• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unit Makna dan Deskripsi

Dalam dokumen PENERIMAAN DIRI PADA WANITA DEWASA MADYA (Halaman 25-38)

BAB IV ANALISIS DATA

C. Unit Makna dan Deskripsi

Unit makna didapat setelah pernyataan-pernyataan hasil horisonalisasi dipahami dan dimaknai secara psikologis. Kumpulan makna-makna psikologis tersebut kemudian disimpulkan ke dalam beberapa unit makna. Setiap unit makna mengandung deskripsi tekstural subjek, yaitu pernyataan-pernyataan orisinal subjek, dan deskripsi struktural subjek, yaitu interpretasi peneliti berdasarkan pernyataan orisinal subjek.

D. Pemetaan Konsep

Pada tahap ini, peneliti menjelaskan saling keterkaitan antara unit-unit makna dengan menggunakan bagan dinamika penerimaan diri pada wanita dewasa madya yang telah melakukan mastektomi:

E. Esensi atau Makna Terdalam

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa proses penerimaan diri pada masing-masing subjek bervariasi dan membutuhkan waktu yang berbeda. Subjek #1 pasrah dan menerima dirinya setelah menjalani operasi mastektomi. Subjek #2 dan subjek #3 sudah pasrah menerima nasibnya ketika didiagnosis kanker payudara dan saat mengetahui bahwa payudaranya harus dioperasi. Subjek #3 membutuhkan proses penerimaan diri yang panjang dibandingkan kedua subjek lainnya.

Tahap retreat memberikan sumbangan terhadap pembentukan penerimaan diri pada subjek. Pada tahap ini, subjek mulai menyadari realitas dan berusaha untuk menjalani hidupnya sebaik mungkin, sekalipun dengan penyakit yang dideritanya. Subjek sedikit demi sedikit mulai menghadapi kenyataan sampai akhirnya mampu menghadapi masalah yang dirasakan sebagai stressor.

Setelah operasi, subjek mengalami dampak fisik, psikis, dan konatif. Dampak yang dialami subjek akan menjadi sumber stres apabila tidak diminimalisir dengan menggunakan coping terhadap stres. Strategi coping yang memberikan sumbangan cukup besar pada subjek dalam pembentukan penerimaan diri adalah turning to religion. Subjek berusaha untuk mendekatkan dirinya dengan beribadah kepada tuhan.

Faktor pendukung dapat mempengaruhi terbentuknya penerimaan diri. Faktor pendukung yang memberikan sumbangan besar dalam pembentukan penerimaan diri adalah dukungan sosial. Orang yang memiliki dukungan sosial yang tinggi akan mengalami tingkat stres yang rendah ketika berhadapan dengan stressful experiences dan mereka mengatasinya dengan berhasil (Taylor, 2009, h.187).

F. Verifikasi data 1. Kepercayaan (Credibility)

Untuk menguji keabsahan data yang telah dikumpulkan, maka akan dilakukan beberapa cara, yaitu:

a. Keterlibatan langsung di lapangan penelitian b. Triangulasi

c. Peer debriefing

d. Kecukupan referensi e. Pengecekan anggota 2. Keteralihan (Transferability)

Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya secara rinci tentang persiapan, pelaksanaan, dan hasil penelitian, namun peneliti tidak dapat menjamin nilai transfer dalam penelitian ini berlaku secara konstan disebabkan oleh sifat manusia yang unik dan berbeda satu sama lain.

3. Kebergantungan (Dependability)

Kebergantungan (dependability) bertujuan untuk mengetahui seberapa konsisten penelitian yang dilakukan. Untuk mencapai dependabilitas, peneliti

melakukan audit eksternal, yaitu pemeriksaan oleh ahli atau pembimbing yang membantu peneliti dalam melakukan tafsiran hasil penelitian.

4. Kepastian (Confirmability)

Konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif bertujuan untuk mengetahui seberapa netral penafsiran dan penarikan kesimpulan. Konfirmabilitas ditunjang oleh:

a. Data mentah hasil wawancara yang meliputi baik hasil rekaman maupun catatan-catatan di lapangan.

b. Proses analisis yang benar dari horisonalisasi hingga makna atau esensi.

c. Pembahasan yang benar dengan menunjukkan bagaimana hasil analisis dihadapkan dengan teori-teori atau penelitian-penelitian lain.

d. Pemeriksaan materi audiovisual berupa kaset rekaman berisi hasil wawancara dan observasi.

BAB V PEMBAHASAN

A. Dinamika Psikologis Keseluruhan Subjek

Proses penerimaan diri dimulai dengan adanya reaksi psikis ketika merasakan adanya gejala pada payudara. Reaksi psikis yang muncul adalah shock yang kemudian disertai rasa ingin tahu (curiousity) dan takut. Reaksi psikis yang muncul pada subjek tidak hanya disebabkan oleh kemunculan gejala kanker, tetapi juga disebabkan oleh diagnosis dari pihak medis penyakit subjek serta didukung pula dengan diagnosis menjalani operasi pengangkatan payudara (mastektomi).

Diagnosis kanker payudara dan diagnosis untuk menjalani mastektomi menimbulkan reaksi dalam diri subjek. Reaksi tersebut terdiri dari tiga fase yaitu shock, encounter dan retreat. Masing-masing subjek mengalami fase tersebut dalam proses yang berbeda. Subjek #1 langsung mengalami tahap encounter dan retreat setelah operasi dilaksanakan. Subjek #1 tidak mengalami tahap shock atas diagnosis dokter karena diagnosis dokter tidak begitu jelas. Subjek #2 dan subjek #3 mengalami tahap shock dan retreat setelah dokter memberikan diagnosis. Mereka mengaku telah pasrah dan menerima kenyataan apabila payudaranya harus diangkat sebagai bentuk pengobatan terhadap penyakit yang mereka derita.

Setelah menjalani operasi, mereka mengalami encounter reaction dan akhirnya menuju pada tahap retreat kembali. Pasca operasi, subjek #1 dan subjek #3 telah merasa lega meskipun harus kehilangan salah satu payudaranya.

Subjek #3 mengalami tahap shock kembali ketika tumornya tumbuh kembali pada payudara kanannya. Setelah itu, subjek berada pada tahap encounter karena muncul kembali perasaan kecewa dan menjadi lebih sensitif. Pada akhirnya subjek #3 mulai menerima kondisinya dengan ikhlas dan mengganggap kondisinya sebagai cobaan dari Tuhan.

Operasi mastektomi yang dijalani oleh ketiga subjek juga menimbulkan beragam dampak, baik dari segi fisik, psikis (encounter reaction) maupun konatif. Dampak fisik yang dialami mengakibatkan perubahan pada fisik subjek dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas, akibatnya ruang gerak subjek menjadi terbatas sehingga mengalami penurunan dalam beraktivitas dan menjadi tergantung kepada anggota keluarga (dampak konatif). Selain itu, dampak psikis (encounter reaction) juga turut mewarnai kondisi kejiwaan subjek pasca operasi. Dampak psikis (encounter reaction) yang dialami oleh ketiga subjek adalah kecewa, marah, guilty feeling, dan malu. Dampak fisik dan psikis tidak hanya timbul karena efek operasi, tetapi juga timbul karena menjalani pengobatan kemoterapi maupun radioterapi yang dijalani subjek setelah operasi.

Beragam dampak pasca operasi yang tidak menyenangkan dapat diminimalisir dengan melakukan upaya coping. Coping dilakukan dengan dua cara yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Dalam problem focused coping, ketiga subjek melakukan direct action, seeking information, dan

turning to others. Dalam emotion focused coping, ketiga subjek senantiasa berdoa, meningkatkan ibadah serta mengucapkan syukur kepada tuhan (turning to religion). Subjek #3 paling banyak melakukan defense mechanism. Subjek #3 menjadi menghindar (avoidance) terhadap interaksi sosial dikarenakan kekambuhan penyakitnya serta peristiwa traumatis karena subjek pernah mendapatkan komentar negatif dari tetangganya. Subjek #1 menyangkal terhadap kondisinya saat ini dengan menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki penurunan dalam bekerja padahal kenyataannya pekerjaan kantor subjek dibantu oleh rekan kerja.

Proses penerimaan diri diiringi pula oleh adanya faktor pendorong serta faktor penghambat. Faktor pendukung akan membantu subjek untuk memperoleh penerimaan dirinya. Faktor-faktor tersebut adalah dukungan sosial, penerimaan sosial, belief, harapan, keberhasilan, aspirasi realistis, ketabahan, optimis dan wawasan diri. Faktor penghambat akan menghalangi subjek untuk memperoleh penerimaan diri. Faktor-faktor tersebut adalah konsep diri, komentar negatif, dan kekambuhan penyakit.

Apabila individu telah melakukan upaya coping dan memaksimalkan faktor pendukung yang tersedia sehingga mampu untuk meminimalisir faktor penghambat yang muncul, maka penerimaan diri yang tinggi akan dapat terbentuk pada diri individu. Apabila individu telah melakukan upaya coping dan memaksimalkan faktor pendukung yang tersedia tetapi tidak juga mampu untuk meminimalisir adanya faktor penghambat maka penerimaan diri pada individu akan menjadi rendah.

Keseluruhan subjek memiliki penerimaan diri yang tinggi berupa penerimaan terhadap perubahan fisik pasca operasi, mau untuk terbuka terhadap orang lain, dan mampu untuk berinteraksi dengan secara sosial dengan menunjukkan sikap altruist dan empati. Subjek #2 dan subjek #3 menunjukkan usahanya dalam mengendalikan emosi pasca operasi dengan berusaha untuk sabar. Subjek #1 tidak melakukan pengendalian emosi karena suami senantiasa menjaga perasaan subjek sehingga jika ada sesuatu hal yang tidak akan subjek sukai maka suami beserta anak memilih untuk tidak memberitahu subjek.

Pada subjek #3 penerimaan dirinya tidak sepenuhnya tinggi karena subjek #3 masih mengalami penyesalan yang belum bisa dihilangkan. Penyesalan tersebut berupa penyakitnya yang tanpa disadarinya sudah masuk stadium tiga dan subjek juga merasa menyesal karena tidak memperhatikan tubuhnya. Penyesalan yang ada dalam diri subjek terbentuk karena adanya kekambuhan penyakit. Subjek mengakui bahwa dirinya menjadi lebih sensitif setelah mengetahui bahwa penyakitnya muncul kembali dan tak kunjung sembuh selama hampir dua tahun.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa proses penerimaan diri pada masing-masing subjek bervariasi dan membutuhkan waktu yang berbeda. Subjek #1 pasrah dan menerima dirinya setelah menjalani operasi mastektomi. Subjek #2 dan subjek #3 sudah pasrah menerima nasibnya ketika didiagnosis kanker payudara dan saat mengetahui bahwa payudaranya harus dioperasi. Subjek #3 membutuhkan proses penerimaan diri yang panjang dibandingkan kedua subjek lainnya. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kekambuhan penyakitnya dan adanya komentar negatif yang tidak bisa dilupakan subjek sehingga subjek menjadi menghindar dan menjadi pribadi tertutup. Subjek juga masih menyimpan penyesalan sampai saat ini dan belum bisa untuk dihilangkan.

Menjalani mastektomi menimbulkan banyak permasalahan yang mengganggu kehidupan subjek. Permasalahan tersebut mencakup dampak fisik, dampak psikis (encounter reaction) dan dampak konatif. Ketiga subjek menggunakan upaya coping untuk mengatasi beragam dampak yang muncul.

Proses menuju penerimaan diri tidaklah mudah dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi dibagi menjadi dua yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung penerimaan diri adalah dukungan sosial, penerimaan sosial, belief, harapan, keberhasilan, aspirasi realistis, ketabahan, optimis dan wawasan diri. Faktor penghambat penerimaan diri adalah konsep diri, komentar negatif, dan kekambuhan penyakit.

Apabila individu telah melakukan upaya coping dan memaksimalkan faktor pendukung sehingga mampu untuk meminimalisir faktor penghambat yang muncul, maka penerimaan diri yang tinggi akan dapat terbentuk pada diri individu. Apabila individu tidak mampu untuk meminimalisir adanya faktor penghambat maka penerimaan diri pada individu akan menjadi rendah.

B. Saran 1. Bagi Subjek

a. Subjek diharapkan dapat meningkatkan potensi yang ada pada dirinya dan terus berkarya walaupun memiliki keterbatasan. Subjek dapat mencari kesibukan dengan mengikuti organisasi di lingkungannya seperti PKK, Posyandu, Dharma Wanita, organisasi keagamaan, dan lain sebagainya. b. Membuka diri dan memperluas sosialisasi terhadap orang lain sehingga

akan memiliki banyak kenalan dan mendapatkan banyak informasi dari orang lain.

c. Mencari dukungan sosial dari komunitas penderita kanker payudara yang dapat membantu penderita dalam menghadapi penyakitnya.

d. Mencari informasi tentang kanker payudara dan penanganannya melalui media cetak, media elektronik atau melalui dokter spesialis kanker payudara sehingga informasi tersebut dapat menambah wawasan subjek

mengenai penyakitnya dan dapat pula diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Keluarga

a. Membangun komunikasi yang baik dengan subjek sehingga subjek mau terbuka dan nyaman dalam mengungkapkan perasaannya, dengan demikian keluarga dapat memahami dan mengerti perasaan subjek dalam menghadapi permasalahannya.

b. Anggota keluarga selalu membicarakan dengan subjek mengenai hal-hal yang terkait dengan penyakit dan pengobatannya untuk mencegah adanya pengambilan keputusan secara sepihak sebelum dibicarakan dengan subjek yang bersangkutan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lain tentang kehidupan wanita yang setelah menjalani operasi pengangkatan payudara (mastektomi) yang mengangkat tema mengenai penerimaan keluarga terhadap kondisi wanita pasca mastektomi.

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Daymon, C., dan Holloway, I. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communications. Alih bahasa: Cahya Wiratama. Yogyakarta: Bentang.

Dorland, W.A.N. 2000. Kamus Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Gale, D., dan Charette, J. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Alih

bahasa: I Made Kariyasa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hawari, D. 2004. Kanker Payudara Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hjelle, L.A., dan Ziegler, H.J. 1992. Personality Theories Basic Assumption Research and Aplication. Singapore: McGraw Hill.

Hurlock, E.B. 1991. Perkembangan Anak Jilid 2. Alih bahasa: Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.

____________.1996. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan edisi kelima. Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Ilmi, G.A. 2004. Pengaruh Doa Terhadap Penerimaan diri: Studi Kualitatif Pada Penderita Kanker Payudara. Jurnal Psikologi Sosial, 2 (1), 81-96.

Kearney, N. 2006. Nursing Patients With Cancer Principle and Practice. London: Elsevier Churchill Livingstone.

Lincoln, J., dan Wilensky. 2008. Kanker Payudara: Diagnosis dan Solusinya. Alih bahasa: Nadjamuddin. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Luwia, M.S. 2003. Problematika dan Perawatan Payudara. Jakarta: Kawan Pustaka.

Maslow, A.H. 1993. Motivasi dan Kepribadian. Alih bahasa: Nurul Imam. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Miller, G. 2008. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Kanker. Alih bahasa: Muhammad Jauhar. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Naland, H. 2011. Kanker Payudara. [online]. Diambil tanggal 8 Agustus 2011. Diambil dari: http://www.omni-hospitals.com/omni_pulomas/blog_detail. php?id_post=6

Nealon, T.F., dan Nealon, W.H. 1994. Keterampilan Pokok Ilmu Bedah. Alih bahasa: Irene Winata dan Brahm U. Pendit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Otto, S.E. 2001. Oncology Nursing Fourth Edition. Saint Louis: Mosby Inc. Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2008. Human Development. Alih

bahasa: A.K.Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Santrock, J.W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Sepanjang Masa Hidup Jilid II. Aalih bahasa: Juda Damanik dan Ahmad Chusairi. Jakarta: Erlangga.

Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology. Canada: John Willey & Sons.

Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Alih bahasa: Yustinus. Yogyakarta: Kanisius.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Alih Bahasa: Kunta R. Jakarta: Grasindo. Smith, J.A. 2009. Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Alih

bahasa: Budi Santosa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologi. Yogayakarta: Kanisius.

Suryaningsih, E.K., dan Sukaca, B.E. 2009. Kupas Tuntas Kanker Payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.

Taylor, S.E. 2009. Health Psychology. New York: McGraw Hill.

Utami, M.S., dan Hasanat, N.U. 1998. Dukungan Sosial Pada Penderita Kanker. Jurnal Psikologi, 1, 44-54.

Dalam dokumen PENERIMAAN DIRI PADA WANITA DEWASA MADYA (Halaman 25-38)

Dokumen terkait