• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

D. Unsur-unsur Novel

1. Unsur Instrinsik

Berbicara mengenai novel maka akan dapat kita ketahui bahwasannya sebuah novel dibangun oleh beberapa unsur, salah satunya yaitu unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang

18

menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.19

a. Tema

Kata tema seringkali disamakan dengan pengertian topi; padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Kata topik berasal dari bahasa Yunani topoi yang berarti tempat. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pokok pembicaraan. Sedangkan tema merupakan tulisan atau karya fiksi. 20

Tema merupakan gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair.21 Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat.22

Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, tema adalah suatu cerita yang di dalamnya terdapat ide atau gagasan yang akan disampaikan pengarang lewat cerita yang disajikannya.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan cenderung tertentu seperti yangdiekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori

19

Nurgiyantoro, op. cit., h. 23.

20

Prof. M. Atar, Semi. Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya), h. 42.

21

Herman J, Waluyo, Teori Apresiasi Sastra,(Jakarta: Erlangga, 1987), h. 106.

22

resepsi, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya. Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemahaman itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal). Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik.23

Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Tokoh, watak, dan segala emosi yang dikandungnya itu adalah aspek isi, sedangkan teknik perwujudannya dalam karya fiksi adalah bentuk. Jadi, dalam istilah penokohan itu sekaligus terkandung dua aspek: isi dan bentuk.

c. Alur

Alur termasuk salah satu unsur intrinsik yang terpenting dalam suatu cerita. Alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.24 Alur sebuah cerita dapat disimpulkan dari data yang disajikan dalam teks. Secara intuitif ini dilakukan oleh seorang murid yang menceritakan kembali apa yang dibacanya.

Alur merupakan bagian terpenting dalam cerita fiksi. Alur tersebut membentuk pola sambung sinambung

23

Nurgiyantoro,op. cit., h. 165-166

24

dalam sebuah peristiwa yang berdasarkan sebab-akibat. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.

Dapat disimpulkan bahwa alur adalah bagian terpenting dalam cerita fiksi yang dialami para pelaku dalam suatu rentetan peristiwa.

d. Latar

Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.25 Latar atau tandas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke Hongkong, di kafetaria, di dalam penjara, di sebuah puskesmas dan sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau landas tumpu ini adalah waktu, hari, tahun, musim, atau periode sejarah. 26

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat peristiwa yang diceritakan oleh sastrawan. Latar bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu saja, namun juga menceritakan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang di ceritakan.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang, point of view, viewpoint, merupakan salah satu unsur fiksi yang oleh Stanton digolongkan sebagai

25

Nurgiyantoro,op. cit., h. 216.

26

sarana cerita, literary device. Walaupun demikian, hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting. Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan; siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Dengan demikian, pemilihan bentuk pesona yang dipergunakan, di samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan.27

Berdasarkan definisi ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah strategi, teknik maupun siasat yang dikemukakan oleh pengarang dalam menceritakan sebuah cerita karya fiksinya.

f. Gaya Bahasa

Bahasa adalah seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung nilai lebih daripada sekedar bahannya itu sendiri. Sastra khususnya fiksi, di samping sering diseebut dunia dalam kemungkinan, juga dikatakan sebagai dunia dalam kata. Hal itu disebabkan “dunia” yang diciptakan, dibangun, ditawarkan, diabstraksikan, dan sekaligus ditafsirkan lewat kata-kata, lewat bahasa.28 27Ibid ., h. 246-247. 28 Ibid., h. 273.

Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis di atas lempengan lilin. Walaupun style berasal dari bahasa latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Gaya bahasa atau style dapat dijelaskan sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.29 Bahasa dalam seni sastra disamakan dengan cat dalam seni lukis, keduanya merupakan unsur suatu bahan, alat, dan sarana yang dapat diolah untuk dijadikan sebuah karya sastra yang mengandung “nilai lebih” daripada sekedar bahannya itu sendiri. Sastra, khusunya fiksi di samping sering disebut dunia dalam kemungkinan juga dikatakan sebagai dunia dalam kata. Hal itu disebabkan “dunia” yang diciptakan, dibangun, ditawarkan, diabstraksikan, dan sekaligus ditafsirkan lewat kata-kata, lewat bahasa.30

Dapat disimpulkan bahwa bahasa sastra berbeda dengan bahasa nonsastra atau bahasa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Dimana gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa pengarang untuk mengungkapkan sesuatu yang akan di kemukakan melalui cipta hasil karya sastranya. g. Amanat

Pada dasarnya amanat berisikan ajakan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat juga salah satu makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup

29

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 112.

30

pengarang yang bersangkutan, pandangannya tantangan nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral ini merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Moral ini bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.

Dokumen terkait