S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA
NA
PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh :
ALBEN NURADI PANJAITAN 087017085/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
ALBEN NURADI PANJAITAN 087017085/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : ALBEN NURADI PANJAITAN Nomor Pokok : 087017085
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Dr. Murni Daulay, M.Si ) ( Firman Syarif, SE,M.Si, Ak )
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang,M.SIE)
Telah Diuji pada
Tanggal : 16 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Firman Syarif, SE, M.Si,Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Drs. Rasdianto, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul : “PENGARUH TAX
EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA
KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
benar dan jelas.
Medan, 8 Agustus 2011
ALBEN NURADI PANJAITAN
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh Tax
Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan
ekonomi pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara.
Sampel penelitian ini sebanyak 25 (dua puluh lima) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dari 33 (tiga puluh tiga) populasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dan dipilih dengan metode penarikan sampel metode purposive sampling. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis statistik yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Variabel dalam penelitian ini adalah Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD sebagai variabel independen. Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dengan pengamatan data dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Secara simultan usaha pajak (Tax
Effort), Pertumbuhan Belanja Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial variabel usaha pajak (Tax Effort) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Belanja Modal berpengaruh tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Kata Kunci: Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal, Pertumbuhan PAD dan
ABSTRACT
This purpose of research is to aim know and to analyze the influence of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.
The Sample taken from 25 (twenty five) Regency and City of 33 (thirty three) Regency and City in province of Sumatera Utara with purposive sampling method. The model of analysis used in this research is statistic analysis model i.e. multiple linier regression analysis with OLS method (Ordinary Least Square). The variable of the research are Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue as independent variable. The Economic Growth as dependent variable with series data by the year 2004 up to year 2009.
The result of the research implies that simultaneously of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue influance to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara. Partially, Tax Effort and Local Own Revenue variable influenced significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara, but Capital Expenditure Growth variable influence not significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Segala puji yang tidak terhingga kepada Allah SWT atas kurnia-Nya,
sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan analisis
tentang PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL
DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA.
Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga
penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, SP.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, M.SIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program
Doktor dan Magister Ilmu Ekonomi Akuntansi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, juga sebagai pembanding yang telah banyak
memberi masukan kepada peneliti dalam rangka penyusunan tesis ini.
4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
memberi masukan dan bimbingan kepada peneliti dalam rangka penyusunan
tesis ini.
5. Bapak Firman Syarif, SE, M.Si,Ak selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai selesainya
6. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si,
Ak, juga sebagai dosen pembanding yang telah memberikan masukan dalam
rangka penulisan tesis ini.
7. Ibunda SORIAJI BUTAR BUTAR dan Istriku HASNI NASUTION, Spd
tercinta serta anak-anakku tersayang yang telah banyak membantu dan
memotivasi penulis menyelesaikan studi ini
8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa pasca sarjana USU Peogram studi Akuntansi
stambuk 2008 yang telah membantu dan memberi masukan dalam rangka
penulisan tesis ini
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan keilmuan serta
bermanfaat bagi masyarakat.
Medan, 8 Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : Alben Nuradi Panjaitan
2. Tempat/tgl lahir : Binjai, 04 Desember 1967
3. Pekerjaan : Dosen Yayasan STIE Nusa Bangsa Medan
4. Agama : Islam
5. Orang tua
a. Ayah : Salam Panajaitan (Alm)
b. Ibu : Sori Haji Butar-Butar
6. Istri : Hasni Nasution, Spd
7. Anak : 1. Fatimah Yani Panjaitan
2. Aldi Akbari Panjaitan
8. Alamat : JL.Sempurna No. 12 Medan Krio Kec.Sunggal
Kab. Deli Serdang
9. Pendidikan
a. SD : SD Negeri Pekan Kamis, Tamat 1981
b. SMP : SMP Negeri Dolok Masihul, Tamat 1984
c. SLTA : SMEA Negeri Tebing Tinggi, Tamat 1987
d. Pendidikan Tinggi S1 : STIE Nusa Bangsa Medan , Tamat 1993
e. Pendidikan Tinggi S2 : Sekolah Pascasarjana Magister Akuntansi Ilmu
DAFTAR ISI
Halaman
ABTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATAPENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang………... 1
1.2. Perumusan Masalah……….….. 5
1.3. Tujuan Penelitian………... 5
1.4. Manfaat Penelitian………. 6
1.5. Originalitas Penelitian………... 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS ………. 8
2.1. Tinjauan Literatur……….... 8
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah……… 8
2.1.2. Tax Effort……… 10
2.1.3. Belanja Modal ……… 12
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah ………. 14
2.1.5. Pengaruh Tax Effort terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 15
2.1.6. Pengaruh Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi………..………. 17
2.1.7. Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi……..…………..………. 19
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu……….. 22
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS……….. 25
3.1. Kerangka Konsep………... 25
3.2. Hipotesis………... 26
BAB IV METODE PENELITIAN………... 27
4.1. Rancangan Penelitian………. 27
4.2. Populasi dan Sampel……….. 27
4.3. Variabel Penelitian……….……… 29
4.3.1. Klasifikasi Variabel……….……… 29
4.3.2. Defenisi Operasional………... 31
4.5. Model dan Teknis Analisa Data………... 34
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 37
5.1. Deskripsi Data penelitian ………... 37
5.2. Analisis Data ………..….…...…... 40
5.2.1. Uji Asumsi Klasik ………. 40
5.2.1.1. Uji Normalitas ……… 40
5.2.1.2. Uji Multikolinieritas ………... 45
5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas ………....…... 47
5.2.1.4. Uji Autokorelasi ………...…. 49
5.3. Hasil Analisis ………... 50
5.4. Model Uji Hipotesis………....……….. 51
5.4.1. Uji Signifikansi Simultan ……….. 51
5.4.2. Uji Signifikansi Parsial ………....………. 53
5.5. Pembahasan ………...……... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 58
6.1. Kesimpulan ... 58
6.2. Keterbatasan Penelitian... 58
6.3. Saran ………... 59
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu………... 24
4.1 Sampel Penelitian ………... 28
4.2 Operasionalisasi Variabel ………... 33
5.2 Statistik Deskriptif ………... 38
5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test .. 43
5.4 Uji Multikolinieritas………... 45
5.5 Uji Glesjer ……..……..…..………... 47
5.6 Uji Autokorelasi ……….………..……... 49
5.7 Pengujian Kelayakan Model………... 51
5.8 Hasil Regresi Uji F………... 52
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
3.1 Model Penelitian... 24
5.1 Grafik Normalitas Sebelum Tranformasi... 41
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Tabulasi Data PDRB……….. 64
2 Tabulasi Data Pajak Daerah………... 65
3 Tabulasi Data Belanja Modal………..…... 66
4 Tabulasi Data Pendapatan Asli Daerah……….. 67
5 Uji Regresi Berganda sebelum transformasi………... 68
6 Tabulasi Data sesudah transformasi………... 73
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh Tax
Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan
ekonomi pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara.
Sampel penelitian ini sebanyak 25 (dua puluh lima) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dari 33 (tiga puluh tiga) populasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dan dipilih dengan metode penarikan sampel metode purposive sampling. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis statistik yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Variabel dalam penelitian ini adalah Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD sebagai variabel independen. Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dengan pengamatan data dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Secara simultan usaha pajak (Tax
Effort), Pertumbuhan Belanja Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial variabel usaha pajak (Tax Effort) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Belanja Modal berpengaruh tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Kata Kunci: Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal, Pertumbuhan PAD dan
ABSTRACT
This purpose of research is to aim know and to analyze the influence of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.
The Sample taken from 25 (twenty five) Regency and City of 33 (thirty three) Regency and City in province of Sumatera Utara with purposive sampling method. The model of analysis used in this research is statistic analysis model i.e. multiple linier regression analysis with OLS method (Ordinary Least Square). The variable of the research are Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue as independent variable. The Economic Growth as dependent variable with series data by the year 2004 up to year 2009.
The result of the research implies that simultaneously of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue influance to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara. Partially, Tax Effort and Local Own Revenue variable influenced significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara, but Capital Expenditure Growth variable influence not significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota, yang terdiri dari
Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tobasa, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Sibolga,
Padang Sidempuan, Karo, Deli Serdang, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli
Selatan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Padang
Lawas, Padang Lawas Utara, Kota Gunung Sitoli, Simalungun, Langkat, Serdang
Bedagai, Dairi, Asahan, Humbahas, Batubara, Angkola Sipirok, Tapanuli Tengah,
Mandaling Natal, Pakphak Bharat, Nias, Nias Utara dan Nias Selatan.
Masing-masing kabupaten/ kota ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan
namun disamping itu tergambar pula keterbatasan kemampuan untuk mengelola
baik dari Pemerintahan Daerah maupun dari masyarakat. Untuk mengatasi
permasalahan yang menghambat pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat,
Pemerintah (daerah) sebagai penyelenggara pembangunan dan sekaligus abdi
masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang akan
datang. Sehingga untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan,
mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin tercapainya sumber daya
secara efisien dan berkeadilan serta menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi
dan sinergis diperlukan suatu dokumen perencenaan, yaitu melalui Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sesuai dengan amanah pasal (3)
dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai dengan
semangat Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 tersebut maka Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan
berupa dana transfer pemerintah pusat yang merupakan bentuk perimbangan yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pengelolaan (manajemen) pemerintah daerah mengalami perubahan yang
sangat berarti sejalan dengan diimplementasikannya otonomi daerah.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang-undang
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah telah memberikan arti penting bagi sistem pemerintahan pusat dan daerah,
serta sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan kembali dalam Undang-Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Kedua ketentuan
perundangan ini memberikan kesempatan yang sangat luas kepada pemerintah
daerah, baik dalam penggalian maupun optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi
yang dimiliki.
Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas kepada
pemerintah daerah, namun disisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang
lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Kamandirian untuk mengelola dan mengatur rumah tangga sendiri
akan terwujud dengan baik apabila terdapat dukungan (partisipasi) publik
pada kebutuhan masyarakat maupun perolehan serta pembagian pendapatan
untuk daerah dan masyarakat secara merata.
Meskipun memberikan manfaat positif bagi pengembangan daerah,
kebijakan otonomi dinilai terlalu cepat dilakukan, terlebih ditengah-tengah upaya
daerah melepaskan diri dari belenggu krisis moneter (Saragih, 2003). Secara
eksplisit Brojonegoro (2003) menegaskan bahwa pelaksanaan otonomi dinilai
sebagai penerapan pendekatan Big Bang dikarenakan pendeknya waktu persiapan
untuk negara yang besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan.
Otonomi daerah dilaksanakan pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan yang
berbeda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan manajerial daerah.
Dongori (2006) menunjukkan adanya disparitas (kapasitas) fiskal yang tinggi
antar daerah memasuki era otonomi.
Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena
memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak,
retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang
dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa
daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan tersendiri mengingat adanya
tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami
peningkatan usaha pajak (Tax Effort) yang lebih tinggi dibanding era sebelum
otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas
fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap
Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort secara signifikan
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa
Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat
kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan
sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah
krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan
yang positif sesudah krisis. Penelitian lain terkait dengan Tax Effort dilakukan
oleh Andayani (2004) Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan
sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah
yang tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi Tax Effort
(usaha pajak), sehingga terjadi penurunan rata-rata pendapatan dan belanja daerah.
Bati (2009) melakukan analisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan
belanja modal dan PAD sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi
sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara
simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya
pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini pada dasarnya identik dengan penelitian sebelumnya, yaitu
untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
daerah. Adanya kewenangan yang lebih luas yang diberikan oleh pemerintah
pusat tidak hanya diindikasikan mempengaruhi pendapatan daerah, tetapi
mempengaruhi pola/stuktur belanja daerah. Adi (2006) memberikan argumentasi
bahwa perubahan pola belanja, terutama dengan peningkatan belanja
pembangunan menjadi hal yang logis dilakukan dalam rangka peningkatan
pendapatan asli daerah. Terkait dengan hal itu, pemerintah daerah diharapkan
semakin mendekatkan diri dalam berbagai kegiatan pelayanan publik guna
meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Seiring dengan semakin tingginya
tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi (dukungan) publik terhadap
pemerintah daerah juga semakin tinggi (Adi, 2007).
1.2. Rumusan Masalah
Masalah penelitian yang dapat dirumuskan dari gambaran latar belakang
yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut : ”Apakah Tax Effort,
1.3. Tujuan Penelitian
Pertumbuhan
belanja modal dan Pertumbuhan PAD berpengaruh terhadap Pertumbuhan
ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara?”
Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk menganalisis pengaruh Tax
Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan
1.4.Manfaat Penelitian
a. Sebagai masukan kepada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara dalam menyusun Anggaran dengan memperhatikan pengaruh faktor Tax
Effort,
b. Sebagai masukan kepada seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik
dipusat maupun didaerah terutama pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara agar benar-benar mengawasi pelaksanaan penyerapan Anggaran Belanja
yang dikucurkan dari pusat untuk menutupi belanja daerahnya.
Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap
Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
c. Sebagai masukan bagi peneliti dan pengambil kebijakan terkait pengaruh
faktor Tax Effort,
1.5. Originalitas Penelitian.
Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD
terhadap Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Penelitian ini mereplikasi penelitian Bati (2009) melakukan analisa
pengaruh belanja modal dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan belanja modal dan PAD
sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel
dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara simultan belanja
modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya pertumbuhan
ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh terhadap
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dimana pada
penelitian ini menggunakan variabel Tax Effort yang diproksikan oleh Pajak
Daerah sebagai variabel independen yang tidak digunakan pada penelitian
sebelumnya sehingga upaya daerah dalam meningkatkan kemandirian daerah
dapat dilihat pada penelitian ini dan perlu dipertimbangkan pada riset dimasa
mendatang mengingat upaya peninggkatan PAD dengan menggali potensi pajak
daerah dan retribusi daerah terus ditingkatkan. Pada penelitian sebelumnya hanya
mempertimbangkan aspek belanja daerah dan pendapatan asli daerah saja. Selain
itu penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2004-2009 sedangkan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Literatur
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat,
sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan
mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan
(alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi,
perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai
golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam
kehidupan masyarakat secara menyeluruh.
Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok
dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan
adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya
menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan
pelayanan kesehatan. Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori
pembangunan ekonomi. Menurut Todaro (2002) dalam kepustakaan
dalam aliran pemikiran tentang teori-teori pembangunan, yaitu model
pertumbuhan bertahap linier, model pembangunan struktural, model
ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar bebas neoklasik dan model
pertumbuhan endogen.
Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa
proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang
berurutan, dan juga menyoroti pembangunan sebagai perpaduan dari tabungan,
penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah
tahapan tinggal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi
tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar (dalam Todaro,
2002). Model yang berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan
ketergantungan internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada
perbedaan secara ideologis.
Model pertumbuhan yang berkembang pada tahapan berikutnya adalah
model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan Solow menjadi
pilarnya. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga
faktor: kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah
penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan
investasi) serta penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi
bersumber dari hal-hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan
teknologi yang bersifat independen (Todaro, 2002).
Kelemahan yang terdapat pada teori neoklasik adalah bahwa pengaruh
mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan
endogen. Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum
neoklasik, namun berkebalikan dengan pendapat kaum neoklasik, model
pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah
secara aktif dalam pengelolaan perekonomian.
Blakely dalam Abdullah (2004) juga mengemukakan akan pentingnya
peran pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi
pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga
kerja, investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor
industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas
pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan.
2.1.2. Tax Effort
Dongori (2006) menyatakan bahwa dampak diberlakukannya
undang-undang otonomi daerah dan dikeluarkannya undang-undang-undang-undang No.34 tahun 2000
yang membatasi pungutan pajak daerah dapat memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap penerimaan daerah. Ketersediaan sumber-sumber daya potensial
dan kesiapan daerah menjadi faktor penting keberhasilan daerah dalam era
otonomi ini. Keuangan daerah, terutama pada sisi penerimaan bisa menjadi tidak
stabil dalam memasuki era otonomi ini. Sobel dan Holcombe (1996) dalam
Andayani (2004) mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan
tidak cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan
bisa mengalami hal yang sama. Upaya fiskal (Tax Effort) dilakukan karena adanya
tuntutan peningkatan kemandirian yang ditunjukkan dengan meningkatnya
penerimaan sendiri untuk membiayai berbagai pengeluaran yang ada.
Shamsub & Akoto (2004) mengelompokkan penyebab timbulnya Tax
Effort
1.
ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
Menekankan bahwa peran siklus ekonomi dapat menyebabkan Tax Effort.
Penyebab utama terjadinya Tax Effort adalah kondisi ekonomi seperti
pertumbuhan yang menurun dan resesi.
2.
Menekankan bahwa ketiadaan perangsang bisnis dan kemunduran industri
sebagai penyebab utama timbulnya Tax Effort. Yu dan Korman (1987) dalam
(Shamsub & Akoto, 2004) menemukan bahwa kemunduran industri
menjadikan berkurangnya hasil pajak tetapi pelayanan jasa meningkat, hal ini
dapat menyebabkan Tax Effort.
3.
Menerangkan Tax Effort sebagai fungsi politik dan faktor-faktor keuangan
yang tidak terkontrol. Ginsberg dalam (Shamsub & Akoto, 2004)
menunjukkan bahwa sebagian dari peran ketidakefisienan birokrasi, korupsi,
gaji yang tinggi untuk pegawai, dan tingginya belanja untuk kesejahteraan
sebagai penyebab Tax Effort.
Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD). Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan
mampu melepaskan atau paling tidak mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat. Dalam era ini, PAD idealnya menjadi komponen utama
karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah.
Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah,
dikarenakan membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajak-pajak
daerah.
Pada saat Tax Effort tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi
penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan
Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan
dengan kondisi Tax Effort. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan
pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi)
sumber-sumber pajak daerah dengan potensi sumber-sumber pendapatan pajak
daerah. Tax Effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan
pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki.
Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan
pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah juga disebutkan
bahwa Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
2.1.3. Belanja Modal
Menurut Halim (2004: 73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah
daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset
atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin
pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai
nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Menurut Syaiful (2007 : 2-3), Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5
(lima) kategori utama:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan, pembangunan/ pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainya
dikategorikan dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008, dalam upaya peningkatan PAD,
agar tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat.
Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur
administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, meningkatkan ketaatan wajib
pajak dan pembayar retribusi daerah serta meningkatkan pengendalian dan
pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti dengan peningkatan kualitas,
kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan.
Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari PAD. Sesuai
dengan UU No.33 Tahun 2004 disebutkan bahwa PAD terdiri dari: pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain PAD yang sah. Namun di dalam perkembangan selanjutnya, diantara semua
komponen PAD, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar,
sehingga muncul anggapan bahwasanya PAD identik dengan pajak dan retribusi
daerah.
Halim (2007:96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah. Yani (2008:44) menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah
diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah
2.1.5. Pengaruh Tax Effort terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian
daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber
keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah
yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan
untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh
positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004).
PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka
dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat
kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan
berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu.
Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih,
2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami
pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan
PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi
PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan
produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan
peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi
juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar
dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan
dapat terpenuhi, berarti Tax Effort memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Halim (2001) menunjukkan bahwa Tax
Effort dapat mempengaruhi APBD suatu daerah. Hal tersebut dibuktikan dari
adanya pergeseran (kenaikan/penurunan) dari komponen penerimaan dan
pengeluaran APBD. Terkait dengan hal itu, fakta empirik bahwa kondisi Tax
Effort yang terjadi di tahun 1997 ternyata secara umum tidak menurunkan peran
PAD terhadap total anggaran penerimaan/pendapatan daerah. Komponen dari
sektor penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)
yang terpengaruh secara signifikan dengan kondisi Tax Effort adalah proporsi
retribusi daerah, sedangkan proporsi pajak daerah relatif tidak
Penelitian lain yang dilakukan oleh Purnaninthesa (2006) membuktikan
bahwa
terpengaruh,
bahkan proporsinya sedikit naik dalam komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tax Effort berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kesimpulan riset menunjukkan
bahwa Tax Effort pada suatu daerah dapat menyebabkan motivasi bagi daerah
untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya guna mengurangi ketergantungan
pada pemerintah pusat. Penelitian lain yang dilakukan Dongori (2006)
menunjukkan fakta empirik bahwa Tax Effort mempunyai pengaruh negatif
terhadap tingkat ketergantungan daerah. Semakin tinggi tingkat Tax Effort maka
ada terdapat upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya, yaitu dengan
cara mengoptimalkan potensi asli daerahnya, yang salah satunya tercermin pada
Dalam menghadapi otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih
meningkatkan pelayanan publiknya. Upaya ini akan terus mengalami perbaikan
sepanjang didukung oleh tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi
belanja yang memadai untuk peningkatan pelayanan publik diharapkan
memberikan timbal balik berupa peningkatan peneriamaan pendapatan asli
daerah, baik yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan lainnya.
Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum
dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan
pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis,
dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi
tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif
sesudah krisis. Penelitian Andayani (2004) yang menguji Tax Effort pada saat
krisis ekonomi dan sebelum krisis ekonomi menunjukkan bahwa disaat daerah
mengalami Tax Effort
Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran
pemerintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (dalam
Mangkoesoebroto, 1999) bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi,
persentase investasi pemerintah terhadap total investasi sangat besar. Hal ini
disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. yang tinggi (yaitu pada saat krisis ekonomi) maka terdapat
kecenderungan peningkatan belanja daerah.
Investasi pemerintah daerah dalam hal ini dinyatakan dalam belanja modal
yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan PAD. Dana tersebut digunakan
untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi untuk mendorong pemerataan
dan peningkatan pendapatan perkapita. Dana pembangunan juga merupakan salah
satu input produksi yang dapat menghasilkan output.
Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka
masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman
yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat,
dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk
membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka
akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat
meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah
(Abimanyu, 2005).
Peningkatan Pemerintah Daerah dalam investasi modal (belanja modal)
diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya
mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap
pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002).
Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri
mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dalam penelitian
Adi (2006) menyatakan bahwa Belanja pembangunan memberikan dampak yang
positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan kata lain,
pendapatan daerah. Dalam penerapan desentralisasi, pembangunan menjadi
prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bappenas (2003), serta Setiaji dan
Adi (2007) tentang peta kemampuan daerah (propinsi, maupun kabupaten dan
kota) dalam era otonomi menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pemerintah daerah berupaya
mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah sebagai bagian utama dalam
penyusunan APBD sebagai upaya meminimalkan ketergantungan
2.1.7 Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
penerimaan dari
pemerintah pusat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber penerimaan yang
harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini
kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan
daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di
pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena
diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian
regional.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 157 sumber pendapatan daerah terdiri atas: a.pendapatan asli daerah
yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi
daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau
pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan
dialokasikan dalam belanja.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh
terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal
hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap
pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan
politis (Abdullah, 2004).
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi disuatu daerah terkait dengan
adanya stimulus dari pemerintah yang tergambar dalam sebuah persamaan
konsumsi. Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka upaya peningkatan
pendapatan asli daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dapat
dilakukan dengan peningkatan pelayanan masyarakat. Peningkatan pelayanan
masyarakat ini merupakan unsur yang penting mengingat paradigma yang
berkembang dalam masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi ini
sudah merupakan hak dari pada kewajiban masyarakat terhadap negara karena
adanya pelayanan dari negara.
Peningkatan pelayanan ini dilakukan dengan pengalokasian belanja modal
untuk pembangunan aset pelayanan publik dan belanja pemeliharan untuk
menjaga aset tetap berfungsi sampai masa ekonomisnya habis. Semakin tinggi
tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik
terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD.
Pengalokasian belanja modal pada dasarnya ditujukan untuk pelayanan publik
dengan harapan akan memberikan kemajuan bagi daerah tersebut. Kemajuan
suatu daerah dilihat dengan berbagai indikator. Salah satu dari indikator yang
sering dilihat adalah PAD daerah tersebut. Dengan kata lain, penentuan kebijakan
belanja modal yang merupakan stimulus pertumbuhan ekonomi daerah sedikit
banyaknya dipengaruhi hasil dari peningkatan PAD.
Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) menunjukkan fakta empiris
yang hampir sama bahwa, Tax Effort mempunyai pengaruh positif terhadap
tingkat pembiayaan daerah. Secara komprehensif, hasil tersebut memberikan
gambaran empirik bahwa dibandingkan dengan era sebelum otonomi daerah,
pengaruh Tax Effort terhadap tingkat pembiayaan sesudah otonomi lebih besar
dibandingkan sebelum otonomi. Perubahan pembiayaan ini lebih banyak
disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan
dengan peningkatan alokasi ataupun terjadi pergeseran belanja untuk
kepentingan-kepentingan pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja
pembangunan.
Implementasi Undang-Undang otonomi daerah diharapkan dapat
memberikan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Pemerintah diharapkan menggali potensi yang ada di daerahnya, sehingga
pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah,
khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik ataupun peningkatan
gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi.
Berarti Tax Effort benar-benar memberikan pengaruh terhadap pembelanjaan
daerah.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Saggaf (1999) dengan judul Analisa pengaruh PAD terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Pekanbaru. Adapun variabel yang digunakan berupa
Anggaran dan Realisasi PAD PDRB dan APBD. Hasil menunjukkan Ada
pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort
secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian
tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih
besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif
lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif
menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis.
Penelitian lain terkait dengan Tax Effort dilakukan oleh Andayani (2004)
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata-rata
pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya
krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah yang
tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi Tax Effort (usaha
Riset yang dilakukan oleh Adi (2006) dengan judul Hubungan Antara
Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli
Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Variabel yang digunakan
adalah Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah dan Pendapatan Asli Daerah. Hasil
menunjukkan bahwa Belanja Pembangunan memberikan dampak yang positif dan
signifikan terhadap PAD maupun Pertumbuhan Ekonomi.
Selain itu riset yang dilakukan oleh Setiaji (2005) dengan judul Peta
Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami
Pergeseran. Variabel yang digunakan adalah PAD dan Pertumbuhan Eknomi.
Hasil menunjukkan Perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan kenaikan
share (kontribusi) PAD terhadap belanja Daerah Peningkatan PAD tidak
sebanding dengan peningkatan total Belanja Daerah.
Bati (2009) melakukan analisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan
belanja modal dan PAD sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi
sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara
simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya
pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya yang dijadikan
sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama
/Tahun Judul Penelitian
Variabel yang
digunakan Hasil Penelitian
Saggaf (1999) Analisa pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pekanbaru Anggaran dan Realisasi PAD PDRB, APBD
Ada pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Analisis Pengaruh Tax Effort Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Menghadapi Pelaksanaan Otonomi Daerah Haryadi (2002) Tingkat kemampuan pembiayaan daerah, kemampuan mobilisasi daerah, tingkat ketergantungan sesudah krisis.
Tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis.
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Andayani (2004) Pendapatan dan Belanja Daerah
Terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata
Setiaji (2005)
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan.
Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami
Pergeseran?
PAD
Pertumbuhan Eknomi
Perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan kenaikan share (kontribusi) PAD terhadap belanja Daerah Peningkatan PAD tidak sebanding dengan peningkatan total Belanja Daerah.
Adi (2006) Hubungan Antara Pertumbuhan
Ekonomi Daerah, BP dan PAD
Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah, PAD
Belanja Pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun Pertumbuhan Ekonomi.
Bati (2009)
Pengaruh Belanja Modal dan PAD terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten/Kota
Sumatra Utara
Belanja Modal dan PAD sebagai Variabel Independen Dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Dependen
Hasil penelitian membuktikan bahwa secara simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Model yang dapat dikembangkan berdasar teori dan pengembangan
[image:42.595.146.511.293.584.2]hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual
Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan semakin besar upaya fiskal
(Tax Effort) melalui peningkatan pajak daerah sebagai upaya peningkatan
kapasitas pajak maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Kedudukan dan
fungsi Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh sebagai stimulus dan faktor pemicu
pertumbuhan ekonomi sebagai variabel yang mempengaruhi pertumbuhan
PERTUMBUHAN PAD (X3) PERTUMBUHAN BELANJA MODAL
(X2)
TAX EFFORT (X1)
ekonomi. Selain itu kedudukan belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi yang dihasilkan. Semakin tinggi upaya pajak, alokasi belanja modal dan
pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi
yang dicapai berkat adanya yang akan dikeluarkan untuk membiayai kebutuhan
pembangunan suatu daerah. Semakin tinggi upaya pajak yang dilakukan maka
semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang timbul di suatu daerah karena
akhirnya pajak akan digunakan untuk kepentingan publik yang mendukung
perekonomian.
3.2. Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian ini adalah : Tax Effort, Pertumbuhan Belanja
Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positip
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji teori-teori melalui
pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan análisis data dengan
prosedur statistik. Tujuan penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian yang
berkaitan dengan variabel yang diteliti. Hasil pengujian data digunakan sebagai
dasar untuk menarik kesimpulan penelitian, mendukung atau menolak hipotesis
yang dikembangkan dari telaah teoritis. Penelitian ini akan mengindentifikasi
bagaimana variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
4.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan
Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 (dua puluh lima)
pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2004-2009. Data
sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria yaitu :
1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang
mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2004-2009
dan ketersediaan data perhitungan PAD dan Belanja Daerah yang
2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun
waktu 2004 -2009.
Adapun deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai
sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak
[image:45.595.140.493.280.714.2]25 (dua puluh lima) sampel yang terdapat pada Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 : Sampel Penelitian
NO NAMA KABUPATEN/ KOTA KRITERIA SAMPEL
1 2
1. Kota Binjai √ √ Sampel 1
2. Kota Medan √ √ Sampel 2
3. Kota Sibolga √ √ Sampel 3
4. Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 4
5. Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 5
6. Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 6
7. Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 7
8. Kabupaten Asahan √ √ Sampel 8
9. Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 9
10. Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 10
11. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 11
12. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 12
13. Kabupaten Batubara x x -
14. Kabupaten Pakphak Barat √ √ Sampel 13
15. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 14
16. Kabupaten Nias Selatan √ √ Sampel 15
17. Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 16
18. Kabupaten Karo √ √ Sampel 17
19. Kabupaten Serdang Bedagai x √ Sampel 18
20. Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 19
21. Kabupaten Nias √ √ Sampel 20
22. Kabupaten Langkat √ √ Sampel 21
23. Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 22
24. Kabupaten Samosir √ x Sampel 23
25. Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 24
26. Kabupaten Dairi √ √ Sampel 25
27. Kabupaten Angkola Sipirok x x -
28. Kabupaten Padang Lawas x x -
29. Kabupaten Padang Lawas Utara x x -
30. Kabupaten Nias Utara x x -
31. Kabupaten Labuhan Batu Utara x x -
32. Kabupaten Labuhan Batu Selatan x x -
33. Kota Gunung Sitoli x x -
4.3. Variabel Penelitian
4.3.1. Klasifikasi Variabel
a. Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator pertumbuhan barang dan jasa
suatu daerah yang diukur dari total 9 sektor yang ada didalam Product Domestik
Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan PDRB diukur
berdasarkan PDRB periode APBD dibagi dengan PDRB periode APBD tahun
sebelumnya berdasarkan harga berlaku. (Todaro, 2002)
PPDRB (t) = PDRBt- PDRBt-1/PDRBt-1 x 100 %
Keterangan:
PPDRB (t) = Pertumbuhan Ekonomi periode t
PDRBt = PDRB periode t
PDRBt-1 = PDRB periode t-1
b. Tax Effort (X1
Tax Effort
)
merupakan realisasi penerimaan dibandingkan dengan anggaran
nilai potensi pendapatan daerah yang dihasilkan dari pajak daerah. Tax Effort
diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan nilai potensi
pendapatan. Upaya pajak yang tinggi mencerminkan tingkat Tax Effort yang lebih
besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa tertentu melebihi sumber atau
pendapatan yang ada. Menurut Sukanto (1999), upaya pajak (Tax Effort) dapat
Upaya Pajak (Tax Effort) = Realisasi penerimaan Pajak Daerah Anggaran/Potensi Pendapatan Pajak
Daerah
b. Pertumbuhan Belanja Modal (X2)
Pertumbuhan belanja modal merupakan pertumbuhan jumlah anggaran
pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan
dengan program atau kegiatan. Pertumbuhan belanja modal diukur berdasarkan
belanja modal periode APBD dibagi dengan belanja modal periode APBD
sebelumnya. (Andayani, 2004)
PBM(t) = BMt-BMt-1/BMt-1 x 100 %
Keterangan:
PBM(t) = Pertumbuhan Belanja Modal periode t
BM(t) = Belanja Modal periode t
BM (t-1) = Belanja Modal periode t-1
c. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (X3)
Pertumbuhan pendapatan asli daerah merupakan pertumbuhan jumlah
realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
penerimaan PAD yang sah. Pertumbuhan PAD diukur berdasarkan pendapatan
asli daerah periode APBD dibagi dengan Pendapatan Asli Daerah periode APBD
sebelumnya. (Andayani, 2004)
Keterangan:
PPAD (t) = Pertumbuhan Pendapatan Daerah periode t
PAD (t) = Pendapatan Asli Daerah periode t
PAD (t-1) = Pendapatan Asli Daerah periode t-1
4.3.2. Definisi Operasional
Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang pada umumnya
digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk
tingkat wilayah, Propinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan
bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat
regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya.
PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu Daerah mengelola
sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang
dihasilkan oleh masing-masing Propinsi sangat bergantung kepada potensi sumber
daya alam dan faktor produksi Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam
penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar
Daerah. Dalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor tergantung
pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling memerlukan baik dalam
tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan
mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan
Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa diperlukan barang lain yang
disebut faktor produksi. Total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah
(regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun) dihitung sebagai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).
Tax Effort diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan
nilai potensi pendapatan. Upaya pajak yang tinggi mencerminkan tingkat Tax
Effort yang lebih besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa tertentu
melebihi sumber atau pendapatan yang ada.
Pertumbuhan belanja modal diukur berdasarkan belanja modal periode
APBD dibagi dengan belanja modal periode APBD sebelumnya. Pertumbuhan
jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan
berhubungan dengan program atau kegiatan.
Pertumbuhan pendapatan asli daerah diukur berdasarkan pendapatan asli
daerah periode APBD dibagi dengan Pendapatan Asli Daerah periode APBD
sebelumnya. Pertumbuhan jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber
dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lail-lain penerimaan PAD yang sah.
Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasi, maka
Tabel 4.2 : Operasionalisasi Variabel
Nama
Variabel Definisi Indkator
Kriteria
Ukuran Skala Pertumbu
han Ekonomi
(Y)
Ppertumbuhan ekonomi suatu daerah yang diukur dari pertumbuhan total 9
sektor yang ada pada
PDRB.
PPDRB (t) =
PDRBt-PDRBt-1 /PDRBt-1 X 100% Jumlah PDRB Harga Berlaku di Sumut tahun 2005-2009 (Milyar) Rasio Tax Effort (X1) Realisasi penerimaan dibandingkan dengan anggaran nilai TE= Realisasi penerimaan PD/
Potensi Pendapatan PD potensi
pendapatan daerah yang dihasilkan dari pajak daerah.
Realisasi PAD/Potens i PAD tahun
2004-2008 Rasio Pertumbu han Belanja Modal/Pe mbanguna n (X2) Pertumbuhan jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan.
PBM(t) =
BMt–BMt-1/BMt-1 X 100%
Realisasi Belanja Modal/Pem bangunan tahun 2004-2008 Rasio Pertumbu han Pendapata n Asli Daerah (X3) Pertumbuhan jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lail-lain penerimaan PAD yang sah
PPAD (t) =
PADt-1/PADt-1 X 100% Realisasi PAD tahun 2004-2008 Rasio
4.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data realisasi
Sumatera Utara. Data diperoleh dari buku APBD Sumatera Utara dan dari situs
Departemen Dalam Negeri serta bersumber dari BPS Sumatera Utara. Periode
APBD yang menjadi pengamatan penelitian adalah periode 2004 sampai dengan
2009.
4.5. Model dan Teknis Analisis Data
Model regresi ini menggunakan model regresi berganda (multiple
regression analysis). Model yang digunakan sebagai berikut :
Y = + ß1.X1 + ß2X2+ ß3_X3
Dari model tersebut dispesipikasi dalam bentuk ekonometrik menjadi :
PE = + ß1.TE + ß2PBM + ß3PPAD + µ
Dari model tersebut dispesipikasi dalam bentuk ln menjadi :
ln_PE = ln_+ ß1 ln_TE + ß2 ln_PBM + ß3 ln_PPAD + µ
dimana :
= Konstanta
β1 – β3 = Koefisien persamaan regresi
PE = Pertumbuhan Ekonomi
TE = Tax Effort
PBM = Pertumbuhan Belanja Modal
PPAD = Pertumbuhan PAD
Sebelum data dianalisis, maka untuk keperluan analisis data tersebut,
terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik (Ghozali:2005), yaitu:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,
dimana apabila nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05 maka
distribusi data adalah tidak normal. Selain itu, cara lain untuk menguji
kenormalan data adalah dengan cara melihat grafik histogram dan grafik PP
Plots dari data yang dimaksud.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk
melakukan uji multikolinearitas dalam penelitian ini, peneliti melihat dari (1)
nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Nilai
tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena
VIF=1/Tolerance). Apabila nilai tolerance <0.10 atau sama dengan nilai VIF
>10, maka dikatakan terjadi multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan
Glesjer (Ghozali, 2005). Uji Glesjer dilakukan dengan cara meregresikan
variabel independen terhadap residualnya. Cara untuk mengatasi masalah
heteroskedastisitas adalah: (a) Melakukan transformasi dalam bentuk
membagikan model regresi asal dengan salah satu variabel independen yang
digunakan dalam model ini. (b) Melakukan transformasi log (Ghozali, 2005).
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara Uji
Durbin-Watson (DW test), dimana apabila nilai Durbin-Durbin-Watson (DW) terletak antara
batas atas atau Upper Bound (DU) dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi
sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. Kemudian hipotesis diuji
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Data Penelitian
Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus
terlebih dahulu memperhatikan deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah
ditentukan sebagai sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel
penelitian adalah sebanyak 25 (dua puluh lima) sampel yang terdapat pada Tabel
4.1 pada bab sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Lampiran 1 dimana
hasil uji regresi berganda yang menunjukkan model regresi yang tidak linier dan
tidak melewati uji asumsi klasik yaitu adanya gejala pelanggaran asumsi
normalitas dan terjadinya gejala heteroskedastisitas. Selanjutnya untuk
mendapatkan model yang layak (blues unbiased linier) setelah melalui uji asumsi
klasik dilanjutkan dengan melakukan transformasi logaritma natural. Berdasarkan
model yang sudah ditransformasi maka diperoleh model yang akan dibahas lebih
lanjut yang terdapat pada Lampiran 6 merupakan model yang telah melewati uji
asumsi klasik.
Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut
Tabel 5.2 : Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PE 125 826.00 72667.00 6994.8880 11881.17701
TE 125 88930.00 226564894.00 14627589.39 39068607.70515
BM 125 -.88 65.42 4.8629 11.14211
PAD 125 -1.00 8.40 .3065 .92068
Valid N (listwise) 125
Sumber : Lampiran 6b (data diolah SPSS).
Berdasarkan Tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah N sampel
sebanyak 125, dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara tahun
2005-2009 dengan proksi PDRB Harga Berlaku sebesar Rp. 6.994 Milyar Rupiah
dengan jumlah pertumbuhan ekonomi terendah Rp.826,00 Milyar Rupiah dan
tertinggi sebanyak Rp. 72.667 Milyar dengan standar deviasi Rp.11.881 Milyar
dari rata - rata. Dengan melihat angka laju pertumbuhan ekonomi pada suatu
daerah maka dapat memberikan suatu gambaran bagaimana pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh daerah tersebut.
Variabel Tax Effort adalah realisasi penerimaan yang merupakan
komponen dari pendapatan daerah yang dihasilkan dari pajak daerah.
Pertumbuhan Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang