lebih tinggi untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah diraih. Kondisi inilah yang akhirnya dapat menurunkan tingkat keuntungan yang diterima oleh masing-masing perusahaan dalam industri rokok kretek.

Variabel terakhir dalam model yang berpengaruh nyata terhadap PCM adalah X-eff. X-eff ini memiliki hubungan yang positif terhadap PCM sebesar 0,107275. Artinya, setiap peningkatan X-eff sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0,107275 persen. Industri rokok kretek merupakan industri yang dapat beroperasi dengan sangat efisien. Hal ini terjadi karena produk rokok bersifat mass production. Orientasinya lebih ke padat karya yang menggunakan sistem jasa upah daripada jasa bulanan. Artinya, upah yang diberikan tergantung dari seberapa banyak tenaga kerja menghasilkan barang. Asumsinya, untuk memperoleh upah yang tinggi, maka tenaga kerja harus memproduksi barang sebanyak-banyaknya. Output yang besar disertai dengan bahan baku yang murah akan menciptakan nilai tambah yang sangat besar. Hal inilah yang menciptakan X-eff rokok sangat besar. Semakin besar X-eff, semakin mampu bagi produsen untuk menekan biaya produksi. Apabila hal tersebut terpenuhi, maka keuntungan yang didapat produsenpun meningkat.

67  

b. Industri Rokok Putih

Hasil regresi model pada industri rokok putih menunjukkan bahwa, terdapat satu variabel independen yang signifikan terhadap PCM yaitu X-eff. Koefisien dari X-eff pada model rokok putih bernilai 0,002426. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap penambahan X-eff sebesar 1 persen, akan meningkatkan PCM industri rokok putih sebesar 0,002426 persen.

Perusahaan rokok putih yang merupakan anak perusahaan rokok asing telah mampu menjadi perusahaan yang bekerja dengan sangat efisien. Kepemilikan modal dan penguasaan teknologi yang tinggi dalam produksi rokok dinilai sebagai alasan mengapa produsen-produsen rokok putih sangat efisien. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan rokok putih mampu memperoleh keuntungan yang sangat besar.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada industri rokok kretek dan industri rokok putih di Indonesia selama periode 1991-2008, maka diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu:

1. Struktur industri rokok kretek dengan indikator CR4 memiliki perubahan tren dari oligopoli ketat (84,29 persen) menuju ke oligopoli sedang (52,65 persen). Struktur industri rokok putih masih bertahan pada tingkat oligopoli ketat dengan rata-rata CR4 sebesar 94,75 persen. Rata-rata MES industri rokok rokok putih (95,17 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan MES industri rokok kretek (72,17 persen).

2. Pemerintah berperan dalam menentukan harga jual rokok dengan cara menetapkan pajak atas cukai rokok. Perilaku yang dilakukan produsen rokok dalam rangka memperoleh pasar yang sebesar-besarnya adalah dengan meningkatkan belanja iklan rokok serta stategi promosi yang menarik, seperti sponsor acara tertentu dan program-program beasiswa.

3. PCM dan X-eff, sebagai indikator kinerja pada industri rokok putih memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dari industri rokok kretek. Semakin tinggi nilai PCM maupun X-eff, maka kinerja dari suatu industri dikatakan semakin baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari industri rokok kretek adalah pertumbuhan nilai output (Growth), Jumlah perusahaan (Usaha), dan efisiensi

69

internal (X-eff). Faktor yang mempengaruhi kinerja industri rokok putih adalah efisiensi internal (X-eff).

Dokumen terkait