• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL RAHASIA

4.3 Unsur Detektif

Selain unsur kejahatan dan misteri, unsur detektif merupakan unsur terpenting karena detektif adalah orang yang akan memecahkan semua kejahatan dan misteri.

Unsur detektif ini sendiri terdiri atas intelejen Sandhi Yudha Kopassus, kalek dan intelejen yang dungu, pengungkapan misteri keberadaan mayat atau orang yang

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

terbunuh, pengungkapan misteri penyerangan dan pembunuhanpengungkapan misteri penculikan, pengungkapan misteri pengancaman dan intimidasi, spengungkapan misteri penganiayaan berat. Hal-hal tersebut akan dianalisis berikut ini.

4.3.1 Intelejen Sandhi Yudha Kopassus

Dalam novel ini, yang menjadi detektif adalah Roni, yang tidak lain adalah Batu Noah Gultom yang menyamar menjadi seorang wartawan koran Indonesia

raya. Pada awal cerita novel ini, Batu sudah muncul, tetapi bukan menjadi

detektif, melainkan menjadi wartawan yang pura-pura mencari berita dengan pergi ke Asiki, Daerah Pedalaman Boven Digul. Dia ditugaskan oleh Parada

Gultom untuk mencari berita tersebut, tetapi tetap saja Parada tidak tahu bahwa Batu adalah seorang Intelejen Sandhi Yudha Koppasus. Jadi sang detektif di sini bukan hanya menjadi seorang wartawan, tetapi menyamar dengan nama yang berbeda. Identitasnya ini terbongkar ketika dia mendebat dengan seorang temannya sekaligus musuhnya. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut.

“Apa Kaubilang?” Kalek bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya memerah. Sejak pertama kali bertemu, baru kali ini Roni melihat ekspresi kemarahan di wajah bekas sahabatnya itu. Rona wajah yang memperkosa kematangannya. “Kau yang tidak mengerti keadaan yang sebenarnya. Justru aku yang melindungimu, Kau yang tidak tahu terima kasih. Sekarang coba Kaubayangkan, bagaimana jika identitasmu aku ungkap ke publik? Bukan perkara sulit bagiku. Aku akan bernyanyi pada media bahwa seorang agen Sandhi Yudha Kopassus menyusup dalam sebuah media massa. Publik akan segera bereaksi, tidak banyak orang yang masih suka pada Kopassus. Kau akan jadi bulan-bulanan. Dan ah, komandanmu akan lepas tangan. Seperti biasa mereka akan katakan, ini semua berada di luar rantai komando. Sebuah insubordinasi, Kau dikorbankan.”Kaubisa menjadi siapa saja dalam dunia kepalsuan ini. Alias Batu Noah Gultom, alias Roni Damhuri, atau mungkin Lalat Merah. Tetapi, bagiku Kau tetap saja si bodoh yang dalam langkah sudah kehilangan ster. Tidak Wogu, Kautetap Batu August Mendrofa. Putra Nias.” (halaman :482)

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

Jadi tokoh Batu Noah Gultom, Roni, Lalat Merah, adalah nama samaran dari Batu August Mendrofa. dialah detektif atau orang yang bertugas menyelesaikan misteri-mister yang terjadi.

4.3.2 Kalek dan Intelejen yang Dungu

Kalek dan batu adalah teman satu angkatan sewaktu di Taruna Nusantara, tetapi Kalek keluar karena sesuatu hal dan Batu tetap belajar di Taruna, sehingga suatu ketika mereka berjumpa kembali dengan keadaan yang berbeda. Kedua orang ini pada dasarnya adalah orang yang sangat pintar, tapi sayang mereka suka membuat onar sehingga mereka sering dihukum di Taruna sewaktu masih sekolah dahulu. Antara Batu dan Kalek yang memiliki kepintaran yang lebih adalah Kalek. Di dalam novel ini Kalek juga dapat dikatakan detektif karena dia juga membantu dalam memecahkan misteri-misteri yang ada, tetapi masalahnya Kalek adalah orang yang dianggap penjahat oleh Batu dan Batu sendiri adalah seorang aparat negara. Kalek sering menghina Batu karena kebodohannya. Pendapat Sudjiman dalam landasan teori semakin membuat lengkap ciri-ciri cerita detektif ini karena ada polisi yang dungu dan ada penjahat yang lebih pintar dari polisi atau detektif dalam cerita detektif. hal ini tampak pada kutipan cerita berikut ini.

“Apa Kaubilang?” Kalek bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya memerah. Sejak pertama kali bertemu, baru kali ini Roni melihat ekspresi kemarahan di wajah bekas sahabatnya itu. Rona wajah yang memperkosa kematangannya. “Kau yang tidak mengerti keadaan yang sebenarnya. Justru aku yang melindungimu, Kau yang tidak tahu terima kasih. Sekarang coba Kaubayangkan, bagaimana jika identitasmu aku ungkap ke publik? Bukan perkara sulit bagiku. Aku akan bernyanyi pada media bahwa seorang agen Sandhi Yudha Kopassus menyusup dalam sebuah media massa. Publik akan segera bereaksi, tidak banyak orang yang masih suka pada Kopassus. Kau akan jadi bulan-bulanan. Dan ah, komandanmu akan lepas tangan. Seperti biasa mereka akan katakan, ini semua berada di luar rantai komando. Sebuah

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

insubordinasi, Kau dikorbankan.”Kaubisa menjadi siapa saja dalam dunia kepalsuan ini. Alias Batu Noah Gultom, alias Roni Damhuri, atau mungkin Lalat Merah. Tetapi, bagiku Kau tetap saja si Bodoh yang dalam langkah sudah kehilangan ster. Tidak Wogu, Kautetap Batu August Mendrofa. Putra Nias, sahabat yang aku tak ingin celakai. Aku menjaga kerahasiaan identitasmu agar permainan ini berjalan sebagai mana mestinya.”

Ini bukan pemberitahuan yang mengejutkan. Roni Alias Batu telah menyadarinya sejak kegagalannya operasi di Kampong Walang. Parada

Gultom masih berhubungan dengan Attar Malaka alias Kalek. Kepergiannya ke Maluku waktu itu pasti untuk bertemu dengan Kalek. Mungkin pada pertemuan itu Parada bercerita tentang wartawan yang dia tugaskan menyelidiki kasus pembunuhan berantai. Kalek bisa mengungkapkannya identitasnya, tetapi tidak menceritakannya kepada Parada. Parada telah diamankan, tetapi bodohnya, saat itu dia tidak memperhitungkan kemungkinan terungkapnya identitas.

“Apa Kau mengharapkan ucapan terima kasih dariku? Batu tidak kalah. “Bagaimana kalau ciuman bibir yang mesra?” Kalek meladeni dengan gurauan.

“Aku hanya salah perhitungan. Seharusnya, aku juga memperhitungkan pengaruh orang-orang lamamu di Indonesiaraya. Parada Gultom ah, pasti juga Gatot...”

Kalek tidak menanggapinya. Dia hanya tertawa kacil sambil memainkan boneka monyet tanpa kepala pada gantungan kunci.”(halaman : 482-483) Jadi, Kalek dan Batu adalah detektif dalam novel ini karena sama-sama berperilaku yang sama yaitu ingin memecahkan misteri.

4.3.3 PengungkapanMisteriKeberadaan Mayat atau Orang yang Terbunuh Dalamnovel Rahasia Meede ini dikisahkan bagaimana Batu sebagai intelejen yang juga berprofesi sebagai wartawan Indonesiaraya mencoba memecahkan

misteri kematian orang-orang yang memiliki ciri-ciri yang sama yaitu nama tempat para korban terbunuh diawali huruf “B”. Hal ini dapat dilihat pada kutipan teks berikut.

“Raungan vespa Gultom terdengar di bawah. Satu-satunya kedisiplinan yang masih tersisa pada lelaki Batak itu adalah dua kali raungan gas setelah persneling netral vespanya. Tidak pernah lewat dari dua raungan, setelah itu mati. Dia bisa datang kapan saja, tentu setelah dia pergi ke mana saja.

Datang untuk memastikan perbaikan dan penempatan berita dalam dua puluh dua halaman Indonesiaraya.

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

“Sudah lama Kau?”sapanya tanpa berdosa.

“Nyaris aku jadi bujang lapuk menunggu Abang.” Batu mengungkapkan kekesalannya dengan canda.

“Ah Kau ini…..”Parada Gultom merapikan tumpukan kertas dan

dokumen yang berserakan di mejanya. “Jadi apa yang Kaudapatkan, Cok?” Sesuatu yang Abang tunggu-tunggu.”

“Jangan Kau berputar-putar. Danau Toba tak cukup dikitari dalam tempo sehari.”

“Dugaan Abang tampaknya kali ini benar.” “Apa yang Kaumaksud?”

“Pembunuhan berantai dengan pelaku tunggal, itu yang mungkin terjadi.” “Orang-orang penting itu?”

“Ya.” “Horas?”

Kerak Jalanan Jakarta yang memoles wajahnya seolah-olah memuai, menyatu dengan debu ventilasi. Wajah Parada Gultom berubah menjadi berbinar.

“Jadi, kesamaan huruf awal B pada lokasi penemuan mayat bukan sebuah kebetulan?”

“Mungkin bukan, Bang.”

“Bah, mungkin? Kaubilang ini positif pembunuhan berantai. Macam pula kau, Cok?”

“Sabar, Bang. Mendaki Gunung Sinabung meski lewati Brastagi, kalau tak ingin bunting meski berhati-hati.”

Ceritalah Kau, cok.”

Batu Noah Gultom mengikuti petunjuk Parada. Setelah kembali dari Boven Dogoel, dia memaku diri di Trunojoyo, Markas Besar Republik Indonesia. Sabar menunggu, tembok bisu akhirnya bersuara. Gunjingan yang tidak akan pernah didapatkan oleh wartawan lain. Setidaknya hingga bisikan itu disuarakan oleh Indonesiaraya.

“Bocoran dari kawan dekat kita di Trunojoyo. Benar, polisi telah mendapatkan petunjuk, tetapi tidak terburu-buru mengungkapkannya kepada publik. Ini akan menjadi horor nantinya. Kematian mengintai elite Jakarta.”

“Mereka mendapatkan motifnya?” Parada memotong tidak sabar.

“Belum, tetapi petunjuk bang. Ini akan menjadi cerita luar biasa sebab pembunuhnya meninggalkan pesan. Lain dengan modus pembunuhan orang penting yang pernah terjadi di Indonesia. Biasanya dilakukan dengan tertutup, menggunakan racun dan sekondannya. Paling berani mendesain kecelakaan maut. Tapi, ini sungguh berani.”

“Jangan Kau berbelit-belit. Aku tidak terpukau dengan cerita yang didramatisir.”

“Kita lupakan dulu masalah huruf B, Bang, “Batu mendekatkan kursinya ke meja, seolah-oleh dinding ruangan ini akan memantulkan suaranya ke luar ruangan. “Empat pembunuhan, empat keluarga menerima sebuah pesan pendek lewat surat yang diposkan.”

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

“Entahlah. Aku belum menyelidiki sejauh itu.”

“Tapi Kautahu isi pesannya, kan?” Parada takut kecewa, jangan sampai ini cuma bocoran biasa yang didapatkan kapan saja.

“Ya”

“Puji Tuhan. Buruan Cok, Kauceritakan!”

“Keluarga haji Saleh Sukira menerima pesan ‘peribadatan tanpa pengorbanan’, keluarga Nursinta Tegarwati menerima pesan ‘politik tanpa etika’ sedangkan keluarga Santoso Wanadjaya menerima pesan ‘perniagaan tanpa moralitas’…..”

“Dan keluarga JP Surono?” “Kakayaan tanpa kerja keras!” “Itu saja?”

“Ya . hanya itu. Sebuah pesan pendek, tidak ada penjelasan lain. Tulisan itu dibuat dengan mesin tik.”

Parada Gultom terpaku diam. Dalam hati perasaannya membuncah-bundah. Sebuah berita.” (halaman :215-218)

Sudah empat orang yang terbunuh dengan cara yang misterius. Kematian mereka ini rupanya ada kaitannya dengan Mahatma Gandhi yang membagi tujuh dosa sosial.

“Adakah masing-masing pesan itu terkait satu sama lain?” Tanya Parada. “Ya.”

“Kau yakin?” “Tentu, Bang.”

“Jadi, apa yang mengaitkannya satu sama lain?” “Young India, 22 Oktober 1925.”

Dingin, memukau. Kecerdasan Batu Noah Gultom akan membuat setiap wanita pecinta ilmu jatuh hati. Wajah belasteran Portugis Bataknya tenang menyampaikan. Parada Gultom menahan diri untuk tidak kesurupan. Anak pungutannya ini benar-benar cerdas.

“Aku tidak mengerti, coba Kaujelaskan tuntas, Cok.”

YoungIndia adalah dwimingguan yang terbit setiap hari Rabu dan Sabtu. Pesan-pesan itu dimuat di YoungIndia pada tanggal 22 Oktober 1925.”

“Siapa yang menuliskannya?”

“Mohandas Karamchand Ghandhi. Sang Mahatma, Jiwa Agung, Gandhi. Mahatma Gandhi!”

“Nah apa pula itu? Tulisan Gandhi di tahun 1925 jadi pesan kematian di Jakarta puluhan tahun kemudian?”

“Sebenarnya masih ada tiga pesan lagi, Bang, yaitu ‘pengetahuan tanpa karakter’, ‘sains tanpa humanitas’, dan ‘kesenangan tanpa nurani’, Gandhi menyebutnya dengan istilah tujuh dosa sosial,” jelas Batu, yang lagi-lagi datar dingin, dan memukau.

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

“Atau telah dibunuh, Bang.” “Maksud Kau apa?”

“Kepolisian Maluku baru saja mengangkat sesosok jasad dari sumur tua keramat di Banda Besar, parigi tua Lonthor! Subuh hari tadi!”

“Mayat siapa?”

“Doktor Nano Didaktika, seorang peneliti partikelir. Kita semua mengenalnya.”

“Sains tanpa humanitas?” Parada langsung menebak kemungkinan pesan yang akan diterima keluarganya. (halaman : 215-219)

Setelah pembunuhan yang kelima, ada lagi pembunuhan terhadap Suhadi, pemimpin ANRI yang menjadi puncak pengungkapan misteri keberadaan mayat atau orang yang terbunuh. Dengan begitu terpecahkanlah siapa dalang dari pembunuhan terhadap mayat-mayat itu.

“Siapa yang melakukannya?”

“Hanya satu orang di seantero negeri ini yang mencintai Hatta dan Gandhi, tetapi punya potensi melakukan kekerasan sebesar pesan perdamaian yang dibawakan oleh Hatta dan Gandhi. Melati Putih Kau pasti mengenalnya.”

“Melati Putih?”nama itu seperti akrab di telinga Batu.

“Operasi Pidie, Dan.” Dari balik kemudi, Raudal bersuara. Batu langsung terperanjat tidak percaya. Laki-laki itu adalah legenda sandhi yudha. (halaman :632)

Walaupun bukan Batu yang mangungkapkan misteri ini, tetapi Batu berusaha mencari jawaban dari misteri pembunuhan tersebut. Jadi Batu tetap berperan sebagai detektif disini, hanya saja dia dibantu oleh Kalek temannya. Selain pembunuhan berantai ini, ada satu lagi mayat yang masih misterius yang dipecahkan misterinya oleh Batu dan Kalek. Kalek disini juga sebagai pemecah kasus membantu Batu.

“Aku ingin mendengar lagi cerita tentang mayat yang Kalian temukan di dalam rongga bawah tanah itu. Mayat seperti apa yang Kalian temukan?” Kalek tidak ingin memenjarakan Robert dalam buka.

“Kulit putih,” Robert menjawab pendek.

“Anda pernah bercerita pada Gatot bahwa ada tulisan darah di belakang mayat. Apa kalimat dalam tulisan itu?”

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

“Kesimpulan tentang mayat itu?” potong Kalek.

“Mungkin seorang serdadu KL (koninlijk leigers; tentara kerajaan). Dibunuh pada saat Jepang masuk. Kami telah mendiskusikannya. Nederland zal herrijzen, kata-kata itu diucapkan Gubernur Jenderal Tjarda setelah Jerman menginvasi Nederland, “ Robert teringat perdebatan mereka bertiga seputar mayat itu. Rafael yang memenangkannya.

“Anda salah besar.”Tanpa diduga, Kalek membantah cerita Robert. Gatot dan Galesong ikut kaget mendengarnya.

“Kenapa?” Robert penasaran.

“Laki-laki ini tewas pada tanggal 24 Januari 1950. bahkan, aku tahu siapa nama mayat ini.”

“Aku tidak percaya.”

Jawaban pribumi itu terdengar mengada-ada di telinga Robert. Mereka bertiga telah memperhitungkan semua kemungkinan. Mengukur semua yang bias diukur. Teori mereka seharusnya sulit untuk dibantah. Apalagi untuk pribumi yang belum pernah turun ke bawah. Kalek menatap dua kawan setannya. “Ini bagian yang belum aku ceritakan pada Kalian.” Galesong dan Gatot seketika mendekat.

“Dia bernama Jan Timmer Vermeulen. Apakah nama itu mengingatkan Anda pada seseorang?” (halaman: 545-546)

Di sini Batu tidak ikut, tetapi Kaleklah yang memecahkan misteri mayat yang tinggal tulang belulang itu. Jadi Kalek juga termasuk detektif di sini.

4.3.4Pengungkapan Misteri Penyerangan Dan Pembunuhan

Dalam novel Rahasia Meede ini, Batu sebagai detektif juga memecahkan

misteri penyerangan yang dilakukan Benny dan Darlip, petugas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta kepada tiga orang peneliti dari Belanda tersebut. Misteri penyerangan dan pembunuhan terpecahkah ketika Robert berada di tangan Gatot. Gatot sendiri adalah anggota Kalek, dan secara otomatis Kalek mengetahui apa yang terjadi dengan Robert dan kawan-kawannya itu.

“Robert Stephane Daucet, apakah laki-laki Belanda itu baik-baik saja?” masih ada satu ganjalan dalam pikiran Batu.

“Dia aman bersama kami. Jika dia keluar, maka jejaknya akan cepat tercium. Darmoko akan membinasahkannya. Dia satu-satunya saksi pembunuhan keji yang dilakukan oleh Benny dan Darlip.”

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

“Jadi, apa rencanamu? Atau Kau ingin menjadikannya seperti Teraklasau?”

“Entahlah. Aku belum berpikir sejauh itu.” (halaman:635)

Kemudian ada lagi penyerangan dan pembunuhan yang dialami oleh Cathleen. Pada bab yang lalu sudah dijelaskan bagaimana penyerangan dan pembunuhan tersebut. Walaupun Cathleen tidak mati, tetapi dia sudah berada diambang kematian. Pada saat ini, Kalek dan Batu mencoba menolong Cathleen dan mencoba memberangus komplotan yang sudah menyakiti Cathleen.

“Aku akan membunuhmu, Setan!” Teriak Batu memancing yang lain keluar. Keringat dingin menetes di sela dahi Darmoko. Dia tidak menduga akhirnya akan begini.

“Kalau begitu, gadis ini juga akan mati!”

Suara itu berasal dari ruangan di seberang tangga. Kalek cepat mengarahkan senter ke sana.

Cathleen masih hidup. Tangannya terikat dengan mulut tersumpal kain. Di belakangnya, Benny menodongkan sepucuk pistol. Berjarak setengah lengan, Suryo Lelono berdiri di samping.

Batu menyeret tubuh Darmoko mendekati Benny. Hanya berjarak dua meter mereka saling tatap. Laki-laki inilah yang bertanggung jawab terhadap proses interogasi Parada. Dia yang telah membunuh Parada. Perhitungan harus diakhiri malam ini.” (halaman: 656)

4.3.5 Pengungkapan Misteri Penculikan

Dalam bab sebelumnya diceritakan adanya beberapa tindak kejahatan penculikan oleh beberapa oknum kepada beberapa tokoh seperti penculikan Parada Gultom oleh kelompok yang sepertinya dari aparat negara. Penculikan ini

sendiri merupakan misteri yang harus dipecahkan oleh Kalek. Penculikan ini sendiri didalangi oleh Batu sendiri sebagai detektif karena ingin memecahkan misteri penculikan Cathleen yang dilakukan oleh Kalek. Jadi, pada posisi seperti ini kedua orang itu menjadi penjahat dan sekaligus menjadi seorang detektif bagi

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

yang lain. Dalam novel Rahasia Meede ini diceritakan tindak kejahatan

penculikan Parada Gultom oleh aparat negara yang tak lain adalah Batu sendiri.

“Sekarang, Kau mau bilang apa lagi, macan sirkus?” Kalek membuang ludah. “Apakah Kau lebih beradab daripada aku? Kalau Kau bekerja untuk republik, kenapa negaramu melegalkan penyiksaan warga sipil hingga maut nyaris menjemputnya? Kalau Kau memang manusia, kenapa otakmu tidak sanggup menyimpan uluran tangan menggenggam simpati? Ah ya, Kau tidak lebih dari primata yang mengandalkan insting dengan jalan pintas penyiksaan.”

“Kalek, tentang Parada, semua itu berada di luar…” Batu coba membela diri.

“Iblis yang mempekerjakanmu tentu memuji setinggi langit sandiwara lima bulan yang Kaulakukan di Indonesiaraya. Sekarang semuanya telah membuahkan hasil.”

“Cukup hentikan. Kalau Kau ingin memuaskan diri, aku sediakan untuk bergumul,”Batu menahan geram.

“Tanpa senjata dan seragam?” “Ya.”

“Kau tak sanggup menghadapiku. Macan sirkus hanya bisa mengaum, taringmu telah dicabut untuk dijadikan kuku garuda.” Kalek terlihat puas. Dia berhasil merusak suasana hati Batu. Oke, kita lupakan saja Parada. Mari kita selesaikan urusan kita malam ini.”(halaman:554)

Setelah beberapa saat kemudian baru Batu mau melepaskan Parada Gultom yang diculik oleh Batu. Kemudian Batu sendiri pun sebagai penculik yang menyamar menjadi wartawan dan juga intelejen bergidik ngerih melihat jasad Parada yang sangat mengenaskan. Dia tidak menyangka bila interogasi dari atasannya yang begitu berat.

“Batu berdiri mengambil jarak. Perasaannya campur aduk. Ada keinginan untuk mendekat, tetapi ketakutan melebihi ketegarannya. bagaimana kalau tiba-tiba Parada buka mata? Dia tidak akan berani membalas tatapannya. Dia merasa terhakimi di dalam ruang ICU ini. Tetapi tidak, dia sama sekali tidak terlibat dalam proses interogasi. Tugasnya hanya satu, mendapatkan Attar Malaka. Dia tidak terlibat. Dia hanya memberi analisis mengenai kemungkinan hubungan Parada dengan Attar Malaka. Tetapi dia tidak membayangkan upaya sejauh ini. Dia tidak menginginkannya, tetapi kenyataannya, semua itu terjadi.”(halaman:497- 498)

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

Misteri ini akhirnya dipecahkan sendiri oleh Batu di akhir cerita dengan cara membekuk si tersangka yang tidak lain adalah atasnnya.

“Batu menyeret tubuh Darmoko mendekati Benny. Hanya berjarak dua meter mereka saling tatap. Laki-laki inilah yang bertanggung jawab terhadap proses interogasi Parada. Dia yang telah membunuh Parada. Perhitungan harus diakhiri malam ini.” (halaman: 656)

Selain terpecahkannya misteri penculikan Parada, satu lagi pengungkapan misteri penculikan Cathleen dan Lusi. Pada posisi ini Kalek menjadi orang yang menculik dan Batu sebagai detektifnya. Dalam penyelidikannya Batu menyamar menjadi pedagang mutira yang mencari mutiara bibir emas. Dia bersama anggotanya menyamar, supaya identitas mereka tidak dikenali oleh orang-orang Kalek.

“Tiram bibir emas atau Pictada Maxima banyak dibudidayakan pada beberapa pulau di gugus Kepulauan Banda ini. Roni ingin mendapatkan yang terbaik. Jenis mutiara bibir emas yang tidak mungkin digantikan oleh mutiara lain sejenis.”(halaman:339)

Pernyataan Batu alias Roni ini bukan ingin mencari mutiara yang sesungguhnya, tetapi ia ingin mencari dan menangkap dalang dari penculikan Cathleen dan Lusi. Hal ini tampak ketika mereka sudah merencanakan penangkapan terhadap Kalek dan kawan-kawannya.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan, Bos?” Irvan memotong pembicaraan. “Kita akan mengambil mutiara tidak pada musim panen. Mutiara bibir emas akan kita dapatkan malam ini. Semoga tiram lain membuka diri. Aku tidak ingin gagal seperti di Makassar.”

Roni menatap para pemburu mutiara satu per satu. Tidak ada tanggapan, artinya mereka setuju dan siap untuk perburuan yang menentukan.” (halaman:344)

Selanjutnya Roni dan pasukannya mengadakan misi penyergapan di tempat Kalek bersembunyi.

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.

“Helikopter Bell 412 milik TNI Angkatan Darat meraung. Dua kaki lengkungannya terangkat meninggalkan Pelabuhan Udara Banda Neira. Di atas udara, BAnda Neira tampak gelap, sunyi, dan senyap. Pukul sepuluh malam, kota itu benar-benar disergap sepi. Angkasa malam bercampur dengan

Dokumen terkait