• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN AKUISISI DAN NOTIFIKASI AKUISISI DI

H. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Pada Tahun 2020 Pemerintah telah menandatangani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja, dimana dalam peraturan ini memuat perubahan mengenai UU Antimonopoli. Perubahan beberapa Pasal dalam UU Antimonopoli tersebut diatur pada bagian kesebelas mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada Pasal 47 UU Cipta Kerja ini menjelaskan mengenai Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini dan juga mengenai pengenaan denda, adapun bunyi dari Pasal 47 UU Cipta Kerja ini, yaitu:79

Pasal 47

1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini.

2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15 dan Pasal 16.

b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan Praktek Monopoli, menyebabkan Persaingan

79 Bagian kesebelas UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020

Usaha Tidak Sehat, dan/atau merugikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 dan Pasal 27.

d. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

f. Penetapan pembayaran ganti rugi

g. Pengenaan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dari pasal diatas dapat dilihat bahwa dalam UU Cipta Kerja ini telah diatur mengenai berapa jumlah denda minimal yang akan dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli, tetapi dalam UU Cipta Kerja ini tidak diatur mengenai berapa jumlah denda maksimal yang dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli, dimana pada hal ini masih ada ketidakjelasan mengenai jumlah maksimal denda yang harus dikenakan kepada pelaku usaha.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pengaturan akuisisi diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, Perkom Nomor 1 Tahun 2009, Perkom Nomor 3 Tahun 2012, Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1999, Perkom Nomor 4 Tahun 2012 dan Pasal 47 UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020. Dalam hal ini terdapat kesalahan pada Perkom mengenai Pra notifikasi dikarenakan pada dasarnya penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan bersifat post notifikasi sebagaimana diatur dalam Perkom Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penilaian Terhadap

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha atau Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun Post-Notifikasi menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010, merupakan pemberitahuan tertulis yang wajib diberikan oleh perusahaan yang melakukan Akuisisi kepada KPPU paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis penggabungan, peleburan atau pengambilalihan yang berisikan nilai aset dan/atau nilai penjualan (untuk perusahaan Rp 2.500.000.000.000,- (Dua triliun lima ratus milyar rupiah) nilai aset dan/atau Rp 5.000.000.000.000,- (Lima triliun rupiah) nilai penjualan, untuk bank nilai aset melebihi Rp 20 Triliun), sedangkan Pra-Notifikasi adalah pemberitahuan yang bersifat sukarela oleh pelaku usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan usaha untuk mendapatkan pendapat Komisi (KPPU) mengenai dampak yang ditimbulkan dari rencana penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan.80 Dari hal ini dapat kita lihat pada Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 yang berbunyi:

“Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai asset atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut”.

Pasal 29 tersebut mempersyaratkan pemberitahuan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan menggunakan sistem post notifikasi, dimana pelaporan dilakukan setelah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan selesai dilaksanakan. Namun Peraturan komisi Nomor 1 Tahun 2009

80 Pasal 1 butir 6 Perkom Nomor 1 Tahun 2009

menggunakan sistem pra-notifikasi, yang mana hal ini bertentangan dengan Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang mengadopsi post notifikasi.

Pada kenyataannya meski telah banyak aturan yang mengatur mengenai notifikasi terhadap suatu tindakan akuisisi yang dilakukan pelaku usaha dengan pengambilalihan saham yang dilakukannya memenuhi nilai ambang batas (threshold) yang sudah ditetapkan dalam PP Nomor 57 Tahun 2010 dan Peraturan Komisi nomor 3 Tahun 2019 masih banyak pelaku usaha yang enggan untuk melakukan notifikasi pada KPPU. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terdapat 29 kasus keterlambatan notifikasi akuisisi yang dilakukan pelaku usaha kepada KPPU.81

Penulis berpendapat bahwa dalam hal mengenai notifikasi kepada KPPU, pelaku usaha harus lebih awas dalam melakukan setiap tindakan transaksi.

Transaksi yang dilakukannya baik itu dalam penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) ataupun pengambilalihan saham (akuisisi), pelaku usaha tetap harus awas dan mengikuti seluruh aturan yang telah ditetapkan demi menciptakan kondisi persaingan usaha yang efisien, sistematis dan terencana dalam koridor hukum yang telah ditetapkan. Sehingga terjadi sinergi antara produk hukum yang telah ada dengan pelaksanaannya dalam mengawasai, mencegah, dan menindak praktik monopoli dan persainga usaha yang tidak sehat tanpa menyakiti hak dari pelaku usaha.

81 Lihat table 4.1 Data kasus pelanggaran Pasal 29 UU No 5 Tahun 1999 pada tahun 2012- 2019 di KPPU, BAB IV

BAB III

PERAN NOTIFIKASI AKUISISI PADA PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

Peran Notifikasi Akuisisi dalam Dunia Persaingan Usaha

Persaingan usaha merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan roda perekonomian suatu negara. Persaingan usaha dapat mempengaruhi kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, industri, iklim usaha yang kondusif, kepastian dan kesempatan berusaha, efisiensi, kepentingan umum, kesejahteraan rakyat dan lain sebagainya.82 Persaingan diharapkan menempatkan alokasi sumber daya yang sesuai dengan peruntukannya dengan efisien serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persaingan ditentukan oleh kebijakan persaingan (competition policy).83 Undang-undang persaingan usaha di berbagai negara umumnya berfokus pada kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat (consumer welfare). Kebutuhan akan adanya suatu kebijakan dan undang-undang persaingan usaha menjadi faktor menentukan jalannya proses persaingan. Hukum persaingan kerap menyatakan bahwa proses persaingan adalah fokus penting dibandingkan dengan perlindungan terhadap pelaku usahanya. Robert Bork, pemikir dan hakim terkemuka yang banyak memberikan landasan dalam hukum persaingan mengatakan: 84

“Why should we want to preserve competition anyway? The answer is simply that competition provides society with the maximum output that can be achieved at any

82 Bab II Asas dan Tujuan, Pasal 2 dan 3 UU No. 5 Tahun 1999

83 Elanor Fox, Memorandum Kepada Pembuat Kebijakan di Indonesia, 1999, hal. 7-9.

Dikutip dari: KPPU, Hukum Persaingan Usaha Buku Text Edisi Kedua, hal. 24

84 Robert Bork and Ward S. Bowman, The Crisis in Antitrust, Columbia Law Review, Volume 65, 1965, hal. 363- 365. Dikutip dari: KPPU, Hukum Persaingan Usaha…, Op.Cit., hal.

given time with the resources as its command. Under a competitive regime, productive resources are combined and separated, shuffled and reshuffled in search for greater profits through greater efficiency. Each productive resources moves to that employment, where the value of its marginal product, and hence the return paid to it, is greatest. Output is maximized because there is no possible rearrangement of resources that could increase the value to consumers of total output. Competition is desirable, therefore, because it assists in achieving prosperous society and permits individual consumers to determine by their actions what goods and services they want most”

Persaingan dalam dunia usaha berarti upaya mendapatkan keuntungan dalam suatu mekanisme pasar di mana hasil akhirnya akan dinikmati oleh konsumen misalnya dalam bentuk harga murah, variasi produk, pelayanan, ketersediaan, pilihan dan lainnya.85

Selain tuntutan nasional, Undang-Undang Persaingan Usaha (Fair Competition Law) juga merupakan tuntutan atau kebutuhan rambu-rambu yuridis dalam hubungan bisnis antar bangsa.86 Beberapa negara sudah mengatur rambu-rambu persaingan usaha yang sehat dalam hukum nasional masing-masing seperti:

a. Amerika Serikat pada tahun 1890 telah mengatur persaingan usaha yang sehat dalam Act To Protect Trade and Commere Against unlawful Restraints and Monopolies (Sherman act).

b. Jepang untuk pengaturan persaingan usaha dituangkan dalam Shiteki Dokusen no Kinshi Oyobi Kosei Torihiki no Kakuho ni Kansuru Horitsu yang kemudian disingkat Dokusen Kinshi Ho (Law concerning the prohibilition of private monopoly and preservation of fair trade).

85 R. Shyam Khemani, A Framework For the Design and Implementation of Competition Law and Policy, World Bank, Washington DC, USA & OECD, Paris, 1998, hal. 5. Dikutip dari:

KPPU, Hukum Persaingan Usaha.., Op. Cit., hal. 24

86 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 4

c. Negara Filipina juga telah mengatur persaingan usaha ini dalam Penal Code-nya.

d. Negara Jerman, pengaturannya dapat dijumpai dalam Gesetz gegen Unlauteren Wettbewerb (UWG) (Undang-Undang Melawan Persaingan Usaha Tidak Sehat) tahun 1909.

e. Sedangkan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa, Sudah pasti tunduk dan mengikuti ketentuan pengaturan hukum persaingan usaha yang telah diatur bersama dalam Treaty on the European Union.

Sedangkan Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terealisasikan pada tahun 1999 yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan.87 Menurut Pasal 1 Angka 18 UU No. 5 Tahun 1999, bagian Ketentuan Umum, Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.88

Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai state’s auxiliary organ berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar Undang - Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

87 Ibid, hal.5

88 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 18 UU No 5 Tahun 1999

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut serta memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para pelanggarnya.

Undang - Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjelaskan bahwa tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebagai berikut: 89

a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;

e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;

f. menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;

89 Bagian Ketiga Pasal 35 UU No 5 Tahun 1999

g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pengusaha adalah pengambilalihan (akuisisi) saham. Pengambilalihan merupakan cara mengembangkan perseroan yang sudah ada atau menyelamatkan perseroan yang sedang mengalami kekurangan atau kesulitan modal, dan hal ini merupakan objek pengawasan KPPU

Akuisisi adalah serapan dari kata bahasa Inggris acquisition artinya mengambil alih, menguasai atau memperoleh.90 Akuisisi merupakan strategi dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat. Terdapat berbagai faktor yang menjadi alasan pelaku usaha melakukan akuisisi, baik yang bersifat ekonomis maupun non ekonomis. Secara spesifik, akuisisi dipilih oleh pelaku usaha untuk mendapatkan kemudahan perijinan perusahaan, yaitu berkat perusahaan yang diakuisisi telah memperoleh izin resmi untuk melakukan suatu aktivitas usaha. Dengan kondisi ini, perizinan dinilai berharga, karena pengakuisisi tidak menjadi kerepotan untuk mengurus masalah perijinan yang memakan energi dan biaya. Selanjutnya, transaksi ini berakibat strategis, yakni beralihnya pengendalian perusahaan kepada pihak pengakuisisi.91

Secara umum, maksimalisasi keuntungan diharapkan lahir dari pengambilalihan (akuisisi), karena akuisisi dapat mengurangi biaya produksi

90 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 135.

91 Yunus Husein, Akuisisi Sebagai Strategi Usaha, diakses di http://yunushusein.wordpress.com/opini/ pada tanggal 18 Desember 2020 Pukul 18.05 WIB.

sehingga tercipta produk yang efisien.92 Efisiensi diharapkan dapat tercipta karena perusahaan yang mengalami akuisisi dapat mengeksploitasi skala ekonomi (economies of scale) dalam proses produksi. Skala ekonomi menjadi penting bila di dalam suatu pasar, biaya produksi yang diperlukan sangat tinggi dibandingkan dengan besarnya pasar.

Baik tindakan penggabungan, konsolidasi, dan akuisisi berpengaruh terhadap konsentrasi pasar di pasar terkait (the relevant market). Ketiga jenis aksi korporasi tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya atau berkurangnya persaingan yang berpotensi merugikan konsumen dan masyarakat. Baik akuisisi dan/atau penggabungan (merger) yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan.

Berdasarkan Pasal 29 UU No. 5/1999 dan Pasal 5 PP No. 57/2010 sistem pengaturan penggabungan (merger), pengambilalihan (akuisis) dan peleburan di Indonesia menerapkan sistem post- notification, artinya setelah perusahaan melakukan kegiatan baik itu penggabungan, peleburan atau pengambilalihan secara efektif, perusahaan hasil penggabungan, peleburan atau pengambilalihan wajib melakukan pemberitahuan kepada KPPU. Namun demikian, Pasal 10 PP No. 57/2010 memberi opsi bagi perusahaan yang akan melakukan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan untuk melakukan konsultasi kepada KPPU secara sukarela baik secara tertulis maupun lisan sebelum melaksanakan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan.

92 Syamsul Maarif, Merger Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, PT. Penebar Swadaya, Jakarta, 2010, hal 10.

Berdasarkan hal tersebut, maka KPPU dapat melakukan pengaturan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:

Post-evaluasi (Pemberitahuan); dan Pra-evaluasi (Konsultasi).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh perusahaan yang memiliki pasar terbesar. Dengan pasar yang besar tersebut perusahaan memiliki market power. Kegiatan akuisisi dikatakan berdampak terhadap persaingan, apabila perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut mempunyai Posisi Dominan, atau akuisisi dapat dilarang jika ada kemungkinan dari perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut untuk menciptakan atau memperkuat Posisi Dominan di pasar.93

Sedangkan Pasal 25 UU No. 5/1999 mendefinisikan pelaku usaha memiliki Posisi Dominan, apabila:

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%

(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau

b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.94

Setelah KPPU melakukan penilaian terhadap pemberitahuan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan, maka KPPU akan mengeluarkan pendapat, yang isinya sebagai berikut:95

93 Ibid.

94 Bab V Posisi Dominan Pasal 25 UU No. 5 Tahun 1999

a. Pendapat tidak adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.

b. Pendapat adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.

c. Pendapat tidak adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan dengan catatan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka peran notifikasi atau pemberitahuan atas suatu tindakan pengambilalihan (akuisisi) yang dilakukan oleh pelaku usaha memiliki peran berupa pertama, Post-evaluasi dalam bentuk pemberitahuan kepada KPPU yang bersifat wajib/mandatory atas tindakan pengambilalihan saham yang dilakukannya; kedua, Pra evaluasi dalam bentuk konsultasi permohonan saran, bimbingan dan/atau pendapat tertulis yang diajukan oleh pelaku usaha kepada KPPU atas rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan saham perusahaan sebelum perbuatan hukum tersebut berlaku efektif secara yuridis yang bersifat voluntary atau sukarela; ketiga, notifikasi akuisisi sebagai upaya pencegahan praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat akibat konsentrasi pasar di pasar terkait (relevant market) dikuasai oleh satu pelaku usaha dominan.

95 Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan KPPU Nomor 13 Tahun

2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan

Komisi Pengawas persaingan Usaha yang merupakan auxiliary state’s organ yang dibentuk pemerintah haruslah bersifat independen, terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dalam mengawasi pelaku usaha, dalam hal ini memastikan pelaku usaha menjalankan kegiatannya dengan tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Status KPPU ini telah diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang kemudian diulang pada Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010, pemberitahuan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (Merger, Akuisisi, Konsolidasi) kepada Komisi wajib dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis.96 Dengan demikian, pelaku usaha dalam pasar persaingan sempurna tidak bertindak secara price marker melainkan ia hanya bertindak sebagai price taker.

Kedua, barang atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha benar-benar sama (product homogeneity). Selanjutnya, pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari pasar (perfect mobility of resources). Keempat, konsumen dan pelaku usaha memiliki informasi yang sempurna (perfect information) tentang berbagai hal, diantaranya kesukaan (preferences), tingkat pendapatan, biaya dan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. 97 Beberapa tahun belakangan merger, konsolodasi maupun akuisisi banyak dilakukan oleh pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja finansial perusahaannya.

96 Bab V Posisi Dominan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999

97 (Juwana, 1999) dikutip dari Moch Dzulyadain Nasrulloh, Ibid, hal. 148

Merger, konsolidasi dan akuisisi dapat memberikan kontribusi positif, bahkan dapat menjadi jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan dapat lebih efisien dikarenakan merger, konsolidasi dan akuisisi dapat meningkatkan utilisasi kapasitas perusahaan, menekan biaya transportasi, mengganti manajer yang berkinerja buruk dengan manager lain yang lebih baik dan tidak tersedia secara internal.98

Dampak efisiensi dari merger, konsolidasi dan akuisisi sanagt positif bagi perusahaan dan konsumen. Perusahaan dapat meningkatkan inovasi dan teknologi.

Bagi perusahaan menengah kebawah, merger, konsolidasi dan akuisisi memberikan banyak keuntungan diantaranya akses sumber daya yang cukup dan memungkinkan untuk bersaing dengan perusahaan besar. Dari merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut diharapkan akan menghasilkan biaya produksi yang lebihrendah, penurunan harga dan peningkatan kualitas barang sehingga

Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi dalam kaitannya dengan persaingan usaha yang tidak sehat terdapat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat khususnya pada Pasal 28 dan Pasal 29. Bunyi dari Pasal 28 UU Nomor 5 tahun 1999 yaitu:

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat engakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat

98 Jones A., and Sufrin, B. EC Competition Law, Text, Cases, and Materials, Oxford Univ., 2004 dikutip dari Syamsul Ma’arif, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan…, Op. Cit., hal.

30

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah

Pasal 28 tersebut bersifat rule of reason99 artinya kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi pada dasarnya tidak dilarang tetapi jika kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut dilarang.

Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tidak menyatakan secara jelas mengenai sistem pemberitahuan akuisisi. Pasal tersebut hanya menyatakan bahwa pelaku usaha yang akan melakukan merger, konsolidas dan akuisisi berkewajiban untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukannya tidak mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, apabila merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut ternyata menimbulkan praktek monopoli dan berdampak pada persingan usaha yang tidak sehat maka dapat dipastikan dibatalkan oleh KPPU sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Pasal 47 huruf (c) butir e Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999.100

Dalam pelaksanaan akuisisi wajib dilakukan pemberitahuan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena ketika perusahaan telah mengakuisisi perusahaan yang di akuisisi, maka akan berdampak pada jumlah nilai asset dan nilai penjualan, dan jika jumlah tersebut telah melebihi nilai yang ditentukan

99 Pendekatan rule of reason dapat diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan. Dikutip dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/

ulasan/lt4b94e6b8746a9/pentingnya-prinsip-per-se-dan-rule-of-reason-di-uu-persaingan-usaha/

ulasan/lt4b94e6b8746a9/pentingnya-prinsip-per-se-dan-rule-of-reason-di-uu-persaingan-usaha/

Dokumen terkait