• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4. Model Uji Hipotesis

5.4.2. Uji Signifikan Parsial (Uji t)

Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat diterima ditunjukkan pada Tabel 5.9 berikut :

Tabel 5.9 : Uji t Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 4.817 .246 19.600 .000

Belj_Modal_

X1 .002 .004 .091 .526 .601

1

PAD_X2 .008 .003 .464 2.671 .010

a. Dependent Variable: PDRB_Y

Dari Tabel 5.9 diatas dapat disusun persamaan regresi berganda berikut :

Y = 4,817 + 0,002X1 + 0,008X2 + e

Model persamaan regresi berganda tersebut bermakna :

1. Nilai konstanta sebesar 4.817 artinya apabila nilai variabel Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bernilai nol, maka Pertumbuhan Ekonomi akan naik sebesar 4.817 satuan.

2. Variabel Belanja Modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai koefisien berpengaruh sebesar 0.002, artinya setiap pertambahan 1 satuan Belanja Modal maka akan menaikkan Pertumbuhan Ekonomi sebesar 0.002 satuan.

3. Variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan nilai koefisien berpengaruh sebesar 0.008, artinya setiap pertambahan 1 satuan variabel PAD akan menaikkan Pertumbuhan Ekonomi sebesar 0.008 satuan.

Tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa variabel independen Belanja Modal/X1

(0,526<2,000) tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi daerah di Sumatera Utara dimana nilai thitung < ttabel. Dengan demikian menolak H1 dan menerima Ho. Sedangkan variabel Pendapatan Asli Daerah (X2) dengan arah positif (2,671>2,000) berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi daerah di Sumatera Utara dengan nilai thitung > ttabel.

5.5. Pembahasan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utaradapat diterima.

Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (Mangkoesoebroto, 1999) bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi sangat besar. Hal ini disebabkan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar.

Investasi pemerintah daerah dalam hal ini dinyatakan dalam belanja modal yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan PAD. Dana tersebut digunakan untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi untuk mendorong pemerataan dan peningkatan pendapatan perkapita. Dana pembangunan juga merupakan salah satu input produksi yang dapat menghasilkan output.

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari–harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada

periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah (Abimanyu, 2005).

Peningkatan Pemerintah Daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dalam penelitian Adi (2006) menyatakan bahwa Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Belanja pembangunan tidak hanya ditujukan untuk pengembangan infrastruktur industri, tetapi juga ditujukan untuk berbagai infrastruktur jasa yang langsung terkait dengan pemberian layanan kepada publik. Upaya peningkatan PAD melalui retribusi ataupun pajak harus diimbangi dengan kesungguhan pemda untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Dalam penerapan desentralisasi, pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.

Perlu diklasifikasikan dengan jelas, jenis belanja modal yang dikeluarkan Pemerintah daerah, apakah belanja modal yang terdapat dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah tersebut memang murni belanja modal untuk pelayanan publik. Temuan ini konsisten dengan penelitian–penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adi (2006) dan Saragih (2003) dan Ismerdekaningsih & Rahayu (2002). Temuan ini

juga konsisten dengan hasil penelitian. Bila dicermati dengan melihat perkembangan data belanja modal mengalami kenaikan, dan sebaliknya PDRB juga mengalami peningkatan. Hal ini paling tidak memberikan indikasi adanya penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif, tetapi berbagai fasilitas yang disediakan dapat dioptimalkan kemanfaatannya, sehingga memberikan dampak yang cukup tinggi terhadap PDRB.

Temuan ini memberikan indikasi bahwa besarnya PDRB sangat ditentukan oleh besarnya Pendapatan Asli Daerah. Hal ini sejalan dengan pendapat BAPENAS (2003) yang menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi, karena dalam BAPPENAS (2003) pertumbuhan ekonomi diukur dengan mengunakan PDRB dan Pendapatan Per Kapita. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brata (2004) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dengan pertumbuhan ekonomi di daerah, dan penelitian oleh Tambunan (2006) yang menyatakan Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan tingkat Pertumbuhan Ekonomi daerah dan Saragih (2007) menyatakan Bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun pada tingkat kepercayaan 99%.

Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara ekonomis,

efisien, dan efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran serta menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk pengelolaan daerah tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah.

Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi, dan efektifitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang, ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Anggaran sebagai instrumen kebijakan dan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan. Kinerja yang terkait dengan anggaran merupakan kinerja keuangan berupa perbandingan antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah pemerintah berupaya melakukan perbaikan terhadap formulasi DAU dengan tujuan untuk lebih memenuhi rasa keadilan, pemerataan serta merangsang kapasitas dan potensi Pendapatan Asli Daerah. Dalam era otonomi, PAD idealnya menjadi komponen utama pembiayaan daerah. Transfer pemerintah pusat diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan daerah untuk menggali berbagai potensi lokal yang dimiliki untuk peningkatan PAD. Hasil penelitian Adi (2007) menunjukkan fakta empirik yang menarik, yaitu selama era otonomi PAD mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding dengan periode sebelum otonomi, namun demikian kontribusi PAD terhadap pembiayaan daerah justru mengalami penurunan yang berarti. Temuan ini memberikan indikasi penting adanya peningkatan pembiayaan daerah yang sangat tinggi. Peningkatan PAD yang tinggi, diimbangi pemerintah dengan melakukan alokasi belanja yang lebih tinggi, sehingga pada gilirannya pemerintah daerah bisa memperoleh transfer pemerintah pusat yang semakin tinggi.

Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu PAD. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan. Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu PAD.

Menurut UU No.33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain. Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan Transfer yang diberikan kepada pemerintah daerah memiliki kaitan yang erat dengan pertumbuhan perekonomian. Transfer dapat meningkatkan belanja daerah yang kemudian akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian.

Holtz-Eakin et al (1994) dalam Adi (2006) menyatakan ada keterkaitan yang sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja modal. Maimunah (2006) juga membuktikan bahwa besarnya nilai DAU berpengaruh secara positif terhadap belanja daerah. Selain itu penelitian yang dilakukan Adi (2006) membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah memberikan dampak yang positif terhadap PAD. Hal ini membuktikan bahwa PAD dan transfer pemerintah dalam bentuk DAU memiliki peran yang penting di dalam perekonomian suatu daerah.

Dalam APBD belanja daerah terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja rutin merupakan belanja yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah sehari-hari, seperti belanja pegawai, belanja operasional dan pemeliharaan, serta belanja perjalanan dinas. Sedangkan belanja pembangunan digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik.

Variabel Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera, dengan demikian hipotesis yang dukemukan dimuka diterima. Gambaran ini mengemukakan bahwa belanja modal dan PAD dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmansyah (2004) Bahwa pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin memberikan pengaruh positif dan signifikan secara ststistik terhadap pertumbuhan ekonomi. Brata (2004) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dengan pertumbuhan ekonomi di daerah, penelitian Adi (2006) Belanja Pembangunan/modal mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi, Simanjuntak (2007) PAD dan Dau berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu dan penelitian Saragih (2006) menyatakan Bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun.

BAB VI

Dokumen terkait