• Tidak ada hasil yang ditemukan

Feasibility Effort of Fisheries in North Halmahera Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Feasibility Effort of Fisheries in North Halmahera Regency"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO

KABUPATEN HALMAHERA UTARA

JOHANIS DENI TONORO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kelayakan Usaha Perikanan Pajeko di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

(3)

3

ABSTRACT

J DENI TONORO. Feasibility Effort of Fisheries in North Halmahera Regency. Supervised by Mulyono S Baskoro and Budhi Hascaryo Iskandar.

The objectives this reserch are: (1) to describe of the performance of fishing units pajeko, in North Halmahera District, (2) to asses diferences level of the performance of fishing units pajeko size <5 GT with a 70-10 GT (3) to asses the feasibility of both pejeko fisheries. Result of this research show that , most of the level of fishing technology used is relative simple, except pajeko fishing technology has relatively advanced technology. Pajeko is an active fishing gear and higher productivity compared with other fishing gear. The test result is the type and size of fishing gear affects the productivity and income levels of fishers. Fisheries productivity and revenue of pajeko size 70-10 GT higher compared with the pajeko size <5GT. Based on feasible and investment criteria analysis indicate pajeko fishing unit sizes 70-10 GT more feasible to be developed in North Halmahera regency.

(4)

RINGKASAN

J DENI TONORO, Kelayakan Usaha Perikanan Pajeko di Tobelo Kabupaten Halamahera Utara. Di Bawah bimbingan MULYONI S. BASKORO dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten kepulauan yang terletak Provinsi Maluku Utara. Sebagai kabupaten kepulauan, Halmahera Utara memiliki potensi sumberdaya perikanan melimpah yaitu sekitar 148.473,8 ton/tahun dan potensi lestari maksimum sustainable yield (MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun. Potensi kelautan dan perikanan tersebut merupakan modal bagi pembangunan daerah untuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun sayangnya, potensi tersebut belum digarap secara optimal sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan baru sebesar 13,13% dari potensi MSY (Dinas Kelautan dan Perikanan 2007).

Potensi sumberdaya perikanan yang melimpah dengan tingkat pemanfaatannya rendah, sebenarnya merupakan peluang bagi pengembangan skala usaha perikanan tangkap. Pengembangan usaha perikanan tangkap menurut Monintja (1987), seyogianya unit penangkapan ikan yang relatif menyerap banyak tenaga kerja, produktivitas tinggi dan tidak merusak kelestarian sumberdaya. Unit penangkapan ikan modern yang dapat banyak menyerap tenaga kerja dan produktivitas tinggi, serta mulai tumbuh di Tobelo Halmahera Utara adalah mini purse seine yang dikenal dengan nama pajeko. Alat tangkap ini terus berkembang dan beradaptasi dengan nelayan Halmahera Utara.

Keberadaan, teknologi, kapasitas usaha, mekanisme operasional, produktivitas dan kelayakan usaha perikanan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara sangat menarik untuk diteliti. Fokus penelitian ini akan mengkaji secara kritis bagaimana kondisi keragaan unit penangkapan pajeko, sejauh mana perbedaan pajeko ukuran < 5 GT dengan 7-10 GT dan bagaimana kelayakan kedua usaha perikanan pajeko tersebut di Kabupaten Halmahera Utara. Penelitian ini bertujuan : (1) menggambarkan keragaan unit penangkapan ikan pajeko di lokasi penelitian, (2) mengetahui tingkat perbedaan usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dengan 7-10 GT dan (3) menilai kelayakan kedua usaha perikanan pajeko tersebut di lokasi penelitian. Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan data dan informasi secara akurat mengenai keragaan dan kelayakan usaha perikanan pajeko sehingga berguna bagi pengembangan usaha perikanan tangkap dan menarik minat investor di Kabupaten Halmahera Utara.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan studi kasus (Arikuntoro 2000). Adapun beberapa analisis yang digunakan adalah : (1) analisis deskriptif komparatif, untuk mengkaji keragaan dan perbedaan usaha perikanan tangkap pajeko berdasarkan ukuran < 5 GT dan 7-10 GT; (2) analisis usaha, untuk mengetahui pengelolaan secara menyeluruh dalam mengelola kekayaan usaha perikanan pajeko (Hernanto 1989); (3) analisis kriteria investasi untuk memperhitungkan pengaruh bagi yang turut dalam pelaksanaan proyek/investasi (Gray et al. 1993).

(5)

5

teknologi relatif maju. Alat tangkap pajeko bersifat aktif dan tingkat prouktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Kontribusi produktifitas alat tangkap ini cukup signifikan terhadap produksi perikanan tangkap yaitu sebesar 24,33% atau setara 1.511,5 ton.

Jenis dan ukuran alat tangkap mempengaruhi produktifitas dan tingkat pendapatan nelayan. Produktifitas dan pendapatan usaha perikanan pajeko ukuran 7-10 GT lebih tinggi dibandingkan dengan pajeko ukuran < 5 GT, yaitu produksi sebesar 43,37% dan pendapatan sebesar 43,38 %. Produksi unit penangkapan pajeko rata-rata sebesar Rp 281.209.704 per tahun. Sedangkan produktifitas pajeko ukuran 7-10 GT rata-rata sebanyak 924 kg/trip dengan nilai pendapatan sebesar Rp 542.340.556 per tahun.

Berdasarkan analisis usaha menunjukkan nilai R/C ROI adalah positif dan nilai PP mencapai impas pada tahun kedua. Nilai R/C dan ROI > 1 berarti besarnya penerimaan dapat menutupi biaya total yang dikeluarkan dalam usaha pengembalian biaya/modal investasi cukup pendek yaitu pada tahun kedua. Hal ini menunjukkan, usaha perikanan pajeko berdasarkan nilai ROI dan PP layak untuk dikembangkan dan nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) telah memberi manfaat yang positif (usaha tersebut dapat dilaksanakan). Dengan demikian usaha perikanan pajeko tersebut layak untuk dikembangkan.

Berdasarkan analisis kriteria investasi menunjukkan nilai NPV>0, net B/C >1 dan IRR> tingkat suku bunga yang berlaku 15%. Nilai NPV yang positif berarti nilai kas bersih yang akan datang lebih besar nilainya dari nilai investasi yang ditanamkan pada perikanan pajeko pada saat ini. Nilai B/C >1, yaitu menunjukkan investasi usaha perikanan pajeko secara finansial layak dilakukan yaitu setiap biaya usaha yang dikeluarkan sebesar satu rupiah menghasilkan pendapatan lebih besar dari satu rupiah. Untuk nilai IRR > tingkat bunga bank berarti memiliki kekuatan arus modal di dalam usaha sehingga usaha perikanan pajeko di Halmahera Utara layak untuk dikembangkan.

Berdasarkan analisis usaha dan kriteria investasi usaha perikanan pajeko layak untuk dikembangkan di Kabupaten Halmahera Utara, terutama usaha perikanan pajeko ukuran 7-10 GT. Meskipun kedua ukuran pajeko layak dikembangkan, namun nilai analisis usaha dan kriteria investasi pajeko ukuran 7 – 10 GT lebih baik dibandingkan ukuran pajeko < 5 GT.

(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

7

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO

KABUPATEN HALMAHERA UTARA

JOHANIS DENI TONORO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

9

Judul Tesis : Kelayakan Usaha Perikanan Pajeko di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara

Nama Mahasiswa : Johanis Deni Tonoro

NRP : C 452070134

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Diketahui,

Tanggal Ujian: 5 November 2010 Tanggal Lulus: Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si.

Ketua

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(10)

PRAKATA

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala rahmat karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “ Pengembangan Usaha Perikanan Pajeko di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” behasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran selama ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bupati Kabupaten Halmahera Utara, Bapak Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Utara, Bapak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penulisan tesis ini. Ungkapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Keluargaku, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Tobelo, November 2010

Johanis Deni Tonoro

(11)

11

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Paca Kecamatan Tobelo Selatan pada tanggal 13 Juni 1975 yang adalah anak ke dua dari pasangan orangtua Jusuf Tonoro dengan Jospina Dako. Pada tahun 1993 penulis menggeluti pendidikan di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Pattimura Ambon dan lulus pada tahun 2001. Pada bulan Desember 2007 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor pada Mayor Sistim dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

(12)

DAFTAR ISI

2.1 Usaha Perikanan Tangkap ... 9

2.2 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap ... 10

2.3 Potensi Sumberdaya Ikan ... 11

2.4 Unit Penangkapan Pukat Cincin (Purse seine) ... 12

2.4.1 Kapal pukat cincin... 12

2.4.2 Alat tangkap pukat cincin... 13

2.4.3 Masyarakat nelayan ... 14

2.5 Analisis Manfaat dan Kelayakan usaha ... 17

2.5.1 Analisis usaha ... 17

2.5.2 Analisis kriteria investasi ... 17

3 METODOLOGI ... 21

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 21

3.2 Metode Penelitian... 21

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 21

3.4 Metode Penentuan Responden ... 22

3.5 Analisis Data ... 22

3.5.1 Analisis deskriptif komperatif ... 22

3.5.2 Analisis usaha ... 23

3.5.3 Analisis kriteria investasi ... 24

3.5.4 Penentuan kriteria unit penangkapan ikan berdasarkan CCRF... 27

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 29

4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi... 29

4.2 Keadaan Umum Perikanan ... 29

4.2.1 Potensi sumberdaya ikan ... 30

4.2.2 Unit penangkapan ikan ... 31

4.2.3 Produksi perikanan tangkap ... 33

(13)

13

4.2.5 Prasarana perikanan tangkap ... 35

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1 Hasil Penelitian ... 37

5.1.1 Keragaan usaha perikanan pajeko ... 37

5.1.2 Analisis usaha ... 44

5.1.3 Analisis kriteria investasi ... 45

5.2 Pembahasan ... 47

5.2.1 Keragaan usaha perikanan pajeko ... 47

5.2.2 Analisis usaha ... 50

5.2.3 Analisis kriteria investasi ... 50

5.2.4 Penilaian kriteria unit penangkapan ikan berdasarkan CCRF … 51 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Nama desa dan kecamatan lokasi penelitian di Kabupaten Halmahera

Utara. ... 21 2 Perkembangan Produksi Perikanan Kabupaten Halmahera Utara Tahun

2003 – 2007 (ton). ... 30 3 Perkembangan armada perikanan tangkap dan alat tangkap di Kabupaten

Halmahera Utara tahun 2006 – 2007. ... 31 4 Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara Tahun

2007. ... 32 5 Jumlah Nelayan dan Kelompok nelayan setiap kecamatan pesisir di

Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2006 – 2007. ... 33 6 Perkembangan produksi perikanan tangkap berdasarkan jenis alat tangkap

tahun 2006 – 2007. ... 34 7 Spesifikasi kapal pajeko dan perahu lampu berdasarkan ukuran < 5 GT

dan 7-10 GT di Kabupaten Halmahera Utara. ... 38 8 Spesifikasi dan bahan jaring pajeko di Kabupaten Halmahera Utara. ... 40 9 Pembagian tugas dan tanggung jawab nelayan pajeko di Kabupaten

Halmahera Utara. ... 41 10 Analisis usaha perikanan pajeko ukuran < 5GT dan pejeko ukuran 7-10

GT di Kabupaten Halmahera Utara... 44 11 Kriteria kelayakan usaha perikanan pajeko ukuran < 5GT dan pejeko

ukuran 7-10 GT di Kabupaten Halmahera Utara. ... 46 12 Penilaian aspek biologi pada unit penangkapan ikan pajeko di Tobelo... 52 13 Penilaian aspek teknologi pada unit penangkapan ikan pajeko

di Tobelo... ... 52 14 Penilaian aspek ekonomi pada unit penangkapan ikan pajeko

di Tobelo... 52 15 Penilaian aspek teknik pada unit penangkapan ikan pajeko di Tobelo... 53 16 Penilaian aspek lingkungan pada unit penangkapan ikan pajeko

di Tobelo... 53 17 Penilaian aspek pasca panen pada unit penangkapan ikan pajeko

(15)

15

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian. ... 6 2 Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin . ... 14 3 Sistem pemasaran hasil tangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara. .... 35 4 Jumlah unit penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Halmahera

Utaran ... 37 5 Hasil produksi ikan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Halmahera

Utara. ... 38 6 Desain jaring pajeko di Kabupaten Halmahera Utara. ... 39 7 Produksi dan nilai pendapatan unit penangkapan pajeko: (A) Hasil

tangkapan per trip dan (B) Nilai pendapatan per tahun ... 42 8 Sistem bagi hasil usaha perikanan pajeko (pemilikan usaha

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Penelitian……….. 63

2 Nama Responden, karakteristik armada penangkapan Pajeko < 5 GT dan pajeko 7 – 10 GT………... 64

3 Jumlah hasil tangkapan, harga ikan, biaya operasional dan Pendapatan per tahun pajeko 7 – 10 GT……….. 65

4 Jumlah hasil tangkapan, harga ikan, biaya operasional dan Pendapatan per tahun pajeko < 5 GT ………. 65

5 Analisis usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dan 7 – 10 GT……. 66

6 Analisi financial usaha penangkapan ikan dengan pajeko < 5 GT….. 67

7 Analisis finansial usaha penangkapan ikan dengan Pajeko 7 – 10 GT ……… 68

8 Kapal pajeko < 5 GT……… 69

9 Kapal pajeko 7 – 10 GT ……….. 70

10 Pukat cincin (purse seine) ………... 71

11 Hasil tangkapan pajeko ……….. 72

12 Pola transaksi jual beli hasil tangkapan ………. 73

13 Lanjutan Pola transaksi jual beli hasil tangkapan ……….. 74

(17)

17

DAFTAR ISTILAH

Daerah penangkapan ikan (Fishing ground)

: Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul diimana penangkapan ikan dapat di lakukan. Hauling : Proses penarikan jaring setelah proses

pelingkaran selesai dilakukan.

Kapal Perikanan : Kapal perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan ekplorasi perikanan.

Nelayan : Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan suber daya ikan dan lingkungan mulai dari paraproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasarang, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis.

Purse seine : Tali yang dipasang pada bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk mengerutkan jaring pada saat tali tersebut di tarik.

Rumpon : Alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

Setting : Salah satu tahapan dalam metode pengoperasian purse seine yaitu proses pelingkaran jaring untuk melingkari kawanan ikan

Net present value : Selisih present value dari keseluruhan pernerimaan dengan present value dari keseluruhan investasi.

(18)

Cost : Biaya yang dikeluarkan untuk suatu tujuan untuk memenuhi suatu tujuan tertentu.

Revenue : Penerimaan yang diperoleh dari suatu bentuk usaha dalam kegiatan tertentu.

Penyusutan : Alat akuntasi yang akan memotong harga sebenarnya dari peralatan untuk jangka waktu tertentu sepanjang umur peralatan.

(19)

19

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan memiliki keunggulan komparatif dan peluang pemanfaatan yang besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Setidaknya ada tujuh alasan utama mengapa sektor-sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi untuk dibangun (Numberi 2009), yaitu:

1) Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas,

2) Indonesia memiliki daya saing (competitive advantage) yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya,

3) Industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya,

4) Sumberdaya di sektor kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga bertahan dalam jangka panjang asal diikuti dengan pengelolaan yang arif,

5) Investasi di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana dicerminkan dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang rendah (3,4).

6) Daya serap tenaga kerja industri kelautan dan perikanan cukup tinggi,

7) Industri perikanan berbasis sumberdaya lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar.

(20)

Sumberdaya ikan laut merupakan asset bangsa yang harus harus dimanfaatkan secara bijaksana. Meskipun sumberdaya tersebut bersifat pulih (renewable), namun tingkat kecepatan pemulihannya dapat saja tidak seimbang dengan laju pemanfaatannya. Status pemanfaatan yang berkelebihan terjadi bila jumlah ikan yang tertangkap telah melebihi kemampuan sumberdaya ikan untuk melakukan rekruitmen. Bila upaya penangkapan tidak didata dengan baik, maka intensitas penangkapan terus meningkat, penurunan produksi tangkapan per upaya akan terus berlanjut hingga akhirnya merusak sumberdaya ikan dan lingkungan. Kondisi ini lebih secara biologi (biological overfishing). Sasaran pembangunan perikanan antara lain adalah memaksimalkan tangkapan dengan upaya optimal. Disisi lain, penurunan produksi ini akan menurunkan penerimaan dan pendapatan nelayan sehingga mungkin saja akan mengalami kerugian ekonomi (economi overfishing) yang berarti bahwa investasi yang ditanam melebihi biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil tangkapan maksimal.

Produktivitas yang rendah pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya ketrampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat maupun armada penangkapan yang sederhana, sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan alat tangkap dan armada penangkapan belum optimal. Keadaan ini mempengaruhi tingkat penerimaan dan tingkat kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan penerimaan dan pendapatan dari perikanan skala besar.

Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1998), dapat dilakukan melalui aspek “bio-technico-sosio-economi-approaach”. Oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu : (1) bila ditinjau dari biologi tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya, (2). Secara teknis efektif digunakan, (3) segi social dapat diterima masyarakat nelayan, (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan serta satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya perizinan dari pemerintah.

(21)

21

yield (MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun, terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, 2007).

Potensi kelautan dan perikanan Kabupaten Halmahera Utara merupakan modal bagi pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun sayangnya, potensi tersebut belum digarap secara serius dan optimal. Terbukti dengan masih rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan dari potensi yang ada. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara (2007), pemanfaatan sumberdaya perikanan laut baru sebesar 13,13% dari potensi MSY atau setara 11.799,33 ton/tahun. Hal ini disebabkan sebagian besar nelayan di Halmahera Utara termasuk kategori skala kecil dengan karakteristik: teknologi penangkapan tradisional, keterampilan masih terbatas, dukungan permodalan/investasi dan manajemen usaha masih sangat tidak memadai.

Potensi sumberdaya perikanan cukup melimpah dengan tingkat pemanfaatan masih rendah merupakan peluang bagi pengembangan skala usaha perikanan tangkap. Pengembangan skala usaha perikanan tangkap dapat dilakukan melalui introduksi teknologi alat tangkap. Dari introduksi teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan pendapatan nelayan, serta transfer teknologi. Usaha perikanan tangkap yang perlu dikembangkan menurut Monintja (1987), adalah unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan nelayan yang memadai, memiliki produktivitas tinggi dan dari segi biologi tidak merusak kelestarian sumber daya.

(22)

yaitu antara 3 – 10 GT. Meskipun jumlahnya masih relatif sedikit namun keberadaan alat tangkap ini telah memberikan kontribusi bagi peningkatan produksi perikanan dan penyerapan tenaga kerja di Halmahera Utara. Oleh karena itu, usaha perikanan tangkap pajeko memiliki potensi untuk terus dikembangkan secara berkelanjutan dan berbasis lokalitas.

Bertolak dari uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa keberadaan dan perkembangan usaha perikanan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji secara kritis atas pertanyaan bagaimana kondisi keragaan unit penangkapan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara dan sejauh mana kelayakan usaha perikanan pajeko berdasarkan ukuran < 5 GT dan 7-10 GT. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi secara akurat mengenai kelayakan usaha perikanan pajeko sehingga berguna bagi pengembangan usaha perikanan tangkap dan menarik minat investor di bidang perikanan laut di Kabupaten Halmahera Utara.

1.2 Kerangka Pemikiran

Potensi lestari perikanan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan 86.660,6 ton/tahun dengan produksi perikanan laut pada tahun 2007 sebesar 11.799,33 ton/tahun atau tingkat pemanfaatan baru mencapai 13,13% dari potensi (Dinas Keluautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara 2007). Hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan masih belum optimal. Kondisi ini disebabkan sebagian besar nelayan di Halmahera Utara tergolong nelayan skala kecil dengan menggunakan alat tangkap tradisional dan didukung perahu dayung/layar atau kapal motor tempel (ukuran kurang dari 10 GT).

(23)

23

meningkatkan kesejahteraan nelayan pada khususnya dan masyarakat Halmahera Utara pada umumnya.

Pengembangan usaha perikanan tangkap melalui alih teknologi seyogianya memperhatikan berbagai aspek, diantaranya: diterima secara sosial budaya (lokalitas), dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan nelayan yang memadai, memiliki produktivitas tinggi dan tidak merusak kelestarian sumber daya, serta berkelanjutan. Unit penangkapan ikan yang memenuhi kriteria tersebut dan mulai berkembang di Tobelo Halmahera Utara adalah unit penangkapan mini purse seine yang dikenal dengan nama pajeko.

Unit penangkapan pajeko mulai diperkenalkan di Tobelo oleh nelayan Sangihe dan Bitung Sulawesi Utara pada awal tahun 2000. Alat tangkap ini terus berkembang dan beradaptasi dengan nelayan Halmahera Utara. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara (2008) tercatat ada 23 pajeko dengan berbagai ukuran antara 3 – 10 GT yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Utara. Meskipun jumlahnya masih relatif sedikit namun keberadaan alat tangkap ini telah memberikan kontribusi bagi peningkatan produksi perikanan dan penyerapan tenaga kerja di Halmahera Utara. Oleh karena itu, usaha perikanan tangkap pajeko memiliki potensi untuk terus dikembangkan secara berkelanjutan.

Keberadaan, teknologi, kapasitas usaha, mekanisme operasional, produktivitas dan kelayakan usaha perikanan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji secara kritis atas pertanyaan bagaimana kondisi keragaan unit penangkapan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara, sejauh mana tingkat perbedaan usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dengan ukuran 7-10 GT, dan bagaimana kelayakan usaha unit penangkapan pajeko ukuran < 5 GT dan ukuran 7-10 GT. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi secara akurat mengenai potensi dan kelayakan usaha perikanan pajeko sehingga berguna bagi pengembangan usaha perikanan tangkap dan menarik minat investor di bidang perikanan laut di Kabupaten Halmahera Utara.

(24)

PERIKANAN TANGKAP HALMAHERA UTARA : 90% DIDOMINASI USAHA SKALA KECIL

Produktivitas Rendah

PEMANFAATAN SDI HALMAHERA UTARA BELUM OPTIMAL: 13,13% dari MSY

Teknologi Usaha Rendah Manajemen

Pengembangan Skala Usaha Perikanan Tangkap: Usaha Pajeko (Mini Purse Sine) Pajeko di Halmahera Utara

Kelayakan Usaha Pajeko di Halmahera Utara

Data dan Informasi Usaha Pajeko di Halmahera Utara: Eksistensi Unit Penangkapan Pajeko

Kelayakan Usaha dan Finansial Pajeko Menyerap

Tenaga Kerja

Produktivitas Tinggi Alih

Teknologi Usaha Kolektif Manajemen

(25)

25

1.3 Perumusan Masalah

Berdasakran deskripsi latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Sejauhmana tinkgat perbedaan usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dan pajeko ukuran 7-10 GT di Halmahera Utara

2) Bagaimana kelayakan usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dan pajeko ukuran 7-10 GT di Halmahera Utara?

3) Bagaimana dukungan unit penangkapan ikan pajeko terhadap aspek-aspek yang direkomendasikan pada CCRF.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui tingkat perbedaan usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dan pajeko ukuran 7-10 GT di lokasi penelitian

2) Menilai kelayakan usaha perikanan pajeko ukuran < 5 GT dan pajeko ukuran 7-10 GT di lokasi penelitian.

3) Menggambarkan dukungan unit penangkapan ikan terhadap aspek-aspek yang direkomendasikan pada CCRF.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1) Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Halmahera Utara dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan skala usaha perikanan pajeko (mini purse seine).

2) Sebagai informasi secara obyektif dan akuntabilitas bagi investor, mengenai kelayakan pengembangan usaha perikanan pajeko di Halmahera Utara.

(26)

1.6 Hipotesis Penelitian

(27)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Perikanan Tangkap

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan. Sistem bisnis perikanan terdiri atas sub-sub sistem yang saling terkait untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Usaha perikanan tangkap adalah semua usaha yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum untuk menangkap ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil (Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2005).

Menurut Barani (2003), mengacu pada Undang-Undang No 31 Tahun 2004, visi pembangunan perikanan tangkap adalah industri perikanan tangkap Indonesia yang lestari, kokoh dan mandiri pada tahun 2010. Adapun misi pembangunan perikanan sebagai berikut: (1) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan; (2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan pengolah hasil perikanan; (3) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya; (4) membangun industri nasional dan usaha perikanan tangkap yang berdaya saing; dan (5) meningkatkan peran sub-sektor perikanan tangkap dalam pembangunan nasional.

(28)

2.2 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil sekitar 85%, dan hanya 15% dilakukan oleh perikanan skala besar. Struktur armada perikanan tangkap didominasi oleh perahu tanpa motor sekitar 50%, perahu motor tempel 26% dan kapal motor 24%. Armada kapal motor ini didominasi oleh kapal motor berukuran dibawah 5 GT sekitar 72%, kapal motor berukuran 5 – 10 GT sekitar 14% dan kapal motor berukuran diatas 10 GT berkisar 14% (Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2005). Dominasi jumlah armada dibawah 10 GT memperlihatkan perikanan skala kecil sangat berperan dalam perikanan nasional.

Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penerapan teknologi alat penangkapan ikan yang yang baik (Bahari 1989). Selain itu, pengembangan usaha perikanan tangkap setidaknya harus memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut: (1) potensi dan penyebaran sumberdaya ikan; (2) jenis dan jumlah unit penangkapan ikan termasuk fasilitas penanganan dan pendaratan ikan; (3) nelayan dan kelembagaan; (4) pemasaran dan rente ekonomi sumberdaya ikan; dan (5) kelestarian sumberdaya ikan (Kesteven 1973; Charles 2001).

Penerapan dan seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1988), dapat dilakukan melalui pengkajian pada aspek “bio-technico-socio-economi-approach” oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang dikembangkan, yaitu (1) jika ditinjau dari segi biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumber daya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) secara sosial dapat diterima masyarakat nelayan dan (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan.

(29)

11

menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein; (4) menempatkan jenis ikan komoditas ekspor atau jenis yang bisa di ekspor; dan (5) tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan.

Apabila pengembangan usaha perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada penyerapan tenaga kerja, maka menurut Monintja (1987), teknologi yang perlu dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dengan pendapatan nelayan yang memadai. Selain itu juga unit yang dipilih adalah unit penangkapan yang mempunyai produktivitas tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan aspek biologis dan ekonomisnya.

Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan Halmahera Utara adalah pancing ulur, rawai, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, huhate, bubu dan purse seine (pajeko). Umumnya tingkat teknologi penangkapan yang dipergunakan tersebut masih relatif sederhana dan ukuran armadanya tidak berskala besar (menggunakan perahu layar/tanpa motor) kecuali untuk unit penangkapan pajeko (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara 2008). Kondisi terbatasnya teknologi dan permodalan usaha perikanan tangkap telah menyebabkan tingkat produktivitas nelayan setempat menjadi rendah. Oleh karena itu, pengembangan skala usaha perikanan tangkap melalui unit penangkapan pajeko diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hasil perikanan tangkap dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.

2.3 Potensi Sumberdaya Ikan

Indonesia memiliki sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil yang relatif besar. Namun demikian, potensi yang besar ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Pemanfaatan sumberdaya tersebut hendaknya dilakukan dengan bijaksana dan tetap menjaga kelestariannya (Dahuri 2000).

(30)

kegiatan ekonomi wilayahnya. Hal ini ditunjukkan dengan (1) masih sering terlihatnya, kawanan ikan pelagis yang berenang dan berlompatan di sekitar perairan pantai, (2) ukuran ikan yang tertangkap masih relatif besar, dan (3) banyaknya armada asing yang datang melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan ini secara illegal.

Potensi sumberdaya ikan laut di perairan ini diperkirakan sebesar 148.473,8 ton/tahun, yang berarti memiliki potensi lestari (MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun, terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 ton/tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut masih rendah, tercatat pada tahun 2007 baru dimanfaatkan sebersar 13,13% atau setara dengan 11.798,83 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara, 2008). Rendahnya pemanfaatan sumberdaya ikan ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah teknologi penangkapan ikan yang relatif sederhana dan sangat tergantung dengan kondisi alam/cuaca, tidak adanya akses ke pasar ikan sehingga ikan sulit untuk dijual. Kondisi ini telah mengudang nalayan daerah lain dan nelayan asing (negara tetangga) menangkap ikan di perairan Halmahera Utara secara illegal.

2.4 Unit Penangkapan Pukat Cincin (Purse seine) 2.4.1 Kapal pukat cincin

Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksploitasi perikanan. Berdasarkan fungsinya kapal perikanan, meliputi: kapal penangkapan ikan, kapal pengangkut ikan, kapal pengolah ikan, kapal latih perikanan, kapal penelitian/eksplorasi perikanan, dan kapal operasi penangkapan ikan (UU RI No. 31 Tahun 2004).

(31)

13

bergerombol, seperti: ikan layang, ikan selar, ikan kembung, ikan tongkol dan ikan cakalang.

2.4.2 Alat tangkap pukat cincin

Pukat cincin adalah Alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dioperaseikan secara aktif dengan cara dilingkarkan di sekeliling kawanan ikan, kemudian bagian bawahnya dikerutkan dengan cara menarik purse line (disebut tali kolor) sehingga jaring tersebut terbentuk menjadi sebuah ‘mangkok’ (Baskoro dan Effendi 2005).

Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar, pukat senagin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di pantai utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Barus 1989).

(32)

Sumber: Von Brandt (1984)

Gambar 2 Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine). Ayodhyoa (1981) mengemukakan bahwa tujuan penangkapan purse seine adalah jenis ikan pelagic shoaling species yang berarti ikan-ikan tersebut membentuk suatu gerombolan dan berada dekat permukaan air (sea water). Banyaknya ikan tertangkap dibatasi oleh ukuran dari jaring yang dipergunakan.

2.4.3 Metode operasi penangkapan pajeko (purse seine)

Operasi penangkapan perikanan pajeko di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya dilakukan pada pagi hari (sekitar pukul 02.00 wit) hingga menjelang siang yaitu pukul 06.30 wit dan selesai atau kembali ke fishing b base sekitar pukul 07.15 wit. Nelayan pajeko di perairan Halmahera Utara biasanya melakukan kegiatan penangkapan hanya sekali dalam satu kali trip penangkapan (one days fishing).

Dalam kegiatan operasi penangkapan biasanya juragang laut melakukan kegiatan penangkapan dengan mengoperasikan kapal Jhonson (slep), menuju ke daerah penangkapan (rumpon) biasanya juru keker (pemantau) memantau keberadaan rumpon dengan berdiri di depan kapal. Kegiatan pemantauan ini, biasanya dilakukan dengan patokan tanda yang ada di darat, yang menjadi garis lurus dengan rumpon. Keberadaan ini terjadi apabila hari terlalu gelap sehingga keberadaan rumpon tidak terlihat dengan jelas.

(33)

15

(1) Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan setiap sebelum penangkapan ikan. Tahap persiapan ini kegiatan pemeriksaan mesin baik mesin utama maupun mesin Johnson, pemeriksaan alat tangkap, penyiapan bahan baker (minyak tanah, bensin, oli) serta konsumsi. Persiapan ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan.

Kapal pajeko berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Umumnya nelayan membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan yang tepat berdasarkan hasil pemantauan oleh nelayan pemantau yang telah dilakukan pada malam harinya sebelum kapal pajeko berangkat, dan jika kegiatan penangkapan sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan (rumpon)

(2) Setting

Setelah tiba di daerah penangkapan ikan (rumpon), kemudian dilakukan proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian kantong dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selambar pada bagian pajeko dilemparkan pada perahu Johnson untuk dilakukan proses setting. Kapal Johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan proses selanjutnya yaitu penarikan purse seine. Proses pelingkaran gerombolan ikan oleh kapal utama harus dilakukan dengan kekuatan penuh. Proses ini dilakukan agar gerombolan ikan yang menjadi target tidak lolos baik dari arah horizontal maupun vertical. Proses pelingkaran gerombolan ikan membutuhkan waktu sekitar 5 – 10 menit. (3) Hauling

(34)

maka kapal Johnson kembali dan mendekati pajeko, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong dan selanjutnya pengangkatan hasil tangkapan oleh nelayan. Proses penarikan jarring hingga selesai membutuhkan waktu 40 – 60 menit.

2.4.4 Masyarakat nelayan

Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan menayatakan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakannya untuk melakukan operasi penangkapan ikan, yaitu sebagai berikut:

1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain.

3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.

Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih didominasi sekitar 85% nelayan skala kecil dan beroperasi di sekitar perairan pantai (Ditjen Perikanan Tangkap DKP 2005). Begitu pula usaha perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, sebagian besar usaha perikanan tangkap tergolong skala kecil dengan ukuran perahu/kapal kurang dari 10 GT dan beroperasi di perairan pantai (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara 2008).

(35)

17

tugas tersendiri, sehingga operasi penangkapan berjalan dengan baik. Dalam pembagian tugas, kapten memiliki tanggung jawab paling besar terhadap kelancaran operasi penangkapan ikan.

2.5 Analisis Manfaat dan Kelayakan usaha

Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru atau perluasan proyek. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak dikemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh perorangan, perusahaan swasta maupun lembaga-lembaga pemerintah (Sutojo 1995).

Setiap usulan investasi selalu mempunyai resiko, semakin tinggi resiko suatu investasi maka semakin tinggi keuntungan yang diminta para pemili modal. Hubunganyang positif antara resiko dan tingkat keutungan dipertimbangkan dalam penilaian investasi (Husnan 1994).

Menurut Kadariah et al. (1999), untuk mengetahui kelayakan suatu usaha perlu dilakukan pengujian melalui analisis finansial. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi.

2.5.1 Analisis usaha

Menurut Hernanto (1989), analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan pengelolaan secara menyeluruh dalam mengelola kekayaan perusahaan. Analisis usaha yang dilakukan antara lain, analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue Cost Ratio), Payback Period (PP), dan analisis Return of Investment (ROI).

2.5.2 Analisis kriteria investasi

(36)

Menurut Gray et al. (1993), NPV atau keuntungan bersih suatu usaha adalah pendapat kotor dikurangi jumlah biaya. NPV suatu proyek adalah selisih PV (present value) arus benefit dengan PV arus biaya. Menurut Suratman (2001), NPV digunakan untuk mengetahui apakah suatu usulan proyek investasi layak dilaksanakan atau tidak dengan cara mengurangkan antara PV dan aliran kas bersih operasional atas proyek investasi selama umur ekonomis termasuk terminal cash flow dengan initial cash flow (initial investment). Jika NPV positif, usulan proyek investasi dinyatakan layak, sedangkan jika NPV negatif dinyatakan tidak layak. Penentukan PV atas aliran kas operasional dan terminal cash flow didasarkan pada cost of capital sebagai cut off rate atau discount factor-nya. Keunggulan metode NPV adalah telah mempertimbangkan nilai waktu uang dan menggunakan dasar aliran kas secara keseluruhan dalam umur ekonomis untuk perhitungannya. Sementara itu jika dibandingkan dengan metode IRR dan PP tidak menunjukkan nilai absolutnya (Suratman 2001).

Menurut Suratman (2001), IRR digunakan untuk menentukan apakah suatu usulan proyek investasi layak atau tidak, dengan cara membandingkan antara IRR dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Perhitungan IRR dilakukan dengan cara mencari discount rate yang dapat menyamakan antara PV dari aliran kas dengan PV dari investasi (initial investment). Keunggulan IRR adalah dalam perhitungannya dilakukan dengan cara mencari discount rate yang dapat menyamakan antara PV dari aliran kas dengan PV dari investasi, namun pada prinsipnya menggunakan teknik interpolasi dan mempertimbangkan nilai waktu uang dan menggunakan dasar aliran kas secara keseluruhan dalam umur ekonomis untuk perhitungannya. Dasar perhitungan IRR sama dengan dasar perhitungan NPV, namun karena hasil akhir IRR dalam bentuk tingkat keuntungan dalam % maka hal ini merupakan kelemahan dari metode IRR (Suratman 2001).

(37)

19

(38)
(39)

3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan, yaitu mulai dari dari Oktober 2009 hingga Mei 2010. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, penyusunan proposal dan kuisioner (dua bulan); (2) tahap pengumpulan data (satu bulan), (3) tahap pengolahan dan analisa data (dua bulan), dan (4) tahap penyusunan dan konsultasi tesis (tiga bulan).

Penelitan ini dilaksanakan di desa-desa pesisir yang merupakan pusat perikanan tangkap pajeko (mini purse seine) di Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara (Tabel 1).

Tabel 1 Nama desa dan kecamatan lokasi penelitian di Kabupaten Halmahera

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan studi kasus (Arikunto 2000). Obyek yang diambil dalam penelitian ini adalah nelayan yang memiliki pajeko (mini purse seine) di Kecamatan Tobelo dan Tobelo Selatan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

(40)

nelayan pajeko. Struktur kuisioner dirancang berdasarkan tujuan penelitian yaitu merujuk pada usaha perikanan pajeko < 5 GT dan 7-10 GT mepiputi ukuran kapal dan jaring, jumlah tangkapan, harga ikan target, biaya operasional, jumlah trip/bulan, jumlah operasi bulan/tahun, pendapatan nelayan, sistem bagi hasil dan pemasaran.

Data sekunder diperoleh dengan metode penelusuran literatur, sedangkan sumber data berasal dari kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, Kantor Statistik Kabupaten Halmahera Utara dan sumber pustaka lainnya yang relevan dengan kegiatan penelitian. Data sekunder yang diperlukan mengenai kondisi sumberdaya ikan, perkembangan usaha perikanan tangkap pajeko, jumlah nelayan, dan aspek sosial, budaya, ekonomi dan kelembagaan (formal dan informal) yang mampu menjelaskan karakterisitik masyarakat nelayan lokasi penelitian.

3.4 Metode Penentuan Responden

Pemilihan responden sesuai kebutuhan penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling (Sugiyono 2006). Adapun responden dalam penelitian ini adalah semua nelayan pemilik pajeko di Kecamatan Tobelo dan Tobelo Selatan Kabupaten Halmahera Utara yang berjumlah 9 orang. Selain itu, untuk memperkaya data dilakukan wawancara dengan stakeholder lainnya, yaitu: dua orang perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, satu orang koperasi dan empat orang pedagang pengumpul (dibo-dibo). Dengan demikian, total responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 16 responden.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis deskriptif komperatif

(41)

23

3.5.2 Analisis usaha

Komponen yang dipakai dalam analisis usaha meliputi biaya produksi, penerimaan usaha dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan pajeko. Dalam analisis usaha dilakukan analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis payback period (PP), dan analisis Return of Investement (ROI)(Hernanto 1989).

1) Analisis pendapatan usaha

Umumnya digunakan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan (Gordon 1954). Penghitungan pendapatan usaha dilakukan dengan menggunakan persamaan : • Jika TR < TC, kegiatan usaha tidak mendapatkan keuntungan

• Jika TR = TC, kegiatan usaha berada pada titik impas atau usaha tidak mendapatkan untung atau rugi.

2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio)

Menurut Hernanto (1989), analisis revenue-cost dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Kegiatan usaha yang paling menguntungkan mempunyai R/C paling besar. Penghitungannya menggunakan persamaan berikut :

• Jika R/C > 1, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan • Jika R/C < 1, kegiatan usaha menderita kerugian

(42)

3) Payback Period (PP)

Menurut Umar (2003), PP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas (titik impas). PP dapat diartikan sebagai rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya dengan satuan waktu.

ROI adalah kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. Rumus yang digunakan adalah :

%

Analisis kelayakan investasi pengembangan usaha perikanan tangkap pajeko

menggunakan instrumen-instrumen analisis seperti Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Metode

NPV memiliki beberapa kelebihan, yaitu telah memasukkan faktor nilai

waktu dari uang, mempertimbangkan semua arus kas proyek, dan mengukur besaran absolut sehingga mudah mengikuti kontribusin ya terhadap

usaha meningkatkan kekayaan perusahaan. Keputusan yang sulit dalam

penggunaan NPV adalah menentukan besarnya tingkat arus

pengembalian (i) atau hurdle rate.

Metode Net B/C menghasilkan angka komparatif (relatif) dan lebih dikenal

pengunaann ya untuk mengevaluasi pro ye k publik. Penekanan metode

pada manfaat bagi kepentingan umum, tetapi dapat juga digunakan untuk manfaat

perusahaan, swasta, yang dilihat dari pendapatan proyek (Soeharto 2002).

Kegunaan evaluasi finansial dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

melihat biaya manfaat usaha perikanan pajeko di dalam menghasilkan

produk. Ada pun formulasi perhitungan masing-masing metode yang

(43)

25

1) Net Present Value (NPV)

NPV menyatakan nilai bersih investasi saat ini yang diperoleh dari selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang, setelah memperhitungkan discount factor. Suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV ≥ 0. Jika NPV = 0 berarti proyek dapat mengembalikan sebesar opportunity cost of capital. Jika NPV < 0, maka proyek ditolak atau proyek tidak dapat dilaksanakan, berarti ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek (Charles B. Purba et al. 2008). Rumus untuk menghitung NPV adalah

• jika nilai NPV ≥ 0 berarti investasi layak untuk dilaksanakan dan

• jika nilai NPV < 0 maka investasi rugi atau tidak layak untuk dilaksanakan.

2) Internal Rate of Return (IRR)

IRR menunjukkan tingkat bunga pada saat jumlah penerimaan sama dengan

jumlah pengeluaran atau tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV = 0.

Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku maka suatu

proyek dapat dilaksanakan dan sebaliknya proyek tidak dapat dilaksanakan jika

nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga. Rumus menghitung IRR:

(44)

Keriteria kelayakannya adalah:

• jika nilai IRR > i, maka investasi layak untuk dilaksanakan dan

• jika nilai IRR < i, maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan.

3) Net Benefif Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara total present value dari keuntungan bersih dalam tahun-tahun dengan Bt-Ct, positif sebagai

pembilang terhadap total present value dari biaya bersih dalam tahun-tahun dengan Bt-Ct negatif sebagai penyebut. Jika nilai B/C-ratio > 1 berarti proyek

dapat dilaksanakan sebaliknya kalau nilai B/C < 1 berarti proyek tidak dapat dilaksanakan, dan jika B/C = 1 maka keputusan proyek dilaksanakan atau tidak bergantung pada investor (Kadariah et al. 1999). Rumus menghitung B/C:

(

)

• jika nilai R/C > 1, berarti investasi layak untuk dilaksanakan

(45)

27

3.5.4 Penentuan kriteria-kriteria unit penangkapan berdasarkan CCRF

Kriteria unit penangkapan berdasarkan CCRF ditentukan dengan metode studi pustaka berdasarkan CCRF. Pada tahap awal dilakukan perincian aspek-aspek berdasarkan CCRF, selanjutnya dilakukan perincian kriteria pada setiap aspek. Bersasarkan hal tersebut diperoleh beberapa aspek yang perlu dikaji dalam satu unit penangkapan, sehingga unit penangkapan tersebut dapat mendukung CCRF sebagai berikut :

(1) Aspek bilologi

1. Menjamin konservasi spesies target

2. Menjamin konservasi spesies yang mendiami ekosistem yang sama atau yang terkait atau yang tergantung pada spesies target.

3. Mencegah tangkap lebih.

(2) Aspek teknologi

1. Unit penangkapan selektif 2. Mudah digunakan

3. Produktif

(3). Aspek ekonomi

1. Usaha menguntungkan

(4). Aspek sosial

1. Tingkat penerimaan pendapatan nelayan relatif sedang sampai besar melalui unit penangkapan ini.

2. Unit pendapatan dapat diterima oleh masyarakat nelayan atau tidak menimbulkan konflik sosial.

(46)

(5). Aspek lingkungan

1. Unit penangkapan tidak merusak lingkungan atau ekosistem, tidak menangkap di habitat kritis seperti hutan bakau dan terumbu karang.

(6). Aspek pasca panen

1. Proses penangkapan mempertahankan nilai gizi, mutu dan keamanan produk perikanan.

2. Pemanenan, penanganan, pengolahan, dan distribusi ikan dan produk perikanan mempertahankan nilai gizi, mutu dan keamanan produk perikanan.

(7). Aspek hukum

1. Unit penangkapan legal atau tidak dilarang untuk dioperasikan. 2. Tidak menangkap hewan yang dilindungi.

3. Dalam pelaksanaannya mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku.

(47)

4

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi

Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127O 17’ BT - 129O 08’ BT dan antara 1O 57’ LU - 3 O 00’ LS. Kabupaten Halmahera Utara sebelah Utara berbatasan dengan Samudra Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wasilei Kabupaten Halmahera Timur dan Laut Halmahera dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loloda , Sahu, Ibu dan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara 2007).

Luas Wilayah Kabupaten Halmahera Utara : 24.983,32 Km2 yang terdiri atas 19.536,02 Km2 ( 78 %) luas lautan dan 5.447,3 Km2 ( 22 %) daratan. Luas wilayah daratan tersebut terdapat pulau–pulau yang besar dan kecil sebanyak 216 pulau. Luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara tersebut terbagi atas 9 Kecamatan dan 174 desa (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara 2007).

4.2 Keadaan umum perikanan

Perkembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara dari tahun ke tahun terus menunjukkan tendensi kenaikan, baik volume maupun nilainya. Pada tahun 2007 total produksi perikanan mencapai sebesar 11.799,01 ton dengan nilai Rp 64.030.300.000.- sedangkan produksi yang dicapai pada tahun 2006 adalah sebesar 6.179 ton dengan nilai Rp 22.552.500.000.- sehingga terjadi kenaikan 47,6 % untuk volume dan nilai sebesar 4,6 % (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara 2007).

(48)

Tabel 2 Perkembangan Produksi Perikanan Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2003 – 2007 (ton).

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara tahun 2007

4.2.1 Potensi sumberdaya ikan

Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,02 Km2 atau 76 % dari luas wilayah keseluruhan mengandung berbagai sumber daya perikanan yang bernilai ekonomis penting. Potensi sumberdaya ikan laut di perairan ini diperkirakan sebesar 148.473,8 ton/tahun, yang berarti memiliki potensi lestari (MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun, terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 ton/tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut masih rendah, tercatat pada tahun 2007 baru dimanfaatkan sebersar 13,13% atau setara dengan 11.798,83 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara 2008).

(49)

31

Biji nangka (Upeneus spp), Gerot-gerot (Prada tyas spp), Ikan merah (Lutjanus spp), Kerapu (Ephynephelus sp), Suwangi (Priocathus sp), Kakap (Lotes spp), Cucut (Hemigalerus sp), Pari (Trygen sp), Bawal hitam (Pormia niger), Bawal putih ( Panpus argentus), Alu-alu (Siganus sp), jenis – jenis bukan ikan (won fish), Krustasea, Moluska, Echinodermata dan rumput laut, serta terumbu karang.

4.2.2 Unit penangkapan ikan 1) Armada penangkapan ikan

Pada tahun 2007 jumlah armada perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara tercatat sebanyak 3.318 buah dan alat penangkap tercatat 3.906 unit. Jika dibandingkan dengan tahun 2006, jumlah armada perikanan tangkap sebanyak 2.859 buah dan alat penangkap tercatat 3.657 unit, maka terjadi peningkatan untuk armada perikanan sebersar 13,8 %, dan alat penangkapan meningkat sebesar 6,4 %. Peningkatan jumlah armada perikanan tangkap disebabkan karena adanya program pengembangan motornisasi dan modernisasi sarana penangkapan yang diarahkan pada perairan pantai yang potensial dengan sistem Rumponisasi (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara 2007).

Tabel 3 Perkembangan armada perikanan tangkap dan alat tangkap di Kabupaten Halmahera Utara tahun 2006 – 2007.

Jenis Armada

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara tahun 2007

2) Alat penangkapan ikan

(50)

berskala besar. Hanya untuk jenis teknologi penangkapan mini purse seine atau didaerah setempat dikenal dengan pajeko memiliki tingkat teknologi relatif paling maju. Inipun jumlahnya masih terbatas dan umumnya merupakan paket-paket bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara yang diserahkan kepada beberapa kelompok nelayan. Teknologi penangkapan yang paling umum digunakan oleh nelayan Halmahera Utara adalah kelompok pancing, utamanya pancing ulur, kemudian diikuti oleh kelompok alat tangkap lain-lain, gill net, bagan dan mini purse seine. Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2007.

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara tahun 2008

(51)

33

3) Nelayan

Jumlah nelayan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara tahun 2007 tercatat sebanyak 15.950 orang. Jumlah nelayan terbanyak berada di Kecamatan Tobelo selatan sebanyak 3720 nelayan dan terendah berada di Kecamatan Malifut senayak 225 nelayan, seperti tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah Nelayan dan Kelompok nelayan setiap kecamatan pesisir di Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2006 – 2007.

No Kecamatan Jumlah Nelayan (Jiwa) Jumlah Kelompok

1

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara tahun 2007

4.2.3 Produksi perikanan tangkap

Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Halmahera Utara oleh nelayan setempat masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2007 baru sekitar 13,13% dari MSY. Produksi perikanan tangkap rendah ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah teknologi penangkapan ikan yang relatif sederhana yang sangat tergantung dengan kondisi alam/cuaca, terbatasnya permodalan dan jaringan pasar, serta maraknya penangkapan ikan illegal oleh nelayan Phillipina,.

(52)

Tabel 6 Perkembangan produksi perikanan tangkap berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2006 – 2007.

NO JENIS ALAT TANGKAP VOLUME (TON)

2006 2007

1 Pukat cincin 1.502,8 1.511,5

2 Jaring insang tetap 629,1 635,5

3 Jaring insang hanyut 414,3 446,4

4 Jaring klitik - -

5 Bagan 590,0 611,3

6 Rawai hanyut 589,5 614,8

7 Huhate 457,7 462,8

8 Bubu 23,5 25,5

JUMLAH 4206.9 4307,8

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara tahun 2008

Hasil wawancara dengan para nelayan diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan di perairan sebelah timur Kabupaten Halmahera Utara adalah Bulan Maret – Juni, sedangkan di perairan sebelah utara adalah Bulan April – Agustus, dan untuk perairan sebelah Barat Kabupaten Halmahera Utara, puncak musim penangkapannya adalah Bulan Juni – Desember.

4.2.4 Pemasaran hasil tangkapan

(53)

35

Gambar 3 Sistem pemasaran hasil tangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara.

4.2.5 Prasarana perikanan tangkap

Sarana prasarana perikanan tangkap merupakan salah satu komponen utama penentu keberhasilan pembangunan di sektor perikanan. Secara umum sarana prasarana di Kabupaten Halmahera Utara masih terbatas sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kapasitasnya baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Kondisi eksisting sarana dan prasarana yang ada adalah: 1 unit Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tobelo, 2 unit Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yakni PPI Tilei dan PPI milik Prima Reva Indo, 3 unit pabrik es, 2 unit cold storage di PPP Tobelo, dan beberapa alat bantu penangkapan, berupa: 42 unit rumpon laut dangkal, 5 unit rumpon laut dalam, dan 15 unit lampu celup bawah air (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara, 2008).

Nelayan Pedagang

pengumpul

Wilayah Kabupaten Halmahera Utara

Konsumen Lokal Pedagang

Pengecer

(54)
(55)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Keragaan usaha perikanan pajeko ( Purse seine)

Jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Halmahera Utara adalah pancing ulur, rawai, purse seine (pajeko), jaring insang (gillnet), huhate, bagan, dan bubu. Tingkat teknologi penangkapan yang dipergunakan masih relatif sederhana dan ukuran armadanya berskala kecil (perahu dayung atau perahu motor tempel). Hanya untuk jenis teknologi penangkapan mini purse seine atau di daerah setempat dikenal dengan pajeko memiliki tingkat teknologi relatif paling maju.

Unit penangkapan pajeko mulai diperkenalkan di Tobelo oleh nelayan Sangihe dan Bitung Sulawesi Utara pada awal tahun 2000. Alat tangkap ini terus berkembang dan beradaptasi dengan nelayan Halmahera Utara. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara (2008) mencatat ada 23 unit pajeko dengan berbagai ukuran yaitu antara 3 – 10 GT yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Utara (Gambar 4). Meskipun jumlah pajeko masih sedikit sekitar 1,54% dari jumlah keseluruhan alat tangkap, tetapi kontribusi produksi alat tangkap ini cukup signifikan yaitu sebesar 1.511,5 ton atau 24,33 % dari total jumlah produksi ikan

Huhate Raw ai Pajeko Gillnet Bagan Bubu

Alat Tangkap

Huhate Raw ai Pajeko Gillnet Bagan Bubu

Alat Tangkap

(A) Jumlah dalam unit (B) Jumlah dalam Prosentase Gambar 4 Jumlah unit penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten

(56)

462.8 462.8

Huhate Raw ai Pajeko Gillnet Bagan Bubu lainnya

Alat Tangkap

Huhate Rawai Pajeko Gillnet Bagan Bubu lainnya

A lat T ang kap

(A) Jumlah dalam ton (B) Jumlah dalam Prosentase Gambar 5 Hasil produksi ikan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Halmahera

Utara.

5.1.1.1 Kapal pajeko

Kapal pajeko digunakan khusus untuk menangkap ikan pelagis kecil. Kapal pajeko yang ada di lokasi penelitian umumnya memiliki kapasitas yang bervariasi antara 3 GT sampai dengan 10 GT. Untuk kebutuhan penelitian ini akan dibagi dua ukuran yaitu kapal pajeko < 5 GT dan ukuran 7 – 10 GT.

Tabel 7 Spesifikasi kapal pajeko dan perahu lampu berdasarkan ukuran < 5 GT dan 7-10 GT di Kabupaten Halmahera Utara.

(57)

39

Kapal pajeko dan perahu lampu yang digunakan terbuat dari kayu. Kapal pajeko ukuran < 5 GT memiliki rata-rata panjang kapal (L) 11,87 meter, lebar (B) 2,1 meter dan dalam (D) 0,7 meter. Dengan kekautan mesin 80 PK (2 mesin Yamaha @ 40 PK). Sedangkan kapal pajeko ukuran 7-10 GT memiliki rata-rata panjang kapal (L)14,72 meter, lebar (B) 2,88 meter dan dalam (D) 0,95 meter. Dengan kekautan mesin 140 PK (3-4 mesin Yamaha @ 40 PK). Untuk kedua perahu lampu memiliki ukuran reltif sama, yaitu rata-rata panjang (L) 6 meter, lebar (B) 0,6 meter, dan dalam (D) 0,5 meter (Tabel 7).

5.1.1.2 Alat tangkap pajeko

Alat tangkap pajeko yang digunakan di lokasi penelitian mempunyai ukuran yang relatif sama. Panjang mini purse seine berkisar antara 200-400 meter dan dalam kantong 30-60 meter. Alat tangkap ini terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats) dan cincin (purse rings), seperti tersaji pada Gambar 6. Untuk spesifikasi dan bahan jaring pajeko disajikan pada Tabel 8.

(58)

Tabel 8 Spesifikasi dan bahan jaring pajeko di Kabupaten Halmahera Utara.

Bagian Jaring Material Besar Twine Besar Mata (inchi)

Kantong Pa cf 210 D x 12 1,00

Badan Jaring Pa cf 210 D x 9 1,50

Sayap Pa cf 210 D x 6 1,75

Selvegae PE 210 D x 15 2,00

Bagian Tali Material Diameter

(mm) Panjang (m)

Pelampung Vinyl putih 150/100/21 840 811

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 2  Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine).
Tabel 2  Perkembangan Produksi Perikanan Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2003 – 2007 (ton)
Tabel 4  Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seorang ibu hendaknya mengajarkan sendiri bagaimana sholat dan membaca Alquran dengan benar tidak hanya menyuruh saja juga memberikan contoh kepada anak bagaimana

Dengan bantuan alat peraga maka hal-hal yang bersifat abstrak akan dapat disajikan dalam bentuk konkrit sehingga siswa akan dapat memanipulasi atau mengotak-atik

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh kadar chitosan terhadap karakteristik fisik, kandungan ketoprofen dalam mikropartikel, efisiensi enkapsulasi mikropartikel,

Menurut Muslich (2009: 44) menyebutkan prinsip dasar konstruktivisme dalam pembelajaran harus dipegang guru adalah sebagai berikut: (1) proses pembelajaran lebih

Such a system when properly implemented will eventually produce a list of sites and monuments of significant importance which are considered to be in urgent need

[r]

Hasil-hasil penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa faktor psikologi individu seperti sifat kepribadian merupakan salah satu variabel penting yang

Macam-macam cara sterilisasi dengan pemanasan yaitu pemanasan dalam nyala api, pemanasan dengan udara panas ( dry heat oven ), merendam dalam air mendidih (menggodog),