• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Umur Tegakan (X 13 )

Peubah bebas umur tegakan (X13) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1558, nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan peubah umur tegakan sebesar satu satuan (tahun) dapat meningkatkan pendapatan sebesar 1558 satuan (Rupiah) dengan asumsi bahwa peubah yang lain tetap.

Pohon pinus mulai dapat disadap jika telah berumur 11 tahun (KU III). Jumlah koakan hidup pada dasarnya hanya diperbolehkan satu buah. Peraturan jumlah koakan maksimal yang dapat diterima dapat dirumuskan dengan

Qmax = q d D 5 3 Dimana :

Qmax : Jumlah quare maksimal per pohon D : Diameter pohon (cm)

dq : Lebar quare (10 cm)

Peraturan tentang jumlah koakan maksimal diatas ditujukan agar tegakan pinus yang disadap tidak mengalami kerusakan batang yang cukup parah sehingga bila nanti sudah tidak disadap lagi masih dapat dimanfaatkan hasil kayunya. Peraturan diatas juga ditetapkan bukan berdasarkan jumlah getah maksimal yang dapat diproduksi.

Pada pohon Pinus KU V sampai VI sebenarnya produksi getah sudah mengalami penurunan. Seiring dengan bertambahnya umur pohon maka terjadi peningkatan diameter pohon sehingga jumlah koakan dapat ditambah. Dengan bertambahnya jumlah koakan maka produksi getah yang dihasilkan dapat bertambah sehingga akan meningkatkan pendapatan yang bisa diterima oleh penyadap.

Tindakan yang dilakukan penyadap dengan menambah jumlah koakan yang kadang melebihi jumlah yang telah ditetapkan tidak sepenuhnya salah karena mungkin dengan pengalaman menyadap yang telah puluhan tahun penyadap lebih mengetahui jumlah optimal koakan yang diperlukan agar pohon pinus

menghasilkan getah maksimal. Penambahan jumlah koakan yang melebihi peraturan yang ditetapkan mungkin bisa memberikan nilai benefit per cost yang lebih tinggi karena dengan jumlah koakan yang lebih banyak maka penyadap dapat memanen getah yang lebih banyak dengan waktu kerja yang lebih singkat atau dengan jumlah pohon yang sama maka getah yang dihasilkan bisa lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah getah yang bisa dihasilkan bila jumlah koakan mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Perhutani. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penetapan jumlah koakan optimum supaya produksi getah per pohon optimal dengan nilai benefit per cost tertinggi.

Dalam kegiatan penyadapan getah untuk meningkatkan produksi getah dapat dilakukan antara lain dengan menambah luas blok sadapan, meningkatkan kemampuan memperbaharui koakan per hari, menambah jam kerja dan hari kerja per bulan. Maka untuk memudahkan dalam mengoptimalkan produksi getah dalam kegiatan manajemen produksi getah pinus di buat persamaan untuk menduga pendapatan penyadap sebagai berikut :

Y = -293063 + 8726X5 + 25882X6 + 4913X11 + 6484X13

Dimana Y adalah peubah tak bebas pendapatan, X5 adalah luas areal sadapan, X6 adalah hari kerja dalam sebulan, X11 adalah jam kerja efektif per hari dan X13 adalah umur tegakan. Persamaan di atas memiliki koefisien determinasi 64,8% artinya keragaman peubah tak bebas pendapatan dapat dijelaskan oleh semua peubah bebas X sebesar 64,8% atau hanya sekitar 35,2% dijelaskan oleh peubah yang lain. Nilai koefisien korelasinya adalah 0,805 artinya korelasi atau hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas sangat erat. Walaupun nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasinya lebih rendah dari pesamaan sebelumnya namun persamaan ini secara manajemen lebih mudah digunakan untuk mengelola produksi getah dari pada persamaan yang sebelumnya.

Tabel 14. Sidik Ragam Persamaan Regresi Penduga Pendapatan Sumber

keragaman DB JKT JK Fhitung P

Regresi 4 1,42642E+12 3,56604E+11 35,05 0,000

Sisa 76 7,73319E+11 1,01750E+10

Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa Fhitung sebesar 35,05 dan lebih besar dari Ftabel sehingga dapat disimpulan bahwa peubah–peubah bebas yang ada secara umum (bersama-sama) dapat digunakan untuk menduga peubah tak bebas pendapatan pada taraf nyata 1%.

Dari persamaan regresi yang diperoleh peubah bebas luas blok sadapan memiliki nilai koefisien sebesar 8726 artinya bila peubah bebas yang lain tetap maka setiap peningkatan luas areal sadapan sebesar 1 hektar akan meningkatkan pendapatan penyadap sebesar Rp 8.726 per bulan. Sedangkan peubah hari kerja dalam sebulan memiliki nilai koefisien sebesar 25882 artinya bila jumlah hari kerja dalam sebulan bertambah 1 hari maka akan meningkatkan pendapatan penyadap sebesar Rp 25.882 per bulan dengan asumsi bahwa peubah yang lain tetap. Peubah bebas jumlah jam kerja dalam sehari memiliki nilai koefisien 4913 artinya setiap penambahan jam kerja satu satuan maka akan meningkatkan jumlah pendapatan penyadap sebesar Rp 4.913 per bulan.

Dilihat dari persamaan diatas maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah pendapatan yang diperoleh penyadap adalah dengan menambah jumlah hari kerja dalam sebulan karena setiap penambahan jumlah hari kerja memberikan perubahan terbesar pada penambahan jumlah pendapatan yang diperoleh penyadap. Selain faktor di atas upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan penyadap adalah dengan meningkatkan upah para penyadap. Karena dengan meningkatkan upah maka jumlah uang yang dapat diperoleh penyadap semakin meningkat walaupun jumlah getah yang mereka sadap tetap.

Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan

Partisipasi masyarakat desa di sekitar hutan dalam kegiatan penyadapan getah pinus merupakan salah satu wujud dari upaya yang dilakukan untuk mendukung peningkatan produksi getah pinus di Perum Perhutani. Dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah juga merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani karena merekalah yang berinteraksi secara langsung dengan hutan setiap harinya.

Untuk mengetahui tingkat keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penyadapan dapat dilihat berdasarkan perbandingan antara jumlah penyadap dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia.

Tabel 15. Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Jumlah Penyadap RPH Stratum Penyadap Tenaga kerja Partisipasi (%)

Pandanarum 1 73 2085 3,50 2 56 1020 5,49 3 50 1054 4,74 4 63 1305 4,83 5 63 1438 4,38 6 43 1135 3,79 7 59 782 7,54 8 45 774 5,81 9 27 666 4,05 10 29 577 5,03 Rata-rata 4,92 Kalibening 1 13 562 2,31 2 17 555 3,06 3 12 669 1,79 4 21 499 4,21 5 20 866 2,31 6 10 738 1,36 7 20 460 4,35 8 14 445 3,15 9 12 534 2,25 10 49 757 6,47 Rata-rata 3,13 Wanayasa 1 33 951 3,47 2 29 703 4,13 Rata-rata 3,80 Siweru 1 52 2169 2,40 2 65 1418 4,58 3 16 745 2,15 4 42 1002 4,19 5 18 615 2,93 6 38 1066 3,56 7 33 788 4,19 Rata-rata 3,43 Rata-rata 3,82

Dari tabel 16 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat partisipasi Masyarakat dalam kegiatan penyadapan sebesar 3,82%. RPH Pandanarum memiliki tingkat partisipasi masyarakat tertinggi yaitu sebesar 4,92%. Tingkat partisipasi ini berbanding lurus dengan luas areal sadapan pada masing-masing

RPH. Tingkat partisipasi masyarakat di RPH Siweru adalah 3,43%, di RPH Wanayasa 3,80% dan tingkat partsisipasi terkecil berada di wilayah RPH Kalibening sebesar 3,13%.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan juga dapat dilihat dari jumlah jam kerja dalam sehari dan hari kerja dalam sebulan yang mereka curahkan dalam kegiatan penyadapan.

Tabel 16. Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah Jam Kerja dan Hari Kerja per Bulan

Jam kerja (jam/hari) Hari kerja (hari/bulan)

RPH Rata-rata Partisipasi (%) Rata-rata Partisipasi (%) Siweru 5,35 66,88 20,30 67,67

Pandanarum 5,23 65,31 17,88 59,58

Kalibening 5,00 62,50 15,94 53,13

Wanayasa 4,20 52,50 18,00 60,00

Rata-rata 61,80 60,10

Keterangan : Jumlah jam kerja yang ditetapkan adalah 8jam/hari Jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 30 hari

Tabel di atas menjelaskan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di BKPH Karangkobar berdasarkan jam kerja rata-rata sebesar 61,80%, lebih tinggi dari tingkat partisipasi berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan yaitu sebesar 60,10%. RPH Siweru memiliki tingkat partisipasi tertinggi berdasarkan jumlah jam kerja per hari maupun berdasarkan jumlah hari kerja per bulan. Tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja sebesar 66,88 % sedangkan berdasarkan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 67,67%.

Tingkat partisipasi berdasarkan jumlah jam kerja per hari dan hari kerja per bulan juga dapat menjelaskan tingkat kedisiplinan penyadap dalam melakukan penyadapan. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat produktivitas penyadap dalam menghasilkan getah.

Di bawah ini disajikan tabel rata-rata tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja per hari, berdasarkan hari kerja per bulan dan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan rata-rata pendapatan per bulan dari penyadap di BKPH Karangkobar

Tabel 17. Rata-rata Tingkat Partisipasi dan Rata-rata Pendapatan Penyadap per bulan di BKPH Karangkobar

RPH Tingkat partisipasi (%) Pendapatan

(Rp/bulan) Jam kerja Jumlah penyadap Hari kerja

Siweru 66,87 3,43 67,67 468.051

Pandanarum 65,31 4,92 59,58 419.131

Kalibening 62,50 3,13 53,13 378.579

Wanayasa 52,50 3,80 60,00 325.080

Berdasarkan tabel 18 di atas diketahui bahwa partisipasi masyarakat berdasarkan jam kerja per hari berbanding lurus dengan pendapatan yang mereka peroleh. Semakin tinggi pendapatan mereka semakin besar tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan jam kerja per hari. Tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja tidak terpengaruh dengan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh penyadap. Dari tabel diatas tingkat partisipasi berdasarkan tenaga kerja tertinggi berada di wilayah RPH Pandanarum sedangkan rata-rata pendapatan penyadap tertinggi ada di wilayah RPH Siweru. Tingkat partsisipasi terendah ada di wilayah RPH Kalibening. Walaupun rata-rata pendapatan per penyadap di wilayah RPH Wanayasa paling rendah dibandingkan dengan RPH yang lain.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat partisipasi dengan pendapatan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi. Karena satuan yang digunakan tidak tepat maka nilai koefisien korelasi tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendapatan penyadap tidak dapat dihitung. Di bawah ini disajikan nilai koefisien korelasi antara tingkat partisipasi dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh penyadap.

Tabel 18. Koefisien Korelasi Antara Tingkat Partisipasi dengan Pendapatan

pendapatan partisipasi

Tenaga kerja Jam kerja Hari kerja

Pendapatan 1 0,182 0,650 0,861 Partisipasi Tenaga kerja 0,182 1 Jam kerja 0,650 1 Hari kerja 0,861 1

Dua peubah dikatakan memiliki korelasi yang cukup erat apabila nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,50, bila nilai koefisien korelasinya lebih dari

0,70 maka korelasi kedua peubah erat dan bila nilai koefisien korelasi lebih dari 0,90 sangat erat. Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa yang memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi adalah hubungan antara pendapatan dengan tingkat partisipasi berdasarkan hari kerja dalam sebulan. Jadi pendapatan penyadap berpengaruh paling besar terhadap tingkat partisipasi berdasarkan hari kerja dalam satu bulan.

Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dan tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja adalah 0,650 berarti korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jam kerja dengan pendapatan cukup erat. Nilai koefisien korelasi antara pendapatan dengan jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 0,861. Hal ini berarti hubungan antara pendapatan dengan tingkat partisiasi berdasarkan hari kerja per bulan erat. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh penyadap dari sektor sadapan maka akan semakin besar pula tingkat partisipasi penyadap dalam hal jumlah jam kerja per hari dan jumlah hari kerja dalam satu bulan.

Nilai koefisien korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendapatan adalah sebesar 0,182 atau bisa dikatakan tidak ada korelasi. Tidak adanya korelasi antara tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan pendapatan yang diperoleh penyadap kemungkinan disebabkan oleh ketersediaan lapangan kerja di daerah tersebut. Bila lapangan pekerjaan di luar sektor penyadapan kurang tersedia di daerah tersebut maka masyarakat akan memilih untuk menjadi penyadap walaupun upah sadap yang mereka terima relatif kecil dibandingkan upah sadap yang diterima penyadap di daerah lain.

Kemungkinan yang lain adalah karena hanya membandingkan jumlah penyadap dengan jumlah tenaga kerja laki-laki yang tersedia maka tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat juga dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja laki-laki yang tersedia di suatu daerah sehingga tidak ada ukuran optimum baku untuk masing-masing daerah seperti jumlah jam kerja optimum per hari maupun jumlah hari kerja optimum per bulan. Selain itu kemungkinan lain dari tidak adanya korelasi adalah indikator yang dipakai kurang tepat karena dalam mengukur tingkat partisipasi berdasarkan jumlah tenaga kerja hanya membandingkan antara jumlah penyadap dengan jumlah tenaga kerja

sedangkan tingkat pendapatan adalah tingkat pendapatan penyadap sehingga berdasarkan indikator saja keduanya tidak ada hubungan sama sekali. Karena itu perlu untuk dicari lagi indikator lain yang lebih tepat digunakan untuk menduga tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat misslksn dengsn membandingkan antara jumlah tenaga kerja di suatu wilayah dengan jumlah keseluruhan penyadap yang ada.

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Hal ini dikarenakan penyadapan bukan mata pencaharian utama dari masyarakat. Masyarakat akan lebih mengutamakan kegiatan bercocok tanam walaupun hasil yang mereka peroleh dari kegiatan tersebut tidak begitu besar. Hal ini terlihat dari kecilnya jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan penyadapan dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang ada.

Faktor utama dalam usaha peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadapan adalah dengan memperhatikan kesejahteraan penyadap. Karena penyadap akan bekerja penuh di bidang penyadapan bila pendapatan dari kegiatan penyadapan bisa mencukupi kebutuhan hidup penyadap dan keluarganya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan luas blok sadapan yang optimal. Fahutan IPB (1991) menyebutkan bahwa jumlah pohon yang dapat dibebankan kepada penyadap maksimal 556 pohon per hari atau 1668 phon dalam periode tiga hari dengan luas blok sadapan ±3 Ha.

Selain itu produktivitas penyadap perlu untuk ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan pengawasan dan pemberian informasi oleh mandor sadap melalui kegiatan bimbingan. Peningkatan produktivitas penyadap juga dapat dilakukan dengan menambah luas blok sadapan dan meningkatkan upah sadapan dan pemenuhan kebutuhan fasilitas alat sadapan seperti petel sadap, batok kelapa, talang seng, drum fiber dan larutan socepas serta kebutuhan fasilitas kerja seperti sepatu karet, baju dan jas hujan. Pemberian insentif kepada penyadap yang memiliki produktivitas tinggi juga bisa memacu peningkatan produktivitas dari penyadap yang bersangkutan maupun penyadap lain.

Dokumen terkait