• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.5. Uji Hipotesis

3.5.3 Uji t

Uji parsial atau yang lebih dikenal dengan uji individu ataupun uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing atau tersendiri dari variabel independen terhadap variabel dependen. Artinya uji parsial diperlukan untuk menguji apakah variabel investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi memiliki pengaruh terhadap tingkat pengangguran secara tersendiri. Uji ini akan memperlihatkan pengaruh tiap varabel independen terhadap variabel dependen bersifat positif atau negatif dan juga melihat besar pengaruh dari setiap variabel independen melalui nilai Beta dari Standardized Coefficient. Uji ini dilakukan dengan hipotesis:

H0 = variabel independen tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap variabel dependen.

H1 = variabel independen memiliki pengaruh secara parsial terhadap variabel dependen.

Terdapat dua cara dasar pengambilan keputusan dalam uji t, yaitu berdasarkan nilaisignifikasi dan perbandingan nilai t hitung dan t tabel.

Dengan pengambilan keputusan:

a. jika nilai thitung < ttabel maka H0 diterima, H1 ditolak b. jika nilai thitung > ttabel maka H0 ditolak, H1 diterima

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis

Hasil analisis dari penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk statistik deskriptif dengan melihat pengaruh investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Kelayakan model regresi yang digunakan penelitian ini akan di uji melalui uji assumsi klasik, dan pengaruh empat variabel independen dapat dilihat melalui hasil uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan melakukan uji koefisien determinasi, uji F, dan uji t.

4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik pada penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Diharapkan dengan menggunakan pengujian ini, data yang digunakan dalam penelitian dianggap layak dan dapat menunjukkan pengaruh terhadap variabel dependen, yaitu tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

4.2.1 Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan melakukan regresi normal probability plot dan uji Kolmogorov Smirnov. Hasil regresi yang menunjukkan nilai residual yang terdistribusi normal dapat dilihat melalui hasil regresi dengan pada chart normal probability plot, dengan hasil sebagai berikut:

Gambar 4.1 Normal P-P Plot

Pada Gambar 4.1, diagram normal probability plot menunjukkan titik-titik yang menyebar di sekitar garis lurus dan mengikuti garis diagonal yang berarti nilai residual dari uji ini terlah terdistribusi normal.

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation .05161047

Most Extreme Differences

Absolute .095

Positive .092

Negative -.095

Kolmogorov-Smirnov Z .535

Asymp. Sig. (2-tailed) .937

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Pada hasil uji normalitas yang dilakukan dengan uji one sample kolmogorov smirnov yang ditunjukkan Tabel 4.1, diketahui diperolehnya hasil regresi dengan

signifikasi sebesar 0,937 yang lebih besar dari 0,05 (0,937 > 0,05). Hasil tersebut mengartikan bahwa nilai residual terlah terdistribusi normal.

4.2.2 Hasil Uji Multikolinearitas

Hasil regresi uji multikolinearitas ditunjukkan pada gambar berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa

Dari Tabel 4.2 diatas, diketahui tidak ditemukannya multikolinearitas pada setiap variabel independen yang digunakan pada model regresi. Variabel investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi memiliki nilai tolerance ≥ 0,1 dan nilai VIF yang kurang dari 10 (VIF < 10). Artinya, model regresi bebas dari multikolinearitas.

Penjelasan rincinya sebagai berikut, variabel investasi yang bernilai tolerance 0,192 yang lebih besar atau sama dengan 0,1 (0,192 ≥ 0.1) dan nilai VIF sebesar 5,208 lebih kecil dari 10 (5,208 < 10). Variabel upah minimum memiliki nilai tolerance 0,235 yang lebih besar dari 0,1 (0,235 ≥ 0.1) dan nilai VIF sebesar 4,259 yang lebih kecil dari 10 (4,259 < 10). Variabel IPM memiliki nilai tolerance 0,168

yang lebih besar atau sama dengan dari 0,1 (0,168 ≥ 0.1) dan nilai VIF sebesar 5,964 yang lebih kecil dari 10 (5,964 < 10). Dan variabel inflasi memiliki nilai tolerance 0,199 yang lebih besar atau sama dengan dari 0,1 (0,199 ≥ 0.1) dan nilai VIF sebesar 5,025 yang lebih kecil dari 10 (5,025 < 10).

4.2.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Hasil uji heteroskedastisitas yang ditunjukkan oleh diagram scatterplot:

Gambar 4.2 Grafik Scatterplot Tingkat Pengangguran

Gambar 4.2 menunjukkan hasil uji heteroskedastisitas melalui pola scattterplot yang di gambarkan dalam bentuk diagram. Pola diagram scattterplot

memperlihatkan titik-titik yang tidak membentuk pola yang jelas dan menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Artinya, model regresi yang digunakan tidak memiliki atau bebas dari heterokedastisitas.

Tabel 4.3 Hasil Spearman’s Rho Correlations

logINV logUM logIPM Inflasi

Unstandardi

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 4.3, hasil regresi uji koefisien korelasi Spearman’s Rho menunjukkan nilai korelasi variabel investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi

dengan nilai Unstandardized Residual bernilai lebih dari 0,05. Artinya model regresi bebas dari heteroskedastisitas.

4.2.4 Hasil Uji Autokorelasi

Berikut hasil regresi uji autokorelasi:

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .871a .759 .724 .05530 1.301

a. Predictors: (Constant), Inflasi, logUM, logINV, logIPM b. Dependent Variable: TP

Pada uji autokorelasi penelitian ini, dengan k = 4 dan n = 32 maka diketahui dari tabel statistik Durbin Watson nilai DU pada penelitian ini sebesar 1,7323 dan nilai DL sebesar 1,1769. Pada Tabel 4.4, diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,301. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui DL< DW < DU (1,1769 < 1,301 <

1,7323). Hal ini mengartikan bahwa hasil regresi autokorelasi tidak memiliki kesimpulan yang pasti.

4.3 Hasil Uji Hipotesis

4.3.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Melalui uji koefisien determinasi, dapat diketahui besar kemampuan keempat variabel independen yang digunakan pada model regresi terhadap variabel dependen, dan berapa banyak faktor yang dipengaruhi variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Berikut hasil regresi output SPSS dalam Model Summary:

Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .871a .759 .724 .05530

a. Predictors: (Constant), Inflasi, logUM, logINV, logIPM b. Dependent Variable: TP

Berdasarkan hasil regresi yang ditunjukkan Tabel 4.5 diatas, diketahui nilai R2 sebesar 0,759. Nilai tersebut digunakan untuk melihat besar kecilnya kemampuan dari investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi terhadap tingkat pengangguran di Sumatera utara dan kemudian dilakukan perhitungan untuk mengetahui besar kemampuan tersebut dari keempat variabel independen. Perhitungan koefisien determinasi dilakukan dengan cara:

KD = R2 x 100%

KD = 0,759 x 100%

KD = 75,9%

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka kesimpulan yang diperoleh adalah investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi sebagai variabel independen dalam penelitian ini mampu menjelaskan tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara sebagai variabel dependen sebesar 75,9%. Sisa dari pengaruh untuk tingkat pengangguran mengartikan bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi atau diperjelas oleh faktor lain sebesar 24,1% yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4.3.2 Pengaruh Investasi, Upah Minimum, IPM, dan Inflasi Secara Serentak Terhadap Tingkat Pengangguran.

Mengetahui pengaruh keempat variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak atau bersama-sama, dilakukan uji F. Hasil regresi yang ditunjukkan oleh output SPSS untuk penelitian ini yaitu:

Tabel 4.6 Hasil Uji F ANOVAa

Model Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig.

1

Regression .261 4 .065 21.307 .000b

Residual .083 27 .003

Total .343 31

a. Dependent Variable: TP

b. Predictors: (Constant), Inflasi, logUM, logINV, logIPM

Pada Tabel 4.6 diatas, nilai signifikan yang diperoleh adalah 0,000 yang dimana hasil tersebut lebih kecil dari 0,05. Nilai F hitung yang diperoleh sebesar 21.307 sedangkan nilai F tabel adalah 2,93 sehingga diketahui nilai Fhitung > Ftabel

(21.307 > 2.93).

Berdasarkan hasil uji F dan kriteria pengambilan keputusan, maka kesimpulan yang diperoleh dari hasil regresi penelitian adalah H0 diterima dan H1 ditolak.

Artinya, model regresi yang digunakan signifikan dan simultan. Seluruh variabel independen yang digunakan pada penelitian ini yaitu investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

4.3.3 Pengaruh Investasi, Upah Minimum, IPM, dan Inflasi Secara Parsial Terhadap Tingkat Pengangguran.

Berikut hasil uji t yang menunjukkan pengaruh keempat variabel independen secara parsail dan penjelasan masing-masing variabel independen:

Tabel. 4.7 Hasil Uji t Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std.

Error Beta

1 (Constant) 19.664 2.957 6.650 .000

logINV .006 .105 .012 .053 .958

logUM -1.384 .198 -1.360 -6.980 .000 logIPM -8.273 1.598 -1.193 -5.177 .000 Inflasi -.088 .030 -.628 -2.967 .006 a. Dependent Variable: TP

Dari Tabel 4.7 diatas, didapatkan persamaan model regresi penelitian:

TP = 19,664 + 0,006 logINV– 1,384 logUM– 8,273 logIPM– 0,08 Inflasi diketahui nilai konstanta yang sebesar 19.664. Hal ini menunjukkan nilai dari variabel tingkat pengangguran di Sumatera utara sebesar 19.664, apabila nilai keseluruhan dari variabel independen yang digunakan nol. Diketahui pula nilai t tabel pada penelitian ini adalah 2,048. Penjelasan analisisnya sebagai berikut:

1. Pengaruh Investasi Terhadap Tingkat Pengangguran

Nilai koefisien investasi hasil regresi sebesar 0,006 . Signifikasi sebesar 0,958

> 0,05 dan nilai thitung < ttabel (0,053 < 2,048). Berdasarkan hasil regresi tersebut, maka kesimpulan yang diperoleh yaitu H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, investasi tidak

memiliki berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara.

Nilai koefisien investasi yang bernilai positif mengartikan setiap kenaikan investasi sebesar 1% akan menambah tingkat pengangguran sebesar 0,006%.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan investasi berpengaruh negatif terhadap pengangguran. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prayuda (2015) yang menyatakan investasi berpengaruh negatif signifikan terhadap penanggguran. Hasil penelitian dari Prasaja (2013) juga menyatakan pengaruh investasi asing terhadap pengangguran bernilai negatif dan signifikan. Johan dkk. (2016) menyatakan investasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguan di Indonesia, begitupun hasil penelitian Mahroji dan Iin (2019) yang menyatakan investasi memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran.

Hal ini disebabkan karena karena meski investasi bertambah di Sumatera Utara, namun pemanfaatan realisasi investasi baik itu dari PMDN maupun dari PMA masih belum maksimal sehingga tidak menyerap tenaga kerja yang tersedia di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan kebijakan investasi, yaitu peraturan daerah N0. 2 Tahun 2015 tentang pemberian insentif dan kemudahan bagi penanaman modal dalam usaha mendorong realisasi investasi di Sumater Utara. Kebijakan ini berfokus untuk mengembangkan pariwisata dan perhotelan dengan harapan dapat menambah pendapatan daerah jika realisasi investasi tersebut sukses. Kenyataannya, investasi di Sumatera Utara mengalami naik turun dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) memiliki jumlah yang lebih besar dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Tabel 4.8 Daftar Realisasi Penanaman Modal Asing Dan Penanaman Modal Dalam Negeri Tahun 2015-2018 (Rp Milyar) di Sumatera Utara

Tahun PMA PMDN

2015 17.189.894.320 4.287.417,30 2016 14.215.140.204 4.954.829,29 2017 20.524.434.216 11.683.639,20 2018 18.058.128.390 8.371.820,30 Sumber: BPS Sumatera Utara

Menurut Kajian Ekonomi Keunagan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Utara 2016, realisasi investasi menunjukkan perkembangan yang menggembirakan di awal tahun, namun karena adanya perlambatan ekonomi global maka ikut berdampak pada perekonomian Indonesia termasuk di Sumatera Utara. Hal tersebut menyebabkan investasi sebagai penyokong kegiatan ekonomi menjadi tidak maksimal memberikan kontribusi perekonomian karena realisasi investasi dengan jumlah besar adalah investasi asing. Akibatnya, kegiatan konsumsi lebih banyak menggunakan stok barang (inventory) yang menekan pertumbuhan ekonomi.

Penyebab lainnya adalah industri di Indonesia lebih didominasi oleh industri Padat modal, bukan padat karya. Hal tersebut menyebabkan investasi industri lebih cenderung menggunakan teknologi mesin daripada menggunakan tenaga kerja.

Artinya, meski investasi di Sumatera Utara bertambah, namun tidak turut membuka lapangan kerja sehingga pengangguran pun tidak terserap atau berkurang. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) dalam tulisan Ariyanti (2018) mengatakan modal asing mendominasi penanaman modal yang tertju pada sektor ketenagalistrikan, air, gas, pertambangan, dan perkebunan, sedangkan penamaman modal lokal lebih tertuju ke sektor jasa. yang KEKR Provinsi

Sumatera Utara 2018 mengungkapkan bahwa investasi di Sumatera Utara tahun 2018 terus didorong oleh pemerintah melalui proyek infrastruktur dan maintenance produksi oleh pelaku usaha, namun konsumsi pemerintah tumbuh melambat dan terbatas yang diakibatkan oleh lamanya proses administrasi dan pelelangan yang berlangsung.

2. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Tingkat Pengangguran

Upah minimum memiliki nilai koefisien sebesar 1,384. Signifikasi variabel 0,000 < 0,05 dan nilai thitung > ttabel (6,980 > 2,048). Berdasarkan hasil regeresi tersebut disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel upah minimum memiliki pengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Nilai koefisien upah minimum dari hasil regresi bernilai negatif mengartikan setiap kenaikan upah minimum sebesar 1% maka akan mengurangi tingkat pengangguran sebesar 1,384%.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan upah minimum berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran dan hasil penelitian dari Panjawa (2014) yang hasil penelitiannya menyataka upah minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hasil ini justru sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahroji (2019) yang menyatakan upah minimum berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran.

Mahidody (2018) menyatakan upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran dan begitupun hasil penelitian Nurcholis (2014) juga menyatakan dan upah minimum memiliki pegaruh negatif signifikan terhadap tingkat pengangguran.

Hal ini dapat menunjukkan dengan meningkatnya upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah membuat tenaga kerja yang tersedia berkeinginan untuk bekerja karena upah yang lebih besar jumlahnya daripada sebelumnya. Kenaikan tingkat upah yang ditetapkan juga masih dapat disanggupi para pemilik faktor produksi. Berdasarkan hal tersebut, maka kenaikan upah minimum akan menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran.

Pengangguran di Sumatera Utara yang banyak jumlahnya adalah pengangguran dengan pendidikan menengah keatas dan perekonomiannya lebih didominasi oleh sektor informal. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya lapangan kerja dan penggunaan tenaga kerja ahli yang tiap tahun kian bertambah. Dengan penetapan upah minimum regional oleh pemerintah daerah menunjukkan lapangan kerja telah tersedia lebih banyak dan lebih maju sehingga tidak hanya menyerap tenaga kerja menengah ke bawah, tapi upah minimum tersebut juga layak bagi tenaga kerja terdidik untuk bekerja sesuai bidang dan keahliannya.

3. Pengaruh IPM Terhadap Tingkat Pengangguran

Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel IPM bernilai -8,273. Signifikasi variabel 0,000 < 0,05 dan thitung > ttabel (5,177 > 2,048). Berdasarkan hasil regresi tersebut, maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya variabel IPM memiliki pengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Koefisien IPM yang bernilai negatif juga mengartikan bahwa setiap kenaikan IPM sebesar 1% akan mengurangi tingkat pengangguran sebanyak 8,273%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan IPM berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran dan sejalan dengan

penelitian terdahulu. Mahihody (2018) yang menyatakan IPM berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pengangguran, begitupun hasil penelitian Mahroji (2019) juga menyatakan IPM berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang bertujuan untuk mendorong pembangunan manusia dengan mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya yaitu pada tahun 2008, pemerintah telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) No. 2 tentang pemerintah daerah memfasilitasi dan mengawasi penyelenggaraan sistem kesehatan masyarakat di Sumatera Utara dimana seluruh biaya yang diperlukan untuk pelaksanaannya akan dibebankan kepada APBN dan APBD Provinsi Sumatera Utara. Peraturan daerah tersebut sangat membantu masyarakat karena mendukung kesamaan derajat kesehatan setiap lapisan masyarakat. Peningkatan pemerintah terkait bidang pendidikan yang terbaru dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui Perda No. 9 tahun 2018 pasal 4 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan, mengarahkan, mengawasi, mengevaluasi dan mengendalikan penyelenggaran satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan di Provinsi Sumtera Utara.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah tersebut memberikan dampak meningkatnya kesejahteraan dan kualitas masyarakat Sumatera Utara karena semakin banyak masyarakat yang mendapat pendidikan menengah keatas , semakin banyak pula tenaga kerja ahli yang dihasilkan. IPM yang meningkat menunjukkan masyarakat lebih memiliki harapan hidup panjang, pengetahuan, dan standar hidup layak yang lebih baik. Semakin banyak pula tenaga kerja terdidik lulusan menengah ke atas dan universitas menandakan semakin banyak tenaga kerja ahli yang dimiliki.

Peluang untuk mendapatkan pekerjaan bagi tenaga kerja terdidik akan lebih besar karena tidak hanya perusahaan, badan pemerintahan pun akan menyerap tenaga kerja terdidik yang ahli dalam bidangnya sehingga akan mengurangi jumlah pengangguran.

4. Pengaruh Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran

Koefisein Inflasi hasil dari regresi adalah -0,088. Signifikasi yaitu 0,006 <

0,05 dan nilai thitung > ttabel (2,967 > 2,048). Berdasarkan hasil regresi tersebut disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel inflasi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera utara. Dengan nilai koefisien inflasi yang negatif dapat disimpulkan setiap kenaikan inflasi sebesar 1%

maka akan mengurangi tingkat pengangguran sebanyak 0,088 %.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang menyatakan inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2015) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pengangguran, namun hasil penelitian Putri tidak signifikan terhadap pengangguran. Arief (2017) juga menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap pengangguran. Kedua hasil penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johan.

(2016) yang menyatakan inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran. Prayuda (2015) juga menyatakan inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap pengangguran.

Inflasi yang berpegaruh negatif terhadap pengangguran dijelaskan dalam teori hubungan terbalik antara inflasi dan pengangguran kurva Philips. Berdasarkan kurva Philips, inflasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi karena akan ada penyerapan

tenaga kerja dalam jangka pendek. Arthur W. Philips menjelaskan kenaikan inflasi menunjukkan adanya kenaikan permintaan agregat, yang disebut juga demand pull inflation. Permintaan agregat yang lebih tinggi dari penawaran agregat menyebabkan

produsen harus meningkatkan kapasitas produksinya demi memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan lebih. Pada usaha peningkatan produksi tersebut, perusahaan atau industri akan banyak menyerap tenaga kerja sehingga jumlah pengangguran pun akan turun.

KEKR Provinsi Sumatera Utara 2017 mengungkapkan bahwa pada tahun 2017 inflasi yang sebesar 3,2% masih terkendali karena membaiknya pertumbuhan ekonomi daerah karena membaiknya pasokan pangan sehingga menyebabkan penurunan harga barang pangan yang tajam. Pemerintah daerah juga mengeluarkan kebijakan tentang penyesuaian terhadap komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah. Penurunan inflasi juga terjadi pada tahun 2018 sebesar 1,23% dimana menurut KEKR Provinsi Sumatera Utara 2018, inflasi semakin menurun akibat turunnya harga makanan pangan dan penawaran dalam perekonomian yang stabil.

Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui inflasi di Sumatera Utara dalam keadaan stabil dan terkendali, sehingga pertumbuhan ekonomi membaik meski perekonomian terdampak ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi yang membaik menggambarkan perkonomian yang berjalan baik dan terjadi penyerapan tenaga kerja sehingga mengurangi jumlah pengangguran.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka diambil kesimpulan:

1. Investasi, upah minimum, IPM, dan inflasi memiliki pengaruh secara simultan dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

2. Investasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran.

3. Upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

4. IPM memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

5. Inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka terdapat beberapa saran yang dapat diajukan, yaitu:

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat mengatur ketersediaan dan harga barang produksi dalam pasar dan upah yang layak bagi para tenaga kerja di Sumatera Utara, khususnya wilayah padat penduduk seperti di Kota Medan dan sekitarnya mengingat kepadatan penduduk di kota-kota besar yang tinggi.

2. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hendaknya mengeluarkan kebijakan yang mengatur stabilitas harga dalam pasar yang lebih baik untuk menjaga laju inflasi yang stabil terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat.

3. Untuk pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai pemegang kebijakan daerah, hendaknya memperhatikan ketersediaan lapangan kerja terhadap tenaga kerja yang berpendidikan menengah keatas, agar tenaga kerja terdidik dan ahli dapat lebih dimanfaatkan secaar optimal dalam perekonomian.

4. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hendaknya meningkatkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) agar perekonomian di Sumatera Utara tidak ikut gooyah akibat melambatnya ekonomi global.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Muhammad dan Diena Fadhilah. 2017. “Pengaruh Pendapatan Terhadap Kemiskinan dan Pengangguran Dengan Inflasi Sebagai Pemoderasi Di Sumatera Utara”. Journal Ilman. September 2017, Vol. 5, No. 2.

Ariyanti, Duwi Setiya. 2019. “Modal Asing Dominasi Investasi di Sumut Sepanjang 2018”. www.bisnis.com/read/20190213/534/888569/modal-asing-dominasi-investasi-di-sumut-sepanjang-2018. (Diakses tanggal 10 Januari 2021).

Arsyad, Lincolin. 2010. “Ekonomi Pembangunan”. STIM YPN. Yogyakarta.

Bakti, T. Diana, dkk. 2012. “Pengantar Ekonomi Makro”. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Basuki, Agus Tri. 2017. “Ekonometrika Dan Aplikasi Dalam Ekonomi (Dilengkapi Dengan Aplikasi Eviews 7)”. Danisa Media. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2018. “Indeks Pembangunan Manusia. Sumatera Utara Tahun 2018”.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2018. “Kepadatan Penduduk.

Sumatera Utara”.

Bank Indonesia. 2016. “Kajian Ekonomi Keuangan Regional Sumatera Utara 2016 Final”. Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Utara.

Bank Indonesia. 2017. “Kajian Ekonomi Keuangan Regional Sumatera Utara 2017 Final”. Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Utara.

Bank Indonesia. 2018. “Kajian Ekonomi Keuangan Regional Sumatera Utara 2018 Final”. Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Utara.

Daryanto, Arief dan Yundy Hafizrianda. 2010. “Model-model Kualitatif Untuk Perencanaa Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan Aplikasi”. Institute Pertanian Bogor Press. Bogor.

Ghozali, I. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19”.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Hidayat, Anwar. 2013. “Uji F dan Uji T”. http://statiskian.com/uji-f-dan-uji-t--online.

(Diakses tanggal 6 Desember 2019).

Hasanah, Erni Umi & Danang Sunyoto. 2011. “Pengantar Ilmu Ekonomi Makro (teori&soal)”. CAPS. Yogyakarta.

Kuntiarti, Dita Dewi. 2018. “Pengaruh Inflasi, Jumlah Penduduk, Dan Kenaikan Upah Minimum Terhadap Pengangguran Terbuka Di Provinsi Banten Tahun 2010-2015”. Jurnal Pendidikan Dan Ekonomi. Desember 2018, Vol.7 No. 1.

Johan, Kornelius, dkk. 2016. “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan

Johan, Kornelius, dkk. 2016. “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan

Dokumen terkait