• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unit Penangkapan Pukat Cincin (Purse seine)

Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksploitasi perikanan. Berdasarkan fungsinya kapal perikanan, meliputi: kapal penangkapan ikan, kapal pengangkut ikan, kapal pengolah ikan, kapal latih perikanan, kapal penelitian/eksplorasi perikanan, dan kapal operasi penangkapan ikan (UU RI No. 31 Tahun 2004).

Dengan mengacu definisi diatas, maka kapal pukat cincin adalah kapal yang secara khusus dirancang atau dibangun untuk digunakan meangkap ikan dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine) dan sekaligus menampung, menyimpan, mendingikan, dan mengangkut hasil tangkapan. Kapal pukat cincin merupakan kapal yang khusus dioperasikan untuk menangkap jenis ikan pealgis yang bersifat

13

bergerombol, seperti: ikan layang, ikan selar, ikan kembung, ikan tongkol dan ikan cakalang.

2.4.2 Alat tangkap pukat cincin

Pukat cincin adalah Alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dioperaseikan secara aktif dengan cara dilingkarkan di sekeliling kawanan ikan, kemudian bagian bawahnya dikerutkan dengan cara menarik purse line (disebut tali kolor) sehingga jaring tersebut terbentuk menjadi sebuah ‘mangkok’ (Baskoro dan Effendi 2005).

Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar, pukat senagin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di pantai utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Barus 1989).

Brandt (1984), menyatakan bahwa pukat cincin merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis di sekitar permukaan air. Pukat cincin dibuat dengan dinding jaring yang panjang, terkadang hingga kilo meter dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Bentuk konstruksi jaring tidak ada kantongnya yang berbentuk permanen pada jaring purse seine (Gambar 2). Pukat cincin dibagi menjadi 5 komponen, yaitu: (1) badan jaring, (2) tali kerut, (3) cincin (ring), (4) pelampung dan pemberat, dan (5) tali selembar.

Sumber: Von Brandt (1984)

Gambar 2 Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine). Ayodhyoa (1981) mengemukakan bahwa tujuan penangkapan purse seine adalah jenis ikan pelagic shoaling species yang berarti ikan-ikan tersebut membentuk suatu gerombolan dan berada dekat permukaan air (sea water). Banyaknya ikan tertangkap dibatasi oleh ukuran dari jaring yang dipergunakan.

2.4.3 Metode operasi penangkapan pajeko (purse seine)

Operasi penangkapan perikanan pajeko di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya dilakukan pada pagi hari (sekitar pukul 02.00 wit) hingga menjelang siang yaitu pukul 06.30 wit dan selesai atau kembali ke fishing b base sekitar pukul 07.15 wit. Nelayan pajeko di perairan Halmahera Utara biasanya melakukan kegiatan penangkapan hanya sekali dalam satu kali trip penangkapan (one days fishing).

Dalam kegiatan operasi penangkapan biasanya juragang laut melakukan kegiatan penangkapan dengan mengoperasikan kapal Jhonson (slep), menuju ke daerah penangkapan (rumpon) biasanya juru keker (pemantau) memantau keberadaan rumpon dengan berdiri di depan kapal. Kegiatan pemantauan ini, biasanya dilakukan dengan patokan tanda yang ada di darat, yang menjadi garis lurus dengan rumpon. Keberadaan ini terjadi apabila hari terlalu gelap sehingga keberadaan rumpon tidak terlihat dengan jelas.

Metode operasi penangkapan pajeko (purse seine) diperairan Halmahera Utara dibagi dalam tiga tahap, yaitu : tahap persiapan, tahap penurunan jarring dan tahap penarikan jarring.

15

(1) Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan setiap sebelum penangkapan ikan. Tahap persiapan ini kegiatan pemeriksaan mesin baik mesin utama maupun mesin Johnson, pemeriksaan alat tangkap, penyiapan bahan baker (minyak tanah, bensin, oli) serta konsumsi. Persiapan ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan.

Kapal pajeko berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Umumnya nelayan membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan yang tepat berdasarkan hasil pemantauan oleh nelayan pemantau yang telah dilakukan pada malam harinya sebelum kapal pajeko berangkat, dan jika kegiatan penangkapan sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan (rumpon)

(2) Setting

Setelah tiba di daerah penangkapan ikan (rumpon), kemudian dilakukan proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian kantong dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selambar pada bagian pajeko dilemparkan pada perahu Johnson untuk dilakukan proses setting. Kapal Johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan proses selanjutnya yaitu penarikan purse seine. Proses pelingkaran gerombolan ikan oleh kapal utama harus dilakukan dengan kekuatan penuh. Proses ini dilakukan agar gerombolan ikan yang menjadi target tidak lolos baik dari arah horizontal maupun vertical. Proses pelingkaran gerombolan ikan membutuhkan waktu sekitar 5 – 10 menit. (3) Hauling

Setelah proses pelingkaran gerombolah ikan selesai oleh kapal utama maka salah satu nelayan yang berada pada kapal utama melempar purse line pada kapal jhonson untuk dilakukan penarikan purse line dengan kekukuatan yang arahnya menjauhi kapal utama. Penarikan purse line oleh kapal Johnson dilakukan oleh nelayan pada kapal utama dimana proses penarikan purse line

maka kapal Johnson kembali dan mendekati pajeko, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong dan selanjutnya pengangkatan hasil tangkapan oleh nelayan. Proses penarikan jarring hingga selesai membutuhkan waktu 40 – 60 menit.

2.4.4 Masyarakat nelayan

Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan menayatakan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakannya untuk melakukan operasi penangkapan ikan, yaitu sebagai berikut:

1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain.

3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.

Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih didominasi sekitar 85% nelayan skala kecil dan beroperasi di sekitar perairan pantai (Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2005). Begitu pula usaha perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, sebagian besar usaha perikanan tangkap tergolong skala kecil dengan ukuran perahu/kapal kurang dari 10 GT dan beroperasi di perairan pantai (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara 2008).

Nelayan pada perikanan pukat cincin (purse seine) adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan secara lungsung maupun tidak langsung. Jumlah nelayan yang mengoperasikan pukat cincin berkisar antara 18 – 20 orang termasuk kapten kapal. Dalam operasi penangkapan ikan, masing-masing nelayan memiliki

17

tugas tersendiri, sehingga operasi penangkapan berjalan dengan baik. Dalam pembagian tugas, kapten memiliki tanggung jawab paling besar terhadap kelancaran operasi penangkapan ikan.

Dokumen terkait