• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Undang-Undang

1. Definisi Undang-Undang

Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia, yang di dalam pembentukannya dilakukan oleh

15

Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni,m 1981) h. 44 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 11

dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden seperti ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 UUD 1945.16

Undang-undang adalah dasar dan batas bagi kegiatan pemerintahan, yang menjamin tuntutan-tuntutan Negara berdasar atas hukum, yang menghendaki dapat diperkirakannya akibat suatu hukum, dan adanya kepastian dalam hukum.17

Menurut pendapat Peter Badura, dalam pengertian teknis ketatanegaraan Indonesia, undang-undang ialah produk yang dibentuk bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara (pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 UUD 1945 hasil perubahan pertama).18

Menurut S.J. Fockema Andrea dalam bukunya

“Rechtsgeleerdhandwoordenboek” perundang-undangan mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu:

“Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/ proses

membentuk peraturan-peraturan Negara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; perundang-undangan adalah segala peraturan-peraturan

16

Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007). h. 186.

17

Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h. 25.

18 Ibid.,

Negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah”.19

2. Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI

Menurut sistem hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) disusun dalam suatu tingkatan yang disebut hierarki peraturan perundang-undangan. Menurut UUD 1945, dalam huruf A, disebutkan tata urutan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan RI ialah sebagai berikut.20

Gambar 2.1 Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut UU No. 10 Tahun 2004

 UUD 1945

 Ketetapan MPRS/MPR

 UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

 Peraturan Pemerintah  Keputusan Presiden  Peraturan daerah 19 Ibid., h. 26. 20

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010). H. 28-59.

1. Perda Provinsi

2. Perda Kabupaten/ Kota

3. Perdes/ Peraturan yang setingkat.

Tata urutan diatas menunjukkan tingkatan masing-masing bentuk yang bersangkutan, dimana yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada bentuk-bentuk yang tersebut dibawahnya. Di samping itu, tata urutan diatas mengandung konsekuensi hukum, bentuk peraturan atau ketetapan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu peraturan yang bentuknya lebih tinggi, terlepas dari soal siapakah yang berwenang memberikan penilaian terhadap materi peraturan serta bagaimana nanti konsekuensi apabila materi peraturan itu dinilai bertentangan dengan materi peraturan yang lebih tinggi.21 Hal ini selaras dengan asas hukum lex superior deregat inferiori (hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang tingkatannya di bawahnya). Hal ini dimaksud agar tercipta kepastian hukum dalam sistem peraturan perundang-undangan.22

Ajaran tentang tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut mengandung beberapa prinsip berikut:

21

Ibid., h. 38. 22

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya.

2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih tinggi.

3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti, atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat.

5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan yang lebih umum.23

3. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik

Perkembangan pengaturan terhadap asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dalam pembentukan undang-undang di

23

Indonesia untuk pertama kali secara tegas dan limitatif dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Pengaturan yang serupa juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 memberi penjelasan, bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan, harus didasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu: kejelasan tujuan; kelembagaan muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan.

Dalam penjelasan pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 selanjutnya dijelaskan maksud dari asas-asas tersebut adalah sebagai berikut24:

a. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentukan yang Tepat, adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/ pejabat pembentuk perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

24

Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h, 152

perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang.

c. Asas Kesesuaian Antara Jenis dan Materi Muatan adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

d. Asas Dapat Dilaksanakan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis.

e. Asas Kedayagunaan dan Kehasilan adalah bahwa setiap peraturan pembentukan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f. Asas Kejelasan Rumusan, adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata yang terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas Keterbukaan, adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh

lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.25

Dokumen terkait