• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas isi merupakan pengukuran kualitas ketepatan instrumen dalam memberi cakupan isi yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian sebagaimana telah dipandu dalam operasional variabel (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 124). Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini.Peneliti dalam hal ini memberikan rentan skor atas komentar para ahli menjadi data interval. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi: sangat baik (4), baik (3), cukup (2), tidak baik

(1) Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik)

Skor Terendah = 1 (sangat tidak baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik)

Jarak interval = (4-1)/3 = 1

Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert.Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut.

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

Dari tabel 3.3 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi. Jika soal mendapat nilai 4 dan kurang dari 4 dan

mendapat komentar baik maka soal perlu direvisi.Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi.Jika soal lebih dari 3 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi.

Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan penggunaan kata inklusi atau inklusif. Validator A memberi nilai 5 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print.

Validator pertama adalah validator ahli B. Validator B adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling.Hasil validasi dari validator B menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada susunan kalimat yang sesuai dengan kaidah EYD. Revisi lain dari validator B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai dan ada satu pertanyaan yang dipecah menjadi pertanyaan baru. Validator B memberi nilai 4 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print.

Berdasarkan validasi instrumen kuesioner yang telah dilakukan oleh

untuk digunakan, namun ada beberapa hal yang harus direvisi oleh peneliti. Adapun beberapa hal tersebut adalah:

1) Menkonsistenkan pemilihan kata antara inklusi atau inklusi 2) Kalimat pertanyaan harus sesuai dengan SPOK

3) Ada beberapa pertanyaan yang kurang dapat menggali informasi lebih dalam sehingga pertanyaan tersebut harus dipecah lagi

4) Ada beberapa pertanyaan yang harus diubah beberapa katanya agar lebih dipahami oleh responden

Semua saran yang diberikan oleh validator tersebut dijadikan pedoman oleh peneliti untuk perbaikan instrumen kuesioner yang akan digunakan agar layak dan dapat menghasilkan data yang terpercaya.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunak 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 26 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid.

1) Validitas Konstruk

Validitas konstruk (construct validity), yaitu tingkat validitas ketika terdapat konsistensi antarkomponen konstruk yang satu dengan yang lain (Martono, 2014: 100). Validitas konstruk tercapai bila instrumentersebut

sudah sesuai atau memenuhi konsep-konsep atau konstruk dari teori empiris yang sesuai atau mewakili dengan apa yang diteliti sesuai dengan bidang keilmuannya (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 125).

Cara menguji validitas konstruk pada penelitian ini akan dilihat melalui pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang diturunkan dari aspek-aspek yang ada dalam instrumen. Bentuk pertanyaan dari kuesioner ini adalah pertanyaan terbuka sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang berbeda-beda dan bervariasi dari seluruh responden. Jawaban yang berbeda dan bervarias dari masing-masing responden peneliti kelompokkan yang memiliki kata kunci yang sama. Hasil jawaban ini kemudian dilakukan uji validitas konstruk yang akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan aspek-aspek yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi

beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti

kembangkan.

Kuesioner yang peneliti buat terdiri dari delapan aspek. Kedelapan aspek tersebut adalah: 1) aspek penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan oleh peneliti menjadi beberapa indikator. Indikator tersebut adalah menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya. Melalui pengembangan indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penerimaan peserta didik baru yang dijalankan masing-masing sekolah dasar inklusi. 2) aspek identifikasi

Identifikasi menghasilkan sebuah indikator, yaitu mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sekolah dasar inklusi dalam mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. 3) aspek ketiga adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel). Adaptasi kurikulum menghasilkan indikator, yaitu menyusun kurikulum. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 4) aspek keempat adalah merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Dari indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang digunakan sekolah dasar inklusi. 5) aspek kelima adalah penataan kelas yang ramah anak. Aspek tersebut menghasilkan indikator yaitu, mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Dari indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui penataan kelas ramah anak yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 6) aspek keenam adalah asesmen. Asesmen menghasilkan tujuh indikator, yaitu upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan penyaringan atau screening, melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus, melakukan penempatan kurikulum untuk memulai

pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator yang telah dibuat peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui proses asesmen yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 7) aspek ketujuh adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui tentang pengadaan dan pemanfaatan media pembealajaran adaptif yang digunakan sekolah inklusi. 8) aspek kedelapan adalah aspek penilaian dan evaluasi pembelajaran. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi, dan menunjukan kegunaan kegiatan evaluasi. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui tentang penilaian dan evaluasi yang digunakan sekolah dasr inklusi.

Peneliti mengumpulkan informasi tentang penyelenggaraan sekolah dasr inklusi dari jawaban-jawban responden. Pertanyaan-pertanyaan kuesioner tersebut dibuat berdasarkan indikator hasil pengembangan dari delapan aspek. Jadi, dapat dismpulkan bahwa pertanyaan pada kuesioner yang peneliti buat untuk mengumpulkan informasi telah sesuai dengan aspek penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang menjadi teori pembuatan instrumen.

Dokumen terkait