• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA TESIS. Oleh FADHILAH ARNY FACHRUDIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA TESIS. Oleh FADHILAH ARNY FACHRUDIN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

FADHILAH ARNY FACHRUDIN 167018011

MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)
(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 September 2020

DEWAN PENGUJI TESIS:

Ketua : Dr. Rahmanta, M.Si Anggota : 1. Dr. Rujiman, MA.

2. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE 3. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin. M.Ec 4. Dr. Ahmad Albar Tanjung, M.Si

(5)
(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

1. Nama : Fadhilah Arny Fachrudin

2. Tempat/Tanggal Lahir : Gunungsitoli, 19 September 1994 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Orangtua

a. Ayah : Fachrudin Caniago

b. Ibu : Yus Kamaril

6. Alamat Domisili : Jl. Perjuangan, Komplek Golden Setiabudi No. C4 Data Pendidikan

1. Sekolah Dasar (SD) : SD Swasta Muhammadiyah Gunungsitoli Tahun 2001-2005

SD Negeri Inpres Kecamatan Medan Tembung Tahun 2005-2006

2. SMP : SMP Negeri 1 Gunungsitoli

Tahun 2006-2009

3. SMA : SMA Negeri 1 Gunungsitoli Tahun 2009-2012

4. S-1 : Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Dan Bisinis Universitas Sumatera Utara Tahun 2012-2015

5. S-2 : Magister Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Tahun 2016-2020

(7)
(8)

ABSTRACT

Unemployment is a problem that becomes an obstacle in economic development. The decrease of unemployment rate in Sumatera Utara Province is still far from the target set by the government. This study aims to analyze whether investment, minimum wages, human development index, and inflation affect the unemployment rate in Sumatera Utara. The method of the study is multiple regression analysis and used secondary data from 2011-2018 quaterly. The result of this study on simultaneous test showed that investment, minimum wages, human development index and inflation are silmutaneously effect the unemployment rate in Sumatera Utara province. The result of partial test are investment has positive and insignificant affect of 0.006, minimum wages variable has negative and significant affect of 1.384, human development index has negative and significant affect of 8.273, inflation has negative and significant affect of 0.088. The increasing of minimum wages, human development index and inflation will decrease the unemployment rate in Sumatera Utara province. It is recommended to the government to pay more attention to minimum wages, human development index and inflation to increase employment in economy .

Key words; Minimum Wages, Human Development Index, Inflation, Unemployment Rate

(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas rahmat dan karuaniaNya kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan judul

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara”.

Selama mengerjakan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah mendapatkan bantuan materi dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orangtua saya tercinta, Bapak Fachrudin Caniago dan Ibu Yus Kamaril yang senantiasa memberi dukungan pada studi saya baik secara moril dan materi serta doa untuk keberhasilan pendidikan saya.

2. Kedua orang saudara saya, Fikri Fachrudin dan Fuad Fachrudin yang memberikan bantuan moril dan juga materi serta mendukung saya untuk menempuh pendidikan Magister.

3. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli. SE., MS, selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sumatera Utara.

5. Bapak Irsad, SE., M.Soc.Sc, Ph.D selaku ketua program studi Magister Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara .

6. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku dosen pembimbing I saya yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan di sela-sela kesibukan Beliau dari awal hingga akhir penulisan tesis.

7. Bapak Dr. Rujiman, MA. selaku dosen pembimbing II saya yang telah banyak memberikan dorongan, ide, petunjuk hingga tesis ini dapat terselesaikan.

(10)

8. Bapak Prof. Dr, lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE., Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec., Dr.

Ahmad Albar Tanjung, M.Si. selaku dosen penguji saya yang telah memberikan banyak saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini menjadi lebih baik.

9. Bapak/Ibu dosen dan staf di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

10. Teruntuk para seniman musik yang saya kagumi, Tulus, Yura Yunita, Namjoon, Yoongi, Jimin, dan Raisa yang dengan karya mereka menemani dan memotivasi saya selama pengerjaan tesis ini hingga terselesaikan.

11. Teman-teman di Program Magister Ilmu Ekonomi, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberikan semangat selama perkuliahan.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pemerintah, dan masyarakat luas. Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih terdapat kekurangan dari berbagai sisi, oleh karena itu saran dan kritikan sangat diharapkan agar tesis ataupun penelitian yang dilakukan penulis bisa lebih baik. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 4 Maret 2020 Penulis,

Fadhilah Arny Fachrudin

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 16

1.3. Tujuan Penelitian ... 17

1.4. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengangguran ... 18

2.2. Investasi ... 21

2.3. Upah Minimum ... 23

2.4. Indeks Pembangunan Manusia ... 25

2.5. Inflasi ... 28

2.5.1. Demand Pull Inflation... 29

2.5.2. Cosh Push inflation... 30

2.6. Penelitian Terdahulu ... 31

2.7. Kerangka Konseptual... 35

2.8.Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 37

3.3.Defenisi Operasional ... 38

3.4.Metode Analisis Data ... 39

3.4.1. Uji Asumsi Klasik ... 39

3.4.1.1 Uji Normalitas ... 39

3.4.1.2 Uji Multikolinearitas... 39

3.4.1.2 Uji Heteroskedastisitas ... 40

3.4.1.2 Uji Autokorelasi ... 41

3.5.Uji Hipotesis ... 42

3.5.1Uji Koefisien Determinasi... 42

3.5.2Uji F ... 43

3.5.3Uji t ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis ... 45

(12)

4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 45

4.2.1. Hasil Uji Normalitas ... 45

4.2.2. Hasil Uji Multikolinearitas ... 47

4.2.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 48

4.2.4. Hasil Uji Autokorelasi... 50

4.3. Hasil Uji Hipotesis ... 50

4.3.1. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 50

4.3.2. Pengaruh Investasi, Upah Minimum, Indeks Pembangunan Manusia, Kepadatan Penduduk, dan Inflasi Secara Serentak Terhadap Tingkat Pengangguran ... 52

4.3.3. Pengaruh Investasi, Upah Minimum, Indeks Pembangunan Manusia, Kepadatan Penduduk, dan Inflasi Secara Parsial Terhadap Tingkat Pengangguran ... 53

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 61

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 67

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan

Utama 2017- 2018 di Sumatera Utara ... 2

Tabel 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Di Seluruh Provinsi Di Indonesia Tahun 2018 ... 5

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2018 ... 11

Tabel 2.1 Upah Minimum Regional di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2018 ... 24

Tabel 2.2 Indeks Pembagunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara Menurut Komponen Tahun 2016-2018 ... 26

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ... 46

Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas ... 47

Tabel 4.3 Hasil Uji Spearman’s Rho ……... 49

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 50

Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 51

Tabel 4.6 Hasil Uji F ... 52

Tabel 4.7 Hasil Uji t ... 53

Tabel 4.8 Daftar Realisasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Dalam Negeri Tahun 2015-2018 (Rp Milyar) di Sumatera Utara ... 55

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1.1 Laju Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera

Utara Tahun 2014-2018 ... 3

Gambar 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka di 10 Provinsi Sepulau Sumatera Tahun 2018 ... 4

Gambar 1.3 Laju Inflasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014- 2018 ... 14

Gambar 2.1 Tingkat Penggunaan Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018 ... 20

Gambar 2.2 Kenaikan Harga Karena Perubahan Permintaan ... 29

Gambar 2.3 Inflasi Karena Kenaikan Biaya Produksi ... 30

Gambar 2.4 Kerangka konseptual ... 36

Gambar 4.1 Normal P-P Plot ... 46

Gambar 4.2 Grafik Scatterplot Tingkat Pengangguran ... 48

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Hasil Uji Normalitas... 67

2 Hasil Uji Multikolinearitas ... 69

3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 71

4 Hasil Uji Autokorelasi ... 72

5 Data Penelitian ... 73

(16)

DAFTAR SINGKATAN

ANOVA : Analysis of Variance BPS : Badan Pusat Statistik

BBM : Bahan Bakar Minyak

INV : Investasi

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

KEKR : Kajian Ekonomi Keuangan Regional

Log : Logaritma

SDM : Sumber Daya Manusia

TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

UU : Undang-undang

PDRB : Pendapatan Domestik Regional Bruto

UM : Upah Minimum

VIF : Variance Inflation Factor

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu bentuk keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari pengelolaan sumber daya manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan yang diikuti dengan perubahan struktur dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik mencerminkan perekonomian yang baik pula. Pembangunan ekonomi dirumuskan dalam suatu bentuk usaha untuk mengurangi atau menghapus kemiskinan, ketimpangan dalam distribusi pendapatan dan pengangguran dalam konteks luar pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh (Todaro, 1995). Hal tersebut menyebabkan perlunya pemanfaatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang optimal untuk menggambarkan kondisi tenaga kerja dan lapangan kerja yang seimbang. Jika tenaga kerja yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan atau tidak melakukan aktifitas ekonomi, maka akan menjadi masalah bagi pemerintah yang harus segera dipecahkan. Pada negara berkembang dengan jumlah pertumbuhan penduduk yang tinggi seperti di Indonesia, pengangguran merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh setiap pemerintah daerah, tak terkecuali di Sumatera Utara.

Saat ini, pengangguran dianggap sebagai hambatan dan ancaman bagi perkembangan ekonomi. Hal ini disebabkan karena akibat dari adanya pengangguran menandakan ketidakmampuan pertumbuhan ekonomi memberikan peluang kesempatan kerja yang cukup sedangkan di sisi lain pertumbuhan penduduk semakin hari semakin cepat. Keberadaan pengangguran dalam perekonomian mengartikan

(18)

seseorang yang tidak memiliki pendapatan dan otomatis tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya. Perekonomian akan terganggu akibat tidak adanya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, sehingga terjadilah ketidakseimbangan dalam pasar yang berpengaruh terhadap harga barang dan jasa untuk kebutuhan sehari-hari, produksi, dan lain sebagainya. Akibat dari pengangguran pula masyarakat akan terjebak dalam kemiskinan dan perkembangan ekonomi suatu wilayah akan semakin jauh dari kemajuan.

Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama 2017- 2018 di Sumatera Utara

Status Keadaan Ketenagakerjaan Satuan Februari 2017

Agustus 2017

Februari 2018 Angkatan Kerja:

-Bekerja

-Pengangguran terbuka

Ribuan orang

6.716 6.286 430

6.743 6.366 377

7.227 6.823 403

Bukan angkatan kerja Ribuan

orang 2.999 3.046 2.623

Penduduk usia kerja Ribuan

orang 9.716 9.789 9.850

Tingkat partisipasi angkatan kerja % 69,13 68,88 73,36

Tingkat pengangguran terbuka % 6,41 5,60 5,59

Pekerja tidak penuh -Setengah menganggur -Paruh waktu

Ribuan

orang 520

1.470

566 1.348

546 1.821 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Pada Tabel 1.1, dapat dilihat semakin lama semakin banyak angkatan kerja yang tersedia siap dipakai dalam kegiatan kegiatan ekonomi baik itu angkatan kerja terdidik ataupun tidak terdidik. Provinsi Sumatera Utara sendiri memiliki angkatan kerja yang terserap yang didominasi oleh angkatan kerja tidak terdidik atau pendidikannya dibawah menengah atas. Dampak dari pengangguran menyebabkan beban pemerintah terhadap masyarakat miskin semakin besar. Pemerintah harus

(19)

mengeluarkan biaya lebih demi menyeimbangkan harga pada pasar dengan subsidi akibat kurangnya daya beli masyarakat, sedangkan pada waktu yang sama pendapatan pemerintahpun akan berkurang akibat perekonomian yang tidak maju. Pengangguran dan kesempatan kerja yang sama sekali tidak seimbang menyebabkan ketimpangan ekonomi. Bertambahnya jumlah penduduk jauh lebih cepat daripada ketersediaan lapangan pekerjaan dalam perekonomian sedangkan biaya untuk kehidupan hidup sehari-hari semakin bertambah.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara

Gambar 1.1 Laju Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Utara Tahun 2014-2018

Pada Gambar 1.1, dapat dilihat dari tahun 2014-2018 angka pengangguran terbuka atau TPT secara perlahan mulai menurun. Penurunan jumlah pengangguran tersebut tidak menunjukkan secara nyata kemajuan ekonomi di Sumatera Utara,

2014 2015 2016 2017 2018

TPAK 67,07 67,28 65,59 68,88 71,82

TPT 6,23 6,71 5,84 5,6 5,56

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pertumbuhan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Dan Tingkat Pegangguran Terbuka (TPT) Di Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2014-2018

(20)

mengingat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang semakin meningkat dan lebih tinggi dari pengurangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Menurut S.

Mulyadi (2003), pemicu tingginya TPAK adalah meningkatnya penduduk yang mencari pekerjaan. Hal ini mengartikan meskipun angka pengangguran menurun, namun jumlah penduduk yang membutuhkan pekerjaan terus bertambah. Bahkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Utara 2018 menyatakan TPT Sumatera Utara berada diurutan keempat tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Sumatera.

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Gambar 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka di 10 Provinsi Sepulau Sumatera Tahun 2018

Gambar 1.2 di atas menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di 10 Provinsi di Pulau Sumatera dimana dapat dilihat Provinsi Sumatera Utara memiliki TPT terbesar keempat sepulau Sumatera setelah provinsi Kepulauan Riau, Aceh, dan Riau.

7,12 6,55

5,72 5,56 5,55

4,23 4,06 3,65 3,65 3,51

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di 10 Provinsi Sepulau Sumatera

Tahun 2018

(21)

Tabel 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Di Seluruh Provinsi Di Indonesia Tahun 2018

No. Provinsi Tingkat Pengangguran

Terbuka

1 Banten 8.47

2 Jawa Barat 8.23

3 Kepulauan Riau 8.04

4 Maluku 6.95

5 DKI Jakarta 6.65

6 Sulawesi Utara 6.61

7 Papua Barat 6.45

8 Kalimantan Timur 6.41

9 Aceh 6.34

10 Riau 5.58

11 Sumatera Utara 5.56

12 Sumatera Barat 5.55

13 Sulawesi Selatan 4.94

14 Maluku Utara 4.63

15 Jawa Tengah 4.47

16 Kalimantan Selatan 4.35

17 Sumatera Selatan 4.27

18 Kalimantan Barat 4.18

19 Lampung 4.04

20 Jawa Timur 3.91

21 Kalimantan Tengah 3.91

22 Jambi 3.73

23 Gorontalo 3.70

24 Kep. Bangka Belitung 3.61

25 Nusa Tenggara Barat 3.53

26 DIY. Yogyakarta 3.37

27 Sulawesi Tengah 3.37

28 Bengkulu 3.35

29 Sulawesi Tenggara 3.19

30 Kalimantan Utara 3.11

31 Sulawesi Barat 3.01

32 Papua 3.00

33 Nusa Tenggara Timur 2.85

34 Bali 1.40

Sumber: Badan Pusat Statistik

(22)

Tabel 1.2 diatas menunjukkan Sumatera Utara menjadi Provinsi kesebelas yang memiliki tingkat pengangguran terbuka terbanyak di seluruh 34 Provinsi yang terdapat di Indonesia pada tahun 2018. Angka penganguran yang cukup tinggi dibandingkan dengan 23 Provinsi lainnya. Tahun 2017 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menargetkan tingkat pengangguran untuk turun menjadi 2,31%. Kenyataannya, pada tahun 2018 saja angka pengangguran masih sebesar 5,56%. Hal ini menunjukkan bahwa target pemerintah dalam upaya menurunkan tingkat pengangguran di Sumatera Utara masih belum sepenuhnya berhasil. Artinya, meskipun tingkat pengangguran menurun di Sumatera Utara sejak tahun 2016, namun angka penurunan tersebut masih jauh dari perkiraan atau target penurunan pengangguran oleh pemerintah Sumatera Utara.

Penelitian yang berkaitan dengan pengangguran sebelum penelitian ini dilakukan oleh Mahroji (2019) yang menyatakan IPM, investasi, dan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pengangguran di Kota Banten. Penelitian yang dilakukan Prayuda (2015) menyatakan inflasi dan investasi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di provinsi Bali dimana inflasi berpengaruh positif sedangkan investasi berpengaruh negatif. Hasil penelitian oleh Johan dkk. (2016) menyatakan inflasi berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia dan investasi berpegaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Hasil penelitian oleh Mahihody (2018) menyatakan upah minimum dan IPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di Kota Manado. Hasil penelitian Nurcholis (2018) menyatakan PDRB dan upah minimum berpengaruh negatif signifikan sedangkan IPM berpengaruh

(23)

positif signifikan terhadap pengangguran di provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian Putri (2015) menyatakan inflasi, PDRB, dan upah memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap pengangguran terdidik di Jawa Tengah. Prasaja (2013) menyatakan investasi asing dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terdidik dimana investasi asing berpengaruh negatif sedangkan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengangguran terdidik di Jawa Tengah.

Penelitian Kuntiarti (2018) menyatakan inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi Banten sedangkan kenaikan jumlah penduduk dan upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten. Penelitian yang dilakukan Panjawa (2014) mengungkapkan bahwa upah minimum dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran, jumlah penduduk berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengangguran di Kresidenan, Sidoarjo.

Perbedaan pada penelitian-penelitian terdahulu diatas dengan penelitian ini adalah variabel independen yang digunakan pada penelitian terdahulu yang disebutkan diatas hanya menggunakan paling banyak tiga variabel independen.

Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat variabel independen yang dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Banyak tahun yang digunakan pada penelitian ini menggunakan delapan tahun penelitian yang juga dibagi menjadi 4 triwulan, sehingga periode pengamatan penelitian juga lebih banyak. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan investasi, upah minimum,

(24)

IPM, dan inflasi sebagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pegangguran di provinsi Sumatera Utara.

Investasi memiliki andil dalam perekonomian dalam hal perluasan kesempatan kerja. Dalam konteks makro ekonomi, investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian (Hasanah dan Danang, 2011).

Pembentukan modal baik itu dari pemerintah maupun swasta akan menyerap tenaga kerja dan menghasilkan keuntungan. Sebagai salah satu dari indikator pertumbuhan ekonomi, pemerintah selalu mengupayakan agar investasi dapat terealisasi dan memberikan keuntungan dengan membuka lapangan kerja dan pendapatan yang lebih baik dari hasil investasi tersebut. Bahkan tidak jarang pemerintah berusaha untuk menarik investor asing untuk melakukan penanaman modal dalam negeri demi meningkatkan pertumbuhan investasi.

Realisasi investasi dapat menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sosial ekonomi di setiap daerah. Walaupun kini telah berlaku kebijakan yang memudahkan para investor menanamkan modal atau membuka usaha, namun penggunaan tenaga kerja asing bagi PMA yang masuk ke Indonesia sama sekali tidak membantu mengurangi tingkat pengangguran.

Permasalahan tingkat upah minimum yang rendah di Indonesia termasuk di Sumatera Utara turut menyebabkan tingginya tingkat pengangguran. Upah yang tidak cukup yang diterima pekerja dari pengusaha masih tidak akan menimbulkan permintaan pada pasar, akibatnya pengangguran terselubung akan meningkat, bahkan

(25)

hal yang sama akan terjadi pada pengangguran terbuka, mengingat masyarakat akan memilih menganggur hingga mendapatkan pekerjaan yang pantas dengan upah yang lebih dari mencukupi. Menurut Sumarsono (2003) upah minimum merupakan upah yang ditetapkan secara meinimum regional, sektor regional maupun sub sektoral.

Artinya, pekerja memiliki hak atas upah dan tunjangan dari hasil kerja keras mereka yang wajib diberikan oleh pemilik usaha mereka bekerja. Jika upah minimum terlalu kecil atau bahkan tidak ditetapkan, maka akan terjadi persaingan tidak sehat dalam pasar dan kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai. Pada sisi lain, jika pemerintah menambah tingkat upah minimum, maka hal tersebut akan menjadi masalah pada pihak produsen. Cost product yang bertambah akan mendorong para pengusaha untuk mengurangi tenaga kerja yang digunakan guna menyelamatkan perusahaannya dari kerugian.

Menurut laporan dari Bank Indonesia pada triwulan I 2019, pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara tumbuh sebesar 5,30%. Pertumbuhan tersebut di dorong dari peningkatan konsumsi pemerintah dan lembaga non profit rumah tangga.

Pertumbuhan ekonominya juga berasal dari perbaikan kinerja Lapangan Usaha (LU) sektor konstruksi dan pertanian. Hal ini mengartikan bahwa memiliki upah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat diperlukan agar perekonomian tetap berjalan. Ketersediaan barang dan jasa dalam pasar bergantung pada daya beli masyarakat dan produktivitas perusahaan yang menghasilkan produk.

Menurut teori Nelson, semakin tinggi tingat pendapatan per kapita maka semakin kecil tingkat kemunduran penduduk. Jika tingkat pendapatan per kapita sangat rendah maka tingkat kematian lebih besar dari tingkat kelahiran, dan jika pendapatan per

(26)

kapita meningkat maka tingkat kematian akan menurun tapi angka kelahiran tidak berubah. Berdasarkan teori tersebut dapat dipahami tingkat upah sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.

Besar upah sudah selayaknya sesuai dengan biaya kebutuhan hidup pekerja.

Setiap penentuan harga terhadap barang dan jasa harus sesuai jumlah biaya produksi yang digunakan dan keuntungan yang harus diperoleh. Persaingan dalam pasar yang sering ditemui dan terkadang menyebabkan perang harga barang demi menarik minat dari konsumen. Pengusaha yang berlomba-lomba memasarkan barang dengan harga jual yang rendah akhirnya memotong upah pekerja menjadi lebih sedikit dari yang seharusnya atau mengurangi penggunaan tenaga kerja demi menghemat biaya produksi untuk menghindari kerugian. Upah yang tidak sesuai atau dibawah standar minimum sama sekali tidak mengurangi tingkat pengangguran, namun justru semakin menambah pengangguran terselubung. Pekerja yang dibayar dibawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah harus mencari pekerjaan lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun secara waktu kerja tidak dipastikan seseorang selalu dapat melakukannya. Hal ini akan menimbulkan masalah serius dalam sosial ekonomi, yang berarti mengancam kesejahteraan dalam masyarakat dan meningkatkan kemiskinan. Penting bagi pengusaha untuk memberi upah yang layak pada pekerja agar kesejahteraan dan keberlangsungan kegiatan dalam pasar dapat berjalan.

Tingginya tingkat pengangguran juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Kesulitan akibat tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan permasalahan ditengah masyarakat dengan meningkatnya tingkat kriminalitas, menurunnya tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat yang ketiga

(27)

faktor tersebut dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kesejahteraan masyarakat yang rendah dimana masyarakat tidak dapat memiliki pendidikan yang lebih baik akan menghasilkan tenaga kerja tidak terlatih atau terdidik. Akibatnya, tenaga kerja yang dimiliki tidak akan dapat digunakan karena di Indonesia termasuk di Sumatera Utara, perekonomian yang berlangsung didominasi oleh industri padat modal disbanding industri padat karya, dimana penggunaan teknologi lebih diutamakan daripada penggunaan tenaga kerja dan industri padat modal lebih menggunakan tenaga kerja ahli atau terdidik.

Nelson dan Leibenstein dalam Sukirno (2006) berpendapatan bahwa pertambahan penduduk di negara berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan penduduk tidak mengalami perbaikan yang berarti dan dalam jangka panjang mungkin menurun. Sebenarnya pertambahan penduduk memiliki keuntungan dalam perekonomian, karena jika tenaga kerja yang tersedia berlimpah, maka tingkat upah yang ditetapkan atau diberikan pada pekerja cenderung rendah dan bahkan dapat memicu perkembangan teknologi. Dampak negatifnya adalah, jika pertambahan penduduk yang terjadi hanya menambah jumlah penduduk yang menjadi angkatan kerja tanpa keahlian, sehingga tidak dapat digunakan untuk berkerja ataupun menciptakan teknologi. Akibatnya, pertambahan penduduk menjadi masalah pengangguran yang semakin lama semakin bertambah.

Pertambahan penduduk di setiap daerah perlu diikuti dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi agar penduduk dalam angkatan kerja memiliki keahlian dalam bekerja dan memiliki penghasilan.

(28)

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2018

Kabupaten/kota Penduduk(ribu/jiwa) Persentase Penduduk

Kepadatan Penduduk per

km2

2010 2018 2010 2018 2010 2018

N i a s 135.778 142.84 1,04 0,99 74 78

Mandailing Natal 406.297 443.49 3,12 3,08 66 72 Tapanuli Selatan 264.48 280.283 2,03 1,94 44 46 Tapanuli Tengah 312.827 370.171 2,4 2,57 143 169 Tapanuli Utara 280.071 299.881 2,15 2,08 74 79

Toba Samosir 173.572 182.673 1,33 1,27 75 78

Labuhanbatu 417.078 486.48 3,2 3,37 193 226

A s a h a n 670 399 724.379 5,15 5,03 181 196

Simalungun 819 603 863.693 6,29 5,99 188 198

D a i r i 270 694 283.203 2,08 1,96 140 147

K a r o 352 596 409.675 2,71 2,84 166 193

Deli Serdang 1 799 268 2.155.625 13,8 14,95 803 962 L a n g k a t 970 120 1.035.411 7,45 7,18 155 165

Nias Selatan 290 602 317.207 2,23 2,2 159 174

Humbang

Hasundutan 172 326 188.48 1,32 1,31 74 81

Pakpak Bharat 40.725 48.119 0,31 0,33 33 39

Samosir 119.987 125.816 0,92 0,87 58 61

Serdang Bedagai 595.802 614.618 4,57 4,26 314 323

Batu Bara 377.174 412.992 2,89 2,86 409 448

Padang Lawas

Utara 224.903 267.771 1,73 1,86 57 68

Padang Lawas 226.807 275.515 1,74 1,91 58 71

Labuhanbatu

Selatan 279.196 332.922 2,14 2,31 78 93

Labuhanbatu

Utara 331.927 360.926 2,55 2,5 93 101

Nias Utara 127.621 137.002 0,98 0,95 106 114

Nias Barat 78.016 81.663 0,6 0,57 165 172

(29)

S i b o l g a 84.727 87.317 0,65 0,61 2051 2.114

Tanjungbalai 154.996 173.302 1,19 1,2 1437 1.607

Pematangsiantar 235.396 253.5 1,81 1,76 4229 4.554 Tebing Tinggi 145.809 162.581 1,12 1,13 4704 5.245 M e d a n 2.103.783 2.264.145 16,2 15,71 7939 8.544

B i n j a i 247.111 273.892 1,9 1,9 4175 4.627

Padangsidimpuan 192.388 218.892 1,48 1,52 1678 1.909

Gunungsitoli 126.584 140.927 0,97 0,98 451 502

Sumatera Utara 13.028.663 14.415.391 100 100 179 198 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Hal tersebut mengartikan bahwa kenaikan jumlah penduduk dapat memperburuk nilai indeks IPM. Pada dasarnya, nilai indeks IPM yang meningkat dan jumlah penduduk yang padat disuatu wilayah menunjukkan masyarakat yang memiliki standar hidup yang lebih baik sehingga angkatan kerja berpendidikan tinggi juga semakin banyak. Berdasarkan tingkat pendidikan, pengangguran di Sumatera Utara tertinggi adalah angkatan kerja lulusan menengah ke atas, dimana pengangguran lulusan universitas bahkan mencapai 8,75%. Minimnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi lulusan universitas dan jumlah penduduk yang semakin bertambah menyebabkan angka pengangguran menjadi semakin tinggi.

Banyaknya tenaga kerja yang tersedia di Sumatera Utara tidak semuanya diikuti dengan keahlian. Dalam pembangunan ekonomi dibutuhkan keahlian masyarakat dalam kegiatan perekonomiannya agar terjadi perkembangan ekonomi dan perubahan struktur. Adanya tenaga kerja tak terdidik dan tak terlatih hanya akan menimbulkan masalah baru karena meskipun tenaga kerja tersedia tapi produktivitas tidak meningkat, sedangkat pembangunan ekonomi ditandai dengan perubahan struktur ekonomi secara keseluruhan. Hal tersebut akan mengakibatkan barang dan jasa hasil

(30)

produksi juga akan rendah sehingga berakibat pada penurunan pendapatan per kapita, turunnya tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, dan berbagai faktor yang dapat memengaruhi laju pembangunan.

Inflasi diketahui sebagai indikator perekonomian yang dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi. Menurut Irving Fisher yang dikutip oleh Sukirno (2006) inflasi adalah proses kenaikan harga barang umum yang berlaku di perekonomian. Artinya, inflasi berkaitan dengan harga barang kebutuhan umum masyarakat sehingga perubahan harga pada pasar mempengaruhi harga barang lainnya. Melalui penjelasan tersebut, dapat dipahami pentingnya menjaga tingkat inflasi dalam perekonomian agar kegiatan konsumsi dan produksi tetap berjalan dengan lancar. Pemerintah harus waspada dalam menjaga jumlah uang yang beredar dalam masyarakat dan memantau pola konsumsi masyarakat.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara

Gambar 1.3 Laju Inflasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018

8,17

3,24

6,34

3,2

1,23 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015 2016 2017 2018

Laju Inflasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018

Laju Inflasi

(31)

Berdasarkan Gambar 1.3 diatas, dapat dilihat tingkat inflasi sejak tahun 2014 hingga tahun 2017 mengalami naik turun yang cukup besar perbedaannya. Inflasi terakhir tercatat dibulan Agustus 2019 sebesar 0,18% yang akibatkan oleh kenaikan indeks sebagian besar kelompok pengeluaran, seperti bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.

Melalui teori dari kurva Phillips inflasi diketahui berdampak negatif terhadap pengangguran. Karena berkurangnya konsumsi dalam pasar akan mencegah naiknya harga barang dan jasa secara umum, maka teori ini menyatakan bahwa kenaikan inflasi berguna akan mengurangi pengangguran. Keadaan yang tidak stabil seperti itu apabila terjadi dalam jangka panjang akan berdampak buruk bagi perekonomian. Hal ini disebabkan karena aktifitas konsumsi dan produksi saling mempengaruhi satu sama lain, dimana daya beli masyarakat dibutuhkan dalam pasar agar tercipta permintaan pada penawaran barang dan jasa hasil produksi. Arthur Okun dalam Bakti (2012) menyatakan bahwa hubungan antara inflasi dan tingkat pengangguran sebagai hubungan positif, yang artinya apabila tingkat inflasi tinggi, maka akan diikuti pula oleh kenaikan tingkat pengangguraan atau sebaliknya. Teori yang dikemukakan oleh Arthur Okun adalah teori yang berseberangan dengan teori Arthur Phillip. Pada teori Okun, dikatakan bahawa inflasi yang terjadi di tengah perekonomian yang berlangsung dengan tingkat pengangguran yang tinggi akan semakin menyulitkan bagi masyarakat dan pemerintah. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan bagaimana seseorang tanpa pendapatan dapat memenuhi kebutuhannya sedangkan harga barang dan jasa dalam pasar secara umum kian hari semakin tinggi? Terlebih bagi penduduk yang terus bertambah menyebabkan angkatan kerja juga terus bertambah. Hal ini

(32)

akan semakin mendorong tingginya kemiskinan dan menghambat pembangunan ekonomi.

Hasil realisasi dari investasi, kenaikan upah minimum, nilai IPM sebagai nilai standar hidup layak masyarakat, dan tinggi rendahnya laju inflasi memiliki pengaruh besar baik langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara. Maka menjadi perhatian besar bagi pemerintah daerah untuk dapat mengetahui bagaimana kemampuan keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi tingkat pengangguran. Mengetahui bentuk pengaruh masing-masing faktor dapat membantu pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan sebagai usaha untuk memenuhi targetnya mengurangi angka pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang penelitian dan untuk menentukan ruang lingkup penelitian, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah investasi berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

2. Apakah upah minimum berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

3. Apakah IPM berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

4. Apakah inflasi berpegaruh terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

(33)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh investasi terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera utara.

2. Untuk menganalisis pengaruh upah minimum terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera utara.

3. Untuk menganalisis pengaruh IPM terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera utara.

4. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan penurunan tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan, informasi, ataupun referensi dalam proses pembelajaran maupun penelitian untuk kajian ilmiah.

3. Sebagai studi empiris yang diharapkan memberi kontribusi yang bermanfaat dalam pembangunan ekonomi untuk mengurangi tingkat pengangguran di Sumatera Utara.

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengangguran

Pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan dan belum memperolehnya (Sukirno, 2000). Angkatan kerja sendiri adalah penduduk yang berada dalam usia kerja yaitu di usia 15 tahun atau lebih, baik yang sedang bekerja maupun tidak bekerja. Populasi masyarakat yang masih belum terkontrol, perekonomian yang tidak merata, lapangan kerja yang terbatas, dan sumber daya manusia yang sebagian besar tanpa keahlian menjadi beberapa faktor yang menyebabkan pengangguran terjadi.

Pengangguran di bagi menjadi 4 macam berdasarkan penyebabnya, yaitu:

1. Pengangguran Siklis. Yaitu pengangguran yang terjadi akibat penurunan kegiatan perekonomian. Hal ini disebabkan kondisi pasar yang tidak selalu dalam kondisi stabil.

2. Pengangguran Struktural. Yaitu pengangguran yang terjadi akibat adanya perubahan struktur pada perekonomian. Hal ini sering ditemukan pada negara berkembang yang perekonomiannya semakin berkembang dari tradisional ke perekonomian yang mengembangkan teknologi dan industri. Sehingga masyarakat yang masih bertahan dengan bekerja secara tradisional kehilangan pekerjaannya.

(35)

3. Pengangguran friksional. Yaitu pengangguran yang terjadi akibat angkatan kerja yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena perbedaan keahlian dan terbatasnya informasi akan lowongan pekerjaan.

4. Pengangguran musiman. Yaitu pengangguran yang terjadi karena perubahan musim. Hal ini sering ditemui pada perekonomian tradisional yang masih bergantung pada sumber daya alam seperti pertanian, perikanan, perkebunan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan lama waktu kerja, pengangguran dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Pengangguran terbuka (open unemloyment). Yaitu seseorang yang sama sekali tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Pengangguran ini terjadi sebagai dampak dari jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia.

2. Setengah menganggur (under unemployment). Yaitu seseorang yang bekerja, namun jam kerjanya dibawah 35 jam per minggu. Artinya, pemanfaatan tenaga kerja dan produktivitasnya masih kurang atau tidak dimanfaatkan dengan baik.

3. Pengangguran terselubung (diguised unemployment). Yaitu seseorang yang bekerja namun tidak optimal. Hal ini sering ditemui di negara berkembang akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi dari melebihi lapangan kerja yang tersedia.

Pengangguran ini juga diakibatkan ketidakcocokan keahlian tenaga kerja terhadap lapangan usaha yang ada sehinga produktivitas menurun atau tidak efisien.

Pada penelitian ini, pengangguran akan diteliti melalui indikator tingkat pengangguran terbuka, yaitu tingkat angkatan kerja yang belum mendapatkan atau sedang mencari pekerjaan. Jenis pengangguran di Sumatera Utara berdasarkan

(36)

penyebabnya adalah pengangguran friksional dan berdasarkan lama waktu kerja adalah pengangguran terbuka. Menurut Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Utara 2018, angkatan kerja dengan pendidikan berjenjang universitas atau angkatan kerja dengan pendidikan menengah ke atas merupakan pengangguran terbanyak dibanding pengangguran dengan pendidikan menengah ke bawah.

Sumber: BPS Sumatera Utara

Gambar 2.1 Tingkat Penggunaan Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018

Pada Gambar 2.1 diatas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian di Sumatera Utara didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan SMP hingga menengah kebawah. Tenaga kerja dengan pendidikan Diploma dan Universitas digunakan paling sedikit, yaitu sebesar 11.80% atau 12%

yang artinya pengangguran dengan pendidikan tinggi mencapai 8.35%. Hal ini

53%

22%

13%

12%

Tingkat Peggunaan Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan di Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2018

SMP ke bawah SMA SMK Diploma/Universitas

(37)

menunjukkan bahwa tenaga kerja yang digunakan lebih banyak unskilled labour atau tenaga kerja tidak ahli karena penyerapan tenaga kerja lebih banyak terjadi pada sektor informal seperti pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya. Unskilled Labour yang jumlahnya banyak juga menguntungkan pengusaha karena upah yang rendah.

Lapangan kerja yang tersedia bagi tenaga kerja ahli atau yang berpendidikan menengah keatas masih sangat terbatas sehingga tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dalam perekonomian.

Secara spasial, angka pengangguran di perkotaan sebesar 5.35%, lebih tinggi dari pedesaan yang hanya sebesar 3.57%. hal ini disebabkan karena terjadinya urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang belum maksimal, lapangan kerja yang tidak berkembangdan perekonomian yang tidak merata.

2.2 Investasi

Secara umum investasi dikenal sebagai sejumlah modal yang digunakan untuk mengahasilkan barang atau jasa yang dapat menghasilkan pendapatan, atau sering pula dikenal investasi sebagai penanaman modal terhadap sesuatu yang memiliki nilai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Menurut Sukirno (1997) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir dari investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Baik itu secara individu

(38)

maupun kelompok, investasi akan meningkat dengan adanya pendapatan atau dana lebih, dan akan berkurang jika suku bunga meningkat.

Menurut Mankiw dalam Hasanah dan Danang (2011) terdapat tiga jenis investasi, yaitu investasi tetap (business fixed investment) meliputi peralatan yang dibeli perusahaan untuk proses produksi, investasi residensial (residential investment) meliputi investasi pada perumahan baru yang dibeli individu untuk digunakan oleh investor untuk disewakan, dan investasi persediaan (inventory investment) yang meliputi seluruh barang-barang untuk stok produksi. Investasi di pandang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi karena investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan, perubahan struktur ekonomi, membuka kesempatan kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran.

Menurut KEKR Provinsi Sumatera Utara 2018, pemerintah daerah berusaha melakukan perbaikan ekonomi dengan mendorong peningkatan investasi terutama untuk maintenance produksi dari sisi non bangunan. Pemerintah juga mendukung percepatan proyek strategis nasional yang dicanangkan pemerintah pusat di Sumatera Utara, seperrti Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba, pengerjaan Tol Trans Sumatera, pengembangan infrastruktur Pelabuhan Belawan, kereta api Kuala TanjuNg, dan lain sebagainya. Sumatera Utara memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu di Sei Mengkei Simalungun, karena itulah pemerintah daerah ingin fokus mengembangkan investasi di daerah tersebut.

Dalam penelitian ini, data investasi yang digunakan adalah realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kedua bentuk penanaman modal digunakan agar pengamatan dapat berfokus pada perkembangan

(39)

kedua investasi tersebut serta pengaruhnya terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera utara. Teori yang menjelaskan hubungan investasi dengan pengangguran dikemukakan oleh Harrod-Domar dalam Sukirno (2006) yang menyatakan pembentukan modal menciptakan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjelaskan bahwa dengan investasi, pertumbuhan ekonomi akan terjadi karena akan akan pertambahan produksi yang akan menyerap tenaga kerja hingga akhirnya menghasilkan pendapatan nasional. Teori tersebut mengartikan bahwa investasi berpengaruh negatif terhadap pengangguran.

2.3 Upah Minimum

Upah adalah sumber dari penghasilan angkatan kerja yang terlah memiliki pekerjaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Upah yang sesuai dengan kerja keras pekerja merupakan penghargaan dari pengusaha dan menjaga hubungan sosial ekonomi juga kestabilan pada pasar. Pendapatan dapat menjadi permintaan pada pasar terhadap barang dan jasa hasil produksi yang ditawarkan.

Menurut UU No. 13 tahun 2013 upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan sesuai perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Dalam peraturan pemerintah yang sama, dinyatakan upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Adanya undang-undang yang mengatur pengupahan tehadap tenaga kerja, maka hak pekerja

(40)

dijamin oleh pemerintah agar tidak ada lagi penyelewengan penggunaan tenaga kerja tanpa bayaran oleh pihak pengusaha. Sukirno (2005) berpendapat menurut teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran yang diberikan kepada tenaga kerja buruh atau jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh para pengusaha dan jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat-syarat tertentu.

Pada tahun 2003 sebelumnya, pemerintah telah menetapkan undang-undang yang berfungsi untuk melindungi hak-hak tenaga kerja dalam pasal 90 Undang- undang ketenagakerjaan yang melarang pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum regional yang terlah ditetapkan.

Tabel 2.1 Upah Minimum Regional di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2018

Tahun Upah Minimum Regional 2011 Rp 1.036.000

2012 Rp 1.200.000 2013 Rp 1.375.000 2014 Rp 1.506.000 2015 Rp 1.625.000 2016 Rp 1.812.000 2017 Rp 1.961.000 2018 Rp 2.132.000 Sumber: BPS Sumatera Utara

Dari Tabel 2.1 diatas, dapat dilihat upah minimum regional dimatera Utara mengalami kenaikan setiap tahunnya agar sesuai dengan pendapatan pekerja dengan biaya kebutuhan hidup sehari-hari. Harapannya, dengan adanya kenaikan upah minimum, maka akan menarik minat atau keinginan tenaga kerja untuk mau bekerja sehingga pengangguran pun akan berkurang.

(41)

Hal yang sebaliknya ditegaskan oleh pemilik faktor produksi yang merasa kenaikan upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah justru akan menambah biaya produksi dan akhirnya menambah angka pengangguran. Wakil ketua ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Bob Azzam dalam (Petriella, 2019) mengungkapkan besaran upah di sejumlah daerah di Indonesia berdampak pada angka pengangguran yang tinggi. Hal ini menyebabkan para pemilik faktor produksi memindahkan lokasi produksinya ke tempat yang tingkat UMR lebih rendah demi menghemat biaya produksi. Panjawa (2014) menjelaskan bahwa upah minimum akan menyebabkan peningkatan pengangguran pada objek studi yang Ia lakukan yang disebabkan adanya kekakuan upah, yaitu ketidakmampuan upah dalam melakukan penyesuaian sampai di titik ekuilibrium, dimana penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa kenaikan upah minimum akan berdampak menambah jumlah pengangguran.

2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut (Sirojuzilam dan Syaiful, 2014). Menurut Todaro dan Stephen (2011) indeks pembangunan manusia adalah indeks yang mengukur pencapaian pembangunan sosial-ekonomi suatu negara, yang mengkombinasikan pencapaian di bidang pendidikan, kesehatan, dan pendapatan riil perkapita yang disesuaikan. BPS Sumatera Utara mengukur pembangunan manusia melalui tiga aspek yang dianggap dapat menggambarkan standar kualitas seseorang.

(42)

Tabel 2.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Utara Menurut Komponen Tahun 2016-2018

Komponen Satuan 2016 2017 2018

Umur Harapan Hdup saat Lahir (UHH) Tahun 68,33 68,37 68,61 Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 13,00 13,10 13,14 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 9,12 9,25 9,34 Pengeluaran Per Kapita Tahun 9.744 10.036 10.391

IPM 70,00 70,81 71,39

Pertumbuhan IPM % 0,70 0,81 0,86

Sumber: BPS Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat nilai tiap-tiap komponen yang mewakili tiga aspek indikator pembangunan manusia mengalami peningkatan pada tahun 2018.

Ketiga aspek tersebut adalah:

1. Umur Panjang dan Hidup Sehat

Aspek umur panjang dan hidup sehat dilihat melalui komponen Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH). Pada tahun 2018 bayi yang lahir memiliki harapan hidup sebesar 68,61 tahun, lebih lama 0,24 tahun dibanding tahun 2017.

2. Pengetahuan atau Pendidikan

Pengatahuan atau pendidikan dibentuk oleh komponen Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Pada tahun 2018 anak-anak mendapatkan pendidikan selama 13,14 tahun, lebih lama 0,04 tahun dari tahun 2017.

Masyarakat yang berusia 25 tahun diketahui telah menempuh pendidikan selama 9,34 tahun, lebih lama 0,09 tahun dari tahun 2017.

3. Standar Hidup Layak

Standar hidup layak di presentasikan oleh komponen pengeluaran per kapita yang dihitung dalam harga konstan. Tahun 2018, pengeluaran per kapita masyarakat

(43)

di Sumatera Utara adalah Rp. 10.391.000/tahun, lebih besar Rp 355.000 dari tahun 2017.

Pada tahun 2018, nilai IPM yang diperoleh sebesar 71,39%, lebih besar 0,58%

dibandingkan tahun 2017 yang sebesar 70.81. Keberhasilan pemerintah dalam mencapai pembangunan ekonomi akan jelas terlihat dengan terciptanya kesejahteran masyarakat. Setiap pemerintahan suatu negara termasuk di Indonesia melakukan banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusianya. Mulai dari program melek huruf, program kesehatan masyarakat, upaya perluasan lapangan kerja dan berbagai upaya lainnya dilakukan pemerintah demi mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Teori yang mengungkapkan hubungan pengaruh IPM dengan pengangguran dikemukakan oleh Todaro dalam Mahroji (2019) yang menyatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Hal tersebut menjelaskan bahwa pembangunan manusia dapat menciptakan pembangunan ekonomi melalui perekonomian yang lebih baik dengan adanya kreativitas, keahlian, dan teknologi canggih dari manusia dengan kualitas yang baik itu sendiri. Peluang untuk menyerap tenaga kerja juga akan lebih besar dari sebelumnya karena pengangguran akan jauh lebih berkurang dalam perekonomian yang membuka variasi lapangan kerja, pemanfaatan tenaga kerja ahli yang menghasilkan aktifitas ekonomi yang lebih aktif dan maju.

2.5 Inflasi

Umumnya inflasi dikenal sebagai suatu keadaan dimana naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat secara terus-menerus. Menurut Utari (2015)

(44)

hanya kenaikan kenaikan harga yang terjadi secara umum yang dapat disebut sebagai inflasi, tidak pada kejadian kenaikan harga pada komoditas tertentu karena faktor musiman, misalnya menjelang hari-hari besar atau karena gangguan supply sesaat dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan. Inflasi dapat diartikan sebagai kecederungan kenaikan harga barang secara umum yang berlangsung sepanjang masa sehingga mengakibatkan jumlah uang yang beredar lebih besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia atau nilai uang yang lebih rendah dihadapkan dengan nilai barang dan jasa (Bakti, 2012). Bakti juga membagi empat jenis inflasi yang terdiri dari:

1. Inflasi rendah (lower inflation) 2. Inflasi sedang (middle inflation) 3. Inflasi tinggi (high inflation) 4. Inflasi hiper (hyper inflation)

Kenaikan harga di waktu-waktu tertentu tak dapat dikatakan sebagai inflasi karena setelah peirode atau musim tertentu tersebut berlalu, maka tingkat harga dalam pasar akan kembali normal tanpa tindakan khusus apapun. Hal tersebut tidak mengartikan bahwa inflasi hanya fenomena ekonomi yang sepele, sebaliknya seebagai indikator makroekonomi, inflasi harus selalu diwaspadai karena berpengaruh terhadap nilai uang beredar dalam masyarakat. Pada dasarnya inflasi dianggap wajar terjadi pada negara berkembang yang pembangunan ekonominya bergantung pada modal pinjaman luar negeri dan dengan kenaikan inflasi maka nilai rupiah akan terus naik serta pembangunan ekonomi dapat tercapai. Dampak buruknya, negara berkembang seperti Indonesia akan sangat rentan dengan krisis

(45)

keuangan global, sehingga inflasi dunia yang terjadi sangat mudah mempengaruhi perekonomian Indonesia. Tercapainya pembangunan ekonomi menjadikan perekonomian negara menjadi mandiri dan tidak akan mudah goyah terhadap krisis global yang dapat senantiasa terjadi kapan saja. Menurut Bakti, dkk. (2012) penyebab inflasi disebabkan oleh dua faktor, yaitu demand pull inflation dan cosh push inflation.

2.5.1 Demand Pull Inflation

Demand pull inflation adalah inflasi yang terjadi disebabkan oleh kenaikan

aggregate demand lebih besar daripada aggregate supply. Permintaan yang meningkat tersebut dapat bersumber dari sektor rumah tangga, pemerintah dan perusahaan.

P P1

P0

D2

0 D1

D0

Y Y = (GDP)

Gambar 2.2 Kenaikan Harga Karena Perubahan Permintaan

Kondisi yang digambarkan pada grafik di atas terjadi akibatnya dari perekonomian yang dalam keadaan full employment namun terjadi kenaikan permintaan aggregate. Penyebab inflasi yang disebabkan demand pull inflation dijelaskan oleh Arrthur W. Philip dalam teori kurva Philip. Pada teori tersebut dinyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pengangguran, yang berarti kenaikan inflasi akan menurunkan angka pengangguran karena permintaan aggregate akan meminta produksi brang yang lebih sehingga akan menyerapa tenaga kerja.

(46)

2.5.2 Cost Push Inflation

Cost push inflation adalah inflasi yang terjadi disebabkan oleh kenaikan biaya

produksi sehingga berakibat pada kenaikan harga barang tersebut. Kenaikan harga barang oleh pemilik faktor produksi disebabkan karena adanya kenaikan upah tenaga kerja, harga barang mentah produksi, dan biaya produksi barang dan jasa lainnya.

Contoh terdekatnya yaitu seperti kenaikan harga BBM oleh pemerintah mempengaruhi barang dan jasa lainnya yang menggunakan BBM sebagai bahan baku maupun dalam distribusi barang pada jasa angkutan. Akibatnya barang dan jasa yang menggunakan BBM akan naik pula harganya pada pasar. Hal tersebut dapat digambarkan pada grafik:

P

AS1

P2 AS2

P1 AD

0 Y

Y1 Y0

Gambar 2.3 Inflasi Karena Kenaikan Biaya Produksi

Cost push inflation di Indonesia umumnya terjadi akibat pemerintah

mengurangi subsidi terhadap barang kebutuhan umum masyarakat, sehingga mempengaruhi harga barang lainnya dalam pasar. Akibatnya, pemilik faktor produksi akan berusaha mengurangi biaya produksi baik itu tenaga kerja, pengurangan pemakaian bahan baku produksi, dan sebagainya. Penggunaan tenaga kerja akan menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran.

(47)

2.6 Penelitian Terdahulu

Berikut penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:

No. Nama dan Judul Penelitian

Variabel Penelitian

Metode Analisis

Hasil Penelitian 1 Alfredo Y Mahihody,

Daisy S. M. Engka, Antonius Y. Luntungan (2018).Pengaruh Upah

dan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Pengangguran di Kota Manado

Upah minimum, IPM,

Pengangguran

Multiple linier regression analysis

Tingkat upah

minimum memiliki pengaruh negatif dan signifkan terhadap penganggurandi Kota Manado. Begitu pun dengan IPM juga memiliki pengaruh negatif dan siginifikan terhadap

Pengangguran di Kota Manado.

2 Dwi Mahroji dan Iin Nurkhasanah (2019).

Pengaruh IPM Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten.

IPM, Investasi

dan UMK

tingkat

pengangguran

Panel Data Analysis

IPM memiliki

pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

Investasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran dan UMK memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten.

3 Muhammad Nurcholis (2018). Analisis Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi, Upah

Minimumdan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2014.

Pertumbuhan Ekonomi, Upah

minimum, IPM dan Tingkat Pengangguran

Pooled data panel

& GIS

Pertumbuhan ekonomi memilliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

IPM memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.

(48)

Sedangkan pada uji F, pertumbuhan

ekonomi, upah minimum dan IPM dapat mempengaruhi tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Timur secara bersama- sama dan signifikan 4 Muhammad Arief dan

Diena Fadhilah (2017) Pengaruh Pendapatan Terhadap Kemiskinan dan Pengangguran dengan Inflasi Sebai Pemoderasi di Sumatera Utara.

PDRB, Inflasi, Pengangguran, dan

Kemiskinan

MUltiplr Regression Analysis

PDRB memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan dan pengangguran. Inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan namun berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran di Sumatera Utara.

5 Mukti Hadi Prasaja (2013) Pengaruh

Investasi Asing, Jumlah Penduduk dan Inflasi Terhadap Pengangguran Terdidik di Jawa

Tengah Periode Tahun 1980-2011

Investasi asing, Jumlah

Penduduk, Inflasi, dan Pengangguran Terdidik

Ordinary Least Square (OLS)

Investasi asing memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap

pengangguran terdidik. Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik. Inflasi memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan pada pengangguran terdidik. Investasi asing, jumlah

penduduk dan inflasi berpengaruh secara nyata pada

pengangguran terdidik di Jawa Tengah.

(49)

6 Mahanatha Giri Prayuda dan Made Henny Urmila Dewi (2015).

Pengaruh Inflasi Dan Investasi Terhadap Pengangguran Di Provinsi Bali Tahun 1994-2013

Inflasi,

Investasi, dan Pengangguran

Multiple Linier Regression Analysis

Inflasi dan investasi berpengaruh secara

simultan dan

signifikan terhadap pengangguran di Provinsi Bali. Secara parsial, inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

pengangguran dan investasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di provinsi Bali.

7 Dita Dewi Kuntiarti (2018). Pengaruh Inflasi, Jumlah Penduduk, dan kenaikan upah minimum terhadap Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten Tahun 2010-2015

Inflasi, Jumlah penduduk, upah

minimum, dan pengangguran terbuka

Panel Data Analysis with fixed effect model

Inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

pengangguran terbuka di provinsi Banten, jumlah penduduk memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap

pengangguran terbuka di Provinsi Banten, dan kenaikan upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka di provinsi Banten 8 Kornelius Johan, Pan

Budi Marwoto, Dini Pratiwi (2016). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Inflasi dan Investasi Terhadap Pengangguran di Indoensia

PDRB, investasi, Inflasi, dan Pengangguran

Multiple Linier Regression Analysis

PDRB memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap

pengangguran. Inflasi memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap pengangguran. Dan investasi memiliki pengaruh negatif dan

Gambar

Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama  2017- 2018 di Sumatera Utara
Gambar 1.1 Laju Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Dan Tingkat  Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Utara Tahun 2014-2018
Gambar 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka di 10 Provinsi Sepulau Sumatera  Tahun 2018
Tabel 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Di Seluruh Provinsi Di Indonesia  Tahun 2018
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis

• Penetrasi pemerintah juga harus dilakukan untuk insentif bagi pengembang biodiesel, termasuk juga pada kebijakan untuk penyediaan bahan baku maupun pengembangan distribusi

Dengan model pembelajaran inkuiri siswa dituntut untuk terlibat secara maksimal dalam proses kegiatan belajar mengajar, lebih terarah, logis dan sistematis pada

Four score memiliki empat komponen yang terdiri dari penilaian mata, respon motorik, batang otak, dan pernapasan dengan skala penilaian 0-4 untuk masing-masing

Tipe kemiskinan lainnya yang terjadi di Kota Palembang yaitu kemiskinan spiritual (4,5%) dimana masyarakat pada kategori ini belum mampu memenuhi kebutuhan

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir yang berjudul

administrasi dalam pelaksanaan dan tertib pengelolaan barang milik daerah diperlukan adanya pengaturan yang integratif dan menyeluruh khususnya ketentuan menempati rumah