• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU

Dalam dokumen I. HUKUM PEMBUKTIAN. ALAT BUKTI ELEKTRON (Halaman 30-35)

ALAT BUKTI DALAM KUHAP 1 Keterangan Saks

3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU

TIPIKOR).

Dijelaskan dalam Pasal 26 A, bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat di peroleh dari :

 alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu.

Yang dimaksud “disimpan secara elektronik” misalnya data yang disimpan dalam mikro film, compact disc read only memory (CD-ROM) atau Write Once Read Many (WORM). Yang dimaksud dengan “alat optik atau yang serupa dengan itu” dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung elektronik, surat elektronik (email), telegram, teleks dan faksmili.

 Dokumen

Yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Adanya perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa Petunjuk sesuai Pasal 188 ayat (2) KUHAP.

4. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

 Dalam Pasal 73 huruf a, yang menegaskan alat bukti menurut atau sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana yakni merujuk kepada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu : a. keterangan saksi b. keterangan ahli c. surat d. petunjuk e. keterangan terdakwa

 Dalam Pasal 73 huruf b, menambahkan atau memperluas alat bukti yang sah yaitu : f. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik

dengan alat optik atau alat yang serupa optik. g. Dokumen

Dokumen adalah (Pasal 1 angka 16) : data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas atau benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :

 tulisan, suara, atau gambar

 peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, dan

 huruf, tanda, angka, symbol, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Jika dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang, kedudukan dari “Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen adalah alat bukti yang berdiri sendiri disamping alat bukti berupa, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangaN terdakwa, sedang dalam pembuktian tindak pidana korupsi kedudukan dari Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan Dokumen adalah bahan untuk memperoleh alat bukti berupa petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (1) huruf d KUHAP.69 Menjadi pertanyaan bagaimanakah politik hukum sistem pembuktian sebenarnya ?

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPO).

Di dalam Pasal 29 disebutkan bahwa alat bukti selain sebagaimana di tentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dapat pula berupa :

a. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

b. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas,

69 R. Wiyono, Pembahasan undang-undang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm 210.

benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada :

1. tulisan, suara, atau gambar;

2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau

3. huruf, tanda, angka, symbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Dalam penjelasan Pasal 29, disebutkan bahwa :

 Yang dimaksud dengan “data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan denga atau tanpa bantuan suatu perantara, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik” dalam ketentuan ini misalnya : data yang tersimpan di komputer, telepon, atau peralatan elektronik lainnya, atau catatan lainnya seperti :

a. catatan rekening bank, catatan usaha, catatan keuangan, catatan kredit atau utang, catatan transaksi yang terkait dengan seseorang atau korporasi yang diduga terlibat di dalam perkara tindak pidana perdagangan orang;

b. catatan pergerakan, perjalanan, atau komunikasi oleh seseorang atau organisasi yang diduga terlibat di dalam tindak pidana menurut Undang-Undang ini; atau c. dokumen, pernyataan tersumpah atau bukti-bukti lainnya yang di dapat dari

Negara asing yang mana Indonesia memiliki kerja sama dengan pihak-pihak berwenang Negara tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.

Rumusan tersebut diatas hampir sama dengan perumusan alat bukti menurut undang-undang tipikor dan undang-undang pencucian uang namun lebih kongkret dan diperluas dalam penjelasan pasal 29 tersebut diatas.

Pertanyaannya mengapa perluasan alat bukti elektronik dalam uu tipikor hanya mempunyai nilai pembuktian memperluas alat bukti petunjuk ? bukan alat bukti yang mandiri.

6. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Jo. Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Pemberantasan tindak pidana terorisme.

Dalam Pasal 27, ditegaskan bahwa Alat Bukti Pemeriksaan tindak pidana Terorisme meliputi :

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana,

b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, dan

c. data, rekaman atau informasiyang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :

1) Tulisan, suara atau gambar;

2) peta, rancangan, foto atau sejenisnya;

3) huruf, tanda, angka, symbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memhaminya.

 Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 27 huruf a adalah ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

 Ketentuan Pasal 27 huruf b dan c adalah penambahan alat bukti dari KUHAP.

Terdapat perbedaan maksud antara ketentuan yang terdapat dalam Pasal 27 huruf b dan c dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 26 A huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jika ketentuan yang terdapat dalam Pasal 27 huruf b dan c hendak mengemukakan bahwa informasi, data, atau rekaman tersebut merupakan alat bukti yang berdiri sendiri artinya tidak bergantung atau diperoleh dari alat bukti lain, ketentuan yang terdapat dalam Pasal 26A huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 hendak mengemukakan bahwa alat bukti berupa petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (1) huruf d KUHAP selain bergantung atau diperoleh dari alat bukti berupa keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa (Pasal 188 ayat (2) KUHAP), juga dapat diperoleh dari informasi atau data sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26A huruf a dan b Undang-Undang Nmor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.70

Apakah maksud dari pembentuk undang-undang yang hanya membedakan uu tipikor dengan uu lainnya khususnya mengenai nilai

alat bukti dalam pembuktian, mengapa uu tipikor mempersempit nilai alat bukti yang bersifat informasi dengan sarana elektronik dan data, sebagai perluasan cara mendapatkan bukti petunjuk sesuai kuhap ? atau hanya karena belum di update atau di sesuaikan ? apakah perlu revisi ?

cari lagi Undang-Undang yang lain seperti UU Perdagangan dll... 7. Peraturan-peraturan yang terkait :

a. Peraturan Menteri Komunikasi Informatika No. 1 PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Singkat Premium dan Jasa Pesan Singkat (Short Messaging Service) ke banyak tempat (Broadcast).

b. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 20 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan Jasa Telekomunikasi

c. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 9/KN/1999 yang menerima hasil Print Out sebagai alat bukti surat, Yurisprudensi MA RI Nomor 3431/K/Pdt/1985.71

Berkaitan dengan hal tersebut diatas perlu dikemukakan enam pedoman pokok yang menjadi

alat ukur dalam teori pembuktian, sebagai berikut :72

1. Dasar pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan pengadilan untuk memperoleh fakta-fakta yang benar (bewijsgronden);

2. Alat-alat bukti yang dapat digunakan oleh hakim untuk mendapa;tkan gambaran mengenai terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau (bewijsmiddelen);

3. Penguraian bagaimana cara menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di sidang pengadilan (bewijsvoering);

4. Kekuatan pembuktian dalam masing-masing alat-alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan (bewijskracht);

5. Beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan di muka sidang pengadilan (bewijslast);

6. Bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim

(bewijsminimum).

Fear Has Two Meanings :

71 Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik Perikatan, Pembuktian dan Penyelesaian Sengketa, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hlm 41.

1. Forget everything and run,

Dalam dokumen I. HUKUM PEMBUKTIAN. ALAT BUKTI ELEKTRON (Halaman 30-35)

Dokumen terkait