• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.5. Uji t dua contoh bebas

Hasil yang diperoleh dari uji-t dua contoh antar kedalaman pada kedua stasiun adalah gagal tolak Ho. Pada uji dua sampel di stasiun dengan membandingkan antar kedalaman diperoleh nilai Thitung sebesar -0,72 dimana nilai Thitung ini jauh lebih kecil

dari nilai taraf nyata α= 0,05 artinya dari dua kedalaman tersebut perkembangan larva chironomida genus Polypedilum yang ada tidak berbeda nyata. Hal ini diduga bahwa kondisi oksigen terlarut stasiun tersebut masih di atas baku mutu memungkinkan organisme larva chironomida genus ini dapat bertahan hidup. Hal yang sama juga terjadi pada stasiun non-KJA dimana nilai Thitung yang diperoleh

lebih kecil dari taraf nyata α= 0,05 dengan nilai Thitung adalah 0,38 artinya hipotesis

Ho diterima sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan larva chironomida genus Polypedilum pada dua kedalaman tidak berbeda nyata.

Untuk uji t-dua contoh pada dua stasiun yang berbeda antara stasiun KJA dengan stasiun non-KJA pada kedalaman 1 m pada waktu pengambilan sampel dipeoleh nilai Thitung sebesar 2,88, dimana nilai Thitunglebih besar dari taraf nyata α=

0,05. Keputusannya adalah tolak Ho yang berarti pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan pada kedalaman 1 m di antara dua stasiun tersebut berbeda nyata. Hal yang sama terjadi pada kedalaman 2 m, dimana nilai Thitung yang diperoleh lebih

besar jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata α= 0,05 dengan nilai Thitung sebesar

2,43. Sehingga keputusan yang dapat diambil adalah tolak Ho. Artinya hal ini menggambarkan bahwa pada kedalaman 2 m perkembangan larva chironomida genus Polypedilum ini adalah berbeda nyata. Hal ini diduga bahwa suplai makanan di stasiun KJA jauh lebih banyak dibandingkan dengan stasiun non-KJA.

4.2. Pembahasan

Larva chironomida yang ditemukan pada penelitian ini terdiri dari tiga sub famili yaitu Chironominae, Tanypodinae dan Orthocladiinae. Organisme yang paling banyak ditemukan dari kedua stasiun berasal dari sub famili Chironominae yaitu sebanyak delapan genus. Sedangkan untuk sub famili Tanypodinae dan Orthocladiinae masing-masing ditemukan tiga dan empat genus. Jenis larva chironomida yang ditemukan dari ketiga sub famili tersebut, didominasi oleh genus

Polypedilum dari sub famili Chironominae. Perkembangan larva Polypedilum tentunya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, baik faktor fisik, kimia maupun biologis (Arimoro et al. 2007). Beberapa faktor fisik dan kimia yang merupakan parameter kualitas air yang menjadi faktor pendukung terhadap perkembangan larva Polypedilum diantaranya yaitu DO, TSS, pH, dan suhu. Selain itu larva chironomida genus ini memiliki kemampuan adaptasi dan sangat toleran terhadap kondisi lingkungan terutama terhadap pencemaran (Newburn & Krane 2000) dibandingkan dengan genus-genus dari sub famili Tanypodinae dan Orthocladiinae.

Kepadatan larva chironomida genus Polypedilum pada kedua stasiun berbeda- beda. Kepadatan larva genus Polypedilum pada stasiun KJA bervariasi pada setiap waktu pengambilan contoh dan kedalaman. Waktu pengambilan contoh minggu pertama belum ditemukan larva chironomida. Hal ini diduga karena perlu adanya suksesi larva terhadap substrat buatan yang baru dipasang, sehingga pada substrat buatan tersebut belum terjadi proses kolonisasi larva chironomida. Kepadatan larva chironomida terbesar terdapat pada waktu pengambilan contoh minggu kedua yaitu hari ke-14. Tingginya kepadatan larva pada hari tersebut disebabkan karena banyaknya larva yang hidup menetap dan sudah berumur 14 hari dan adanya kelompok larva baru pada hari tersebut. Sedangkan pada waktu pengambilan contoh minggu ketiga dan keempat secara umum kepadatan larva setiap hari semakin menurun. Kepadatan larva chironomida yang menurun dari waktu ke waktu pengambilan contoh ini diduga karena jaring tersebut tidak dapat melindungi larva chironomida dari predator selain ikan, seperti nimfa capung. Nimfa capung merupakan salah satu karnivora ganas yang apabila berukuran besar dapat memburu dan memangsa berudu, anak ikan dan termasuk larva chironomida.

Pemakaian jaring pelindung dengan tujuan mengurangi predasi dari ikan berhasil untuk menghalangi predasi dari ikan. Akan tetapi jaring tersebut tidak bisa melindungi larva dari predator selain ikan, seperti dengan ditemukan keong, udang dan nimfa capung pada beberapa waktu selama pengamatan. Oleh karena itu, alangkah baiknya jaring yang digunakan itu tidak hanya dari bawah dan samping tetapi juga dari atas, sebagaimana percobaan yang telah dilakukan oleh Klemm (2003) yang membuat substrat buatan dengan perlindungan dari bawah hingga atas,

sehingga benar-benar dapat melindungi larva chironomida dari predasi selain ikan. Selain itu penggunaan jaring pelindung di bagian atas juga memperkecil peluang adanya serangga jenis lain meletakkan telurnya di substrat buatan yang dapat menjadi pesaing (competitor) ataupun predator bagi larva chironomida.

Kepadatan larva chironomida pada stasiun non-KJA jauh lebih kecil dibandingkan dengan kepadatan larva pada stasiun KJA. Hal ini diduga terkait dengan kondisi pada stasiun KJA yang banyak mengandung bahan organik yang berasal dari limbah domestik dan sisa pakan ikan (Sukmana 2010). Masukan bahan organik ini merupakan sumber makanan bagi larva Chironomida (Silva et al. 2008) termasuk juga Polypedilum, dengan demikian kelimpahan Polypedilum pada stasiun KJA lebih banyak dibandingkan di stasiun non-KJA. Perbedaan tersebut dapat pula disebabkan oleh kondisi fisik lingkungan perairan, seperti halnya pada stasiun KJA lebih banyak ditemukan Chironomidae dewasa serta banyak bagian dari KJA yang dapat menjadi tempat berlindung dan bertengger Chironomidae dewasa. Dengan demikian hal ini memberi peluang indukan untuk meletakkan telur lebih banyak.

Tahap perkembangan larva chironomida dapat dilihat dari ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh yang dapat dijadikan sebagai penentu tahap perkembangan larva adalah lebar kapsul kepala larva chironomida (Klemm 2003). Berdasarkan hasil yang diperoleh baik di stasiun KJA maupun non-KJA, keempat instar dalam perkembangan larva chironomida bisa ditemukan di substrat buatan, yaitu mulai dari instar pertama, kedua, ketiga dan keempat. Hal ini menjelaskan bahwa substrat buatan yang digunakan pada penelitian ini dapat memberikan habitat bagi tiap tahapan instar dari larva genus ini. Seperti yang diketahui larva genus ini memiliki adaptasi yang berbeda dan sangat toleran terhadap kondisi lingkungan pada setiap instarnya. Selain itu ukuran tubuh larva genus Polypedilum pada stasiun KJA lebih besar dibandingkan pada stasiun non-KJA. Sesuai dengan Silva et al. (2008) bahwa larva Polypedilum pada lokasi yang dekat dengan pemukiman penduduk yang banyak menerima masukan limbah domestik akan lebih cepat dibandingkan dengan lokasi yang tinggi sedimentasi. Selain itu, perkembangan larva Polypedilum pada lokasi yang terdapat makanan relatif lebih cepat dibandingkan dengan lokasi yang kualitas dan jumlah makanannya kurang (Haas et al. 2006).

Perbedaan respon larva chironomida pada substrat buatan di kedua stasiun ini dapat dibuktikan dengan uji t. Berdasarkan uji t tersebut terlihat adanya perbedaan respon antar stasiun, namun hasil uji t terhadap larva pada setiap kedalaman antar stasiun memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan di kedua stasiun. Pada stasiun KJA masih memenuhi karakteristik agar larva chironomida dapat bertahan hidup, yaitu dengan adanya bahan organik yang banyak sebagai makanan bagi larva chironomida. Perubahan- perubahan terhadap respon yang diamati ini pada akhirnya akan menunjukkan adanya perkembangan larva chironomida pada substrat buatan di kedalaman berbeda.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait