PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
(STUDI PADA KABUPATEN DAN KOTA
DI SUMATERA UTARA)
TESIS
Oleh B A T I 077017032/Akt
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
(STUDI PADA KABUPATEN DAN KOTA
DI SUMATERA UTARA)
TESIS
Diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh B A T I 077017032/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI (STUDI PADA KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA UTARA)
Nama Mahasiswa : B a t i Nomor Pokok : 077017032 Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Drs. Rasdianto, MA, Ak) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Rasdianto, MA, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si,Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul :
“Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi” (Studi pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara).
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 08 April 2009
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui adanya pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Populasi penelitian ini adalah 26 (dua puluh enam) Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera utara dengan jumlah sampel 17 (tujuh belas) dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Variabel dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel independen dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan dan parsial Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Belanja Modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi. Dengan demikian bagi pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk kegiatan terhadap stimulus Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera Utara.
ABSTRACT
This research is aimed to know the Influences of Capital Expenditure and Regional Own Revenue to the Economic Growth in North Sumatera Regencies/Towns.
The population of this research consists of 26 regencies/towns in North Sumatera by involving 17 samples from the year of 2004 up to 2007. This research uses two variables such as : Capital Expenditure and Regional Own Revenue used as independent variable where as The Economic Growth used as dependent variable. Hypothetic test is carried out by using multiple linear regressing analysis in which the classical assumption done first before the hypothetical test.
The result of this research has proved that The Capital Expenditure and Regional Own Revenue influence the Economic Growth in North Sumatera Regencies/Town. Partially and simultaneously, besides partial Regional Own Revenue significantly influences the Economic Growth but, The Capital Expenditure unsignificantly influence it. Consequently, this research will be hopefully useful for Town/Regency Government to arrange their strategy and policy especially for stimulating the Economic Growth both effectively and efficiently in all of the region of North Sumatera Province.
KATA PENGANTAR
Segala puji yang tidak terhingga kepada Allah SWT atas
kurnia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini
merupakan analisis tentang Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di
Sumatera Utara, dengan periode penelitian 2004-2007 di Sumatera
Utara yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai
aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti
perkuliahan pada Program Magister Akuntansi Universitas Sumatera
Utara Medan.
Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada :
1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Selaku Ketua Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, dan Drs. Rasdianto, MA,Ak selaku pembimbing I
dan II, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian
5. Bapak/Ibu Dosen Penguji, Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Drs.
Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak.
6. Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak, Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si,Ak, yang telah
banyak memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.
7. Bapak/Ibu Dosen mata kuliah metode penelitian, yang telah banyak memberikan
ilmu dan sumbang saran dalam penulisan proposal ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberi pengetahuan pada Penulis
selama Kuliah di Program Studi Akuntansi Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi kejenjang Program S2.
9. Bapak Rektor Universitas Asahan dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Asahan, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada Penulis.
10.Bapak Yayasan Universitas Asahan, yang telah membantu penulis dalam
pembiayaan dalam pendidikan Program S2 Akuntansi di Universitas Sumatera
Utara.
11.Bapak Dirjen Dikti yang telah memberikan Bea siswa kepada penulis melalui
BPPS dalam penyelesaian Pendidikan Program S2 Akuntansi di Universitas
Sumatera Utara.
12.Terkhusus kepada istri dan anak tercinta, yang telah memberikan dorongan dan
motivasi serta kesabaran maupun dukungan, semangat dan doa restu serta
dorongan moril sehingga Penulis dapat menyesaikan Study pada Program Studi
Dengan segala kerendahan hati, Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu
Dosen serta segenap Civitas Akademika Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara maupun rekan-rekan, Semoga segala budi baik yang telah
diberikan kepada Penulis, dapat diterima sebagai Amal Sholeh disisi Allah SWT.
A m i n.
Medan, 13 April 2009
- B A T I -
1. N a m a : B a t i
2. Tempat/tgl lahir : Tanjung Balai, 04 Mei 1960
3. Pekerjaan : Dosen FE-UNA
4. Agama : Islam
5. Orang tua
a. Ayah : M i s n a n
b. Ibu : Siti Ngatimah (almh)
6. Istri : Setiawati
7. Anak : 1. Edra Putri Ayuningtiaz : 2. Nanda Bagus Pratiktio : 3. Gizsya Resha Larastika : 3. Rangga Patra Pratiktio
8. Alamat : Jl. Williem Iskandar Blok. U No. 17 A Kisaran
9. Pendidikan
a. SD Negeri : No. 2 Kecamatan Air Joman Kab. Asahan 1974
b. SMEP Negeri : Kisaran Kab. Assahan 1977
c. SMEA Negeri : Kisaran Kab. Asahan 1982
d. Fakultas : Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Darma
Agung Medan 1993
DAFTAR ISI
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Originalitas ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Tinjauan Teoritis ... 12
2.1.1. Peranan Belanja Modal Dalam Desentralisasi Fiskal ... 12
2.1.2. Arti Pertumbuhan Daerah Bagi Kemandirian Daerah ... 13
2.1.3. Belanja Modal ... 16
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah ... 17
2.1.5. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 19
2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 21
2.1.7. Hubungan Antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah ... 24
2.1.9. Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah dan
Pertumbuhan ekonomi ... 25
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 27
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 31
4.3.2 Sampel Penelitian dan Teknik Sampel ... 37
4.4. Metode Pengumpulan data ... 39
4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40
4.5.1. Belanja Modal ... 40
4.5.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 40
4.5.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 40
4.5.4. Klasifikasi Variabel... 41
4.5.5. Metode Pengukuran Variabel... 41
4.6. Metode Analisis Data dan Uji Asumsi Klasik... 42
4.6.1. Uji Asumsi Klasik ... 42
4.6.1.1. Uji Normalitas ... 42
4.6.1.2. Uji Multikolinearitas... 42
4.6.1.3. Uji Heterokedasitas... 43
4.6.1.4. Uji Autokorelasi ... 43
4.6.2. Pengujian Hipotesis... 44
4.6.2.1. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 45
4.6.2.3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 46
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 47
5.1. Deskripsi Data Penelitian ... 47
5.2. Analisis Data ... 50
5.2.1. Uji Asumsi Klasik ... 50
5.2.1.1. Uji Normalitas Data ... 50
5.2.1.2. Uji Multikolinieritas ... 52
5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas ... 53
5.2.1.4. Uji Autokorelasi ... 54
5.3. Hasil Analisis ... 55
5.4. Model Uji Hipotesis ... 56
5.4.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)... 56
5.4.2. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 57
5.5. Pembahasan ... 59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
6.1. Kesimpulan ... 66
6.2. Keterbatasan Penelitian... 67
6.3. Saran ………... 67
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Review Penelitian Terdahulu... 29
4.1 Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian ………... 38
4.2 Operasionalisasi Variabel ……….. 41
5.1 Daftar Kabupaten/Kota Sampel……… ………. 47
5.2 Statistik Deskriptif……….. 48
5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test.. 51
5.4 Uji Multikolinieritas ……….. 52
5.5 Uji Park………. ……… 53
5.6 Uji Autokorelasi………. 54
5.7 Pengujian Kelayakan Model…………..……… 55
5.8 Hasil Regresi Uji F………. 56
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual……… 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Rekapitusi Data Penelitian Pengaruh Belanja Modal, Pad Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten
/Kota Di Sumatera Utara ... 73
2 Hasil Uji Regresi Berganda... 75
3 Uji Park ... 78
4...Crtitical Valoes Of The T Distribution =05 And 01, TwoTailedTesr
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang
difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa,
yang antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat
nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah, baik Tingkat I
maupun Tingkat II. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan sebagai peningkatan output
masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi.
(Scumpeter, 1961 dalam Budiono 1992:48) menyatakan bahwa Pertumbuhan
ekonomi menurutnya adalah suatu sumber kenaikan output.
Salah satu komponen yang mempengaruhi kenaikan output tersebut adalah
pengeluaran pemerintah. (Syafrizal, 1997:27-38 dalam Adi 2006) menyatakan bahwa
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu
dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh
propinsi (daerah) yang bersangkutan, mengingat potensi masing-masing daerah
bervariasi maka sebaiknya masing-masing daerah harus menentukan kegiatan sektor
Peran pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi mulai di
pandang sebagai suatu hal yang penting ketika mekanisme pasar sebagai motor
pergerakan mengalami kegagalan. Mangkoesoebroto (1999:2) menyatakan dalam
perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan
besar, yaitu; 1) peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam alokasi
sumber-sumber ekonomi; 2) peranan distribusi, dan; 3) peranan stabilisasi. Pada kebanyakan
negara berkembang pelaksanaan 3 peran pemerintah ini banyak menghadapi kendala
dan permasalahan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi, terutama apabila
dihadapkan pada masalah pembangunan daerah. Salah satu indikator dari
pertumbuhan ekonomi regional tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB).
Dalam rangka mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang
kondusif salah satu komponen yang diandalkan dan merupakan variabel yang
signifikan adalah Belanja Modal. Keberadaan Anggaran Belanja Modal yang
bersumber dari bantuan pusat dan Pendapatan Asli Daerah, apabila dibandingkan
dengan investasi swasta nilainya relatif kecil meskipun demikian dana tersebut
mempunyai peranan strategis, karena sasaran penggunaannya untuk membiayai
pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran
Menyadari keterbatasan anggaran yang bersumber dari dana pemerintah guna
memacu peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka selain
ekstensifikasi upaya pengajuan program kepada pemerintah pusat yang lebih penting
lagi adalah intensifikasi dan ekstesifikasi penggalian potensi dana yang bersumber
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Konsep otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab sebagaimana
yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah telah membentuk sistem baru bagi pemerintahan di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah lebih
mengerti dan mengetahui kebutuhan masyarakat di daerahnya. Otonomi daerah
membuka peluang, tantangan dan kendala terutama kepada daerah kabupaten dan
kota untuk lebih leluasa mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing sesuai
dengan aspirasi masyarakat. Salah satu peluang, tantangan dan kendala yang dihadapi
daerah adalah masalah kesiapan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan daerah
menyelenggarakan urusan rumah tangga secara mandiri.
Untuk itulah maka pemerintah daerah harus memanfaatkan peluang yang ada
ataupun menggali potensi-potensi baru dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebagai suatu wujud nyata otonomi. Pengembangan dan penggalian
potensi PAD sebenarnya sudah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak,
mengingat PAD sangat mendukung terwujudnya pelaksanaan otonomi yang utuh,
peningkatan PAD akan membawa kearah kemajuan perekonomian daerah yang akan
berdampak pada peningkatan pembangunan di daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan
daerah yang dominan, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Berdasarkan
alur pikir teori keuangan daerah, penerimaan pajak pada umumnya digunakan untuk
membiayai jasa layanan yang bersifat murni publik (publik goods), sedangkan
penerimaan retribusi umumnya digunakan untuk membiayai jasa pelayanan yang
bersifat semi publik (semi public goods) di mana komponen manfaat individunya
relatif lebih besar.
Menurut Harits (1995:81 dalam Adi 2006) bahwa dalam mengoptimalkan
PADS tingkat II, sektor retribusi daerah merupakan sektor yang sangat besar untuk
digali dan diperluas pengelolaanya karena retribusi daerah dipungut atas balas jasa
yang disediakan pemerintah daerah. Di samping itu pelaksanaan pemungutan
retribusi daerah dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, selama pemerintah daerah dapat menyediakan jasa untuk
mengadakan pemungutan.
Demikian pula halnya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
yang telah berupaya terus menerus meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan
berbagai cara seperti memperluas cakupan pungutan pajak dan retribusi kota, efisiensi
Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring
dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif
diberlakukan per Januari Tahun 2001 (UU ini dalam perkembangannya diperbaharui
dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004).
Diberlakukannya undang-undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk
menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka
mewujudkan kemandirian daerah.
Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi
dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai
sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber PAD. Tuntutan untuk
mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah - daerah
yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan
kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi
pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang
lebih besar untuk pembagunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.
Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri
mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dengan
terpenuhinya fasilitas publik maka masyarakat merasa nyaman dan dapat
menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan
investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada
gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan
yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002).
Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan
pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan dan
salah satu komponendana ini yang memberikankontribusi terbesar adalah Dana
Alokasi Umum (2005). Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap
penerimaan daerah msih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang
lain termasuk PAD (Adi, 2006) hal menunjukkan masih tingginya ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah usat ini. Namun demikian,
dalam jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil.
Berbagai investasi yang dilakukan pemerintah daerah diharapkan memberikan
hasil positif yang tercermin dalam peningkatan PAD. Tingkat pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti
apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Terdapat dua
komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi regional (Brata, 2004). Kedua komponen tersebut adalah PAD
dan Bagian Sumbangan & Bantuan. Namun demikian, penelitian Brata (2004) belum
mencakup periode setelah otonomi daerah sehingga hubungan PAD dan Pertumbuhan
ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika daerah terlalu ofensif dalam
dengan mengunakan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB/PDRB), namun
demikian indikator ini dianggap tidak selalu tepat dikarenakan tidak mencerminkan
makna pertumbuhan yang sebenarnya. Indikator lain, yaitu pendapatan per kapita
dapat digunakan untuk mengukur Pertumbuhan ekonomi ini (Kuncoro,2004;
Gaspersz dan Feonay, 2003).
Pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memperlihatkan trend yang
meningkat dari tahun ke tahun. Melihat pertumbuhan ekonomi sebagaimana
tergambar dalam PDRB Propinsi Sumatera Utara periode 2005-2007 mengalami
perkembangan yang berfluktuasi dan cenderung mengalami kenaikan dari tahun
ketahun tahun 2005 sebesar 5,48%, tahun 2006 sebesar 6,20% dan tahun 2007
sebesar 6,90% dan cederung mngalami kenaikan. Angka rata-rata pertumbuhan
6,19% selama periode 2005-2007 merupakan angka pertumbuhan ekonomi yang
menggembirakan. Angka 6,19 termasuk rendah apabila dibandingkan dengan angka
pertumbuhan ekonomi di wilayah lain utamanya di wilayah Jawa. Sumatera Utara
merupakan propinsi yang PDRB terbesar ketujuh yaitu 181,82 trilyun atau 5,16 %
dari 33 propinsi di Indonesia.(BPS, 2008)
Indikator PDRB lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi
dibandingkan indikator yang lain seperti jumlah ekspor ataupun tingkat inflasi
dikarenakan PDRB lebih menekankan pada kemampuan negara/daerah untuk
meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.
Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi
Dari uraian dan data di atas tercermin suatu kondisi yang menggambarkan
adanya indikasi perkembangan alokasi anggaran belanja yang cukup tinggi yang
diiringi oleh pertumbuhan ekonomi/perkembangan PDRB yang sepadan, dengan kata
lain optimisme pemerintah daerah melalui kebijakan fiskal khususnya upaya
peningkatan pengalokasian anggaran belanja modal yang selanjutnya untuk
mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Belanja modal di Propinsi
Sumatera Utara dari tahun 2004 – 2005 cenderung meningkat, tahun 2004 sebesar
321,68 milyar, tahun 2005 sebesar 3,46,21 milyar, dan tahun 2006 sebesar 754,80
miliyar. Peningkatan ini dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin naik.
Penggunaan variabel Belanja Modal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi dengan alasan Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah
digunakan untuk pembangunan meliputi pembangunan sektor pendidikan, kesehatan,
transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.
Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan
efektivitas di berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi
dan pada gilirannya akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Dengan diberlakukannya system desentralisasi fiskal Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2004-2006 cenderung meningkat tahun
2004 sebesar 1.143,1 miliyar, tahun 2005 sebesar 1.361,8 miliyar, dan tahun 2006
sebesar 1502,6 milyar (BPS Sumut), kenaikan ini menunjukkan pemkab/pemko di
walaupun masih ada dibeberapa pemkab/pemko yang belum mampu menaikan
PADnya.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan merangsang pemerintah
daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya
pendapatan per Kapita.
Berdasarkan fenomena diatas, penelitian ini akan mencoba menganalisis
“Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Daerah”, dengan melihat besaran koefisien detirminasinya sehingga dapat
diukur seberapa besar variabel Anggaran Belanja Modal dan PAD mampu
memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB atau pertumbuhan ekonomi
daerah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang melatar belakangi penelitian ini, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
“Apakah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh
secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui adanya
pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
a. Sebagai bahan masukan bagi peneliti mengenai pengaruh Belanja Modal dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
b. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
c. Sebagai bahan masukan bagi peneliti sejenis, yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut dampak dari kebijakan desentralisasi terhadap peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan stimulus pertumbuhan Ekonomi Daerah.
1.5. Originalitas
Penelitian ini replikasi dari penelitian terdahulu yakni penelitian Adi, yang
dilakukan di Kabupaten dan Kota se Jawa dan Bali pada tahun 2006 yang berjudul
“Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan
Pendapatan Asli Daerah”. Penelitian tersebut menggunakan alat Uji Path Analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai
mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan
ekonomi. Beda dari penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian dimana penelitian ini
dilakukan di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara dan menggunakan alat uji yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian ini menggunakan alat
uji Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis).
Hipotesis yang dikembangkan adalah:
1. Adanya pengaruh PAD, terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
2. Adanya pengaruh secara bersama-sama (simultan) Belanja Modal dan PAD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Peranan Belanja Modal Dalam Desentralisasi Fiskal
Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung dengan upaya pemda
meningkatkan kualitas layanan publik. Ekploitasi PAD yang berlebihan justru akan
semakin membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam
perekonomian secara makro (Mardiasmo, 2002). Tidak efektifnya berbagai perda
baru (terkait dengan retribusi dan pajak) selama tahun 2001 bisa jadi menunjukkan
tidak adanya relasi positif antara berbagai pungutan baru itu dengan kesungguhan
pemda dalam meningkatkan mutu layanan publik (Lewis, 2003). Wurzel (1999)
menegaskan meskipun mempunyai kewenangan untuk menarik pajak dan retribusi
(charge), kewenangan ini perlu dipertimbangkan untung-ruginya (cost and benefit),
misal dalam penentuan tarif layanan publik. Keengganan masyarakat untuk
membayar pajak ataupun retribusi bisa jadi disebabkan kualitas layanan publik yang
memprihatinkan. Akibatnya produk yang seharusnya bisa dijual justru direspon
negatif (Mardiasmo, 2002).
Berbagai belanja yang dialokasi pemerintah, hendaknya memberikan
manfaat langsung bagi masyarakat. Untuk itu, untuk kepentingan jangka pendek,
pungutan yang bersifat retribusi lebih relevan dibanding pajak. Alasan yang
Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan
publik tidak mengalami peningkatan (Mardiasmo 2002). Dari 803 perda penerimaan
daerah, 90,3% merupakan retribusi (Lewis, 2003). Namun, banyaknya perda ini tidak
memberikan tambahan pendapatan daerah yang signifikan. Hal ini menunjukkan
indikasi adanya tingkat layanan publik yang masih rendah.
Pergeseran komposisi belanja ini, juga digunakan untuk pembangunan
fasilitas modal yang dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang
dilakukan Wong (2004) menunjukkan pembangunan sektor industri tertentu (dalam
hal ini sektor jasa dan retail) memberikan kontribusi positif terhadap kenaikan pajak.
Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan
investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka
menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada
infrastruktur dengan tingkat desentralisasi. Strategi alokasi anggaran pembangunan
ini pada gilirannya mampu mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi
nasional, sekaligus menjadi alat untuk mengurangi disparitas regional (Madjidi,
1997).
2.1.2. Arti Pertumbuhan Daerah Bagi Kemandirian Daerah
Salah satu tujuan utama desentralisasi fiskal adalah menciptakan
kemandirian daerah. Dalam perspektif ini, pemerintah daerah (pemda) diharapkan
mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan
tahun ke tahun harus semakin dibatasi. Oates (1995) memberikan alasan yang cukup
rasional mengapa pemda harus mengurangi ketergantungan ini :
1. Transfer pusat biasanya disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga
otonomi relatif bersifat kompromis, terlebih bila dana transfer merupakan
sumber dominan penerimaan lokal.
2. Ketergantungan pada transfer justru mengurangi kreatifitas lokal untuk
mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien.
Pendapatan Asli Daerah idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal.
Sumber pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung diluar kontrol (kewenangan)
pemerintah daerah (Sidik, 2002; Bappenas 2003). Data menunjukkan bahwa
kontribusi PAD meningkat dari 6,59 % pada tahun 2001 menjadi 7,33 % pada tahun
2002 (Badan Pusat Statistik, 2004), dengan sumber utama penerimaan dari pajak
daerah dan retribusi. Namun demikian, kontribusi PAD ini masih sangat kecil bila
dibandingkan dengan transfer pusat (DAU dan DAK) yang mencapai 79,14 %.
Lewis (2003) menemukan terjadi kenaikan penerimaan yang cukup
signifikan terkait dengan penerimaan pemda, yaitu sebesar 56 % untuk pemerintah
propinsi dan 103 % untuk pemerintah kabupaten dan kota. Dari kenaikan tersebut,
PAD memberikan kontribusi pada masing-masing pemda sebesar 76 % dan 46 %.
Gambaran ini menunjukkan belum optimalnya pemda (khususnya Kabupaten dan
Peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi
(Saragih, 2003). Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai
kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. Dari perspektif ini seharusnya pemda
lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait
dengan pajak ataupun retribusi.
Sektor-sektor industri, khususnya jasa, perlu dioptimalisasi. Pajak dan
retribusi (sebagai komponen terbesar PAD) sangat terkait dengan kegiatan sektor
industri. Pajak dan retribusi sebenarnya merupakan ekses/nilai tambah dari lebih
optimalnya sektor imdustri ini (Kadjatmiko dan Mahi dalam Sidik, 2002). Dengan
kata lain pertumbuhan domestik dari sektor ini dapat digunakan untuk mengestimasi
besarnya PAD (pajak dan restribusi) yang akan diterima.
Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan PDRB. Analisis
elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas (2003) pada
pemerintah propinsi menunjukkan ada 12 propinsi (41,37 %) yang mempunyai nilai
elastisitas ≥ 1 (lebih dari satu). Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan
PDRB akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perubahan
PAD. Sedangkan propinsi yang lain perubahan PDRB-nya tidak cukup
mempengaruhi perubahan PAD. Patut diduga adanya kenaikan nilai tambah PDRB
Dalam era desentralisasi fiskal hal semacam ini wajar terjadi, mengingat
adanya kompetisi antar pemerintah dalam memfasilitasi berbagai sektor guna
memacu pertumbuhan ekonomi lokal. Sebagai contoh adalah dibukanya peluang
berinvestasi dengan berbagai kemudahan. Tingginya aktivitas investasi ini akan
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya memberikan pemasukan yang
signifikan bagi pemerintah daerah setempat (Lin dan Liu, 2000; Saragih, 2003;
Bappenas, 2003).
2.1.3. Belanja Modal
Menurut Halim (2004a:73), belanja modal merupakan belanja yang
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang
menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam penegalokasiannya. Pemerolehan
aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada
masa yang akan datang.
Belanja Modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah
daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan,
transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.
Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan
efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin
Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang
masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh
fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena
fasilitas yang diberikan oleh daerah. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat
dan investor yang berada di daerah akan berdampak pada peningkatan Pendapatan
Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah yang semakin tinggi akan merangsang
pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik
sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan
meningkatnya pendapatan per Kapita.
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah
Sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu
daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyatanya
kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sangat kecil, maka dapat dipastikan
bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Kecilnya kontribusi PAD
kebutuhan pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD merupakan bukti
kekurang mampuan daerah dalam mengelolah sumber daya perekonomiannya
terutama sumber-sumber pendapatan daerah.
Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah." Menurut
Halim dan Nasir (2006:44), "Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004
menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri :
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah,
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 1, “Pendapatan Asli
Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan
sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal
dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah
untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Mardiasmo (2002:132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang sah”. Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah
a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi dan,
b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan
import/ekspor.
2.1.5. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Abdul Halim (2007:96) kelompok Pendapatan Asli Daerah
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :
a. Pajak Daerah.
Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/
kota terdiri dari :
1) Pajak hotel
2) Pajak restoran
3) Pajak hiburan
4) Pajak reklame
5) Pajak penerangan jalan
6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7) Pajak Parkir
b. Retribusi Daerah.
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.
Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis Pendapatan retribusi untuk
c. Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup :
1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.
3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
d. Lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik
Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah
selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan
berikut :
1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2) Jasa giro.
3) Pendapatan bunga.
4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8) Pendapatan denda pajak.
9) Pendapatan denda retribusi.
10)Pendapatan eksekusi atas jaminan.
11)Pendapatan dari pengembalian.
12)Fasilitas sosial dan umum.
13)Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
14)Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan
produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara
pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup
perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi)
sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola
distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi,
perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara
Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok
dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan
adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya
menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan
pelayanan kesehatan (Djojohakusumo,1994).
Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pembangun-an
ekonomi. Menurut Todaro (1998) dalam kepustakaan pembangunan ekonomi pasca
Perang Dunia II terdapat lima pendekatan utama dalam aliran pemikiran tentang
teori-teori pembangunan, yaitu model pertumbuhan bertahap linier, model
pembangunan struktural, model ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar
bebas neoklasik dan model pertumbuhan endogen.
Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa
proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang
berurutan, dan juga menyoroti pembangunan sebagai perpaduan dari tabungan,
penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah
tahapan tinggal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi
tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar. Model yang
berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan ketergantungan
internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada perbedaan secara
Model pertumbuhan yang berkembang pada tahapan berikutnya adalah
model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan Solow menjadi pilarnya.
Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga faktor: kenaikan
kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan
perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta
penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari
hal-hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan teknologi yang bersifat
independen (Todaro,1998).
Kelemahan yang terdapat pada teori neo klasik adalah bahwa pengaruh
teknologi tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh faktor-faktor ekonomi,
mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan
endogen. Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum
neoklasik, namun berkebalikan dengan pendapat kaum neo klasik, model
pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara
aktif dalam pengelolaan perekonomian.
Blakely (1994) juga mengemukakan akan pentingnya peran pemerintah,
dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi pembangunan daerah.
Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga kerja, investasi modal,
kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri, teknologi, pasar
ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran
2.1.7. Hubungan Antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah
Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada
pertumbuh ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat
dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan
berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat dan dengan
adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di
daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada
periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan
bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah. (Abimanyu, 2005)
2.1.8. Hubungan antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh
positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor
publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi
pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana
penunjang lainnya. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat
pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan peningkatan PDB/PDBR.
Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup
semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih &
Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh
pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah.
Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk
di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk
akan berdampak pada meningkatnya pandapatan masyarakat.
Jika PEMDA menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih besar dari
pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaratn daerah mi akan mendongkrak
pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitiannya Lin dan Liu
(2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal
guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh
Adi (2006) membuktikan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur
penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifltas penduduk. Pada
gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang
tercermin dalam pendapatan per kapita.
2.1.9. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi
Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah.
Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal,
khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki
tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki
tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan
PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka
dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian
daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk
lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006).
Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih,
2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalanii
pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD.
Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD
terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan
produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan
peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi
juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat
lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya
Hanum (2004) meneliti diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di Nanggroe Aceh Darussalam menemukan bahwa pengeluaran Pemerintah
pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Propinsi NAD.
Rahmansyah (2004) yang menganalisa Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan menggunakan sample pada
beberapa Propinsi di Indonesia menemukan bahwa pengeluaran pemerintah berupa
pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin memberikan pengaruh positif
dan signifikan secara ststistik terhadap pertumbuhan ekonomi di 11 Propinsi. Metode
yang digunakan Ordinary Least Square (OLS) dan General Least Square ( GLS).
Data yang digunakan adalah data time series selama kurun waktu tahun 1975-2001.
Variabel indevenden pada penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah daerah
berupa pengeluaran pembangunan.
Adi (2006) yang meneliti hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah,
Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), data yang digunakan
adalah realisasi APBD pemerintah kabupaten dan kota sejawa-bali tahun 1998 –
2003. Metode yang digunakan analisis deskriptif dan analilisis jalur. Hasil penelitin
adalah pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap
peningkatan PAD dan Belanja Pembangunan mempunyai dampak yang positif dan
Simanjuntak (2007) meneliti Analisa Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu, metode yang digunakan analisis deskriptif
dengan menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu. Pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun
berjalan di Kabupaten Labuhan Batu. Saragih (2006) menganalisis poengaruh
keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi Pemerintah
Kabupaten Simalungun selama periode 1986-2005. Metode yang digunakan analisis
OLS. Variabel dependen yang digunakan PDRB berdasarkan harga berlaku
sedangkan variable independen yaitu PAD, DBH, dan DAU. Kesimpulan yang
diperoleh bahwa PAD berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Simalungun, serta DAU berpengaruh positip dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun.
Dengan demikian penelitian terdahulu dapat dirangkum dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Yang
Digunakan Hasil Penelitian
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang penelitian, tinjauan pustaka dan
pengembangan hipotesis, dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
BELANJA MODAL (X1)
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
(X2)
PERTUMBUHAN EKONOMI
(Y)
Gambar : 3.1 Gambar Kerangka Konsptual
Pengalokasian anggaran belanja modal yang tinggi dapat memacu
pertumbuhan ekonomi/perkembangan PDRB yang sepadan melalui kebijakan fiskal
yang selanjutnya terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Belanja Modal
yang dilakukan oleh pemerintah daerah digunakan untuk pembangunan meliputi
pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga
menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik
produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya akan
terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah total realisasi penerimaan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain dari penerimaan PAD yang sah. Pendapatan
Asli Daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan
ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per
Kapita.
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dari suatu tahun ketahun
berikutnya yang dinyatakan dalam persentase. Jika terjadi perubahan positif
(kenaikan) berarti terdapat pertumbuhan ekonomi yakni tingkat pertambahan
penduduk masih dibawah tingkat pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya jika
pertambahan pertumbuhan ekonomi dibawah pertambahan penduduk berarti
pertumbuhan ekonomi menurun.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab. VIII Pasal 179
dinyatakan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa
1 (satu) tahun anggaran terhitung dari 1 Januari s/d 31 Desember. Sumber
pendapatan/penerimaan APBD ini berasal dari Penadapatan Asli Daerah (PAD),
Dana perimbangan dari Pusat, Pinjaman Daerah dan lain-lain yang bersumber dari
yang bersumber dari pajak daerah, hasil restribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Hal ini
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam melaksanakan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi daerah.
Kemampuan keuangan dan anggaran daerah pada dasarnya adalah
kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan pendapatan asli
daerahnya. Disini akan lebih mengarah pada aspek kemandirian daerah dalam bidang
keuangan yang biasanya diukur dengan desentralisasi fiscal atau otonomi fiscal
daerah, yang dapat diketahui melalui perhitungan kontribusi PAD terhadap total
APBD.
Dana dari penerimaan APBD ini digunakan untuk belanja daerah, yakni
untuk Belanja Modal/Pembangunan, belanja rutin dan belanja lainnya yang
dibenarkjan dalam undang-undang. Belanja Modal/Pembangunan seperti
Pembangunan infrastruktur, belanja investasi baik belanja langsung maupun belanja
tidak langsung, dilakukan secara maksimal untuk menopang laju pertumbuhan
ekonomi daerah. Menentukan skala prioritas belanja pembanguan daerah sangatlah
penting, agar pengeluaran/belanja modal ini dapat benar-benar
menumbuhkan/mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi daerah agar kemandirian
3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah Belanja Modal
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut
Umar (2003: 30) penelitian asosiatif kausal adalah "penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana
suatu variabel mempengaruhi variabel lain". Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka. Data ini
merupakan data sekunder yaitu data yang informasinya diperoleh secara tidak
langsung dari Internet dalam situs www.djpkpd.go.id dan dari Badan Pusat Statistik
Sumatera Utara www.bps.go.id/sumut. Pada penelitian ini data sekunder didapat
dalam bentuk dokumentasi yaitu data yang diterbitkan oleh pihak-pihak berkompeten
yang rutin di anggarkan setiap tahunnya dalam bentuk APBD. Data penelitian yang
penulis gunakan dalam penelitian adalah berupa data sekunder dan bersifat
kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan
struktur teori untuk membangun satu atau lebih hipotesis yang membutuhkan
pengujian secara kuantitatif dan statistik. Jenis penelitian ini adalah penelitian uji
hipotesis yang mengambil sampel dari satu populasi dan menetapkan kreteria sesuai
3(tiga) tahun pada 17 Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu data realisasi
APBD dari tahun 2003 s/d 2006 dan data pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 s/d
2007.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di Propinsi Sumatera Utara dengan mengambil sampel
pada 17 Kabupaten yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, Kabupaten
Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat,
Kabupaten Humbang Hasudutan, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, Kota Pematang
Siantar, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, Kota Binjai dan Kota Padang Sidempuan.
Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan dengan memusatkan pembahasan
mengenai pengaruh balanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah di Propinsi Sumatera Utara yang diproxi dari PDRB. Untuk melihat
produktivitas ekonomi (dengan mengabaikan inflasi), maka digunakan PDRB atas
Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000.
Waktu penelitian direncanakan pada awal bulan Nopember 2008 dan akan
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 26 (dua puluh enam) Pemerintah
Daerah/Kota di Sumatera Utara dengan menggunakan data pooling selama 3 (tiga)
tahun dari realisasi Belanja Modal dan PAD dari tahun 2004 s/d 2006 dan data
pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 s/d 2007 yang dihubungkan pada tahun
berikutnya. Berdasarkan metode purposive sampling maka terpilih 17 (tujuh belas)
Pemerintah Daerah/Kota di Sumatera Utara.
Objek yang diteliti adalah pengaruh belanja modal dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) setelah otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Unit
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Unit Analisis Organisasional,
dimana focus utama adalah data organisasi pemerintahan sumatera utara mengenai
belanja modal, PAD dan pertumbuhan ekonomi daerah dari 17 Kabupaten.
4.3.2. Sampel Penelitian dan Teknik Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiono,2004:73). Jumlah sampel yang peneliti pakai adalah
sebanyak 17 (tujuh belas) pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Metode pengambilan
sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan
Adapun Pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan
sampel adalah sebagai berikut :
1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
APBD dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id).
2. Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
APBDnya selama periode 2004-2006.
3. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang laporan APBDnya telah
memakai format Kepmendagri 29/2002. Daftar Kabupaten dan Kota yang
menjadi sampel dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian
18 Serdang Bedagai √ -
19 Batu Bara √ -
20 Sibolga √ √
21 Tanjung Balai √ √
22 Pematang Siantar √ √
23 Tebing Tinggi √ √
24 M e d a n √ √
25 Binjai √ √
26 Padang Sidempuan √ √
Lanjutan Tabel 4.1
Sumber : www.bps.go.id/sumut dan www.djpk.depkeu.go.id
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan
adalah :
1. Teknik Dokumentasi yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang
berhubungan dengan pokok bahasan.
2. Studi kepustakaan merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan cara
membaca buku-buku atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas dalam penulisan (Keraf, 2006:165). Metode ini digunakan
untuk mendapatkan landasan teori dari sumber-sumber atau bahan pustaka serta
situs penyedia data keuangan daerah yang diperlukan dari situs internet
(www.djpk.depkeu.go.id).
Prosedur pengambilan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
pooling berupa realisasi belanja modal, realisasi penerimaan PAD dan pertumbuhan
ekonomi selama 3 Tahun dari 17 Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara. Melalui
pengamatan, data diperoleh dari realisasai laporan APBD setiap Kabupaten/Kota di
4.5. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel 4.5.1. Belanja Modal
Belanja Modal adalah Jumlah realisasi seluruh belanja pembangunan seperti
infrastruktur, investasi baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung. Belanja
modal ini meliputi belanja tanah, belanja gedung dan bangunan, belanja peralatan dan
mesin, belanja jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja asset tetap lainnya. Skala
pengukuran yang digunakan adalah rasio.
4.5.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah total realisasi penerimaan daerah
yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengeloaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain dari penerimaan PAD yang sah. Skala
pengukuran yang digunakan adalan rasio.
4.5.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah Sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun
tertentu, apabila dibanding dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut selalu
dinyatakan dalam bentuk persentase, perubahan pendapatan daerah pada suatu tahun
4.5.4. Klasifikasi Variabel
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Belanja Modal (X ) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD)/X . Sedangkan sebagai variabel dependen adalah
Pertumbuhan Ekonomi daerah (Y).
4.5.5. Motode Pengukuran Variabel
Adapun pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Operasionalisasi Variabel
sebelumnya.
4.6. Metode Analisis Data dan Uji Asumsi Klasik
Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda
dengan bantuan Software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi
berganda dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut
memenuhi asumsi klasik atau tidak.
4.6.1. Uji Asumsi Klasik
4.6.1.1. Uji normalitas
Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005:111) adalah ingin mengetahui
apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Tujuan uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan analisis
grafik dan uji statistik. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov
Smirnov, distribusi data dikatakan normal jika signifikansi > 0,05.
4.6.1.2. multikolinearitas
Menurut Ghozali (2005:111) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan dengan adanya korelasi diantara variabel
independen. Suatu model regresi yang baik tidak ditemukannya hubungan atau
menggunakan metode Variance Inflation Factor (VIF). Metode ini menjelaskan
hubungan variabel independen yang mana yang menjelaskan variabel independen
yang lain. Nilai cut off yang dipakai untuk menunjukan adanya multikolinearitas
adalah VIF>10.
4.6.1.3. Uji heterokedasitas
Heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Secara
statistik Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan Uji Park yaitu dengan melakukan transformasi logaritma terhadap residual (Ghozali, 2005 : 107).
4.6.1.4. Uji autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan ada
periode t-1 atau sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual atau
kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini
sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada
individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok
yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang
Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan dengan Uji Durbin
Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan untuk
autokorelasi tingkat pertama (first order autokorelasi) dan mensyaratkan adanya
intercept (konstanta) dalam model regresi. Menurut Santoso (2002) pengambilan
keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :
1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
3) Angka D-W di atas + berarti ada autokorelasi negatif.
4.6.2. Pengujian Hipotesis
Setelah Uji Asumsi Klasik, penulis menganalisis data dengan metode analisis
regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Model bentuk regresi linier
berganda (Multiple Regression Analysis) dengan metode Ordinary Least Square
(OLS) sebagai berikut :
Y = + 1X1 + 2X2 +
Keterangan :
Y = Pertumbuhan Ekonomi daerah
= Konstanta
= Koefisien dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X = Belanja Modal
X = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
= Error (kesalahan penggangu/variabel penggangu)
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi berganda karena
subvariabel dalam penelitian ini lebih dari satu. Pengujian ini bertujuan untuk
menguji apakah terdapat pengaruh antara variabel independen yaitu belanja modal,
PAD secara simultan atau parsial terhadap variabel dependen yaitu pertumbuhan
ekonomi daerah.
4.6.2.1. Uji signifikan parsial (Uji – t)
Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikasi individual. Uji ini
menunjukan seberapa jauh pengaruh variabel independen yaitu Belanja modal dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial terhadap variabel dependen yaitu
pertumbuhan ekonomi daerah.
a. Bentuk pengujiannya adalah :
Ho : b1 = 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara parsial tidak
berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Ha : b1 ≠ 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara parsial
berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
b. Kriteria pengambilan keputusan :
Jika probabilitas > 0.05, maka Ho ditolak
4.6.2.2. Uji signifikan simultan (Uji – F)
Uji ini pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model ini mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen.
Bentuk pengujiannya :
Ho : b1=b2= 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan
tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Ha : b1, b2 ≠ 0, artinya Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan
berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Kriteria pengambilan keputusan :
Jika probabilitas < 0.05, maka Ha diterima
Jika probabilitas > 0.05, maka Ha ditolak
4.6.2.3. Koefisien determinasi (R²)
Pengujian koefisien determinan (R²) digunakan untuk mengukur proporsi atau
persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik
turunnya variabel dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan
satu (0 ≤ R² ≤ 1). Hal ini berarti bila R² = 0 menunjukan tidak adanya pengaruh antara
variabel dependen, bila R² semakin besar mendekati 1 menunjukan semakin kuatnya
mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen