• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.5 Underpricing

Pada dasarnya penentuan harga saham pada saat penawaran perdana ke publik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan

underwriter , sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu berdasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi. Terjadinya underpricing dapat juga terjadi karena adanya asimetri informasi yang berkaitan dengan pasar modal. (Saputra, 2008:39).

Pada awalnya, perusahaan dan penjaminnya menetapkan harga penerbitan. Untuk mengukur berapa tinggi nilai saham, mereka dapat melakukan perhitungan arus kas yang didiskontokan atau dengan melihat rasio harga-laba (price earning) saham pesaing utama perusahaan emiten (penerbit saham). Penjamin juga melakukan kagiatan temu-wicara yang memberi penjamin dan manajemen perusahaan kesempatan berbicara dengan para investor potensial.para investor bisa memperlihatkan reaksi mereka terhadap penerbitan ini, mengusulkan apa yang mereka anggap sebagai harga yang adil, dan menunjukkan berapa banyak saham yang akan mereka beli. Ini memungkinkan penjamin membuat pembukuan kemungkinan pemesanan. Meskipun tidak terikat pada isyarat yang mereka berikan tersebut, para investor sadar bahwa jika mereka ingin tetap memiliki reputasi yang baik di mata pihak penjamin, mereka tidak akan melanggar janji tentang ekspresi minat mereka.

Para manajer perusahaan ingin mengamankan harga setinggi mungkin untuk saham mereka, tapi para penjamin cenderung berhati-hati karena mereka bisa menanggung saham tak terjual jika mereka salah mengestimasi permintaan investor terlalu tinggi. Akibatnya para penjamin biasanya mencoba memperendah harga penawaran publik awal. Cara inilah yang dikenal dengan underpricing, cara

yang menurut mereka mampu untuk membujuk investor membeli saham dan mengurangi biaya pemasaran emisi kepada pelanggan.

Penting untuk diketahui bahwa underpricing tidak berarti bahwa tiap orang bisa kaya dengan membeli saham pada saat IPO. Jika emisinya di-underpriced, semua orang mau membelinya dan penjamin tidak akan mempunyai cukup saham untuk diputar. Karena itu investor cenderung hanya mendapatkan sedikit saham dari emisi yang menggairahkan ini. Jika dihargai lebih tinggi dari seharusnya (overpricing), investor lain tidak akan menginginkannya. Maka diperlukan kehati- hatian dalam menentukan pilihan berinvestasi. Informasi yang cukup tentang perusahaan dan kemampuan penjamin meyakinkan investor menjadi pokok penentunya.

Menurut Brealey (2007:416), underpricing merupakan kegiatan menerbitkan sekuritas pada harga penawaran yang ditetapkan di bawah nilai sekuritas sebenarnya. Menurut J. Gitman (2009:515), underpricing is a stock sold at a price below its’ current market price (Po). Menurut Ross (2004:551) for initial public offerings, the stock typically rises substantially after the issue date. This is a cost to the firm because the stock is sold for less than its efficient price in the aftermarket. Dari ketiga definisi yang sudah dipaparkan maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa underpricing adalah keadaan dimana harga saham saat IPO lebih rendah dibanding ketika diperdagangkan di pasar sekunder.

Perusahaan yang mengalami underpricing pada saat IPO dapat dipastikan memiliki harga saham yang tinggi di masa yang akan datang dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang akan ditentukan oleh kinerja perusahaan setelah

melakukan IPO tersebut. Variabel underpricing dihitung dengan menggunakan initial return dengan menghitung selisih antara harga penawaran umum perdana dengan sekunder pada penutupan hari pertama. Menurut Febrina (2004:27) underpricing dihitung dengan menggunakan initial return yang dihitung dengan rumus:

Keterangan :

Closing Price adalah harga penutupan saham pada hari pertama di bursa efek. Offerring Price adalah harga yang ditawarkan oleh emiten pada saat penjualan perdana di pasar primer.

2.1.6 Return On Assets (ROA)

ROA menjadi salah satu rasio profitabilitas untuk mengetahui tingkat pengembalian saham atas aset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba. Investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya pada perusahaan tersebut. Rasio profitabilitas karena profitabilitas yang tinggi mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing.

Menurut Brigham & Houston (2006:109) , rumus yang digunakan untuk memperoleh ROA adalah :

2.1.7 Financial Leverage

Financial leverage merupakan tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan (Brigham & Houston 2006:17). Rasio ini pada umumnya disebut juga rasio utang (debt ratio), untuk mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur. Tingkat pengembalian investasi cenderung rendah karena besarnya utang yang harus ditanggung perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan mengalami underpricing. Financial leverage dihitung dengan membuat perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, yang menunjukkan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin utang.

Rasio leverage yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kewajiban yang besar. Sehingga apabila pemodal menginvestasikan sahamnya akan memungkinkan investor tidak mendapatkan return dari saham yang dimilikinya. Menurut Wati (dalam Aiza Hayati , 2007:12), semakin tinggi tingkat leverage, semakin tinggi pula tingkat risiko perusahaan dan tentunya investor akan mempertimbangkan hal ini untuk proses pengambilan keputusan.

2.1.8 Firm Size

Ukuran perusahaan ( firm size ) merupakan faktor yang juga mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Karena semakin besar perusahaan dan semakin dikenal oleh masyarakat, maka semakin banyak informasi yang bisa diperoleh investor dan semakin kecil pula ketidakpastian yang

dimiliki oleh investor. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investai perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang besar, sehingga tingkat risiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang (Nurhidayati dan Indriantoro 1998 dalam Handayani 2008:30).

Ketika akan go public, perusahaan akan menerbitkan prospektus yang berisi tentang keterangan dan informasi yang dibutuhkan oleh publik untuk dapat menilai baik tidaknya perusahaan yang bersangkutan, wajar tidaknya harga yang ditawarkan, bagaimana prospek perusahaan di hari mendatang dan lain sebagainya. Investor sebagai pemodal yang akan membeli saham perusahaan di pasar sekunder membutuhkan informasi mengenai perusahaan yang akan digunakan untuk mengambil keputusan.

Apabila perusahaan tersebut lebih banyak dikenal oleh publik, maka semakin mudah informasi mengenai perusahaan akan didapat. Besar perusahaan bagi investor merupakan indikasi bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan lebih besar dalam mengembalikan investasinya. Besarnya ukuran perusahaan ditentukan oleh jumlah aktiva yang tercatat dalam neraca. Apabila jumlah yang tercatat dalam neraca menggambarkan besarnya ukuran perusahaan, maka jumlah sebenarnya perusahaan ditentukan oleh appraiser atau penilai kekayaan perusahaan. Penilai (appraiser) mempunyai keahlian melakukan penilaian kembali untuk menentukan nilai wajar kekayaan perusahaan.

2.1.9 Umur Perusahaan

Perbedaan yang didasari berapa lama perusahaan berdiri, mencerminkan bahwa perusahaan memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam menjalankan usahanya. Umur juga menunjukkan bahwa panjangnya sejarah yang menjadikan perusahaan tersebut lebih matang. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh publik mengenai kegiatan perusahaan. Sehingga akan mengurangi ketidakpastian informasi di masa yang akan datang. Return perusahaan yang lebih mapan serta berusia lebih tua cenderung lebih tinggi dibanding yang lebih muda usianya (Wati, 2004 dalam Hayati 2007:20). Selain itu perusahaan yang sudah lama berdiri menunjukan bahwa perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lain di bidangnya. Hal ini juga akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan. 2.2Penelitian Terdahulu

1. Siti Nurhidayanti & Nur Indriantoro (1998)

Menurut Nurhidayanti & Indriantoro (1998) dengan penelitian yang berjudul :”Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Underpriced pada Penawaran Perdana di BEI” , terdapat 5 variabel bebas yakni Reputasi Auditor, Reputasi underwriter, Persentasi saham yang ditawarkan, Umur Perusahaan , dan Ukuran Perusahaan. Hasil dari penelitan ini menyatakan tidak ada satu pun dari varibel bebas yang diuji yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Underpricing.

2. Dian Febriana (2004)

Menurut Febriana (2004) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia”, terdapat enam variabel bebas yang diuji yaitu reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, solvabilitas perusahaan, profitabilitas perusahaan, dan jenis industri. Penelitian ini menggunakan uji regresi berganda. Hasil penelitian dari enam hipotesis yang diajukan, terdapat dua variabel yang dapat dibuktikan oleh data penelitian. Variabel tersebut adalah profitabilitas dan solvabilitas. Profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap tingkat initial return sebesar 0,018. Solvabilitas perusahaan mempunyai pengaruh terhadap initial return sebesar 0,046. Dari hasil uji statistik didapat nilai F signifikan pada 0,004 yang berarti secara simultan variabel-variabel bebas dalam penelitian ini berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Namun secara parsial hanya variabel reputasi underwriter, nilai penawaran, dan financial leverage yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan regresi, variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan besarnya variasi dalam variabel terikat sebesar 29,3%, sedangkan sisanya 76,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 3. Chastina Yolana & Dwi Martani (2005)

Yolana & Martani memiliki penelitian yang berjudul : “Variabel- variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001”. Variabel yang diuji adalah Penjamin Emisi, Rata-rata Kurs, Ukuran perusahaan, dan Return on Equity (ROE). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara simultan variabel bebas terbukti mempengaruhi variabel terikat Underpricing. hal ini disimpulkan dari hasil adjusted R-Squared sebesar 28,15%. Artinya, 28,15% fenomena Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan dari variabel tersebut hanya reputasi penjamin yang tidak signifikan.

4. Helen Sulistio (2005)

Sulistio (2005) memiliki penelitian yang berjudul: “Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Terhadap Initial Return: Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Jakarta”. Variabel bebas yang diuji adalah ukuran perusahaan, Earnings per Share (EPS), Price Earnings Ratio (PER), tingkat leverage, proporsi kepemilikan yang ditahan pemegang saham lama, reputasi auditor dan reputasi underwriter. Hasilnya yakni informasi keuangan yang terdiri atas ukuran perusahaan, EPS, PER dan tingkat leverage, menunjukkan pengaruh tingkat leverage terhadap initial return adalah negatif signifikan pada = 10% (p = 0,10) dan Informasi non akuntansi yang meliputi prosentase pemegang saham lama, reputasi auditor dan reputasi underwriter,

menunjukkan pengaruh persentase pemegang saham lama terhadap initial return adalah positif signifikan pada = 5% (p = 0,05).

5. Sri Trisnaningsih (2005)

Trisnaningsih (2005) memiliki jurnal penelitian dengan judul :” Analisis Faktor- Faktor yang Mempngaruhi Tingkat Underpricing Pada Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta”. Variabel yang diuji adalah Reputasi Underwriter, Financial Leverage, dan Return on Asset. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa reputasi Underwriter. Financial leverage, dan Return on Asset (ROA) berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing. Hasil analisis ini ditunjukkan dengan nilai f-hitung 6,596 dengan nilai probabiltas signifikansi F 0,003 telah memenuhi syarat signifikansi 5%.

6. Aiza Hayati (2007)

Hayati (2007) memiliki penelitian yang berjudul “Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi terhadap Kecenderungan Underpricing: Studi pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia”. Variabel bebas yang diuji adalah ROA, financial leverage, firm size, reputasi underwriter, reputasi auditor, dan umur perusahaan. Model analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan menguji variabelnya secara simultan dan parsial. Hasilnya terdapat satu variabel yang berpengaruh terhadap

dilakukan memberi hasil F sebesar 2,849 dan tingkat signifikansi sebesar 0,023 < . Hal ini membuktikan semua variabel bebas berpengaruh terhadap underpricing.

7. Benny Kurniawan

Kurniawan (2007) memiliki penelitian berjudul : “ Analisis Pengaruh Variabel Keuangan dan Non-Keuangan Terhadap Initial Return dan Return 7 Hari Setelah Initial Public Offering (studi Empiris : Di Perusahaan Non-Keuangan yang Listing di BEJ Periode 2002-2006)”. Variabel bebas yang diuji adalah Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, Total Assets Turnover, Earning per Share, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Persentasi Penawaran Saham. Hasil penenlitian menyatakan bahwa secara parsial variabel TATO, ROE, dan persentasi penawaran saham berpengaruh signifikan terhadap return awal di pasar perdana pada alpha 0,05. Sedangkan variabel bebas lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan atas Initial Return.

8. Surya Hadi Saputra (2008)

Saputra (2008) memiliki penelitian yang berjudul: “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan yang IPO di BEJ Tahun 2003-2006”. Variabel bebas yang diuji adalah Reputasi Auditor, Reputasi underwriter, Umur Perusahaan, ROE, dan Persentasi Jumlah Saham yang ditawarkan. Model analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasilnya adalah secara

parsial hanya variabel reputasi underwriter yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing.

9. Sri Retno Handayani (2008)

Handayani (2008) memiliki penelitian dengan judul : ” Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus Pada Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006)”. Variabel yang diuji adalah Debt to Equity Ratio, ROA, Earning per Share, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Presentasi penawaran Saham. Model analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Earning Per Share , Umur Perusahaan , Ukuran Perusahaan dan Persentase Penawaran Saham secara bersama-sama terhadap Underpricing, hal ini dibuktikan sig F (0,31) > 0,05.

2.3 Kerangka Konseptual

Underpricing adalah keadaan dimana harga saham saat IPO lebih rendah dibanding ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Pada dasarnya penentuan harga saham pada saat penawaran perdana ke publik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter , sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu berdasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi.

Menurut Ross (2004 : 548) “underpricing tend to be attributable to firms with little or no sales in the prior year. These firms tend to be young firms and uncertain prospect”. Hal ini berarti bahwa tingkat profitabilitas perusahaan dan umur perusahaan dapat menjadi faktor indikasi terjadinya underpricing pada suatu perusahaan. Selain profitabilitas perusahaan, variabel rasio keuangan lain yang digunakan adalah Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan (Firm Size) sedangkan untuk variabel non keuangan digunakan Umur Perusahaan.

Terjadinya underpricing dapat juga terjadi karena adanya asimetri informasi yang berkaitan dengan pasar modal. Informasi keuangan dan non keuangan yang terkandung dalam prospektus merupakan ketentuan yang harus dimiliki perusahaan go public. Dengan adanya informasi dalam prospektus tesebut diharapkan akan dapat mempengaruhi keputusan investor dalam menanamkan modalnya pada perusahaan yang akan go public, sehingga perusahaan sebagai emiten di bursa akan mendaptkan return yang maksimal untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Informasi keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Return On Assets dan Financial Leverage. Sedangkan informasi non keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan dan umur perusahaan.

ROA menjadi salah satu rasio profitabilitas untuk menegetahui tingkat pengembalian saham atas aset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba . Investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya apabila

menginvestasikan sahamnya pada perusahaan tersebut. Rasio profitabilitas karena profitabilitas yang tinggi mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing.

Financial leverage merupakan tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan (Brigham & Houston 2006:17). Rasio ini pada umumnya disebut juga rasio utang (debt ratio), untuk mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur. Tingkat pengembalian investasi cenderung rendah karena besarnya utang yang harus ditanggung perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan mengalami underpricing.

Ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor yang juga mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Karena semakin besar perusahaan dan semakin dikenal oleh masyarakat, maka semakin banyak informasi yang bisa diperoleh investor dan semakin kecil pula ketidakpastian yang dimiliki oleh investor.

Perbedaan yang didasari berapa lama perusahaan berdiri, mencerminkan bahwa perusahaan memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam menjalankan usahanya. Umur juga menunjukkan bahwa panjangnya sejarah yang menjadikan perusahaan tersebut lebih matang. Semakin lama perusahaan berdiri, maka semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh publik mengenai kegiatan perusahaan. Sehingga akan mengurangi ketidakpastian informasi di masa yang akan datang. Perusahaan yang sudah lama berdiri menunjukan bahwa perusahaan

tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lain dibidangnya. Hal ini juga akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, kerangka konseptual yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Ross (2004) dan Hayati (2007), dimodifikasi Return on Assets ( Financial Leverage Underpricing (Y) Firm Size Umur Perusahaan

2.4 Hipotesis

Bertdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai maka hipotesis atau jawaban sementara yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Return On Assets (ROA) dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Financial Leverage

dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Firm Size (Ukuran

Perusahaan) dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Umur Perusahaan dengan Underpricing pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dokumen terkait