Hasil uji virulensi pada buah apel digunakan sebagai langkah awal dalam pemilihan isolat yang diduga memiliki tingkat virulensi yang rendah dibandingkan dengan kontrol positif. Dari hasil uji pada buah apel dipilih 20 isolat yang akan diujikan pada tanaman inang. Uji pada tanaman inang ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan pada tanaman inang yang diakibatkan oleh isolat-isolat jamur R. solani yang telah dikarakterisasi menurut warna, hifa, diameter koloni.
Uji virulensi pada tanaman inang ini dilakukan di Rumah kaca dengan suhu harian rata-rata 250C-400C. Dalam pengujian ini digunakan padi varietas Membramo pada umur 36 HST (Hari Setelah Tanam). Pengujian pada tanaman inang ini dengan menginokulasikan sklerotia pada pelepah padi dengan cara menyisipkan sklerotia tersebut pada pelepah padi dengan cara membuka sedikit pelepah padi kemudian memasukkan gumpalan sklerotia didalamnya sehingga diharapkan terjadi infeksi antara patogen dengan tanaman inang yang diuji. Data hasil uji virulensi pada tanaman inang disajikan gambar 4.
Gambar 4, menunjukkan bahwa isolat yang diuji pada tanaman inang memiliki daya patogenisitas yang berbeda pada masing-masing isolat. Uji pada tanaman inang ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakter morfologi yang dikaitkan dengan tingkat kerusakan pada tanaman uji. Dari hasil pengujian virulensi pada tanaman inang 4 MSI (Minggu setelah inokulasi) diperoleh hasil bahwa pada isolat yang diduga termasuk isolat hipovirulen adalah isolat K+ (P6); P28; P17; P16; dan P26 masing-masing menimbulkan luas bercak sebesar 35,93%; 36,94%; 42,16%; 45,28%; 45,99% sedangkan isolat yang pada awalnya diduga sebagai isolat yang hipovirulen ketika diuji pada tanaman inang memberikan luasan bercak tertinggi yaitu isolat P7 sebesar 56,57%. Hal ini sejalan dengan Wakman (2004) menyatakan bahwa luas serangan suatu penyakit dipengaruhi oleh patogen, inang, dan lingkungan. Patogen dengan kepatogenan tinggi apabila menyerang inang yang peka dengan kondisi lingkungan yang menguntungkan, maka akan memperluas gejala serangan, tetapi apabila salah satu faktor tersebut tidak sesuai, maka terjadinya penyakit akan terhambat.
Menurut Ou (1985) cit. Prayudi (2000) apabila penyakit berkembang sampai ke daun bendera penurunan hasil dapat mencapai 20%. Semakin tinggi intensitas penyakit hawar pelepah daun maka stabilitas hasil akan terganggu. Dan usaha pengendalian penyakit padi yang diakibatkan oleh R. solani Kuhn mengalami kesulitan karena patogen memiliki inang yang sangat beragam dan mampu bertahan lama dalam bentuk sklerotium. Didaerah subtropika seperti Jepang, sklerotium diketahui memiliki peran sebagai alat bertahan dan sebagai sumber inokulum awal (X0) pertanaman berikutnya (Kozaka, 1970; Hasiba dan Mogi, 1975; Hasiba, 1982 cit. Prayugi, 2000). Hal ini dikarenakan pada musim dingin tidak ada bentuk lain patogen selain sklerotium yang mampu bertahan hidup. Pada musim berikutnya, sklerotium muncul ke permukaan tanah sebagai akibat pengolahan tanah dan siap menjadi sumber inokulum awal pertanaman pada musim berikut. Di daerah tropika, bentuk lain selain sklerotium selalu tersedia, sehingga peran sklerotium sebagai sumber inokulum awal pertanaman diduga tidak dominan.
Jamur R. solani yang menginfeksi dinding sel inang menyebabkan gejala lesio pada pelepah yang menyebabkan rebah dan eksudat patogen tersebut terikut aliran pengangkutan air sehingga menyebabkan meluasnya serangan dan meningkatkan intensitas penyakit. Penelitian tersebut sejalan dengan Hadi et al., 1975 dalam Rosnawati, 1991 cit. Winarni et al., 2004, tingginya intensitas penyakit dipengaruhi oleh inkubasi, kepadatan konidium dan kemampuan patogen menyerang berkas pembuluh pada tanaman jahe yang sangat erat hubungannya dengan pengangkutan air dalam tanaman, karena patogen ini berada dalam xilem dan konidiumnya terangkut aliran transpirasi. Cepat lambatnya pengangkutan tersebut juga mempengaruhi cepat lambatnya terjadinya gejala penyakit. Intensitas penyakit disajikan tabel 2.
Tabel 2. Intensitas Penyakit Pada 4 Minggu Setelah Inokulasi (MSI) Isolat Minggu ke-4
K+ 53.33ab K (P1) 65.93 ab P2 63.70 ab P3 60.74 ab P4 65.92 ab P7 73.33 b P16 59.26 ab P17 55.55 ab P18 69.63 ab P20 59.26 ab P21 62.96 ab P22 63.70 ab P23 65.18 ab P25 62.22 ab P26 62.96 ab P28 46.67a P29 62.96 ab P32 62.96 ab P33 69.63 ab P39 62.96 ab
Keterangan: Angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan 5%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penyakit yang diakibatkan oleh isolat R. solani fluktuatif. Isolat yang diduga hipovirulen memiliki intensitas penyakit yaitu pada isolat K+(P6),P28, P17; P16; dan P26 masing-masing sebesar
53,33%; 46,67%; 55,55%; 59,26%; 62,96% sedangkan isolat P7 yang diduga memiliki virulensi tinggi memiliki intensitas penyakit sebesar 73,33%.
Hasil penelitian terhadap isolat R. solani yang dikarakterisasi secara makroskopis, uji virulensi terhadap apel dan tanaman inang dapat diketahui tingkat virulensi masing-masing isolat. Pada hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa isolat yang mempunyai tingkat virulensi relatif rendah terdapat pada isolat K+(P6), P28, P17, P16, dan P26 yang memiliki karakter biologi antara lain memiliki warna putih kotor, miselium udara banyak, dengan profil koloni seperti cincin atau membentuk lingkaran konsentris, sedangkan isolat yang mempunyai tingkat virulensi tinggi terdapat pada isolat P7 memiliki karakter biologi yaitu warna putih kotor, miselium udara sedikit, dengan profil koloni banyak terdapat sklerotia dan kasar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Isolat-isolat R. solani asal daerah Karanganyar memiliki keragaman karakter biologi (warna, miselium udara, profil koloni, dan diameter koloni).
2. Isolat-isolat R. solani asal daerah Karanganyar memiliki tingkat virulensi yang beragam.
3. Isolat yang termasuk hipovirulen adalah isolat K+ (P6); P28; P17; P16; dan P26 masing-masing menimbulkan luasan bercak sebesar 35,93%; 36,94%; 42,16%; 45,28%; 45,99% pada tanaman inang dan isolat yang termasuk virulen adalah isolat P7 dan menimbulkan luasan bercak sebesar 56,57%. 4. Intensitas penyakit pada isolat K+(P6),P28, P17; P16; dan P26
masing-masing sebesar 53,33%; 46,67%; 55,55%; 59,26%; 62,96% dan intensitas penyakit isolat P7 yang termasuk virulen sebesar 73,33%.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
1. Perlu dilakukan pengujian lanjutan sampai komponen hasil sehingga dapat diketahui tingkat penurunan hasil dari isolat yang termasuk hipovirulen. 2. Perlu dilakukan pengujian molekuler untuk mengetahui adakah mikovirus