• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel

2. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan (Company Size) merupakan besar kecilnya perusahaan klien yang sedang diaudit oleh auditor atau KAP. Ukuran perusahaan sangat menentukan lamanya proses audit yang pada akhirnya berdampak pada besarnya biaya audit (Facriyah, 2011). Besar kecilnya suatu perusahaan juga berdampak terhadap struktur pendanaan perusahaan. Perusahaan besar cenderung memerlukan dana yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini bisa terjadi karena adanya dorongan untuk menghasilkan kenaikan laba disetiap periodenya. Penentuan ukuran perusahaan diukur berdasarkan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar dengan jumlah asset (kekayaan) yang tinggi membuat proses audit yang dilakukan oleh auditor eksternal akan semakin

rumit sehingga fee audit yang dibayarkan jadi lebih tinggi (Nugrahani dan Sabeni, 2013).

Menurut Rodoni dan Ali (2010), proksi ukuran perusahaan biasanya adalah total aset perusahaann. Karena aset biasanya sangat besar nilainya dan untuk menghindari bias skala maka besaran aset perlu dikompres. Secara umum, proksi ukuran perusahaan yang dipakai adalah logaritma natural (ln) dari total aset.

3. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (Susanti dan Riharjo, 2013). Dalam penelitian Shleifer dan Vishney (1986) dalam Annisa dan Lulus (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memainkan peran yang penting dalam memantau, mendisiplinkan, dan mempengaruhi manajer. Mereka berpendapat bahwa seharusnya pemilik institusional berdasarkan besar dan hak suara yang dimiliki dapat memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk berperilaku mementingkan diiri sendiri. Adanya tanggung jawab perusahaan kepada pemilik, maka pemilik institusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaanmembuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.

Menurut Adriani (2011) dalam Sukirni (2012), kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.

Menurut Azadi dan Mohammadi (2014), pemilik institusional memiliki sebagian besar saham perusahaan. Mengenai pemisahan kepemilikan dari manajemen dalam perusahaan, peran penting dari pemilik ini dalam mengendalikan dan memantau pengelolaan perusahaan menjadi lebih menonjol. Oleh karena itu, biaya audit merupakan masalah penting baik bagi manajer dan auditor independen, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kepemilikan institusional dan fee audit.

4. Manajemen Laba

Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba (Antonia, 2008 dalam Pambudi 2013).

Menurut Vojtech (2012:6)

Earning management (EM) involves any combination of these tatics with the purpose of achieving an earning target. Given managerial incentives, the earning target is the one that maximizes the combined value of such things as bonuses, stock options, and share holdings”

Dari kalimat tersebut manejemen laba mengggabungkan beberapa kombinasi titik dengan tujuan mencapai target laba. Memberikan insentif kepada pihak manajemen, target laba merupakan salah satu yang memaksimalkan kombinasi nilai dari beberapa hal seperti bonus, pemilihan saham dan pemegang saham.

Scott (2006) dalam Kustinah (2011) mendefinisi manajemen laba sebagai berikut:

“Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP),it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm.”

Dari definisi di atas, maka manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Manajemen laba terjadi karena terdapat sejumlah motivasi yang mendorong para manajer untuk memanipulasi laba yang dilaporkan. Empat alasan yang mendasari manajemen laba menurut Stice dan Skousen (2009) dalam Kustinah (2011), adalah: 1) memenuhi target internal; 2) memenuhi harapan eksternal; 3) meratakan atau memuluskan laba (income smoothing); 4) mempercantik laporan keuangan (window dressing) untuk keperluan

Penjualan Saham Perdana (initial public offering - IPO) atau untuk memperoleh pinjaman dari bank.

Menurut Scott (2000) dalam Meta (2010) Beberapa hal yang memotivasi seorang manajer untuk melakukan manajemen laba antara lain (1) bonus scheme, (2) debt covenant, (3) political motivation, (4) taxation motivation, (5) pergantian CEO, dan (6) initial public offering.

1. Alasan bonus (bonus scheme)

Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka.

2. Kontrak utang jangka panjang (debt covenant)

Semakin dekat perusahaan kepada kreditur, maka manajemen akan cenderung memilih prosedur yang dapat “memindahkan” laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kegagalan dalam pelunasan utang. 3. Motivasi politik (political motivation)

Perusahaan besar yang menguasai hajat hidup orang banyak akan cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, misalnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama periode dengan tingkat kemakmuran yang tinggi.

4. Motivasi pajak (taxation motivation)

Salah satu insentif yang dapat memicu manajer untuk melakukan rekayasa laba adalah untuk meminimalkan pajak atau total pajak yang harus dibayarkan perusahaan. manajer akan membayar pajak serendah mungkindengan cara meminimalkan laba. Dengan begitu, perusahaan dapat mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah.

5. Pergantian CEO (change ofchief executive officer)

Banyak motivasi yang muncul saat terjadi pergantian CEO. Salah satunya adalah pemaksimalan laba untuk meningkatkan bonus pada saat CEO mendekati masa pensiun. Pada sisi yang berbeda, CEO juga berusaha meningkatkan kinerjanya untuk menghindari pergantian CEO oleh pemilik perusahaan dengan cara meningkatkan laba jika penilaian kinerja berdasarkan laba. CEO yang dinilai baik oleh pemilik perusahaan akan diberikan bonus (reward) , sedangkan manajer yang kinerjanya kurang baik akan diganti oleh pemilik perusahaan (punishment).

6. IPO (initial public offering)

Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi laba bersih dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan, sehingga manajemen perusahaan yang akan go public cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga lebih tinggi atas saham yang akan dijualnya.

Penjelasan berikutnya, Beneish (2001) dalam Pambudi (2013) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi- transaksi yang mengubah laporan keuangan, hal ini bertujuan untuk menyesatkan para stakeholders tentang kondisi kinerja ekonomi perusahaan, serta mempengaruhi penghasilan kontraktual yang mengendalikan angka akuntansi yang dilaporkan.

Manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan. Akan tetapi, peningkatan pengungkapan laporan keuangan akan mengurangi asimetri informasi sehingga peluang bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba menjadi semakin kecil. Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak dapat terdeteksi. Manajemen laba muncul sebagai dampak masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Menurut Salno dan Baridwan (2008) dalam Ningsaptiti (2010) pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.

Menurut Cameghem (2009) dalam Pambudi (2013) perusahaan dengan tingkat manajemen laba yang tinggi lebih cenderung untuk membayar audit fees yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat manajemen laba yang rendah.

4. Tipe Auditor

Menurut Halim (2008) tipe auditor yang ditugaskan untuk mengaudit tindakan ekonomi atau kejadian untuk entitas individual atau entitas hukum pada umumnya diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu:

1. Auditor Internal

Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit. Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Auditor internal terutama berhubungan dengan audit operasional dan audit kepatuhan. Meskipun demikian pekerjaan audit internal dapat mendukung audit laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen. Para auditor internal kebanyakan adalah pemegang sertifikat Certified Internal Audit (CIA), yang beberapa diantaranya juga bersertifikat Certified Public Accountant (CPA).

2. Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban

keuangan dari berbagai unit organisasi dalam pemerintahan. Auditing ini dilaksanakan oleh auditor pemerintah yang bekerja di BPKP (badan pengawas keuangan dan pembangunan) dan BPK (badan pemeriksa keuangan). Auditor pemerintah juga bekerja di Direktorat Jendral Pajak, tugasnya adalah memmeriksa pertanggungjawaban keuangan para wajib pajak baik perseorangan maupun yang berbentuk organisasi kepada pemerintah.

3. Auditor Independen (Akuntan Publik)

Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Klien dapat berupa perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, badan pemerintah maupun individu perseorangan. Auditor independen juga menjual jasa lain berupa konsultasi pajak, konsultasi manajemen, penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan keuangan, serta jasa-jasa lainnya. Auditor independen bekerja dan memperoleh penghasilan yang berupa fee per jam kerja dan auditor independen harus independen terhadap klien pada saat melakukan audit maupun saat pelaporan hasil audit. Auditor independen menjalankan tugas dibawah suatu kantor akuntan publik. Disamping ketiga jenis auditor tersebut, sering juga dikenal istilah akuntan pendidik yang merupakan ahli-ahli akuntansi yang menjadi pengajar akuntansi terutama di suatu fakultas ekonomi jurusan akuntansi.

Definisi audit menurut ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yaitu:

“Suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-aseri tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.”

Menurut Kell dan Boynton (2008), salah satu tipe audit adalah audit laporan keuangan yang mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang ditentukan oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU). Audit laporan keuangan ini biasanya dilakukan oleh seorang eksternal auditor.

Arens et.al (2003) dalam Suharli dan Nurlaelah (2008) mengemukakan ada empat jenis auditor yang umum dikenal masyarakat yaitu (1) certified public accounting firms (akuntan publik), (2) general accounting office auditors (akuntan pemerintah), (3) internal revenue agent (akuntan pajak), dan (4)

internal uditors (auditor internal).

Certified accounting public firms (akuntan publik) disebut juga auditor eksternal atau auditor independen. Akuntan ini bertanggung jawab atas pemeriksaan atau pengauditan laporankeuangan organisasi yang dipublikasikan dan memberikan opini atas informasi yang diauditnya. General accounting office auditors (akuntan pemerintah) yang dilaksanakan oleh auditor

pemerintah sebagai karyawan pemerintah. Audit ini mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan dan audit operasional. Sedangkan internal revenue agent (akuntan pajak) mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanan pada pembayaran pajak oleh wajib pajak lingkup pekerjaannya adalah memeriksa apakah wajib pajak telah benar memberikan pajaknya sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, dan internal auditors (auditor internal) bertanggung jawab pada manajemen perusahaan. Tujuannya adalah audit terhadap setiap perusahaan berbagai dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitas kegiatan. Pada akhir kegiatan biasanya diajukan saran rekomendasi untuk meningkatkan kualitas operasional perusahaan. Pada dasarnya layanan yang diberikan oleh para auditor cabang adalah sama, yang membedakan adalah tanggung jawab dan tingkat kebebasan.

Semua yang berkaitan dengan auditor eksternal diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik. Apabila Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) atau Organisasi Audit Asing (OAA) ingin mendirikan usaha di Indonesia, KAPA atau OAA diwajibkan bekerjasama atau berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) Indonesia.

Di Indonesia, terdapat pula auditor eksternal Big Four dan Non Big Four. Menurut Nindita dan Veronica (2012), KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan KAPA Big Four, antara lain:

1. Tanudiredja, Wibisana, & Rekan berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers.

2. Purwantono, Suherman, & Surja berafiliasi dengan Ernst & Young. 3. Osman Satrio & Rekan berafiliasi dengan Delloite Touche Thomatsu. 4. Siddharta & Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick

Goerdeler.

Nugrahani dan Sabeni (2013) menyatakan bahwa karakteristik auditor dengan pengukuran Big 4 dan Non Big 4 berpengaruh terhadap fee audit eksternal. Sementara, van Caneghem (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa fee audit yang tinggi cenderung akan dibayarkan kepada auditor Big 4 daripada auditor Non Big 4. Jadi, perusahaan cenderung akan membayar audit fees yang lebih tinggi kepada auditor independen yang berkualitas dengan pengukuran Big 4 dan Non Big 4 yang bertugas untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan.

5. Internal Audit

Definisi audit internal menurut IIA (Institute of Internal auditor) yang dikutip oleh Boynton (2001:980) yakni:

Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”.

“Internal audit adalah akitivitas independen, keyainan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menmbah nilai dan eningkatkan operasi organisasi. Internal Auidt ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemn resiko, pengendalian dan proses tata kelola.”

Menurut Aryani dan Sudarno (2011) dalam melaksanakan tugas, auditor internal memiliki kegiatan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dan penilaian terhadap efektifitas pengendalian intern yang efektif dengan biaya yang minimum.

2. Menentukan sampai berapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak dipatuhi.

3. Menentukan sampai seberapa jauh kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari segala macam kerugian. 4. Menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai

bagian dalam perusahaan.

5. Memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan – kegiatan perusahaan Standar IIA menyatakan, fungsi audit internal harus memiliki piagam formal, disetujui oleh dewan atau komite audit, yang menjelaskan tujuan, kewenangan, tanggung jawab, dan ruang lingkup kegiatan audit internal (2009). Selanjutnya ketentuan mengenai pembentukan dan pedoman penyusunan piagam unit audit internal diatur dalam peraturan Bapepam No IX.I.7 tahun 2008 yang isinya mewajibkan setiap emiten atau perusahaan publik untuk membentuk unit audit internal, tanggung jawab keefektifan audit

internal dipegang oleh komite audit. Setiap internal audit melakukan perencanaan atau pelaporan, maka hasilnya akan dievaluasi oleh komite audit. Selanjutnya akan dilaporkan ke dewan komisaris agar komisaris memberi petunjuk dewan direksi untuk melakukan tindakan yang diperlukan (Aryani, 2013). Internal audit diukur berdasarkan jumlah laporan yang diserahkan kepada komite audit, yaitu jumlah rapat komite audit dalam setahun (Hazmi dan Sudarno, 2013).

Menurut Bapepam No. Kep-29/M/2004 pengertian komite audit sebagai berikut: “Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya”. Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI, 2013) mendefinisikan komite audit sebagai: “Suatu komite yang bekerja dengan cara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan dengan demikian tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris (dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses laporan keuangan, manajemen resiko, pelaksanaan audit, dan implementasi dari good corporate governance di perusahaan.”

Komite audit pada prinsipnya memiliki tugas pokok dalam membantu dewan komisaris melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Sesuai dengan Keputusan Bursa Efek Indonesia melalui Kep. Direksi BEJ No.Kep-315/BEJ/06/2000 menyatakan bahwa: “Komite audit adalah komite

yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris, yang bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan.

6. Biaya Audit (Audit Fees)

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengeluarkan peraturan tentang bagaimana penetapan audit fee nomor KEP.024/IAPI/VII/2008. Peraturan ini mengatur tentang penetapan imbal jasa (fee) audit yang dibayarkan kepada Kantor Akuntan Publik dengan membuat jumlah jam kerja setiap anggota tim audit dan tarifnya (Herawaty, 2011).

Biaya audit umumnya disebut sebagai jasa audit, remunerasi pemeriksaan atau biaya audit. Bahkan, biaya audit adalah jumlah kompensasi atas jasa yang diberikan oleh klien untuk auditor independen. Jumlahnya adalah karena beberapa faktor seperti ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang dikenakan pada auditor. Selain itu, risiko audit juga termasuk yang dihadapi oleh auditor, popularitas kantor akuntan publik (PAO) yang melakukan jasa audit Dye (1991) dalam Kusharyanti (2013) .

Biaya audit adalah pendapatan atau fee yang diterima oleh auditor karena melakukan pekerjaan mereka yang berkaitan dengan profesi mereka. Penelitian fee pertama kali dipelajari oleh Simunic (1980), dia membuat

sebuah penelitian yang menyatakan bahwa audit fee ditentukan oleh beberapa faktor seperti ukuran perusahaan yang akan diaudit, risiko audit, dan kompleksitas audit. Penelitian ini kemudian digunakan sebagai acuan untuk melihat fenomena seputar jasa audit.

Audit fee merupakan hal yang tidak kalah pentingnya didalam penerimaan penugasan. Auditor tentu bekerja untuk memperoleh penghasilan yang memadai. Oleh sebab itu penentuan audit fee perlu disepakati antara klien dengan dengan auditor. Ada beberapa cara dalam penentuan atau penetapan audi feet. Cara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Per diem basis

Pada cara ini fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim auditor. Hal pertama yaitu menentukan fee per jam, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu/jam yang dihabiskan oleh tim auditor. Tarif fee per jam untuk tiap tingkatan staf tentu dapat berbeda-beda. b. Flat atau Kontrak Basis

Pada cara ini fee audit didhitung sekaligus secara borongan tanpa memperhatikan waktu audit yang dihabiskan. Yang penting pekerjaan terselesaikan sesuai dengan aturan atau perjanjian.

c. Maksimum Fee Basis

Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara diatas. Pertama kali tentukan tarif per jam kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu

tetapi dengan batasan maksimum. Hal ini dilakukan agar auditor tidak mengulur-ulur waktu sehingga menambah jam/waktu kerja.

Selanjutnya banyak faktor yang menentukan besarnya fee audit. Namun demikian pada dasarnya ada 4 faktor dominan yang menentukan besarnya fee audit yaitu:

1. Karakteristik keuangan (tingkat penghasilan, laba, aktiva, modal). 2. Lingkungan (persaingan, pasar tenaga profesional, dan lain-lain). 3. Operasi (jenis industri, jumlah lokasi perusahan dan lini produk).

4. Kegiatan eksternal auditor (pengalaman, koordinasi dengan internal auditor) Besarnya fee audit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hay et al. (2010) jumlah biaya audit dipengaruhi oleh tipe klien dan penugasan auditor. Tipe klien dalam hal ini adalah ukuran perusahaan (total aset) klien yang memiliki dampak paling besar pada biaya audit. Kompleksitas (dalam hal jumlah anak perusahaan dan kegiatan ekspor impor) dan risiko default (yaitu item yang memerlukan prosedur audit khusus seperti saham dan piutang) berhubungan positif dengan fee audit, sedangkan profitabilitas audit berhubungan negatif dengan biaya audit.

B. Penelitian Sebelumnya

Penelitian terdahulu berisi tentang penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti kali ini. Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1

Hasil - Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Variabel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Mahmoud Reza Esmaeili, Najmeddin Mirgoushe, Nahid Mortazavi (2014) The Relationship between ownership sructure and audit fee in companies listed in Tehran Stock Exchange

Variabel ownership

struktur dan audit fee.

Tahun penelitian dan objek

penelitian.

Kepemilikan manajerial berpengatuh signifikan terhadap audit fee. Sedangkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap audit fee. 2. Chintya

Paramitha Septyarini Putri dan Imade Karya Putra (2014)

Pengaruh Independensi Dewan Komisaris, Fungsi Internal Audit, dan Praktik Manajemen Laba terhadap Fee Audit

Variabel Fungsi Internal Audit, Praktik

Manajemen Laba dan Fee Audit

Tahun penelitian dan proksi fungsi internal audit.

Independensi komisaris dan ptaktik manajemen laba tidak berpengaruh terhadap fee audit. Sedangkan Fungsi internal audit berpengaruh terhadap fee audit.

3. Kusharyanti (2013)

Analysis Of The Factors Determining The Audit Fee

Variabel audit fee

didapat dari professional fee yang tercantum pada laporan keuangan perusahaan. Hal yang berpengaruh

terhadap fee audit lainnya yaitu atribut klien dan tenur audit.

Klien Atribut berpengaruh positif terhadap Audit Fee. Auditor atribut berpengaruh terhadap fee auditor yaitu ukuran KAP, sedangkan tenur auditor dan audit khusus tidak berpengaruh terhadap auditfee.

Lanjutan

No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Variabel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 4. Azrul Ihsan Husnin et al. (2013) Corporate Governance Structure and Its Relationship with Audit Fee- Evidence from Malaysian Listed Companies

Variabel fee audit dan konsentrasi kepemilikan perusahaan Tahun penelitian, objek penelitian dari MCCG (Malaysia Code of Corporate Governance)

Konsentrasi kepemilikan dan koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap audit fee. 5. Javad Moradi, Hashem Valipour dan Zahra Pahlavan (2012) Earnings Management, Board Independence

And Audit Fees

Considering The Firm's Profitability.

Variabel earning management dan audit fees

Tahun penelitian dan proksi dari manajemen laba menggunakan

model Jones yang dimodifikasi oleh Francis et al. (2002)

Ada pengaruh yang positif antara manajemen laba dan audit fee. Sedangkan, board of independence tidak memiliki pengaruh dan berhubungan negatif terhadap audit fee. Profitabilitas yang lebih tinggi juga akan semakin tinggi audit fee juga. 6. Netty Herawaty

(2011)

Pengaruh Pengendalian

Dokumen terkait